• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gardilla Eka Febriana, Sjahrul Meizar Nasri. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gardilla Eka Febriana, Sjahrul Meizar Nasri. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Hubungan antara Dosis Kebisingan dengan Penurunan Fungsi

Pendengaran pada Pekerja Terkait Kebisingan di Sebuah Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi di Jawa Timur Tahun 2014

Gardilla Eka Febriana, Sjahrul Meizar Nasri

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

gardilla.eka11@ui.ac.id

ABSTRAK

Bising merupakan salah satu bahaya fisik yang sulit dipisahkan dari dunia industri modern terutama industri minyak dan gas. Safe work Australia pada tahun 2010 merilis hasil bahwa dalam 5 tahun periode Juli 2002 hingga Juni 2007 terdapat 16.500 klaim kompensasi dari para pekerja di Australia yang mengalami ketulian akibat pajanan bising, dan 99% diantaranya merupakan pajanan jangka panjang lebih dari 5 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dosis kebisingan dengan penurunan fungsi pendengaran pada pekerja terkait kebisingan di sebuah pertambangan minyak dan gas bumi di Jawa Timur. Desain penelitian yang digunakan adalah metode analitik cross-sectional. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. Penelitian di perusahaan ini dilakukan pada Januari-Februari 2014 dan Mei 2014. Dari 33 orang pekerja, didapati 3 pekerja mengalami penurunan fungsi pendengaran. Dalam penelitian ini, hasil sejalan dengant teori tetapi tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara dosis kebisingan dengan penurunan fungsi pendengaran pekerja.

ABSTRACT

Noise is one of the physical hazard which difficult to separate from industrial modern especially oil and gas industry. Safe work Australia, 2010, has released a result that in periode range Juli 2002 until Juni 2007 there are 16.500 compensation claims from workers in Australia who exposed with noise, and 99% of them has exposed more than 5 years. The objective of this research is to find relationship between noise dose and noise-induced hearing loss at workers in an oil and gas company in East Java. Research design that I used in this research is cross-sectional method. Statistic test that I used in this research is chi-square test. Research in this company has done in January-February 2014 and continued in May 2014. The result is, there are 3 from 33 workers has suffered noise-induced hearing loss. In this research, the results are equal with the theory but I did not find any significant relations between noise dose and noise-induced hearing loss.

Key word :

(2)

PENDAHULUAN

Berdasarkan laporan WHO tahun 2004, diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja di negara industri terpajan kebisingan melebihi 90 dB di tempat kerjanya. Lebih dari 30 juta orang di Amerika terpajan bising 85 dB atau lebih (NIOSH, 1998). Safe work Australia pada tahun 2010 merilis hasil bahwa dalam 5 tahun periode Juli 2002 hingga Juni 2007 terdapat 16.500 klaim kompensasi dari para pekerja di Australia yang mengalami ketulian akibat pajanan bising, dan 99% diantaranya merupakan pajanan jangka panjang lebih dari 5 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di India menyatakan bahwa terdapat lebih dari 50 pekerja yang terpajan bising, dan sekitar 90% diantaranya mengalami kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz (Tekriwal, 2011). Dalam pertemuan WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry Meeting pada tahun 2002, menyatakan bahwa kebisingan merupakan salah satu masalah utama dalam penyebab terjadinya gangguan pendengaran di Indonesia. Gangguan pendengaran akibat bising di lingkungan kerja (ONIHL/Occupational Noise-Induced Hearing Loss) menduduki proporsi terbanyak dibandingkan gangguan akibat bising lainnya (Bashiruddin & Soetirto, 2007).

Perusahaan tempat penelitian skripsi ini dilakukan merupakan salah satu perusahaan migas yang ada di Indonesia dan masih aktif beroperasi, lapangan operasi di Jawa Timur ini sendiri telah beroperasi selama lebih dari 20 tahun. Di lapangan operasi ini terdapat mesin-mesin yang mengeluarkan bising di atas NAB (Nilai Ambang Batas), seperti area M6000 dengan level kebisingan tertinggi mencapai 104,5 dBA dan area M1500 dengan level kebisingan tertinggi mencapai 104 dBA. Setelah perhitungan ditemukan nilai NRR (Noise

Rate Reduction) dari APT (Alat Pelindung Telinga) yang digunakan belum mencukupi untuk

meredam kebisingan di beberapa titik area, sehingga masih ada kemungkinan pekerja memiliki dosis pajanan bising harian melebihi ambang batas dan dapat mengalami penurunan fungsi pendengaran. Oleh karena itu, penting untuk meneliti mengenai hubungan antara dosis kebisingan dengan penurunan fungsi pendengaran pada pekerja terkait kebisingan di sebuah perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi di Jawa Timur tahun 2014.

