• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL HUKUM DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL KEMENLU RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL HUKUM DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL KEMENLU RI"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

KINERJA

DIREKTORAT JENDERAL

(2)

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya, penyusunan Laporan Kinerja (LKj) Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (Ditjen HPI) Tahun 2019 dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Penyusunan LKj ini merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban atas kontribusi kinerja Ditjen HPI terhadap pencapaian Visi dan Misi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) di bidang Hukum dan Perjanjian Internasional, sesuai tugas dan fungsiyang tertera pada Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Luar Negeri.

Laporan Kinerja Ditjen HPI Tahun 2019 ini menyajikan data capaian kinerja Ditjen HPI selama tahun anggaran 2019, utamanya dalam pencapaian tujuan dan sasaran strategis unit eselon I dan unit eselon II di Ditjen HPI.

Kami sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah membantu pencapaian kinerja dan penyusunan LKj Ditjen HPI. Tersusunnya LKj ini adalah berkat kerjasama dan koordinasi yang baik semua pihak di lingkungan Ditjen HPI. Kiranya LKj Ditjen HPI 2019 ini dapat dipergunakan sebagai rujukan dan evaluasi pelaksanaan kinerja pada tahun berikutnya.

.

Jakarta, 4 Februari 2020 Direktur Jenderal Hukum dan

Perjanjian Internasional

Dr. iur. Damos Dumoli Agusman

(3)

Pada tahun 2019 Ditjen HPI memiliki program yakni Optimalisasi Diplomasi terkait dengan Pengelolaan Hukum dan Perjanjian Internasional (PI). Program tersebut terbagi dalam 5 (ima) output yakni optimalisasi diplomasi terkait dengan hukum dan perjanjian kewilayahan, optimalisasi diplomasi terkait dengan hukum dan perjanjian ekonomi, optimalisasi diplomasi terkait dengan hukum dan perjanjian sosial budaya, optimalisasi diplomasi terkait dengan hukum dan perjanjian politik dan keamanan serta dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional. Penghitungan kinerja dapat direfleksikan dari 12 indikator kinerja utama Ditjen HPI, yang juga mencerminkan tugas dan fungsi strategis Ditjen HPI.

Dua isu strategis yang menjadi fokus Kementerian Luar Negeri yakni diplomasi maritim dan diplomasi ekonomi, didukung oleh 2 IKU Ditjen HPI yakni presentase kemajuan perundingan batas maritim serta persentase kemajuan perundingan perdagangan bebas dan investasi. Pengukuran kinerja kemajuan perundingan di kedua hal tersebut menjadi penting untuk dicatat progress dan prosesnya dikarenakan untuk mencapai sebuah kata sepakat pada negosiasi dan hingga finalisasi sebuah perundingan menjadi perjanjian adalah sebuah tantangan tersendiri.

Tidak hanya pada 2 (dua) isu dimaksud, tantangan juga ditemukan pada berbagai pelaksanaan tugas dan penanganan isu yang dilakukan Ditjen HPI, antara lain faktor internal negara mitra untuk melakukan perundingan, kesiapan dan komitmen kedua pihak untuk membahas isu terkait, serta perbedaan kondisi dan modalitas antara Indonesia dengan negara mitra yang mengakibatkan adanya strategi untuk memaksimalkan kepentingan nasionalnya. Beberapa usulan dan rencana ke depan untuk menghadapi tantangan antara lain dengan mengintensifkan komunikasi baik formal maupun informal dengan mitra serta koordinasi erat di internal K/L Indonesia.

Capaian kinerja tahunan 2019 Ditjen HPI tercatat 101.47 % sedangkan capaian kinerja anggaran terserap sebesar 97.36%. Dalam mengelola program dan kegiatannya, Ditjen HPI mendapatkan pagu anggaran Rp. 42,538,587,600 yang terserap sejumlah Rp. 41,416,822,261 atau 97.36 %. Penyerapan pada tahun 2019 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2018 yakni 97.30% serta tahun 2017 sebesar 96.32%. Peningkatan kemampuan perencanaan program dan kegiatan serta rencana penarikan dana di tahun mendatang untuk mengoptimalkan target yang ingin dicapai menjadi salah satu agenda

(4)
(5)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……… 1 RINGKASAN EKSEKUTIF ……… 2 DAFTAR ISI ……… 4 BAB I ……… 5 A. LATAR BELAKANG ……… 5

B. TUGAS DAN FUNGSI ……… 6

C. STRUKTUR ORGANISASI ……… 7

D. ASPEK STRATEGIS ……… 7

E. ISU STRATEGIS ……… 8

BAB II : PERENCANAAN KINERJA ……… 12

A. RENSTRA 2015 – 2019 ……… 12

B. PETA STRATEGI DITJEN HPI 2019 ……… 13

BAB III: AKUNTABILITAS KINERJA ……… 15

CAPAIAN IKU DITJEN HPI ……… 15

BAB IV : PENUTUP ……… 67

LAMPIRAN

I. Matriks Perjanjian Kinerja (PK) Ditjen HPI Tahun 2019

II. Matriks Realisasi Renaksi Capaian IKU Ditjen HPI Tahun 2019 III. Matriks Informasi Kinerja Ditjen HPI Tahun 2019

(6)

A. LATARBELAKANG

Peraturan Presiden RI Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kementerian Luar Negeri, telah menetapkan tugas dan fungsi Kementerian Luar Negeri. Salah satu elemen dari tugas dan fungsi Ditjen HPI tersebut adalahmemberikan penekanan pada bidang pembentukan dan penyempurnaan norma hukum nasional yang berdimensi internasional dan perjanjian internasional.

Dalam upaya mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Luar Negeri 2015-2019 yang dikaitkan dengan sembilan agenda prioritas Pemerintah RI 2015-2019 (Nawa Cita), Ditjen HPI mengampu tugas dan tanggung jawab bidang diplomasi maritim dan diplomasi ekonomi melalui pengawalan pada perundingan batas maritim, penegasan batas darat, kerja sama perbatasan serta perundingan perdagangan bebas dan investasi.

Seiring dengan hal tersebut, salah satu isu yang ditangani oleh Ditjen HPI adalah isu perbatasan yang merupakan salah satu sasaran pada sub agenda dari 9 Agenda Pembangunan Nasional yang disusun sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita yang tercantum dalam Buku I Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Tahun 2015-2019. Adapun sasaran sub agenda tersebut yakni “Menguatnya diplomasi

maritim untuk mempercepat penyelesaian perbatasan Indonesia dengan 10 negara tetangga, menjamin integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kedaulatan maritim dan keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan dan mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Selain itu, adanya penekanan terhadap diplomasi ekonomi memberikan tanggung jawab pada Ditjen HPI untuk memberikan dukungan maksimal terhadap upaya diplomasi ekonomi. Tugas dan fungsi Ditjen HPI dalam mendukung diplomasi ekonomi diantaranya penanganan perundingan pembentukan norma dan perjanjian perdagangan, investasi, lingkungan hidup, norma di bidang ekonomi lainnya serta pelayanan tanggapan hukum.

Sementara itu, globalisasi dengan isu-isu barunya akan menghadirkan kompleksitas tersendiri di bidang hukum. Dinamika nasional dan internasional akan melahirkan berbagai permasalahan baru khususnya dimensi-dimensi nasional dalam hukum internasional serta

BAB I

(7)

sebaliknya, dimensi-dimensi internasional dalam perkembangan hukum nasional. Dinamika ini antara lain akan melahirkan berbagai kerjasama di bidang penegakan hukum dalam kasus-kasus lintas batas negara seperti ekstradisi, Mutual Legal Assistence (MLA), Assets

Recovery, Transfer of Sentenced Person (TSP), serta perkara-perkara transnasional yang

dihadapi oleh Indonesia (gugatan asing di pengadilan nasional dan asing).

Dalam hal peningkatan pelayanan publik dan guna menjamin terlaksananya sistem peradilan yang mudah, murah dan cepat, dan memberikan kepastian hukum bagi warga negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI), interaksi administrasi peradilan antar negara dilakukan melalui kerja sama rogatori dengan Mahkamah Agung. Di lain pihak, upaya perlindungan kepada WNI dilakukan melalui berbagai forum bilateral dan multilateral dengan berpartisipasi aktif di berbagai perundingan, perumusan dasar hukum serta memberikan advokasi hukum.

