• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. 3 No. 1 (2014) : jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal Annisa Rahmi Yanti Z 1), Edwin Musdi 2), Atus Amadi Putra 3) Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vol. 3 No. 1 (2014) : jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal Annisa Rahmi Yanti Z 1), Edwin Musdi 2), Atus Amadi Putra 3) Abstract"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES

TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI KELAS VIII

SMPN 2 BUKITTINGGI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Annisa Rahmi Yanti Z

1)

,

Edwin Musdi

2)

,

Atus Amadi Putra

3)

1) FMIPA UNP, email: annisaicha52@yahoo.com #2,3Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

Abstract

In the learning process, the students was inactive and less spirit, so that their learning result was not suitable with

that expected. This was caused by the method that was used by teacher was not effective. In learning process, the teacher presented the subject then it was continued by finishing the questions. The learning process made students was inactive because there was no chance for students to ask their teacher and classmate about misunderstanding subject. The cooperative learning model was the cluster learning that involved student’s participation in a little team. In this clustering, the students were grouped heterogenic. One of type the cooperative learning was teams games tournament. The research had been done to class VIII SMPN 2 Bukittinggi. In this quasi experiment research and by using Static Group Design technique, VIII.2 was choosen as experiment class and VIII.3 was choosen as control class. The instrument was used as learning result. The tabulation of data that was used, it showed that the used of cooperative learning is teams games tournament has improved the result of students learning that control class. The students result in learning at experiment class that used TGT model was better than conventional method in control class.

Keywords : cooperative learning, teams games tournament type

PENDAHULUAN

Matematika merupakan dasar dari segala pelajaran yang memiliki struktur dan penalarannya tersendiri. Matematika merupakan suatu pedoman terpenting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Karena pentingnya pelajaran matematika itulah alasan kenapa matematika diajarkan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai jenjang perguruan tinggi yang bertujuan untuk membantu melatih pola pikir siswa agar dapat memecahkan masalah sesuai dengan cakupan mata pelajaran matematika antara lain kemampuan berfikir kritis, logis, kreatif, dan sistematis. Kemampuan dalam cakupan matematika tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Meningkatnya pola pikir siswa dalam menyelesaikan masalah maka siswa akan semakin mudah dalam mengahadapi perubahan zaman yang penuh persaingan.

Tujuan mata pelajaran matematika antara lain a) memahami konsep matematika : menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep dan algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat : melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c) memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e) memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan penjelasan dan tujuan pentingnya matematika di atas maka pembelajaran matematika bisa dimodelkan dengan model pembelajaran yang bisa mengoptimalisasikan potensi akademik dan kemampuan sosial. Di sini terlihat bahwa dalam pembelajaran matematika diharapkan setiap siswa dapat menguasai pembelajaran matematika secara baik dan benar.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis dengan guru matematika di SMPN 2 Bukittinggi pada tanggal 13-14 September 2013, selama proses pembelajaran matematika yang ada di kelas VIII siswa cenderung tidak aktif dan tidak bersemangat. Biasanya dalam suatu proses pembelajaran, guru langsung menjelaskan materi, kemudian memberi contoh dan selanjutnya mengevaluasi siswa melalui latihan soal.

Dalam kelompok hanya beberapa orang siswa yang terlihat mengerjakan latihan dan saling berdiskusi dengan temannya, sedangkan siswa yang lainnya hanya mencontoh. Pada penyelesaian soal umumnya guru membahas secara garis besar pertanyaan siswa. Hal ini menyebabkan siswa yang tidak paham dan tidak berani

(2)

2

bertanya akan memendam keraguannya terhadap soal tertentu, sehingga akan sulit baginya untuk memahami materi selanjutnya.

Permasalahan di atas terjadi karena proses pembelajaran yang berlangsung belum menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pembelajaran seperti diuraikan pada bagian terdahulu menyebabkan hasil belajar matematika siswa masih banyak di bawah KKM, yaitu 75. Sebagian besar siswa mendapatkan nilai yang rendah.