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di sebuah pertambangan minyak dan gas bumi di Jawa Timur dan kantor pusat perusahaan di Jakarta. Waktu penelitian dilakukan sekitar bulan Januari-Februari 2014 kemudian dilanjutkan kembali pada bulan Mei 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional, dimana pengumpulan variabel dependen dan independen dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pekerja kontraktor yang diperiksa pendengarannya melalui pemeriksaan audiometri saat MCU (Medical Check-Up). Jumlah populasi sebesar 33 orang. Sampling yang digunakan adalah sampling jenuh, yaitu mengambil seluruh populasi untuk diteliti. Titik sampling untuk pengukuran diambil pada area-area bising yang disinggahi pekerja seperti M1500, M6000, M6100, M3800, M1000, M1300, dan hangar. Data-data yang telah didapatkan kemudian diolah dengan SPSS (Statistical Package for Social Science).

HASIL PENELITIAN

Distribusi Dosis Pajanan (L equivalent) dan Dosis Efektif

Dari hasil perhitungan L equivalent, didapatkan dosis pajanan tertinggi adalah sebesar 94,29 dBA dan dosis pajanan terendah adalah sebesar 72,47 dBA. Dari seluruh perhitungan dosis, data dikelompokkan menjadi dua, yaitu ≤83,5 dBA dan >83,5 dBA.

Tabel 1. Distribusi Dosis Pajanan Pekerja Dosis Pajanan (Leq) Frekuensi Persentase (%) ≤83.5 dBA 7 21,2 >83.5 dBA 26 78,8 Total 33 100

Dari tabel 1 didapatkan bahwa sebanyak 7 orang atau sekitar 21,2% memiliki dosis ≤83,5 dBA, dan sebanyak 26 orang atau sekitar 78,8% memiliki dosis >83,5 dBA.

Dosis pajanan kemudian dikurangi NRR APT sehingga menjadi dosis efektif. Dari hasil perhitungan, didapatkan dosis efektif tertinggi adalah sebesar 61,97 dBA dan dosis efektif terendah adalah sebesar 80,47 dBA. Dari seluruh perhitungan dosis, data dikelompokkan menjadi dua, yaitu ≤83,5 dBA dan >83,5 dBA.

(4)

Tabel 2. Distribusi Dosis Efektif Pekerja

Dosis Efektif Frekuensi Persentase (%)

≤83.5 dBA 33 100

>83.5 dBA 0 0

Total 33 100

Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa seluruh pekerja memiliki dosis efektif di bawah NAB.

Distribusi Usia Pekerja

Dalam penelitian ini didapatkan pekerja dengan usia termuda adalah 24 tahun dan pekerja dengan usia tertua adalah 56 tahun. Variabel usia pekerja ini dikelompokkan menjadi dua yaitu ≤40 tahun dan >40 tahun.

Tabel 3. Distribusi Usia Pekerja

Usia Frekuensi Persentase (%)

≤40 tahun 18 54,5

>40 tahun 15 45,5

Total 33 100

Dari tabel 3, didapatkan hasil bahwa pekerja yang berusia ≤40 tahun adalah sebanyak 18 orang atau 54,5%, dan pekerja yang berusia >40 tahun adalah sebanyak 15 orang atau sebesar 45,5%.

Distribusi Masa Kerja

Dari penelitian ini didapatkan masa kerja pekerja, dan masa kerja ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu ≤5 tahun dan >5 tahun.

Tabel 4. Distribusi Masa Kerja Pekerja

Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)

≤5 tahun 6 18,2

>5 tahun 27 81,8

Total 33 100

Dari tabel di atas, didapatkan 6 orang (18,2%) memiliki masa kerja di bawah 5 tahun dan 27 orang (81,8%) memiliki masa kerja lebih dari sama dengan 5 tahun.

Distribusi Pekerja yang Merokok

Kebiasaan merokok pekerja juga turut dianalisis dalam penelitian ini karena berpengaruh terhadap fungsi pendengaran pekerja.

(5)

Tabel 5. Distribusi Pekerja yang Merokok

Merokok Frekuensi Persentase (%)

Tidak 20 60,6

Ya 13 39,4

Total 33 100

Dari tabel 5 di atas, didapatkan hasil bahwa sebanyak 20 orang pekerja atau sekitar 60,6% pekerja tidak merokok dan sebanyak 13 orang pekerja atau sekitar 39,4% pekerja merokok.

Distribusi Penggunaan APD

Penggunaan alat pelindung diri atau alat pelindung telinga juga turut dianalisis dalam penelitian ini karena berpengaruh terhadap level kebisingan yang diterima pekerja.

Tabel 6. Distribusi Penggunaan APD oleh Pekerja Penggunaan APD Frekuensi Persentase (%)

Ya 33 100

Tidak 0 0

Total 33 100

Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa seluruh pekerja menggunakan alat pelindung telinga saat bekerja di tempat yang bising.

Distribusi Fungsi Pendengaran

 Distribusi Fungsi Pendengaran Telinga Kanan

Fungsi pendengaran telinga kanan pekerja dalam penelitian ini didapat dari hasil pemeriksaan audiometri. Dari data tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 7. Distribusi Fungsi Pendengaran Telinga Kanan Pekerja berdasar Permenaker No. 25 Tahun 2008

Fungsi Pendengaran Kanan Frekuensi Persentase (%) Normal 30 90,9 Tuli Ringan Tuli Sedang 2 1 6,1 3,0 Total 33 100

Dari tabel 7 di atas, didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki fungsi pendengaran telinga kanan normal adalah sebanyak 30 orang atau sekitar 90,9%, pekerja yang mengalami tuli ringan telinga kanan adalah sebanyak 2 orang atau sekitar

(6)

6,1%, dan pekerja yang memiliki fungsi pendengaran telinga kanan tuli sedang adalah sebanyak 1 orang atau sekitar 3,0%.