B. TUGAS DAN FUNGSI

Pasal 523 Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Luar Negeri, menyebutkan bahwa Ditjen HPI mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang hukum dan perjanjian internasional Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Ditjen HPI menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang pembentukan dan penyempurnaan norma hukum

nasional dan perjanjian internasional, koordinasi negosiasi pembentukan norma hukum dan/atau perjanjian internasional dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan politik luar negeri serta pemberian advokasi hukum;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembentukan dan penyempurnaan norma

hukum nasional dan perjanjian internasional, koordinasi negosiasi pembentukan norma hukum dan/atau perjanjian internasional dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan politik luar negeri, serta pemberian advokasi hukum;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan di bidang hukum dan

perjanjian internasional;

d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penginapan perjanjian

internasional;

e. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pembentukan dan

(8)

penyelenggaraan hubungan luar negeri dan politik luar negeri, serta pemberian advokasi hukum;

f. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian

Internasional; dan

g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

C. STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 525 Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Luar Negeri,menyatakan Susunan Organisasi Ditjen HPI terdiri dari (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, (2) Direktorat Hukum dan Perjanjian Kewilayahan, (3) Direktorat Hukum dan Perjanjian Ekonomi; dan (4) Direktorat Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya dan (5) Direktorat Hukum dan Perjanjian Politik dan Keamanan.

Tabel 1. Struktur Organisasi Ditjen HPI

D. ASPEK STRATEGIS

Ditjen HPI memiliki peran penting dalam pencapaian rencana pembangunan nasional khususnya yang terkait dengan pengelolaan hukum dan perjanjian internasional. Aspek-aspek strategis Ditjen HPI antara lain:

1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019

menetapkan 9 (sembilan) Sasaran Sub-bidang Politik Luar Negeri. Salah satu prioritas Sub Bidang Politik Luar Negeri adalah pelaksanaan diplomasi maritim dalam rangka mempercepat penyelesaian masalah penetapan dan penegasan batas Indonesia dengan 10 negara tetangga, baik wilayah maritim maupun darat;

(9)

2. Pasal 4 dan 5 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, , mensyaratkan focal point melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri dalam setiap pembuatan Perjanjian Internasional. Ditjen HPI mengemban tugas utama membantu Menteri Luar Negeri dalam memastikan setiap Perjanjian Internasional yang dibuat telah melindungi kepentingan nasional, berdasarkan persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dengan memperhatikan hukum nasional dan internasional yang berlaku

3. Pasal 17 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 juga memberikan mandat kepada

Menteri Luar Negeri c.q. Ditjen HPI untuk menyimpan dan memelihara naskah asli seluruh Perjanjian Internasional yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia di dalam suatu ruangan yang disebut Treaty Room.

4. Peraturan Presiden No. 56 tahun 2015 tentang Kementerian Luar Negeri memberikan

mandat kepada Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembentukan dan penyempurnaan norma hukum nasional dan perjanjian internasional, koordinasi negosiasi pembentukan norma hukum dan/atau perjanjian internasional dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan politik luar negeri, serta pemberian advokasi hukum; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyiapan perjanjian internasional; pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyiapan perjanjian internasional;

5. Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No. 02 Tahun 2016 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Luar Negeri juga memberikan mandat kepada Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasionaldalam mengemban tugas dan fungsinya untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan hukum dan perjanjian internasional dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan politik luar negeri.

Kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dengan negara lain juga senantiasa harus mengutamakan kepentingan nasional dan memperhatikan 4 prinsip penting yakni aman secara politis, yuridis, teknis dan keamanan.

E. ISUSTRATEGIS

Program Ditjen HPI adalah Optimalisasi Diplomasi terkait dengan Pengelolaan Hukum dan Perjanjian Internasional. Program tersebut terbagi dalam 5 (lima) output yakni:

1. Optimalisasi diplomasi terkait dengan hukum dan perjanjian kewilayahan

(10)

3. Optimalisasi diplomasi terkait dengan hukum dan perjanjian sosial budaya

4. Optimalisasi diplomasi terkait dengan hukum dan perjanjian politik dan keamanan

5. Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya di Ditjen Hukum dan Perjanjian

Internasional

Ditjen HPI juga mengampu salah satu target Proyek Prioritas Nasional (Pro PN) yakni Perundingan Batas Laut Indonesia dengan Prioritas India, Vietnam dan Filipina, Pelaksanaan konsultasi persiapan realignment Flight Information Region dengan Singapura dan Malaysia, serta Verifikasi updating Batas Maritim RI dengan negara tetangga dalam mendukung kebijakan satu peta. Seluruh aktivitas terkait program ini dilaksanakan oleh Direktorat Hukum dan Perjanjian Kewilayahan dengan koordinasi Kementerian / Lembaga terkait.

Pelaksanaan diplomasi ekonomi Indonesia pada tahun 2019, sebagai bagian dari rencara strategis Pemerintah tahun 2015-2019, ditujukan untuk terus meningkatkan peran Indonesia dalam memperkuat tata kelola ekonomi global dan regional, guna mendukung kepentingan ekonomi nasional, antara lain melalui pembuatan kesepakatan kerja sama dan

perjanjian perdagangan bebas / Free Trade Agreement (FTA), Comprehensive Economic

Partnership Agreement (CEPA), Preferential Trade Agreement (PTA) maupun Bilateral

Investment Treaty (BIT) serta perjanjian peningkatan dan perlindungan penanaman modal

(P4M).

Di tataran global, Indonesia telah berperan aktif dalam upaya penanganan krisis ekonomi global termasuk mendorong tata kelola ekonomi yang adil, berkesinambungan, serta mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (quality growth) sejalan dengan kepentingan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Peran tersebut telah ditunjukkan dalam berbagai forum internasional, termasuk Group of Twenty (G-20), Intergovernmental Conference on the Conservation and Sustainable Use of Marine

Biological Diversity of Areas Beyond National Jurisdiction (BBNJ), dan Pertemuan dalam

kerangka Unted Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Di tingkat regional, upaya diplomasi ekonomi Indonesia juga ditandai dengan berbagai upaya proaktif mendorong kerja sama ekonomi regional, terutama dalam pembentukan perjanjian internasional bidang ekonomi. Indonesia telah menjadi key driver sekaligus bridge

builder dalam menyikapi tantangan dalam perundingan tersebut, yakni ambisi membuka

akses pasar seluas-luasnya, di tengah adanya perbedaan level of development di antara negara-negara di kawasan.

(11)

Secara bilateral, beberapa hasil diplomasi ekonomi Indonesia ditandai antara lain

dengan kemajuan perundingan FTA/CEPA, PTA maupun BIT/P4M, misalnya, Indonesia –

European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), Indonesia – Korea Comprehensive Economic Partnership (IK-CEPA), Indonesia – Turkey Comprehensive Economic Partnership (IT-CEPA), PTA RI – Mozambik, PTA RI - Tunisia,

P4M Swiss dan P4M Kuwait, serta kerjasama ekonomi kreatif seperti antara RI-Thailand dan RI-Turki.

Sebagai salah satu upaya mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Luar Negeri 2015-2019 yang dikaitkan dengan sembilan agenda prioritas Pemerintah RI 2015-2019 (Nawa Cita), Ditjen HPI dihadapkan pada tuntutan baru yang harus diemban diantaranya dengan turut dalam upaya pemberian perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI), pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar, serta guna menjamin terlaksananya sistem peradilan yang mudah, murah dan cepat, serta untuk memberikan kepastian hukum bagi WNI dan BHI.

Untuk meningkatkan upaya perlindungan bagi WNI, Ditjen HPI c.q. Direktorat Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya telah berperan aktif dalam beragam forum bilateral, regional dan multilateral, serta memperkuat koordinasi dengan stakeholders terkait di luar dan dalam negeri. Dalam kaitan ini Ditjen HPI telah turut serta dalam berbagai perundingan dan perumusan dasar hukum dan perjanjian internasional di bidang sosial dan budaya, khususnya terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Selain itu, sebagai upaya untuk memberikan perlindungan cagar budaya yang dimiliki oleh Indonesia, Ditjen HPI juga berperan aktif dalam memberikan advokasi dan terlibat dalam pembahasan isu-isu perlindungan cagar budaya forum bilateral, regional, dan multilateral. Adanya aspek strategis dan komersial dalam isu perlindungan cagar budaya menjadikan isu ini penting untuk ditangani mengingat belum adanya perangkat hukum yang komprehensif dalam tata hukum Indonesia maupun di tingkat internasional.