TABEL1

Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas pada ulangan Harian Pertama Kelas VIII SMPN 2 Bukittinggi

Tahun Ajaran 2013-2014

Sumber: Guru bidang studi matematika SMPN 2 Bukittinggi

Tabel 1 menjelaskan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMPN 2 Bukittinggi belum mampu mendapatkan hasil belajar yang baik. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus, maka akan berakibat pada tujuan pembelajaran yang sulit untuk dicapai dan hasil belajar siswa semakin menurun.

Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu adanya model pembelajaran yang membuat proses pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru, tetapi proses pembelajaran yang membuat siswa aktif dan bisa saling bekerjasama. Salah satu model pembelajaran yang mengutamakan dan memfokuskan kerjasama antar siswa melalui diskusi adalah cooperative

learning atau pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotannya terdiri dari 2-5 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen[1]. Pengelompokan siswa ini bertujuan agar beberapa siswa yang kurang mampu tidak merasa minder terhadap rekan-rekan mereka. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.

Siswa dalam pembelajaran kooperatif diharapkan dapat menjalin kerjasama dan saling membantu untuk

mempelajari suatu materi pelajaran dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. 5 unsur pembelajaran kooperatif yang ditetapkan agar mencapai hasil pembelajaran yang maksimal [2] antara lain 1) saling ketergantungan positif : hubungan yang saling membutuhkan antara siswa satu dengan siswa lainnya untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif. 2) tanggung jawab perseorangan : Model pembelajaran ini membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 3) tatap muka : Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi, agar terjadinya interaksi yang akan memberikan keuntungan bagi semua anggota. 4) komunikasi antar anggota : Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. 5) evaluasi proses kelompok : Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja dan hasil kerja mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan cara yang lebih efektif. Tiga ranah hasil belajar [6] a) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau keingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b) ranah afektif berkenan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan interaksi. c) ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Dari ketiga ranah aspek penilaian tersebut yang yang paling sering digunakan guru dalam penilaian adalah ranah kognitif karena berkenaan dengan kemampuan siswa dalam menguasai pelajaran yang di sampaikan guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mencakup ketiga ranah pengetahuan siswa. Dalam penelitian ini yang hasil belajar yang diamati adalah dari ranah kognitif yang didapatkan dari hasil tes akhir siswa.

Penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Struktur tujuan kooperatif terjadi apabila siswa dapat mencapai tujuan mereka jika hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, diantaranya hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan social [3].

Pengelompokan siswa pada cooperative learning dilakukan secara heterogen. Pengelompokan heterogen artinya setiap kelompok akan terdiri dari kemampuan yang berbeda dan jenis kelamin yang berbeda, namun semua anggota kelompok akan bekerjasama dan saling membantu mempelajari materi, melengkapi tugas-tugas dan menyelesaikan suatu masalah.

Tahap-tahap pengelompokan siswa secara heterogen berdasarkan kemampuan akademis dimulai Kelas Jumlah Siswa Jumlah Tuntas

Siswa Persentase(%) VIII 1 40 16 40 VIII 2 40 13 32,5 VIII 3 40 12 30 VIII 4 40 13 32,5 VIII 5 40 16 40 VIII 6 40 10 25 VIII 7 38 13 36,8 VIII 8 40 14 35 VIII 9 34 11 32,35

(3)

3

dengan mengurutkan siswa berdasarkan kemampuan akademisnya. Siswa diurutkan mulai dari siswa yang berkemampuan akademis tinggi, sedang dan siswa yang berkemampuan akademis rendah. Setelah terurut, siswa tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dimana satu kelompok terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Jadi pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk terampil dan bekerja sama. Pengelompokan tersebut dipilih berdasarkan heterogenitas yang memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosioekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam pengelompokan heterogenitas ini biasanya siswa terdiri dari satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu oaring lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, menyenangkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan. Dalam TGT [1] siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk turnamen berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran.