 Distribusi Fungsi Pendengaran Telinga Kiri

Fungsi pendengaran telinga kiri pekerja dalam penelitian ini didapat dari hasil pemeriksaan audiometri. Dari data tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 7. Distribusi Pendengaran Telinga Kiri Pekerja berdasar Permenaker No. 25 Tahun 2008 Fungsi Pendengaran Kiri Frekuensi Persentase (%) Normal 30 90,9 Tuli Ringan Tuli Sedang 2 1 6,1 3,0 Total 33 100

Dari tabel 7 di atas, didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki fungsi pendengaran telinga kiri normal adalah sebanyak 30 orang atau sekitara 90,9%, dan pekerja yang memiliki fungsi pendengaran telinga kiri tuli ringan adalah sebanyak 2 orang atau sekitar 6,1%, dan pekerja yang mengalami tuli sedang pada telinga kiri adalah sebanyak 1 orang atau sekitar 3,0%.

 Distribusi Fungsi Pendengaran Telinga Kanan dan Kiri

Fungsi pendengaran pekerja dalam penelitian ini didapat dari hasil pemeriksaan audiometri. Dari data tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Distribusi Fungsi Pendengaran Telinga Kanan dan Kiri berdasar Permenaker No. 25 Tahun 2008

Fungsi Pendengaran Frekuensi Persentase (%) Normal 30 90,9 Tuli Ringan Tuli Sedang 1 2 3,0 6,1 Total 33 100

Dari tabel 8 di atas, didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki fungsi pendengaran normal adalah sebanyak 30 orang atau sekitar 90,9%, pekerja yang mengalami tuli ringan adalah sebanyak 1 orang atau sekitar 3,0%, dan pekerja yang memiliki fungsi pendengaran tuli sedang adalah sebanyak 2 orang atau sekitar 6,1%.

(7)

Dari data di atas, fungsi pendengaran dikelompokkan kembali ke dalam 2 kelompok, yaitu normal dan gangguan.

Tabel 9 Distribusi Fungsi Pendengaran Telinga Kanan dan Kiri Fungsi Pendengaran Frekuensi Persentase (%) Normal 30 90,9 Gangguan 3 9,1 Total 33 100

Dari tabel 9 di atas, didapatkan hasil bahwa pekerja yang mengalami gangguan pendengaran adalah sebanyak 3 orang atau sekitar 9,1% dan pekerja yang memiliki fungsi pendengaran normal adalah sebesar 30 orang atau sekitar 90,9%.

Distribusi Dosis Pajanan dengan Fungsi Pendengaran

Tabel 10. Distribusi Dosis Pajanan Pekerja dengan Fungsi Pendengaran

Dosis (Leq)

Fungsi Pendengaran

p-value OR (95% CI)

Gangguan Normal Total

n % n % N % >83,5 dBA ≤83,5 dBA 3 0 11,5 0 23 7 88,5 100 26 7 100 100 1,000 1,130 (0,984-1,299) Total 3 9,1 30 90,9 33 100

Dari tabel 10 didapatkan hasil bahwa 3 orang (11,5 %) yang mengalami gangguan fungsi pendengaran dan memiliki dosis pajanan >83,5 dBA. Dari hasil uji statistik, diperoleh

p-value sebesar 1,000 (p>α) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara dosis pajanan dengan fungsi pendengaran.

Distribusi Dosis Efektif dengan Fungsi Pendengaran

Antara dosis efektif dengan fungsi pendengaran tidak dapat diuji secara statistik menggunakan uji chi-square karena seluruh pekerja memiliki dosis pajanan ≤83,5 dBA.

Distribusi Usia Pekerja dengan Fungsi Pendengaran

Tabel 11. Distribusi Usia Pekerja dengan Fungsi Pendengaran

Usia

Fungsi Pendengaran

p-value OR (95% CI)

Gangguan Normal Total

n % n % N % >40 tahun ≤40 tahun 3 0 20,0 0 12 18 80,0 100 15 18 100 100 0,083 1,250 (0,971-1,610) Total 3 9,1 30 90,9 33 100

(8)

Berdasarkan tabel 11, didapati bahwa sebanyak 3 orang pekerja (20,0%) yang berusia >40 tahun mengalami gangguan fungsi pendengaran, dan tidak ada pekerja berusia ≤40 tahun yang mengalami gangguan fungsi pendengaran. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai-p sebesar 0,083 (p>α) yang berarti bahwa secara perhitungan statistik tidak didapati adanya hubungan yang bermakna antara usia pekerja dan kejadian penurunan fungsi pendengaran.

