Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
KEBIJAKAN PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA
BARANG HASIL PERTANIAN
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
Kementerian Pertanian
2020
Tim Anjak: Erizal Jamal
Sri Hery Sosilowati Adang Agustian Sumedi Erma Suryani Saktyanu K. D Sahat Pasaribu M. Soeryadi
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
ISI PAPARAN
Kebijakan & Tindak Lanjut
Implikasi Kebijakan Penerapan PPN
Dasar Hukum PPN & Uji Materi
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
1. Pengenaan pajak secara umum
menyebabkan harga jual barang
menjadi naik, karena produsen akan
mengalihkan sebagian beban pajak
kepada konsumen, dengan menawarkan
harga jual yang lebih tinggi.
2. Kondisi ini menyebabkan harga yang
tercipta di pasar menjadi lebih tinggi
daripada harga keseimbangan sebelum
pajak, sedangkan jumlah yang
ditawarkan menjadi lebih sedikit.
Pajak, Harga dan Jumlah Produksi
3 3
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
3. Pengenaan pajak sebesar t untuk
setiap unit barang yang dijual
menyebabkan kurva penawaran
bergeser ke atas, dengan penggal
yang lebih besar (lebih tinggi) pada
sumbu harga.
4. Jika sebelum pajak persamaan
penawarannya P = a + bQ, maka
sesudah pajak ia akan menjadi P = a
+ bQ + t. Dengan kurva penawaran
yang lebih tinggi (cateris paribus),
titik keseimbangan akan bergeser
menjadi lebih tinggi.
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
e c d b a Q P t tP tC PPt P0 PCt Qt Q0 QD QS0 QStKerangka Teoritis
Keterangan:QS0= Kurva Penawaran sebelum pajak QSt= Kurva Penawaran sesudah pajak
QD= Kurva Permintaan
Q0= Jumlah Kesimbangan sebelum sebelum pajak
Qt= Jumlah yang diminta dan dijual sesudah pajak
P0= Harga Keseimbangan sebelum pajak
PCt= Harga yang harus dibayar oleh konsumen setelah pajak
PPt= Harga yang diterima oleh produsen setelah pajak
t = besarnya pajak dikenakan oleh pemerintah, dimana t = tC+ tP
tc= besarnya pajak yang ditanggung oleh konsumen = PCt- Po
tP= besarnya pajak ditanggung oleh konsumen = P0- PPt atau t - tc
Sebelum Pajak:
• QS0 = QD
• Harga keseimbangan = P0 ; Jumlah kesimbangan = Q0
Sesudah Pajak Sebesar t Perunit Output:
• QS0 bergeser menjadi QSt
• Jumlah keseimbangan output berubah dari Q0 menjadi Qt (menjadi menurun)
• Ada perbedaan harga yang diterima produsen dan dibayar konsumen sebesar (t)
• Harga dibayar konsumen naik (P0menjadi PCt) • Harga diterima produsen turun (P0menjadi PPt) • Surplus Konsumen Turun (acP0 menjadi abPCt ) • Surplus Produsen Turun (P0ce menjadi PPtfg)
• Penerimaan Pemerintah dari pajak (PCtbdPPt ) • DWL sebesar (bcd).
Gambar 1. Ilustrasi Dampak Pajak
f
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas barang
yang mengalami proses pengolahan sehingga mempunyai nilai tambah
pada produk akhir yang dihasilkan. PPN dikenakan setiap terjadi
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). PPN yang
harus dibayar produsen hanya sebesar selisih antara Pajak Masukan (PM)
dan Pajak Keluaran (PK).
PM adalah PPN yang dibayar pada saat membeli atau memperoleh
BKP/JKP, sedangkan PK adalah PPN yang dipungut pada saat menjual
atau menyerahkan BKP/JKP. Besaran PPN yang dibayar ke kas negara
adalah sebesar PK dikurangi PM.
Jumlah pajak yang ditanggung oleh pengusaha atau produsen adalah selisih
antara jumlah pajak pada waktu menjual hasil produk dengan jumlah pajak
yang telah dibayarnya waktu membeli bahan-bahan input.