Kuantitas perkara-perkara perdata lintas negara juga bertambah seiring dengan meningkatnya interaksi manusia yang bersifat lintas negara di era globalisasi, baik interaksi personal people-to-people maupun interaksi bisnis. . Sementara itu Indonesia hingga saat ini belum memiliki Hukum Perdata Internasional yang memadai dan masih menggunakan pasal-pasal peninggalan kolonial yang tidak lagi kompatibel dengan

(12)

menjadi salah satu aspek penting yang perlu segera untuk diwujudkan. Adanya suatu kodifikasi hukum privat internasional Indonesia akan meningkatkan kepastian hukum di Indonesia sehubungan dengan perkara-perkara perdata dan bisnis lintas negara yang lebih jauh akan meningkatkan kepercayaan dunia bisnis kepada sistem peradilan Indonesia dan mengurangi keraguan entitas-entitas bisnis internasional untuk menjalankan bisnis di Indonesia.

Isu lainnya yang ditangani dan tak kalah pentingnya adalah keberlanjutan pelayanan publik melalui rogatory melalui laman Rogatory Online Monitoring (ROM) beserta dengan SIM-Rogatorinya. ROM dan SIM-Rogatori berfungsi sebagai sarana saling kontrol antara pelaksana penanganan Rogatori guna memastikan kelancaran proses penyampaian surat Rogatori hingga sampai ke tujuan akhirnya.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015−2019

menetapkan 17 (tujuh belas) strategi pada “Arah Kebijakan Peningkatan Peran dan

Pengaruh Indonesia sebagai Negara Middle Power di Dunia Internasional”. Strategi kelima

yakni “Mengintensifkan kerja sama bilateral, regional dan internasional dalam menanggulangi kejahatan transnasional seperti korupsi, terorisme, penyelundupan manusia, perdagangan orang, perdagangan gelap narkoba, perompakan perdagangan senjata ilegal,

dan illegal fishing” terkait erat dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Ditjen HPI.

Selama tahun anggaran 2019, terdapat beberapa isu bidang Politik dan Keamanan antara lain perundingan perjanjian pertahanan, perjanjian ekstradisi, perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana, dan persetujuan pembebasan visa diplomatik dan visa dinas. Selain itu Ditjen HPI juga terus mengawal isu yang berkaitan dengan Papua dan juga mengawal revisi Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Pengawalan dilakukan terhadap proses pembuatan Perjanjian Internasional khususnya dalam rangka memperkuat pelaksanaan diplomasi yang menjadi salah satu sasaran pembangunan nasional. Pengawalan ini dimaksudkan untuk meyakinkan agar kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dengan negara lain akan mengutamakan kepentingan nasional dengan memperhatikan 4 faktor keamanannya yaitu aman secara politis, yuridis, teknis dan keamanan.

(13)

A. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015 - 2019

Visi Kemlu

Terwujudnya Wibawa Diplomasi guna Memperkuat Jati Diri Bangsa sebagai Negara Maritim untuk Kepentingan Rakyat

Misi Kemlu

1. Memperkuat peran kepemimpinan Indonesia sebagai negara maritim dalam kerjasama internasional untuk memajukan kepentingan nasional. 2. Memantapkan peran Kementerian Luar

negeri sebagai penjuru pelaksana hubungan luar negeri dengan dukungan dan peran aktif seluruh pemangku kepentingan nasional.

3. Mewujudkan kapasitas Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI yang mumpuni.

VISI Ditjen HPI

Menguatnya peran hukum dan perjanjian internasional dalam mengawal diplomasi

MISI Ditjen HPI

1. Mendorong percepatan penyelesaian penetapan batas laut dan penegasan batas darat, serta memperkuat kerja sama lintas batas negara.

2. Meningkatkan kualitas pembuatan dan penerapan perjanjian

internasional di bidang ekonomi yang disepakati.

3. Meningkatnya kualitas produk, penanganan, dan pelayanan hukum, serta kualitas peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan diplomasi.

BAB II

(14)

B. PETA STRATEGI DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DITJEN HPI TA 2019

Kode

SS Sasaran Strategis

Kode

IKU Indikator Kinerja Utama (IKU) Target2019

(1) (2) (3) (4) (5)

Stakeholder Perspective

S1 Penyelesaian Hukum dan

Perjanjian Internasional

S1.1 Persentase kemajuan hukum dan perjanjian internasional yang diselesaikan 100% *) Customer Perspective C1 Terpenuhinya pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional

C1.1 Persentase pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional sesuai dengan

Service Level Agreement (SLA)

(15)

Kode

SS Sasaran Strategis

Kode

IKU Indikator Kinerja Utama (IKU) Target2019

(1) (2) (3) (4) (5)

Business Process Perspective

B1 Diplomasi maritim, politik

dan keamanan serta perbatasan yang kuat

B1.1 Persentase kemajuan perundingan batas maritim, penegasan batas darat dan peningkatan kerjasama perbatasan

100% *)

B1.2 Persentase pendapat hukum di bidang kewilayahan, politik dan keamanan yang disampaikan dalam forum internasional

100% **)

B2 Diplomasi ekonomi, sosial

dan budaya yang kuat

B2.1 Persentase pendapat hukum di bidang ekonomi, sosial dan budaya yang disampaikan dalam forum internasional

100% **)

B2.2 Persentase kemajuan perundingan perdagangan bebas dan investasi

100%*)

Learning & Growth Perspective

L1 SDM yang kompeten di

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

L1.1 Persentase pejabat di Direktorat

Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional yang memenuhi standar kompetensi jabatan

100%

L2 Tata Kelola Organisasi

yang baik di Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

L2.1 Nilai Reformasi Birokrasi Kemlu 83

L2.2 Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (AKIP)Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

77 (BB)

L2.3 Indeks engagement pegawai di

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

3,75 (skala 5)

L3 Sarana dan Prasarana

yang memadai di Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

L3.1 Persentase Sarana dan Prasarana yang

Dipenuhi sesuai dengan rencana

100%

L4 Pengelolaan Anggaran

yang optimal di Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

L4.1 Persentase realisasi anggaran di

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

(16)

A. CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DITJEN HPI

Capaian IKU Ditjen HPI pada tahun 2019dapat dilihat pada tabel berikut.

Indikator Kinerja Utama (IKU) Target2019

Realisasi 2019

Capaian (%) Persentase kemajuan hukum dan perjanjian internasional

yang diselesaikan

100% *) 100% *) 100%

Persentase pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional sesuai dengan

Service Level Agreement (SLA)

100% **) 100% *) 100%

Persentase kemajuan perundingan batas maritim, penegasan batas darat dan peningkatan kerjasama perbatasan

100% *) 104% 104%

Persentase pendapat hukum di bidang kewilayahan, politik dan keamanan yang disampaikan dalam forum

internasional

100% **) 100% *) 100%

Persentase pendapat hukum di bidang ekonomi, sosial dan budaya yang disampaikan dalam forum internasional

100% **) 100% *) 100%

Persentase kemajuan perundingan perdagangan bebas dan investasi

100%*) 100% 100%

Persentase pejabat di Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional yang memenuhi standar kompetensi jabatan

100% 100% 100%

Nilai Reformasi Birokrasi Kemlu 83 76.73 92.54%

Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

77 (BB)

76.02 (BB)

98.73%

Indeks engagement pegawai di Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

3,75 (skala 5)

3.84 (skala 5)

102.40%

Persentase Sarana dan Prasarana yang Dipenuhi sesuai dengan rencana

100% 136.11% 120%

Persentase realisasi anggaran di Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

100% 97.36% 97.36%

Rata-rata capaian kinerja 101.25%

BAB III

(17)

Analisis Capaian Sasaran

IKU 1: Persentase kemajuan hukum dan perjanjian internasional yang diselesaikan

Formulasi penghitungan IKU adalah: realisasi kemajuan / (titik target – titik awal) x

100%. Penghitungan kemajuan perundingan dihitung dengan metode mistar perjanjian yang diterapkan ke seluruh bidang. Kemajuan adalah perkembangan dari titik awal ke titik target pada mistar perjanjian di bidang kewilayahan, ekonomi, sosial budaya dan politik keamanan.