Distribusi Masa Kerja dengan Fungsi Pendengaran

Tabel 12 Distribusi Masa Kerja dengan Fungsi Pendengaran

Masa Kerja

Fungsi Pendengaran

p-value OR (95% CI)

Gangguan Normal Total

N % n % N % >5 tahun ≤5 tahun 2 1 7,4 16,7 25 5 92,6 83,3 27 6 100 100 0,464 2,500 (0,188-33,170) Total 3 9,1 30 90,9 33 100

Berdasarkan tabel 12 di atas, didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki masa kerja ≤5 tahun dan mengalami penurunan fungsi pendengaran adalah sebanyak 1 orang (16,7%), sedangkan pekerja yang memiliki masa kerja >5 tahun dan mengalami penurunan fungsi pendengaran adalah sebesar 2 orang (7,4%). Dari perhitungan statistik diketahui bahwa nilai-p sebesar 0,464 (p>α) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi pendengaran.

Distribusi Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Pendengaran

Tabel 13. Distribusi Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Pendengaran

Merokok

Fungsi Pendengaran

p-value OR (95% CI)

Gangguan Normal Total

N % n % N % Ya Tidak 2 1 15,4 5,0 11 19 84,6 95,0 20 13 100 100 0,547 0,289 (0,023-3,572) Total 29 9,1 3 90,9 33 100

Dari tabel 13, diketahui bahwa terdapat 2 orang pekerja (15,4%) yang merokok mengalami penurunan fungsi pendengaran, dan 1 orang pekerja (5,0%) yang tidak merokok mengalami gangguan fungsi pendengaran. Dari perhitungan statistik diketahui bahwa nilai-p sebesar 0,547 (p>α) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan penurunan fungsi pendengaran.

(9)

PEMBAHASAN

Pengukuran Tingkat Kebisingan Area Kerja

Area yang memiliki tingkat kebisingan tertinggi pada plant adalah di area Gas Engine

Generator M6000. Saat ini engineering control yang sudah dilakukan pada M6000 adalah

menggunakan barrier dengan atap dan dinding (pada bagian kanan, kiri, dan belakang modul). Pada modul-modul bising juga sudah dipasangi papan peringatan kebisingan dan papan perintah untuk menggunakan pelindung telinga.

Pengendalian lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan kebisingan di area ini adalah dengan menggunakan soundproof pada mesin, sehingga pekerja yang bekerja di dalam modul juga terlindungi.

Area kerja lain yang memiliki kebisingan tertinggi adalah di hangar (sekitar helikopter) dengan tingkat kebisingan tertinggi mencapai 109,3 dB, yaitu tepat di samping mesin helikopter saat start engine take-off.

Pengendalian yang sudah dilakukan adalah dengan melengkapi kabin dengan peredam untuk melindungi pekerja yang berada di dalam kabin. Pengendalian lain adalah dengan mewajibkan penggunaan earmuff, baik untuk pekerja yang berada di dalam maupun di luar kabin.

Perhitungan Dosis Pajanan Personal dengan L equivalent

Dari perhitungan, didapatkan dosis tertinggi ada pada petugas HLO & engineer (hangar) yang bertugas tepat di samping mesin helikopter saat start engine. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan mewajibkan penggunaan APD berupa earmuff, sehingga petugas HLO & engineer memiliki dosis efektif hingga di bawah NAB.

Perhitungan dosis pajanan bising harian ini tidak dapat digeneralisir karena area kerja dan durasi beberapa pekerja cukup fleksibel, dapat berubah tergantung work order, sehingga tetap ada kemungkinan pekerja memiliki dosis pajanan lebih atau kurang dari perhitungan dalam penelitian ini.

Pengendalian yang sudah dilakukan adalah dengan pengaturan waktu istirahat agar pekerja tidak terpajan bising secara terus-menerus. Pengendalian lain yang selama ini sudah dilakukan adalah dengan mewajibkan penggunaan APD pada setiap pekerja yang akan memasuki zona merah (area plant) terutama saat berada di area bising. Hal ini sudah dipatuhi seluruh pekerja dengan baik, tetapi masih memiliki kekurangan, yaitu pekerja tidak diberi informasi berapa lama waktu maksimal mereka boleh berada di masing-masing area bising mengingat beberapa pekerja memiliki fleksibilitas durasi kerja.

(10)

Untuk menghindari dosis pajanan melebihi NAB pada pekerja-pekerja yang memiliki durasi kerja fleksibel, yang dapat dilakukan adalah dengan sosialisasi waktu maksimal yang diperbolehkan saat berada di area bising. Sehingga diharapkan setiap pekerja lebih waspada dan dapat mengatur waktu kerja mereka saat mendapat work order yang mengharuskan mereka bekerja lebih lama di area bising. Maka dibutuhkan pula label level kebisingan pada masing-masing sumber bising serta batas waktu yang diperbolehkan.

Sangat penting untuk melakukan pengukuran dosis secara berkala terhadap pekerja-pekerja yang terpapar bising untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi pendengaran dan untuk memenuhi elemen HCP yang dilaksanakan.

Perhitungan Dosis Efektif

Dosis efektif tertinggi ada pada compressor operator yang banyak bertugas di area bising. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain dengan penggunaan earplug saat bekerja, pengaturan shift kerja, dan rolling. Sedangkan dosis efektif terendah ada pada

machinist yang mayoritas pekerjaan dilakukan di maintenance workshop.