Kementerian Pertanian
7www.pertanian.go.id
Tujuan
Menganalisis Dasar Hukum Pengenaan PPN
Barang hasil Pertanian
Implikasi uji Materi PP 31/2007 Terhadap PPN
Barang Hasil Pertanian
Kebijakan dan Tindak Lanjut atas Hasil Uji Materi
PP 31/2007 terhadap Barang Hasil pertanian
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
Pasal 4A ayat (2) huruf b, bahwa jenisbarang yang tidak dikenai PPN adl barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak: 1) Beras; 2) Gabah; 3) Jagung; 4) Kedelai; 5) Sagu; 6) garam 7) Buah-buahan; 7) Sayur-sayuran, 8) daging, 9) telur, 10) susu
UU No. 8/1983 tentang PPN
Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan : (1) Tarif PPN adalah 10%,
(2) Tarif pajak sebesar 0% diterapkan atas ekspor barang
(3) Tarif pajak Pada ayat (1) dapat diubah minimal 5 % dan maksimal 15%
UU No. 42/2009 tentang PPN
Kesimpulan: UU tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa barang pertanian bebas PPN selain yang disebutkan di atas dikenakan pajak
Dasar Hukum PPN Barang Hasil Pertanian & Hasil
Uji Materi
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
Barang hasil pertanianadalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha dibidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Barang hasil pertanian
dimaksud dibebaskan dari pengenaan PPN.
PP 31/2007 tentang
Impor dan Barang kena Pajak yang dibebaskan dari PPN
PMK 197/2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN
Pada Pasal 4 ayat 1:
mengatur bahwa pengusaha kena pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
Inkonsistensi PP 31/2007 Vs UU 8/1983 KADIN mengajukan uji materiil PP 31/ 2007: Barang Pertanian adalah barang strategis yang Bebas PPN Alasan KADIN: 1. Penetapan BKP strategis menyebabkan mekanisme pengkreditan ( PK -dikurangi dengan PPN Masukan (PM) tidak berjalan 2. PKP tidak dapat mengkreditkan PMsehingga beban pajak pengusaha besar,
biaya produksi tinggi, dan daya saing
rendah Pertimbangan Hakim: 1. Inkonsistensi PP 31/2007 Vs UU 8/1983 2. Pemikul PPN adalah Konsumen 3. Sebagian besar petani tidak sebagai PKP (omzet < Rp.400 juta/bulan) 4. Cascading effect pengusaha CPO 5. Pelemahan daya saing dari pengusaha CPO
Putusan MA No.
70/P/HUM/2013
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
• Terhadap:
• Pasal 1 ayat (1) huruf c • Pasal 1 ayat (2) huruf a • Pasal 2 ayat (1) huruf f • Pasal 2 ayat (2) huruf c • PP Barang Strategis • (PP 31 Tahun 2007)
• Dalam hal 90 (sembilan puluh) hari
setelah putusan Mahkamah Agung tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan
Perundang-udangan tersebut, ternyata Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum”
• Pasal 8 ayat (2) Peraturan MA
nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil
• Mulai tanggal 21 Juli 2014 (90 hari setelah 22 April 2014), • Dalam hal PP Barang Strategis
belum diubah, atas penyerahan barang hasil pertanian terutang PPN 10% dan Pengusaha Kena Pajak berhak mengkreditkan Pajak Masukan.
• kronologi
PUTUSAN MA NO. 70/P/HUM/2013Permohonan diterima di Kepaniteraan MA 22 Oktober 2013 Diputuskan dalam rapat permusyawaratan MA 25 Februari 2014 Pengiriman Putusan MA 22 April 2014 Pemohon: Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN)
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
PUTUSAN MA NO. 70/P/HUM/2013• Kesesuaian dengan UU
• bahwa terdapat pertentangan secara parsialistik terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Kewenangan hukum yang
dimiliki Pemerintah
• pelaksanaan yang berkaitan dengan
implementasi atas pasal dalam UU PPN yang tidak/kurang jelas berikut tata cara atau prosedur yang terbangun dalam mekanisme dalam menentukan PPN yang terutang dan/atau yang harus dibayar oleh
pemikul beban pajaktidak boleh bertentangan
dengan undang-undang yang lebih tinggi.
• Relevansi hukum
• secara yuridis normatif tidak terdapat relevansi idealistik hukum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c PP 31 Tahun 2007, telah bertentangan dengan UU PPN maupun dengan UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada UU perpajakan yang terkait , dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
• Filofosi PPN
• falsafah yang terkandung dalam karakteristik PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri adalahbukan pajak atas kegiatan bisnis, maka pemikul beban pajak adalah konsumen, bukan PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP. Dengan demikianPPN menempatkan diri pada posisi yang bersifat netral sehingga tidak
mempengaruhi kompetisi pada dunia usaha.
• Efek pajak berganda
• secara substansi Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c PP 31 Tahun 2007 bertentangan dengan Pasal 4A UU PPN.