Program / kegiatan Realisasi

kinerja Ket

Kemajuan hukum dan perjanjian internasional di bidang

kewilayahan 100% -

Kemajuan hukum dan perjanjian internasional di bidang

ekonomi 100% -

Kemajuan hukum dan perjanjian internasional di bidang sosial

budaya 100% -

Kemajuan hukum dan perjanjian internasional di bidang politik

dan keamanan 100% -

Persentase Kemajuan Hukum dan Perjanjian Internasional

yang Diselesaikan 100%

(18)

Mistar perundingan diperkenalkan pertama kali pada tahun 2016, dan mulai diterapkan untuk menghitung kemajuan perundingan tahun 2017. Selama tahun 2017, seluruh direktorat di Ditjen HPI berusaha mengaplikasikan mistar perundingan pada isu ataupun negara yang menjadi target dan membuat penghitungan untuk kemajuan prosesnya. IKU dimaksud juga baru diterapkan pada tahun 2017 sehingga perbandingan hanya dapat dilakukan selama kurun waktu 3 tahun. Hal ini dikarenakan penerapan penghitungan IKU melalui metode Balanced Score Card (BSC) serta adanya restrukturisasi organisasi di Ditjen HPI.

Hampir seluruh target kemajuan perundingan yang ditetapkan tercapai, sehingga dapat terukur progress perundingan yang sedang dilakukan. Peran Ditjen HPI sebagai legal

adviser dalam penyelesaian berbagai perundingan di bidang batas maritim, batas darat,

ekonomi,perdagangan, investasi, keuangan, industri, sumber daya alam dan lingkungan hidup, kesehatan, pemuda, olahraga, ristekdikti, objek budaya, bebas visa paspor diplomatik dan dinas, kerjasama penanggulangan peredaran gelap narkotika, anti terorisme, pencucian uang, kerja sama pertahanan, kerja sama siber, ekstradisi, dan sebagainya.

Faktor-faktor pendorong pencapaian IKU ini antara lain:

a. adanya kesepahaman dan common interest antara Indonesia dengan negara mitra

untuk merundingkan perjanjian internasional, baik yang dilakukan secara bilateral maupun regional/multilateral, yang dapat menguntungkan negara masing-masing;

b. di dalam negeri mulai tumbuh pemahaman perlunya suatu rujukan yang baku yang

perlu dimiliki oleh Pemerintah Indonesia agar proses perundingan dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien, dan produktif sesuai dengan kepentingan Pemerintah Indonesia;

c. kerja sama yang baik dengan para stakeholders;

d. percepatan proses koordinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait serta

serangkaian preliminary meetings yang diadakan dengan melibatkan

kementerian/lembaga serta satuan kerja terkait di Kementerian Luar Negeri guna menentukan proyeksi penyusunan perjanjian internasional ke depan.

Hambatan / Tantangan yang mengemuka antara lain:

a. belum adanya kesepahaman yang utuh di antara beberapa pemangku kepentingan

baik dalam mengidentifikasi kepentingan strategis nasional maupun isu sensitif yang harus dipertahankan;

(19)

b. adanya kesulitan untuk mencapai posisi yang middle ground yang dapat menjembatani kepentingan nasional Indonesia dengan negara mitra negosiasi yang tidak bersikap fleksibel;

c. perbedaan pandangan atau perspektif diantara Kementerian/Lembaga teknis terkait

sehingga pembahasan pendapat hukum memerlukan waktu yang cukup lama guna mencapai kesepahaman antara Kementerian/Lembaga teknis terkait;

d. Waktu penandatanganan sering kali tidak pasti;

e. perbedaan pemahaman antar-instansi terkait dalam berunding dan atas legal drafting,

f. beberapa proses perundingan dilakukan melalui jalur nota diplomatik (pertukaran

counterdraft) dan surat elektronik, sehingga sulit untuk secara langsung menjelaskan

posisi masing-masing dan mencapai kesepakatan bersama;

g. terbatasnya waktu untuk merumuskan kesepakatan karena sering kali dilakukan

dalam situasi mendadak;

h. adanya konflik kepentingan;

i. tidak lengkapnya data implementasi;

j. minimnya jumlah ahli untuk memberikan masukan substansi dari sisi akademisi;

k. terdapat faktor internal negara mitra yang mempengaruhi rencana pelaksanaan

perundingan.

Solusi yang sudah dilakukan untuk mengatasi hambatan / tantangan tersebut:

a. koordinasi dan konsultasi yang berkesinambungan;

b. komitmen yang lebih riil dari Pemri untuk penyelesaian perjanjian yang merupakan

prioritas;

c. pendekatan dan komunikasi intensif baik formal maupun informal dengan negara mitra

perlu lebih diintensifkan untuk meyakinkan adanya keuntungan bersama dalam pembuatan perjanjian tersebut;

d. pemetaan sedari awal potensi kerja sama yang dapat dijalin.

Rencana ke depan:

Memperkuat koordinasi, komunikasi dan antasipasi potensi kerjasama dimasa yang akan datang yang dapat dilakukan.

Realisasi anggaran

Anggaran yang ditargetkan untuk pencapaian IKU dimaksud adalah Rp. 3,690,858,000 dan selama tahun 2019 terserap Rp. 3,616,192,058 atau 97.97%.

(20)

Efisiensi penggunaan sumber daya juga dilakukan dalam proses perundingan perjanjian. Beberapa proses perundingan dilakukantidak melalui pertemuan langsung, melainkan melalui jalur nota diplomatik (pertukaran counterdraft), penyampaian posisi resmi Pemri melalui berita faksimildan surat elektronik sehingga dapat mengurangi penggunaan sumber daya manusia maupun anggaran dalam proses perundingan perjanjian.

Kedepan, guna menyelesaikan beberapa pending issues dalam proses perundingan yang masih berlangsung, maka berbagai peningkatan koordinasi yang intensif terutama mengidentifikasi kemungkinan trade-offperlu dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan nasional serta perlu terus melakukan komunikasi yang intensif dengan negara mitra negosiasi untuk menyelesaikanberbagai pending issues.

Adapun perincian kelompok kegiatan pada IKU ini sbb:

Kelompok Kegiatan Kegiatan Pagu Realisasi

Pertemuan kerja sama bidang keamanan maritim

• Pelaksanaan konsultasi dalam

rangka persiapan proses

realignment FIR dengan Singapura dan Malaysia

• Pertemuan dalam rangka

kerjasama di bidang keamanan maritim keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut

• Pertemuan Tim Teknis

Persiapan Perumusan Hukum dan Aspek Teknis Batas Laut dan Pengelolaan Ruang Udara NKRI

• Pertemuan Tim Teknis

Persiapan Perundingan

Perumusan Hukum Penegasan Batas Darat dan Kerja Sama Lintas Batas

• Perumusan Penentuan Posisi Pemerintah Republik Indonesia

(Pemri) terkait Batas Laut

Indonesia dan Pengelolaan

Ruang Udara NKRI

Rp 1,400,495,000

Rp 1,378,755,226

Kemajuan hukum dan PI bidang ekonomi

• Revisi Undang-Undang

Perjanjian Internasional (UUPI)

Rp. 573,893,000

Rp. 569,654,653

(21)

Kelompok Kegiatan Kegiatan Pagu Realisasi

• Revisi Undang-Undang

Hubungan Luar Negeri (UU Hublu)

• Tuan Rumah Perundingan

Review Perjanjian Perdagangan dan Investasi

Kemajuan hukum dan PI bidang sosial budaya

• Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan Hukum dan

Perjanjian di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

• Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan Hukum dan

Perjanjian di Bidang Privat

Internasional

• Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan Hukum dan

Perjanjian di Bidang Sosial dan Ketenagakerjaan

• Pembahasan Hukum dan

Perjanjian di Bidang Hukum Privat Internasional

• Pembahasan Hukum dan

Perjanjian di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

• Pembahasan Hukum dan

Perjanjian di Bidang Sosial dan Ketenagakerjaan

Rp. 651,362,000

Rp. 646,502,072

Kemajuan hukum dan PI bidang polkam

• Pertemuan Tim Teknis dalam

Rangka Penanganan Pelaku

Kejahatan Lintas Negara dan Pemulihan Aset Tindak Pidana

Rp. 1,065,108,000

Rp. 1,021,280,107

(22)

Kelompok Kegiatan Kegiatan Pagu Realisasi dalam Bidang Politik dan Kerja

Sama Penegakan Hukum

• Pertemuan Tim Teknis dalam Rangka Peningkatan Kerja Sama

Internasional di Bidang

Pertahanan dan Keamanan

• Perumusan Prioritas

Pembentukan dan Ratifikasi

Perjanjian Bebas Visa

IKU 2: Persentase pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional sesuai dengan Service Level Agreement (SLA)

Formulasi penghitungan IKU ini (jumlah pendapat hukum yang disampaikan kepada

stakeholders / jumlah permintaan pendapat hukum yang disampaikan oleh stakeholders) x

100%. Pendapat hukum merupakan saran atau masukan yang diberikan kepada pemangku kepentingan terkait terkait norma hukum di bidang kewilayahan, ekonomi, sosial budaya serta polkam sesuai dengan SOP. Sumber data berupa laporan yang dihitung dan dibuat rata-rata dari seluruh direktorat.