Hal ini menunjukkan pengendalian dengan menggunakan APD yang dilakukan sudah cukup meredam kebisingan yang diterima pekerja, namun masih menimbulkan pertanyaan, “Kenapa masih ada kasus penurunan fungsi pendengaran pada pekerja meskipun dosis efektif sudah berada di bawah NAB?”

Kemungkinan yang dapat menimbulkan penurunan fungsi pendengaran antara lain terkait hobi, riwayat pekerjaan, trauma, penyakit, dan lain sebagainya. Dibutuhkan penelitian lain untuk mengetahui penyebab penurunan fungsi pendengaran pekerja selain dosis pajanan agar tidak ada lagi kasus baru mengenai penurunan fungsi pendengaran pekerja.

Fungsi Pendengaran Pekerja

Dari data yang didapat, jika dianalisa menggunakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) nomor 25 tahun 2008, terdapat 3 orang pekerja yang mengalami penurunan fungsi pendengaran. Masing-masing pekerja itu antara lain :

Operator

1 orang operator yang berusia 42 tahun mengalami tuli ringan. Setelah dilakukan koreksi usia, masih menunjukkan adanya tuli ringan pada kedua telinga. Pekerja ini belum mencapai 5 tahun bekerja sebagai operator. Sebelumnya, bekerja di perusahaan yang sama tetapi di divisi yang berbeda dan tidak terpapar bising.

(11)

Dosis efektif pekerja ini sudah di bawah 100%, dan merupakan dosis efektif tertinggi dari seluruh sampel, yaitu 80,47 dBA. Area kerja pekerja ini mayoritas berada di plant, tepatnya di area yang memiliki level kebisingan tinggi antara lain area VLP compressor M1500, separator, dan area M1300, dengan level kebisingan tertinggi mencapai 104 dBA.

Pekerja tidak memiliki riwayat penyakit telinga atau keturunan tuli. Kemungkinan penyebab tuli ringan pada pekerja ini adalah akibat kurang disiplinnya penggunaan earplug atau penggunaan earplug yang salah. Kemungkinan penyebab lain ketulian pada pekerja ini adalah kontak dengan bahan ototoksik dan neurotoksik, yang dalam penelitian ini tidak diteliti lebih lanjut.

Diperlukan sosialisasi mengenai bahaya bising terhadap gangguan pendengaran agar pekerja dapat mengurangi hobi-hobi atau kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko ketulian, misalnya mendengarkan musik dengan earphone dan merokok. Diperlukan juga pelatihan penggunaan earplug yang menjangkau seluruh pekerja, baik sebelum dipekerjakan di area bising maupun secara rutin untuk mengingatkan kembali.

Petugas DGCA (Directorate General of Civil Aviation)

1 orang petugas DGCA yang berusia 50 tahun mengalami tuli sedang. Setelah dilakukan koreksi usia, masih fungsi pendengaran pekerja ini masih tergolong tuli ringan paa telinga kanan dan tuli sedang pada telinga kiri. Area kerja pekerja ini adalah di hangar dengan level kebisingan tertinggi 100,4 dBA. APD yang digunakan adalah earmuff, sehingga dosis efektifnya sudah kurang dari 100%.

Petugas DGCA merupakan petugas Dinas Perhubungan yang diperbantukan di tempat-tempat yang melakukan aktivitas penerbangan. Pekerja ini diduga mengalami penurunan fungsi pendengaran sejak sebelum ditugaskan di lapangan operasi ini. Salah satu telinga mengalami penurunan fungsi pendengaran yang jauh lebih parah kemungkinan karena faktor sensitivitas individu pekerja, riwayat trauma, atau penyakit telinga.

Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan pengawasan penggunaan APD untuk menjaga kedisiplinan penggunaan APD agar penurunan fungsi pendengaran tidak bertambah parah. Pengendalian lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan merotasi pekerja ini ke area yang level kebisingannya lebih rendah, atau pengaturan jarak pekerja ini dari sumber bising.

(12)

1 orang mechanic yang berusia 46 tahun mengalami tuli sedang. Setelah dikoreksi usia, ketulian masih tergolong tuli sedang pada telinga kanan, dan tuli ringan pada telinga kiri. Area kerja pekerja ini mayoritas berada di area reverse osmosis M3800 dengan tingkat bising tertinggi mencapai 87,2 dBA. Pekerja ini sudah bekerja di area bising reverse osmosis M3800 lebih dari 5 tahun. Pekerja ini terindikasi mengalami penurunan fungsi pendengaran diduga akibat tepajan bising di area kerjanya selama bertahun-tahun. Setelah dilakukan HCP, tetap didapati adanya penurunan pada hasil audiometri pekerja ini.

Tetap terjadinya penurunan kemungkinan diakibatkan oleh penggunaan earplug yang kurang disiplin atau cara penggunaan earplug yang salah. Pekerja memiliki kebiasaan merokok, maka diperlukan adanya sosialisasi mengenai bahaya merokok terhadap pendengaran agar pekerja dapat mengurangi atau berhenti merokok. Pengendalian yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan APD berupa earplug, pelatihan penggunaan APD, dan memberi edukasi mengenai pentingnya APD dan bahaya kebisingan.

Pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan merotasi pekerja ke area lain yang memiliki tingkat kebisingan lebih rendah.

Pelatihan penggunaan earplug juga perlu diadakan kembali untuk refresh ingatan pekerja, dikhawatirkan pekerja lupa dan tidak menggunakan earplug dengan cara yang benar saat bekerja di area bising.

Jika dilihat penurunan fungsi pendengaran pada frekuensi 4000 Hz sebagai indikator NIHL, terdapat 5 pekerja yang mengalami penurunan fungsi pendengaran pada frekuensi tersebut dan hal ini perlu diperhatikan agar penurunan fungsi pendengaran tidak semakin berat dan mempengaruhi fungsi pendengaran pada frekuensi lainnya.

Dari 5 pekerja yang mengalami NIHL, 3 diantaranya merupakan pekerja yang memiliki HTS melebihi batas normal, kemudian 2 orang pekerja lainnya yang mengalami penurunan fungsi pada frekuensi 4000 Hz yaitu :

 1 orang operator yang berusia 40 tahun dan sudah bekerja di area bising selama lebih dari 5 tahun. Area kerja pekerja ini mayoritas berada di plant, tepatnya di area yang memiliki level kebisingan tinggi antara lain area VLP compressor M1500, separator, dan area M1300, dengan level kebisingan tertinggi mencapai 104 dBA. Pekerja ini sudah mengetahui cara penggunaan earplug yang benar. Kemungkinan penyebab penurunan fungsi pendengaran diakibatkan oleh penggunaan earplug yang mungkin kurang disiplin

(13)

dan cara penggunaan yang salah karena lupa. Dibutuhkan sosialisasi atau pelatihan ulang mengenai cara penggunaan earplug yang benar dan pemantauan penggunaan APD. Pekerja ini pernah dirotasi ke divisi lain tetapi tetap bekerja di area bising plant. Kemungkinan lain yang dapat menjadi penyebab penurunan fungsi pendengaran adalah lingkungan rumah, hobi terkait bising, dan riwayat pekerjaan. Diperlukan adanya sosialisasi bahaya bising terhadap pendengaran agar pekerja dapat mengurangi hobi yang meningkatkan risiko ketulian. Ada kemungkinan pekerja ini terpajan bahan ototoksik dan neurotoksik karena mayoritas pekerjaan dilakukan di plant, tetapi dalam penelitian ini, pajanan terhadap bahan-bahan tersebut tidak diteliti.

 1 orang petugas DGCA yang berusia 36 tahun dan sudah bekerja lebih dari 5 tahun. Mayoritas pekerjaan dilakukan di tower yang tidak memiliki bising tinggi, kemungkinan penyebab NIHL berasal dari faktor-faktor individu misalnya sensitivitas individu, hobi terkait bising, lingkungan tempat tinggal, konsumsi obat ototoksik, atau riwayat pekerjaan sebelum bekerja di lapangan operasi ini. Dibutuhkan sosialisasi ulang mengenai bahaya bising agar pekerja dapat mengurangi aktivitas lain yang dapat meningkatkan risiko ketulian, serta diharapkan pekerja dapat mengurangi konsumsi obat yang bersifat ototoksik jika pekerja sering mengkonsumsinya.

Pengendalian perlu dilakukan agar penurunan fungsi pada kedua pekerja tersebut tidak semakin parah dan mempengaruhi frekuensi lainnya.

Terdapat kekurangan dalam pemeriksaan audiometri ini, ditemukan beberapa pekerja yang terpapar bising tetapi tidak dites audiometri saat MCU terakhir. Sebaiknya seluruh pekerja yang bekerja di area bising dites audiometri agar penurunan fungsi pendengaran dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dilakukan upaya konservasi agar penurunan tidak semakin parah.

Hubungan Dosis Pajanan dengan Fungsi Pendengaran

Seluruh pekerja yang mengalami penurunan fungsi dengar, semua memiliki dosis pajanan bising melebihi NAB. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa dosis pajanan kebisingan mempengaruhi fungsi pendengaran, tetapi secara statistik tidak ditemukan adanya hubungan signifikan, kemungkinan diakibatkan oleh jumlah sampel dan jumlah kasus penurunan fungsi dengar yang cenderung kecil.

Dosis personal seluruh pekerja sudah berhasil diredam dengan APD sehingga dosis efektif menjadi di bawah NAB tetapi masih ditemukan kasus NIHL, kemungkinan penurunan

(14)

tersebut diakibatkan oleh faktor lain misalnya cara penggunaan earplug yang salah, kedisiplinan menggunakan APD, hobi, riwayat pekerjaan, dan lain sebagainya.

Hubungan Usia Pekerja dengan Fungsi Pendengaran

Seluruh pekerja yang mengalami penurunan fungsi pendengaran, semua berusia di atas 40 tahun, yaitu operator yang mengalami tuli ringan berusia 42 tahun, mechanic yang mengalami tuli sedang berusia 46 tahun, dan petugas DGCA yang mengalami tuli sedang berusia 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa usia pekerja mempengaruhi fungsi pendengaran. Ada kemungkinan terjadinya penurunan fungsi pendengaran yang dialami keempat pekerja tersebut juga dipengaruhi oleh usia atau presbyacusis. Tetapi secara perhitungan statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna, kemungkinan hal ini disebabkan oleh jumlah sampel dan jumlah kasus penurunan fungsi dengar yang cenderung kecil.