• Barang hasil pertanian tidak termasuk dalam BKP yang dikecualikan dari pengenaan PPN dan juga tidak termasuk dalam barang yang kegiatan penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN menurut Pasal 16B. Oleh
karenanya barang hasil pertanian sebagai barang strategis jugatelah menyebabkan terjadinya cascade effect (pajak berganda) di tingkat pengusaha CPO karena Pajak Masukan untuk menghasilkan kelapa sawit tidak dapat dikreditkan, sehingga harus dimasukkan dalam komponen harga pokok penjualan/ekspor CPO yang menyebabkan pelemahan daya saing karena dalam harga tidak steril dari PPN masukan.
• Pendapat mahkamah agung
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
PUTUSAN MA NO. 70/P/HUM/2013• Mengabulkan
permohonan
keberatan hak uji
materiil dari
Pemohon: Kamar
Dagang dan Industri
Indonesia
(Indonesian
Chamber of
Commerce and
Industry)
• Menyatakan Pasal
1 ayat (1) huruf c,
Pasal 1 ayat (2)
huruf a, Pasal 2
ayat (1) huruf f,
dan Pasal 2 ayat
(2) huruf c PP 31
Tahun 2007
bertentangan
dengan UU PPN
,
dan karenanya
tidak sah dan
tidak berlaku
untuk umum.
• Memerintahkan
kepada Presiden
RI
untuk
mencabut
Pasal 1
ayat (1) huruf c,
Pasal 1 ayat (2)
huruf a, Pasal 2
ayat (1) huruf f,
dan Pasal 2 ayat
(2) huruf c PP 31
Tahun 2007
• putusan mahkamah agung
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
Dampak Dianulirnya PP no. 31 tahun 2007
• Posisi tawar petani barang hasil pertanian lebih lemah
dibandingkan para pengusaha pembeli barang hasil pertanian.
Petani/kelompok petani harus menanggung beban PPN.
• Pihak yang diuntungkan dari putusan tersebut adalah
perusahaan besar di industri hilir yang menggunakan barang
hasil pertanian.
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
Implikasi Putusan MA No.70P/HUMTerhadap PPN
1. Barang hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran (Lampiran PP
31/2007) termasuk barang yang tidak dikenakan PPN (bukan BKP), sehingga atas
penyerahan, impor, maupun ekspornya tidak dikenai PPN.
2. Barang hasil pertanian lain yang tidak ditetapkan dalam Lampiran PP 31/2007
yaitu: beras, gabah, jagung, sagu, dan kedelai adalah barang yang tidak
dikenakan PPN (Barang BKP), sehingga atas penyerahan, Impor, maupun
ekspornya tidak dikenai PPN.
3. Barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan
obat, tanaman pangan, dan hasil hutan (Pada Lampiran PP 31/2007) yang
semula dibebaskan dari pengenaan PPN berubah menjadi dikenakan
PPN sehingga atas penyerahan dan impornya dikenai PPN dengan tarif 10%,
sedangkan atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0%.
Kementerian Pertanian
www.pertanian.go.id
Biaya produksi akan lebih efisien, terutama untuk pengusaha yang memiliki usaha terpadu mulai dari kebun sampai pabrik
pengolahan mendorong tumbuhnya agroindustry dan meningkatkan daya saing;
Mendorong investasi di sektor pertanian.
Dampak Positif Putusan Dampak Negatif Putusan
Petani dengan omset tahunan kurang dari Rp.4,8 milyar berpotensi menangung beban PPN, jika posisi tawar petani lemah dibanding pengumpul/pabrikan. Harga pembeliannya berpotensi ditekan dengan memperhitungkan beban PPN kepada petani.
Pengenaan PPN dapat menekan harga jual produk pertanian segar, terutama untuk industri yang tidak terintegrasi.
Pengenaan PPN produk segar pertanian juga menjadi disinsentif bagi peningkatan hilirisasi produk pertanian, karena pajak ekspor 0 % sementara jika dijual pada pengolah dalam negeri PPN 10%, sehingga penguasaha akan lebih suka mengekspor dalam bentuk bahan baku.
Kementerian Pertanian
17www.pertanian.go.id
Kebijakan dan Tindak Lanjut
Kantor Kemenko Perekonomian memberikan 3 skenario solusi
atas PPN:
1) Fasilitas Pembebasan PPN bersifat alternatif. Hanya diberikan
kepada pihak-pihak yang menginginkan fasilitas tersebut.