Kelompok kegiatan Capaian kinerja

pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan

perjanjian internasional di bidang kewilayahan 100%

pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan

perjanjian internasional di bidang ekonomi 100%

pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan

perjanjian internasional di bidang sosial budaya 100%

pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan

perjanjian internasional di bidang politik dan keamanan 100%

Persentase pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional sesuai dengan Service Level

Agreement (SLA)

(23)

Perbandingan capaian kinerja 2017 – 2019

IKU dimaksud baru diterapkan pada tahun 2017 sehingga perbandingan hanya dapat dilakukan selama kurun waktu 3 tahun. Hal ini dikarenakan penerapan penghitungan IKU melalui metode BSC serta adanya restrukturisasi organisasi di Ditjen HPI. Tahun 2018, salah satu direktorat yakni Direktorat Hukum dan Perjanjian Polkam mencatat realisasi IKU ini sebanyak 113 % sehingga mengakibatkan realisasi IKU keseluruhan di Ditjen HPI menjadi 104.44% dikarenakan adanya permintaan penyempurnaan norma hukum sesuai SLA yang melebihi target ditetapkan. Sementara itu untuk tahun 2019, semua berjalan sesuai target yang diprediksikan sebelumnya.

Faktor pendorong tercapainya kinerja IKU dimaksud:

a. Kerja sama yang baik di antara para stakeholders;

b. Keinginan beberapa kementerian/lembaga untuk memahami proses perumusan

perjanjian internasional;

c. Kepentingan prioritas Indonesia untuk segera terbentuknya instrumen hukum regional

di bidang perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran;

d. Ada perjanjian yang telah rampung dibahas.

Faktor penghambat capaian kinerja IKU dimaksud:

a. Masih terdapat instansi teknis yang membuat kerja sama luar negeri tanpa konsultasi

(24)

b. Keterbatasan SDM sehingga mempengaruhi kinerja Direktorat;

c. Proses negosiasi yang masih berlarut-larut;

d. Belum ada kesamaan persepsi tentang aturan yang dibahas atau belum disepakatinya

rumusan teks perjanjian yang akan dinegosiasikan.

Langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi tantangan / hambatan tersebut adalah:

a. meningkatkan koordinasi dengan unit terkait di lingkungan Kemlu dan Instansi terkait,

mengingat isu yang ditangani Direktorat di Ditjen HPI terkait dengan tupoksi unit lainnya;

b. Kompilasi tanggapan tertulis yang disampaikan ke K/L;

c. Meningkatkan koordinasi agar proses pembuatan perjanjian dikonsultasikan dengan

Kementerian Luar Negeri untuk memperoleh tanggapan/masukan hukum dan

memastikan agar perjanjian yang dibuat sejalan dengan politik luar negeri dan aman secara hukum, sesuai amanat ketentuan UUPI;

d. Berdiskusi dan komunikasi agar keduapihak akan mencari jalan keluar bersama demi

tercapainya perjanjian tersebut.

Rencana kedepan:

Melakukan koordinasi yanag lebih intensif baik di lingkungan internal Indonesia (antar K/L) dan eksternal (dengan mitra kerja luar negeri) guna mendorong tercapaian kesepakatan yang sedang dibahas.

Efisiensi penggunaan sumber daya juga dilakukan antara lain melalui optimalisasi anggaran yang ada, konsultasi informal dan penyelenggaraan interkem dalam satu rangkaian waktu sehingga suatu proses penyusunan posisi Indonesia dalam pembuatan perjanjian kerja sama dilakukan dengan lebih terkoordinasi, lebih cepat, dan konklusif, terutama untuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya implementing arrangement terhadap perjanjian induknya.

Anggaran yang ditargetkan untuk kegiatan IKU ini adalah Rp. 2,063,399,000 dan realisasi akhir tahun 2019 sebesar Rp. 2,036,889,830 (98.71%).

Kelompok Kegiatan Pagu Realisasi

pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional di bidang kewilayahan

Rp. 698,353,000 Rp. 692,241,201

pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional di bidang ekonomi

Rp. 434,604,000 Rp. 419,113,558

(25)

Kelompok Kegiatan Pagu Realisasi norma hukum dan perjanjian internasional di

bidang sosial budaya

pelayanan pembentukan dan penyempurnaan norma hukum dan perjanjian internasional di bidang politik dan keamanan

Rp. 60,643,000 Rp. 60,643,000

IKU 3: Persentase kemajuan perundingan batas maritim, penegasan batas darat dan peningkatan kerjasama perbatasan

Formulasi penghitungan IKU adalah: (realisasi kemajuan / (titik awal-titik target) x 100%. Mistar perundingan secara umum menjabarkan mengenai proses perundingan yang dilakukan dalam rangka penetapan batas maritim, penegasan batas darat dan kerjasama perbatasan. Proses perundingan di dalam mistar dibagi menjadi tahapan-tahapan yang dapat diukur dengan titik awal 0 (nol) dan titik akhir 300 (tiga ratus). Setiap tahunnya, akan ditetapkan titik awal dan titik target perundingan yang akan dilaksanakan pada tahun berjalan.

Selama tahun 2019, telah dilaksanakan 21 (dua puluh satu) kali perundingan

batas maritim dengan 5 (lima) negara, yaitu Malaysia, Vietnam, Palau, Filipina dan

Timor Leste. Pelaksanaan perundingan batas maritim dilaksanakan baik dalam

bentuk pertemuan yang bersifat formal seperti Pertemuan Teknis/Technical Meeting,

maupun bersifat informal. Berikut penjabaran pertemuan perundingan dari

masing-masing negara:

(26)

Rekapitulasi Pertemuan Perundingan Batas Maritim

Tahun 2019

RI-Malaysia

Total Perundingan: 9 (Sembilan)

No.

Bentuk Perundingan

Jumlah

1.

Pertemuan Teknis

2

2.

Pertemuan Teknis Khusus

1

3.

Pertemuan Informal Ketua Tim

Teknis

2

4.

Pertemuan Inter Sesi Kelompok Kerja

Teknis

1

5.

Pertemuan Kelompok Kerja Teknis

1

6.

Kunjungan Senior Official

1

7.

Kunungan Survei Data

1

RI-Vietnam

Total Pertemuan: 6 (enam)

No.

Bentuk Perundingan

Jumlah

1.

Pertemuan Teknis

2

2.

Pertemuan Inter Sesi

1

3.

Pertemuan Informal Ketua Tim

Teknis

2

4.

Kunjungan Senior Official

1

RI-Palau Tahun 2019

Total Pertemuan: 2 (dua)

No.

Bentuk Perundingan

Jumlah

1.

Pertemuan Teknis

2

RI-Filipina Tahun 2019

Total Pertemuan: 2 (dua)

No.

Bentuk Perundingan

Jumlah

1.

Pertemuan Informal

1

(27)

RI-Timor Leste Tahun 2019

Total Pertemuan: 2 (dua)

No.

Bentuk Perundingan

Jumlah

1.