Sebaiknya pekerja yang berusia tua dan terindikasi mengalami penurunan fungsi pendengaran dilakukan rotasi ke area kerja yang level kebisingannya lebih rendah.

Hubungan Masa Kerja dengan Fungsi Pendengaran

Hubungan antara masa kerja dengan fungsi pendengaran pekerja yang didapatkan dari penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa masa kerja mempengaruhi fungsi pendengaran, tetapi secara perhitungan statistik tidak didapati adanya hubungan yang bermakna kemungkinan dikarenakan oleh jumlah sampel dan jumlah kasus NIHL yang kecil. Hanya ada 1 pekerja yaitu operator yang baru bekerja sekitar 3 tahun sebagai operator terindikasi mengalami tuli ringan. Penurunan fungsi pendengaran yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh faktor lain seperti lingkungan tempat tinggal, hobi, atau cara penggunaan earplug yang salah.

Disarankan untuk pekerja yang memiliki masa kerja di atas 5 tahun agar dirotasi secara berkala ke area-area yang tidak bising. Selain itu, perlu dievaluasi cara pekerja menggunakan earplug, karena ada kemungkinan mereka tidak menggunakan earplug dengan benar selama masa kerja mereka sehingga menimbulkan penurunan fungsi pendengaran.

Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Pendengaran

Dari 3 pekerja yang mengalami penurunan fungsi pendengaran, terapat 2 pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa adanya pengaruh rokok terhadap penurunan fungsi pendengaran. Tetapi secara perhitungan statistik,

(15)

tidak didapati adanya hubungan yang bermakna, kemungkinan karena jumlah sampel dan jumlah kasus NIHL yang kecil.

Seorang pekerja yang tidak merokok tetapi mengalami penurunan fungsi pendengaran adalah petugas DGCA yang bekerja di sekitar helikopter di hangar, pekerja ini terindikasi tuli sedang. Pekerja ini tidak memiliki kebiasaan merokok, dan sudah bekerja menggunakan earmuff. Kemungkinan ada faktor lain yang membuat pekerja ini mengalami penurunan fungsi pendengaran selain faktor merokok dan faktor dosis, misalnya faktor hobi, riwayat kerja, dll.

Sosialisasi mengenai bahaya rokok perlu digalakkan, karena masih banyak pekerja yang merokok dan tidak mengetahui bahwa merokok berpengaruh terhadap fungsi pendengaran.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, didapatkan beberapa kesimpulan, seperti berikut :

1. Tingkat kebisingan tertinggi di area perusahaan migas ini adalah sebesar 104,5 dBA pada plant dan 109,3 dBA pada hangar.

2. Seluruh dosis pajanan bising efektif harian pekerja berada di bawah NAB 12 jam kerja.

3. Terdapat 3 orang pekerja yang mengalami penurunan fungsi pendengaran (HTS melebihi batas normal).

4. Terdapat 5 pekerja yang mengalami penurunan fungsi dengar pada frekuensi 4000 Hz, yaitu (termasuk 3 pekerja yang sudah mengalami ketulian).

5. Elemen HCP yang sudah dilaksanakan diantaranya pengukuran kebisingan area, audiometri, engineering control, administrative control, personal control, serta evaluasi dan dokumentasi.

6. Elemen HCP yang saat ini belum terpenuhi oleh perusahaan diantaranya pengukuran dosis personal, pelatihan, dan audit khusus HCP.

7. Perhitungan dosis tidak dapat digeneralisir sepenuhnya karena fleksibilitas pekerjaan. 8. Hasil penelitian antara dosis kebisingan, usia pekerja, masa kerja, kebiasaan merokok,

dan dosis efektif dengan penurunan fungsi pendengaran sejalan dengan teori, tetapi secara statistik tidak ditemukan hubungan bermakna antara dosis kebisingan dengan penurunan fungsi pendengaran.

(16)

Saran

1. Dilakukan perhitungan dosis secara berkala.

2. Dilakukan pengukuran kebisingan secara berkala oleh internal perusahaan.

3. Mengadakan pelatihan secara berkala dan mencakup seluruh pekerja terkait kebisingan, misalnya cara menggunakan earplug yang benar.

4. Dilakukan audit untuk program HCP secara berkala.

5. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada seluruh pekerja yang terpapar bising. 6. Penggunaan soundproof pada generator di M6000.

7. Pemasangan label level kebisingan pada setiap sumber bising agar pekerja lebih waspada, menggunakan alat pelindung telinga yang sesuai, dan mengetahui durasi maksimal yang diperbolehkan saat bekerja di area tersebut.

8. Melakukan rotasi pekerja ke area yang tidak bising secara berkala. 9. Meningkatkan pengawasan dalam penggunaan APD.

10. Sosialisasi mengenai bahaya merokok terhadap fungsi pendengaran.

11. Sosialisasi mengenai bahaya bising terhadap pendengaran untuk meningkatkan kesadaran pekerja dalam penggunaan APD serta agar pekerja dapat mengurangi hobi-hobi yang dapat meningkatkan risiko ketulian.

12. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang bersifat personal (hobi, riwayat pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, dll) untuk mengetahui penyebab penurunan fungsi pendengaran pada pekerja.

Saran tambahan :

Pemasangan lampu alarm berputar (seperti ambulance) di dalam M1500 karena ditemukan pekerja yang mengeluhkan lampu alarm di sekitar modul tidak terlihat dan tidak terdengar saat pekerja tersebut bekerja di dalam modul. Hal ini berbahaya jika terjadi kondisi darurat dan pekerja tidak dapat melihat dan mendengar alarm emergency.

DAFTAR PUSTAKA

American Hearing Research Foundation. (2014) http://american-hearing.org/disorders/noise-induced-hearing-loss/

American Industrial Hygiene Association (AIHA). (2003). The Noise Manual (5th ed.). USA

Balai Keselamatan dan Kesehatan DKI Jakarta. Pemeriksaan Audiometri.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2014).

(17)

Goetsch, David .L. Occupational Safety and Health for Technologists, Engineers, and

Managers, 5th ed.

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. (2011). Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

National Institute on Deafness and Other Communication Disorders. Noise-Induced Hearing

Loss. www.nidcd.nih.gov/health/hearing/pages/noise.aspx

National Institute of Health (NIH) pub. no. 14-4233. (2014). NIDCD Fact Sheet, Hearing and Balance : Noise-Induced Hearing Loss.

National Occupational Research Agenda (NORA). (2010). Occupationally-Induced Hearing

Loss : Manufacturing Sector. Ohio. http://www.cdc.gov/niosh/docs/2010-136/pdfs/2010-136.pdf

Occupational Health and Safety Association.

https://www.osha.gov/SLTC/noisehearingconservation/evaluation.html

Occupational Health and Safety Association. (2002).

https://www.osha.gov/Publications/OSHA3074/osha3074.html

Occupational Health and Safety Association. Hearing Conservation Program.

www.osha.gov/dts/osta/otm/noise/hcp/

Occupational Health and Safety Association.

https://www.osha.gov/pls/oshaweb/owadisp.show_document?p_table=standards&p_id= 9742

Permenaker nomor 13 tahun 2011. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.

Peterson, Arnold P.G. (1980). Handbook of Noise Measurement (9th ed.). Massachusetts :

Genrad

Plog, B.A., & Qunland, P.J. (2001). Fundamentals of Industrial Hygiene (5th ed.). USA :

National Safety Council

Purdom, P. Walton. (1980). Environmental Health. New York : Academic Press

Rambe, A.Y.M. (2003). (Jurnal) Gangguan Pendengaran akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara

Safe Work Australia. (2010). Occupational Noise-Induced Hearing Loss in Australia :

Overcoming barriers to effective noise control and hearing loss prevention.

Tekriwal, Rini, et al. (2011). Noise Induced Hearing Loss – A Comparison Between

Frequency and 4000 Hz Frequency. National Journal of Physiology, Pharmacy & Pharmacology, vol 1, Issue 2, 79-85, India. http://www.scopemed.org/?mno=8539 Tillman, C., Groothoff, B. (2007). Principles of Occupational Health & Hygiene. New South

Wales : Allen&Unwin

World Health Organization (WHO). (1997). Report of a WHO-PDH Informal Consultation :

Gambar

Tabel 1. Distribusi Dosis Pajanan Pekerja  Dosis Pajanan  (Leq)  Frekuensi  Persentase (%)  ≤83.5 dBA  7  21,2  >83.5 dBA  26  78,8  Total  33  100
Tabel 2. Distribusi Dosis Efektif Pekerja
Tabel 5. Distribusi Pekerja yang Merokok
Tabel 7. Distribusi Pendengaran Telinga Kiri Pekerja berdasar Permenaker No.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Uzorci zavarivanja preklopnog spoja 2i i 2j, kontinuiranim i impulsnim strujama pod zaštitnom atmosferom mješavine argona i 5% vodika.. Kod navedenih uzoraka primjetno je i

Frekuensi hasil FFT pada sinyal pengucapan vokal ‘A’ yang dihasilkan servox Pada pengujian pengucapan vokal ‘A’ terdapat perbedaan spektrum frekuensi hasil FFT antara

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa walaupun pembayaran itu dilakukan oleh para Tergugat melebihi waktu yang

Untuk mengetahui pengaruh facebook pada kinerja guru di MAN 1 Bukittinggi, maka dilakukan pengolahan data menggunakan uji hipotesis dengan rumus “r” Product. Moment,

Mendengar atau melihat namanya di awali dengan kata SAYYID menandakan bahwa Beliau adalah seorang bangsawan dari keturunan dari AHLUL BAIT yaitu keturunan dari Imam

Hasil penelitian ini sejalandengan penelitian yang dilakukan oleh Pondiko (2013) dengan judul faktor – faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus di

Untuk melihat pengaruh konsentrasi aktivator KOH terhadap ukuran pori karbon aktif yang terbentuk dan kemampuan dalam mengabsorbsi logam Fe pada air gambut,