2) Fasilitas pembebasan PPN bersifat wajib, namun atas produk
yang tidak diinginkan untuk mendapatkan fasilitas tidak
dimasukkan dalam lampiran daftar produk yang mendapatkan
fasilitas.
3) Menambahkan aturan dalam PP barang strategis yaitu pajak
masukan dapat dikreditkan apabila barang yang mendapatkan
fasilitas diproses lebih lanjut menjadi Barang Kena Pajak (BKP)
dan atas BKP tersebut tidak mendapatan fasilitas pembebasan
PPN.
Kementerian Pertanian
18www.pertanian.go.id
Alternatif pertamaKelebihan opsi ini adalah:
Komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani produsen skalanya beragam sehingga tidak dapat disamaratakan untuk dalam pengenaan PPN, dan
(ii) implementasi lebih mudah bagi pemerintah, tergantung pelaku usaha. Kelemahannya adalah:
Permohonan pembebasan PPN pengusulannya mudah, namun persetujuan permohonan seringkali memakan waktu/lama,
Apabila persetujuan pembebasan PPN dikeluarkan setelah pembayaran PPN, pengurusan retitusi pajak relatif rumit,
Petani dengan omset tahunan kurang dari Rp.4,8 milyar berpotensi menangung beban PPN,
Pengenaan PPN dapat menekan harga jual produk pertanian segar,
Pengenaan PPN produk segar berpotensi menjadi disinsentif bagi peningkatan hilirisasi produk pertanian, karena pajak ekspor 0 % sementara jika dijual pada pengolah dalam negeri PPN 10%.
Kementerian Pertanian
19www.pertanian.go.id
Alternatif KeduaKelebihan opsi ini adalah:
Biaya produksi akan lebih efisien, terlebih bagi pengusaha yang memiliki usaha terpadu,
Mendorong meningkatnya investasi disektor pertanian perkebunan dan meningkatkan daya saing produk pertanian,
Memberikan insentif bagi petani untuk bergabung dalam koperasi atau organisasi lain untuk meningkatkan posisi tawar dan bergabung dalam PKP sehingga dapat mengkreditkan PPN biaya masukan.
Kelemahannya:
Berpotensi mengurangi penerimaan negara, sementara pihak yang lebih diuntungkan terbatas hanya untuk pelaku usaha dengan omset di atas Rp 4,8 Milyar per tahun,
Aturan ini perlu dilengkapi kriteria dalam menentukan jenis komoditas untuk mendapatkan pembebasan PPN untuk dicantumkan dalam lampiran keputusan.
Kementerian Pertanian
20www.pertanian.go.id
Alternatif KetigaKelebihan opsi ini adalah:
Melindungi petani yang berusahatani komoditas strategis sehingga mendukung keberlanjutan swasembada pangan komoditas strategis ,
Mendorong hilirisasi komoditas strategis terutama pada pada usaha yang terintegrasi hulu-hilir.
Kelemahannya, yaitu:
Menyebabkan pelemahan daya saing misalnya untuk CPO,
Bagi petani yang omset tahunan kurang dari Rp.4,8 milyar berpotensi menangung beban PPN,
Pemaknaan beragam dan cenderung belum jelas, menyebabkan pengusaha gamang dan cenderung menunda transaksi.
Kementerian Pertanian
21www.pertanian.go.id
Berdasarkan hasil analisis dan identifikasi kelemahan dan kelebihan di atas, makadirekomendasikan untuk menggunakan alternatif pilihan pada solusi butir 2 (dua). Namun opsi ini dilengkapi catatan:
Perlu diidentifikasi komoditas yang akan mendapatkan pembebasan PPN. Kompilasi atas hasil identifikasi daftar komoditas yang mendapatkan pembebasan PPN telah dilakukan dengan koordinasi PSEKP, Biro Perencanaan dan Biro Hukum Kementan dari seluruh komoditas strategis pertanian.
Selain tiga alaternatif di atas, diusulkan satu alternatif lain yaitu “Produk pertanian sebagai barang kena pajak dikenakan PPN sebesar nol persen”. Alternatif ini dipandang lebih menguntungan bagi pelaku usaha pertanian, karena bagi pengusaha yang menginginkan restitusi pajak tetap dapat dilakukan sementara pelaku usaha lain tidak terbebani PPN.
Namun alternatif ini berpotensi menurunkan pendapatan negara dari pajak. Untuk mengkompensasinya Negara dapat memperoleh pendapatan dari pengenaan tarif ekspor.