Pertemuan Penjajakan

2

Malaysia

Pada tahun 2019, Tim Teknis Penetapan Batas Maritim kedua negara telah melakukan 9 (Sembilan) pertemuan, baik dalam bentuk pertemuan formal,

pertemuan antar sesi, maupun pertemuan informal. Kedua Tim Teknis telah berhasil melaksanakan 2 (dua) Pertemuan Teknis/Technical Meeting (TM) yaitu TM ke-35 di Yogyakarta pada tanggal 23-24 April 2019 dan TM ke-36 di Kota Kinabalu pada tanggal 4-5 November 2019.

Selain kedua Pertemuan Teknis tersebut, Tim Teknis kedua negara juga telah melaksanakan berbagai pertemuan informal, pertemuan intersesi, dan pertemuan khusus sebagai upaya percepatan proses perundingan penetapan batas maritim antara RI-Malaysia.

Perundingan batas maritim RI-Malaysia pada tahun 2019 masih menunjukkan indikasi positif terkait potensi penyelesaian 2 (segmen) batas dalam waktu dekat. Untuk itu, Tim Teknis kedua negara juga telah melaksanakan survei lapangan guna mendapatkan data teknis terkini.

Vietnam

Perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam sepanjang tahun 2019, dilaksanakan melalui sebuah

pertemuan teknis, dan 3 (tiga) kali pertemuan informal/antarsesi. Pertemuan Teknis antara Indonesia dan Vietnam yang berhasil diselenggarakan pada tahun 2019 adalah Pertemuan Teknis Penetapan Batas ZEE ke-12 yang diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 19-21 Agustus 2019.

Selain pertemuan teknis tersebut, kedua negara juga melakukan pertemuan informal pada tingkat Senior Official di Jakarta pada tanggal 30 Juli 2019,

pertemuan informal antar ketua Tim Teknis di Bangkok, Thailand pada tanggal 27-29 Mei 2019, dan pertemuan intersesi kedua Tim Teknis di Jakarta pada tanggal 12-13 Desember 2019.

Perkembangan perundingan batas ZEE RI-Vietnam pada tahun 2019 masih menunjukkan posisi Pemerintah Vietnam yang kaku dan belum memberikan solusi yang dapat diterima kedua negara. Namun demikian, kedua Tim Teknis telah memiliki kesepahaman mengenai pentingnya pembentukan suatu pengaturan khusus di wilayah tumpang tindih mengenai kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kedua negara.

Palau

Sepanjang tahun 2019, telah dilaksanakan 2 (dua) perundingan batas ZEE antara RI-Palau dalam bentuk pertemuan teknis. Adapun kedua pertemuan

dimaksud adalah Pertemuan Teknis Penetapan Batas Maritim ke-6 antara Indonesia dan Palau yang diselenggarakan di Manila pada tanggal 21-23 Maret 2019 dan Pertemuan Teknis Penetapan Batas Maritim ke-7 antara Indonesia dan Palau yang diselenggarakan di Bogor pada tanggal 8-9 Agustus 2019.

(28)

negara di segmen utara bagian barat guna mencapai kesepahaman terhadap garis sama jarak, dan potensi relevant circumstances yang mungkin diperhitungkan untuk menyesuaikan garis sama jarak yang didapatkan.

Filipina

Pada tahun 2019, telah dilaksanakan 1 (satu) kali perundingan teknis dalam

forum the 10th Joint Permanent Working Group on Maritime and Ocean Concerns

(JPWG-MOC 10) di Yogyakarta pada tanggal 20-21 September 2019 dan Konsultasi informal dalam rangka penjajakan penetapan batas landas kontinen RI-Filipina di Manila pada tanggal 22 Maret 2019.

Selain pelaksanaan perundingan, terdapat capaian signifikan antara Indonesia dan Filipina mengenai pemberlakuan Perjanjian Batas ZEE RI-Filipina melalui pelaksanaan pertukaran piagam pengesahan di Bangkok, Thailand pada tanggal 1 Agustus 2019. Melalui pertukaran piagam pengesahan tersebut maka Perjanjian Batas ZEE RI-Filipina mulai berlaku sejak tanggal pertukaran dimaksud.

Timor Leste

Sepanjang tahun 2019, telah dilaksanakan 2 (dua) pertemuan penjajakan terkait penetapan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste. Adapun kedua pertemuan penjajakan tersebut adalah Pertemuan Penjajakan ke-2 Penetapan Batas Maritim RI-Timor Leste di Singapura pada tanggal 26-27 Februari 2019 dan

Pertemuan Penjajakan ke-3 Penetapan Batas Maritim RI- Timor Leste di Bali pada tanggal 4-5 Juli 2019.

Kedua negara belum memulai perundingan batas maritim karena mempertimbangkan kesepakatan antara Tim Perunding kedua negara bahwa perundingan resmi batas maritim Indonesia dan Timor Leste akan dimulai setelah penegasan batas darat selesai secara keseluruhan.

Sepanjang tahun 2019, realisasi Persentase kemajuan penyelesaian perjanjian batas maritim, penegasan batas darat, dan kerja sama perbatasan sebesar 104% dari target 100%. Adapun penghitungan capaian target kinerja pada tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel Capaian Sub IKU-1 B.1 Tahun 2019

(Capaian per negara)

Negara

Titik Awal

(TA)

Titik Target

(TT)

Realisasi

Kemajuan (RK)

Capaian

(𝑻𝑻 − 𝑻𝑨 × 𝟏𝟎𝟎%)𝑹𝑲

Malaysia

132

167

35

100%

Vietnam

112

167

55

100%

Palau

132

152

20

100%

Filipina

276

282

24

400% *)

Timor Leste

0

10

10

100%

Realisasi (Rata-Rata)

104 %

*) Catatan: capaian untuk Filipina hanya dihitung 120% dari nilai capaian 400%, sesuai

dengan ketentuan capaian maksimal yang dapat diklaim oleh Kementerian/Lembaga.

(29)

Tabel Capaian IKU-3 Tahun 2019

(Capaian Keseluruhan)

IKU

– 3

Persentase kemajuan perundingan perjanjian batas maritim, penegasan batas darat, dan

kerja sama perbatasan

Target

100%

Realisasi

104%

Capaian

104%

Adapun capaian pada tahun 2019 hanya dapat dibandingkan dengan tahun 2017 dan 2018 serta tidak dapat dibandingkan terhadap capaian pada tahun 2015-2016, dikarenakan terdapat perubahan susunan organisasi dan tata kerja (SOTK) di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional. Selain itu juga perubahan mekanisme penghitungan capaian juga menyebabkan perbandingan secara langsung tidak dapat dilakukan.

Pada tahun 2018 terdapat sedikit penurunan capaian karena situasi domestik negara mitra. Pada tahun 2019, realisasi capaian target melampaui 100% karena Pemerintah Filipina telah berhasil mendorong Parlemen Filipina untuk segera meratifikasi Perjanjian Batas ZEE RI-Filipina dimana kedua negara kemudian melakukan pertukaran piagam pengesahan untuk pemberlakuannya.

Faktor yang mendorong tercapaianya kinerja IKU dimaksud:

a. terlaksananya beberapa pertemuan teknis antara Indonesia dengan Malaysia,

Vietnam, dan Palau,

b. terlaksananya berbagai pertemuan informal dengan negara mitra guna percepatan

proses penyelesaian penetapan batas maritim, dan beberapa pertemuan tingkat

Senior Official antara Indonesia dengan negara mitra.

c. Adanya keinginan kuat dari mitra kerja untuk segera meratifikasi perjanjian yang telah

disepakati.

d. Anggaran yang ditetapkan untuk IKU ini sebesar Rp. 3,097,359,000 dengan

(30)

0 0 100% 98,10% 104% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 2015 2016 2017 2018 2019

Perbandingan Capaian

Faktor yang menghambat tercapainya kinerja IKU dimaksud:

a. Persepsi tentang pentingnya penyelesaian batas wilayah dari negara mitra.

b. Ketersediaan tenaga ahli yanag akan berunding.

c. Kesesuaian waktu dengan mitra kerja luar negeri.

d. Kondisi dalam negeri negara mitra.

Solusi yang telah dilakukan dalam mengatasi kendala:

a. Meyakinkan negara mitra akan pentingnya melakukan perundingan penyelesaian

batas wilayah untuk menghindari konflik dimasa yang akan datang.

b. Pengaturan waktu pelaksanaan perundingan dengan negara mitra sedini mungkin.

c. Koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan negara mitra.

d. Memantau perkembangan perjanjian melalui monitoring dan evaluasi (monev) setiap

triwulanan bersamaan dengan waktu pelaksanaan monev kinerja dan anggaran.

Rencana kedepan yang perlu dilakukan:

Terus melakukan monitoring dan evaluasi perkembangan perjanjian setiap saat, melakukan koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan negara mitra serta.

Tabel Perbandingan Capaian 2015-2019

IKU 4: Persentase pendapat hukum di bidang kewilayahan, politik dan keamanan yang disampaikan dalam forum internasional

Formulasi IKU dilakukan dengan penghitungan jumlah pendapat hukum yang disampaikan dalam forum internasional / jumlah forum yang dihadiri x 100%. Sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri terlibat dalam perundingan-perundingan terkait dengan pembuatan perjanjian internasional baik bilateral, regional, maupun multilateral.

(31)

Di bidang politik dan keamanan tercatat realisasinya mencapai 100%, yakni dengan rincian sebanyak 20 pertemuan/perundingan forum internasional yang direncanakan, telah dihadiri dengan menyampaikan pendapat hukum. Beberapa diantaranya adalah Perundingan Anti-Corruption Working Group G20, Perundingan Persetujuan Pembebasan Visa bagi Pemegang Paspor Diplomatik dan Dinas di Muscat, Oman, Pertemuan ke-27

ASEAN-China Joint Working Group on the Implementation of the Declaration on the Conduct of the Parties in the South China Sea (JWG-DoC), Pertemuan Sesi ke-10 Implementation Review Group UNCAC, Wina, Pertemuan Pembahasan Defence Cooperation Agreement RI-Malaysia, Perundingan Kerja Sama Hukum dan Hak Asasi

Manusia (HAM) di Tokyo, dan lain sebagainya.

Di bidang kewilayahan, selama tahun 2019 Ditjen HPI telah menyampaikan berbagai pendapat hukum dalam forum internasional seperti International Seabed Authority (ISA),

International Civil Aviation Organization (ICAO), International Maritime Organization (IMO),

Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait isu biodiversity beyond national jurisdiction (BBNJ),

Meeting ofStates Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea(SPLOS),

ASEAN dalam rangka pembahasan ASEAN-China Declaration of Conduct dan berbagai forum perundingan bilateral antara Indonesia dan negara tetangga.

Program/kegiatan Capaian

Pendapat hukum bidang kewilayahan pada forum internasional 100%

Pendapat hukum bidang polkam pada forum internasional 100%

Persentase pendapat hukum di bidang kewilayahan, politik dan keamanan yang disampaikan dalam forum internasional

100%

Perbandingan capaian kinerja 2017 – 2019

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% TA 2017 TA 2018 TA 2019

(32)

IKU dimaksud baru diterapkan pada tahun 2017 sehingga perbandingan hanya dapat dilakukan selama kurun waktu 3 tahun. Hal ini dikarenakan penerapan penghitungan IKU melalui metode BSC serta adanya restrukturisasi organisasi di Ditjen HPI.

Faktor pendorong tercapainya kinerja IKU dimaksud:

a. Adanya persamaan persepsi dan kepentingan antara negara yang terlibat.

b. Keaktifan dalam menganalisis dan menyampaikan pendapat hukum sesuai

kepentingan nasional

c. Penggalangan kepada mitra kerja dan stakeholders untuk mendukung pendapat

hukum Indonesia.

d. Koordinasi dan penjaringan masukan dari mitra kerja dan stakholders di dalam negeri.

Faktor penghambat capaian kinerja IKU dimaksud:

a. Adanya benturan kepentingan dengan negara mitra atau stakeholders di luar negeri

b. Lobi-lobi yang lebih kuat dari negara maju yang mempunyai benturan kepentingan

dengan Indonesia

c. Keterbatasan SDM sehingga mempengaruhi kinerja Direktorat;

d. Proses negosiasi yang masih berlarut-larut;

Langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi tantangan / hambatan tersebut adalah:

a. meningkatkan koordinasi dengan unit terkait di lingkungan Kemlu dan Instansi terkait,

untuk menjaring masukan.

b. Melakukan lobi terhadap negara mitra yang mempunyai kesamaan kepentingan

dengan Indonesia.

c. Komunikasi dengan negara yang berbeda kepentingan untuk menjelaskan dan

meyakinkan manfaat bersama atas pendapat Indonesia. Rencana ke depan:

Melakukan pemantauan mengenai isu-isu internasional yang menyangkut kepentingan Indonesia, melakukan analisis dampaknya dan koordinasi yang intensif untuk menjaring masukan.

Realisasi anggaran untuk IKU ini

Pagu Realisasi %

Pemberian pendapat hukum

bidang kewilayahan RP.1,641,293,000 Rp. 1,636,783,791

99.73% Pemberian pendapat hukum

bidang polkam Rp. 1,265,249,000 Rp. 1,262,742,940

99.80% Pemberian pendapat hukum

bidang polkamwil Rp. 2,906,542,000 Rp. 2,899,526,731

(33)

Dalam pelaksanaan kegiatan guna mencapai target yang telah ditetapkan, Ditjen HPI telah melakukan berbagai upaya efisiensi penggunaan anggaran. Hal tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan kegiatan yang selektif, melalui kehadiran oleh pejabat secara langsung pada berbagai forum internasional atau meminta Perwakilan RI yang terakreditasi pada forum internasional terkait untuk dapat hadir dan menyampaikan posisi RI.

IKU 5: Persentase pendapat hukum di bidang ekonomi, sosial dan budaya yang disampaikan dalam forum internasional

Pengukuran Kinerja IKU ini ditetapkan dengan formulasi: Jumlah pendapat hukum di bidang ekonomi sosial dan budaya yang disampaikan / dengan Jumlah forum yang dihadiri x 100 %.

Capaian

Pendapat hukum bidang ekonomi pada forum internasional 100%

Pendapat hukum bidang sosbud pada forum internasional 100%

Persentase pendapat hukum di bidang ekonomi, sosial dan budaya yang disampaikan dalam forum internasional

100%

Sesuai Renstra Kementerian Luar Negeri, diplomasi ekonomi juga menjadi salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam rangka membantu meningkatkan perekonomian nasional. Saat ini, diplomasi ekonomi yang menjadi prioritas dan perhatian utama Pemerintah antara lain perundingan mengenai perdagangan dan investasi, keuangan dan industri, sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Pemberian pendapat hukum bidang ekonomi, sosial dan budaya dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek 4 aman (politis, yuridis, keamanan, dan teknis). Selain terlibat dalam proses pembuatan perjanjian internasional, Ditjen HPI juga terlibat dalam setiap pengesahan perjanjian internasional khususnya dalam mengoordinasikan langkah-langkah yang perlu diambil untuk melaksanakan pengesahan perjanjian internasional.

Selama tahun 2019, telah disampaikan berbagai pendapat hukum di forum-forum internasional (bilateral, regional, ataupun multilateral) terkait perundingan/pembuatan perjanjian internasional di bidang ekonomi dan sosial budaya.

(34)

Pendapat hukum ini akan mendukung proses perundingan dan perjanjian internasional yang ditangani mencakup kesepakatan-kesepakatan yang dicapai, baik pada perjanjian internasional yang masih dalam proses perundingan/masih dalam perumusan dan/atau perjanjian internasional yang telah ditandatangani oleh para pihak. Pada bidang sosial budaya tercatat capaian besar yakni ditandatanganinya Konsensus ASEAN mengenai perlindungan pekerja migran.

Perbandingan capaian kinerja 2017-2019

IKU dimaksud baru diterapkan pada tahun 2017 sehingga perbandingan hanya dapat dilakukan selama kurun waktu 3 tahun. Hal ini dikarenakan penerapan penghitungan IKU melalui metode Balanced Score Card serta adanya restrukturisasi organisasi di Ditjen HPI.

Faktor pendorong:

a. Komitmen bersama stakeholders terkait untuk membuat perjanjian internasional yang

dapat menguntungkan masing-masing negara di bidang ekonomi dan sosial budaya;

b. Adanya persamaan pemahaman diantara stakeholders untuk mengamankan

kepentingan nasional di bidang ekonomi dan sosial budaya ;

c. Mulai tumbuh pemahaman perlunya suatu rujukan yang baku yang perlu dimiliki oleh

Pemri agar proses perundingan di bidang ekonomi dan sosial budaya dapat dilaksanakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan kepentingan Pemri.

(35)

Kendala / tantangan yang dihadapi:

a. Belum tercapainya kesepakatan masing-masing negara terutama dalam hal bentuk

perlindungan dan standar perlakuan terhadap pekerja migran.

b. Konsolidasi antara K/L terkait yang masih membutuhkan waktu dan proses.

Langkah yang telah dilakukan untuk menghadapi tantangan dimaksud antara lain:

1. Koordinasi yang lebih erat dengan K/L untuk melakukan kajian dan pembahasan

secara menyeluruh di bidang ekonomi dan sosial budaya.

2. Penyempurnaan posisi Delri melalui forum-forum pertemuan di bidang ekonomi dan

sosial budaya

3. Optimalisasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Langkah kedepan yang perlu dilakukan:

Terus melakukan koordinasi, perbaikan posisi Delri dan penyiapan SDM yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas.

Realisasi anggaran atas kegiatan untuk mendukung pencapaian IKU dimaksud:

Pagu Realisasi %

Penyampaian pendapat hukum bidang ekonomi

Rp. 2,183,989,000 Rp. 2,175,540,661 99.61%

Penyampaian pendapat hukum bidang sosbud

Rp. 1,008,839,000 Rp.1,007,859,976 99.90%

Penyampaian pendapat hukum bidang

Ekososbud

Rp. 3,192,828,000 Rp. 3,183,400,637 99.70%

Efisiensi penggunaan sumber daya yang dilakukan antara lain dengan menyusun posisi Indonesia dan memberikan arahan kepada Perwakilan RI di negara akreditasi untuk mengirimkan wakilnya sebagai delegasi Indonesia serta terlibat dalam proses perundingan dan penyampaian posisi Indonesia di forum regional/multilateral di negara akreditasi dimaksud. Dengan demikian, Indonesia tetap dapat terlibat aktif dan mengikuti perkembangan isu yang dibahas secara langsung sekaligus dapat menegaskan posisi Indonesia secara tegas dalam forum dimaksud, sambil melakukan efisiensi penggunaan sumber daya manusia maupun anggaran.

(36)

IKU 6: Persentase kemajuan perundingan perdagangan bebas dan investasi

Formulasi penghitungan IKU ini adalah (realisasi kemajuan / (titik target-titik awal) x 100%, dengan menggunakan mistar IKU perundingan perdagangan bebas dan investasi.

Pada tahun 2019, terdapat banyak putaran dari sedikitnya 12 (dua belas) perundingan/penyelesaian perundingan tentang perjanjian perdagangan bebas dan

perjanjian investasi

internasional yang

dilakukan Pemerintah di mana Kementerian

Luar Negeri c.q.

Direktorat Hukum dan

Perjanjian Ekonomi

terlibat aktif di

dalamnya sebagai

ketua perundingan

atau ketua

sub-working group dalam

perundingan atau

ketua bersama (co-lead) dalam Working Group. Perundingan tersebut antara lain Regional

Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Indonesia – EUComprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), Indonesia – KoreaComprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA), P4M/BIT Indonesia – PEA, P4M/BIT Indonesia – Swiss,

P4M/BIT Indonesia – Kuwait, Preferential Trade Agreement (PTA)Indonesia – Mozambik,

PTA Indonesia – Tunisia, PTA Indonesia – Bangladesh, PTA Indonesia – Mauritius, PTA

Indonesia – Fiji, dan Protokol TF – EDSM. Adapun target kemajuan perundingan perjanjian

perdagangan bebas dan investasi sepanjang tahun 2019 adalah sebagai berikut:

TARGET KEMAJUAN PERUNDINGAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS DAN INVESTASI RI DENGAN NEGARA-NEGARA MITRA

No

.

Nama Perundingan

Titik Awal

Titik

Target

Target

Kemajuan

Perundingan

1.

Regional Comprehensive

Economic Partnership (RCEP)

135

185

50

2.

Indonesia

– EU (IEU-CEPA)

135

160

25

3.

Indonesia

– Korea (IK-CEPA)

135

195

60

4.

P4M/BIT Indonesia

– PEA

185

195

10

5.

P4M/BIT Indonesia

– Swiss

135

160

25

(37)

No

.

Nama Perundingan

Titik Awal

Titik

Target

Target

Kemajuan

Perundingan

7.

PTA Indonesia

– Mozambik

135

160

25

8.

PTA Indonesia

– Tunisia

135

160

25

9.

PTA Indonesia

– Bangladesh

135

160

25

10. PTA Indonesia

– Mauritius

135

160

25

11. PTA Indonesia

– Fiji

0

100

100

12. Protokol TF

– EDSM

135

195

60

Rata-rata

160,83

116,67

44,16

REALISASI KEMAJUAN PERUNDINGAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS DAN INVESTASI RI DENGAN NEGARA-NEGARA MITRA

No

.

Nama Perundingan

Keterangan

Titik Akhir

1.

Regional Comprehensive

Economic Partnership

(RCEP)

4 putaran perundingan dan

beberapa perundingan intersesi

185

2.

Indonesia

– EU

(IEU-CEPA)

2 putaran perundingan dan 1

perundingan intersesi

160

3.

Indonesia

– Korea

(IK-CEPA)

3 putaran perundingan dan 1

perundingan intersesi

195

4.

P4M/BIT Indonesia

– PEA Finalisasi perundingan dan

penandatanganan perjanjian

195

5.

P4M/BIT Indonesia

Swiss

2 putaran perundingan

160

6.

P4M/BIT Indonesia

Kuwait

1 pertemuan awal perundingan

100

7.

PTA Indonesia

Mozambik

1 putaran perundingan

160

8.

PTA Indonesia

– Tunisia 1 putaran perundingan

160

9.

PTA Indonesia

Bangladesh

1 putaran perundingan

160

10. PTA Indonesia

Mauritius

1 putaran perundingan

160

11. PTA Indonesia

– Fiji

1 putaran perundingan

100

12. Protokol TF

– EDSM

1 pertemuan perundingan

195

1. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) (Realisasi Kemajuan: 50) Mengingat RCEP belum mencapai 'substantial conclusion' pada tahun 2018, maka berdasarkan amanat para RCEP Leaders, negara-negara ASEAN dan 6 negara mitra (Australia, India, Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan Selandia Baru) sepakat melanjutkan perundingan dan menargetkan penyelesaian

Gambar

Tabel 1. Struktur Organisasi   Ditjen HPI
Tabel Capaian Sub IKU-1 B.1 Tahun 2019  (Capaian per negara)
Tabel Perbandingan Capaian 2015-2019
Tabel RealisasiKemajuan Perundingan Perdagangan Bebas dan Investasi Tahun 2019  (Capaian Per Perundingan)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Struktur Al dan Si terbentuk dari hasil pengecoran piston bekas yang didinginkan dengan variasi media pendingin, sehingga menyebabkan pembentukan fasa Al dan Si

Ketua STISIPOL Raja Haji Ketua Program Studi PEMBANTU KETUA I BIDANG AKADEMIK... Ketua STISIPOL Raja Haji Ketua Program Studi PEMBANTU KETUA I

Setelah hasil FGD didapat, analisis data kualitatif dilakukan untuk dijadikan bahan pengembangan wtfs sebagai media pembelajaran agar bisa diterapkan secara optimal dalam

Suplai listrik pada Gedung Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta agar tersedia secara terus menerus, gedung ini dilengkapi dengan menggunakan sistem generator

Strategi bisnis yang dijalankan sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2019, yaitu: memaksimalkan kontribusi pendapatan dan keuntungan dari bisnis inti,

Untuk membangkitkan papan permainan yang memiliki ular dan tangga yang tidak saling bertabrakan, maka perlu dibuat perangkat lunak yang berbeda dari perangkat lunak yang telah

Penyebaran kuesioner awal mengembangkan 6 variabel pada penelitian Analisis Persaingan Gerai Pizza oleh Fransisca Wenny Suwandy (2008) yang termasuk dalam IPA Kuadran II

Baca petikan drama di bawah dengan teliti, kemudian jawab soalan-soalan yang berikutnya dengan menggunakan ayat anda sendiri.. Memalukan keluarga