Gambaran umum pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut : a) presentasi kelas , pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat berkonsentrasi penuh selama penyajian materi karena hal ini akan membantu siswa untuk dapat menjawab soal pada saat turnamen. b) belajar Kelompok, kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang yang anggotanya heterogen dilihat dari kemampuan akademik. Fungsi utama dari kelompok ini adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok benar-benar belajar untuk mempersiapkan anggota kelompoknya mengerjakan turnamen yang akan diadakan pada akhir pembelajaran nanti. Setelah guru menyampaikan materi, kelompok berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan yang diberikan guru. Aturan dalam kelompok [4] antara lain setiap siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu tim mereka telah mempelajari materinya, tidak ada yang boleh berhenti belajar sampai semua teman satu tim menguasai pelajaran tersebut, mintalah bantuan dari semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum teman mereka itu bertanya kepada guru. teman satu tim boleh berbicara satu sama lain dengan suara pelan, tekankan kepada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin bahwa teman satu tim mereka akan mendapatkan poin untuk turnamennya nanti. c) Tahap Pelaksanaan Turnamen. Langkah-langkah yang dilakukan pada

turnamen akademik antara lain 1) Persiapan turnamen akademik, Beberapa hal yang harus dipersiapkan yaitu menyediakan meja turnamen, satu boks kartu bernomor, lembar soal bernomor yang berisikan pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah dipelajari siswa, lembar jawaban yang telah diberikan nomor sesuai dengan nomor soal, serta satu lembar skor permainan. Penempatan siswa pada meja turnamen dilakukan berdasarkan kemampuan akademik yang homogen dari kelompok yang heterogen dimana satu meja turnamen ditempati oleh 8 atau 9 orang siswa. 2) Pelaksanaan turnamen akademik, setelah siswa ditempatkan dalam meja turnamen dan semua perlengkapan telah siap maka dilakukan turnamen. Setiap meja turnamen bermain pada saat yang sama dengan aturan permainan sebagai pembaca : pembaca mengambil kartu bernomor dan mencari soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembaran jawaban, penantang 1 : penantang petama menantang jika penantang memiliki jawaban berbeda, penantang 2 : penantang 2 boleh menantang jika penantang pertama melewati dan jika penantang 2 tersebut mau. d) Penghitungan Skor Turnamen Akademik : dalam turnamen yang diselenggarakan dalam penelitian ini, setiap soal yang dijawab benar akan diberi skor 10, dan jika tidak dapat menjawab atau dijawab salah, tidak diberi skor dan tidak pula dikurangi perolehan skornya. e) Penghargaan Kelompok : dilakukan setelah turnamen selesai dan skor dari setiap anggota masing-masing kelompok telah dijumlahkan. Kelompok yang memperoleh skor tertinggi akan diberikan penghargaan yang akan dipajang di kelas tersebut. Pada penelitian ini, penghargaan untuk pemenang turnamen berupa piagam penghargaan atau hadiah yang akan diterima oleh masing-masing anggota kelompok pemenang turnamen. Kelompok yang kalah tetap diberikan penghargaan berupa alat-alat tulis.

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu ”Apakah hasil belajar matematika siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa di kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional?”. Hipotesis penelitian yaitu hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Formulasi statistik hipotesis yang diuji yaitu:

H0 :

1

2 Hı :

1

2 Keterangan:

1

= Rata-rata hasil tes akhir matematika siswa kelas eksperimen

2

= Rata-rata hasil tes akhir matematika siswa kelas kontrol.

(4)

4

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasy experiment). Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Static

Group Design[7]. Pada rancangan penelitian ini populasi

dipilih secara acak untuk menentukan kelas yang terpilih sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Penelitian dilakukan di SMPN 2 Bukittinggi di kelas VIII semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014. Kelas yang terpilih sebagai kelas sampel yaitu kelas VIII 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII 3 sebagai kelas kontrol. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil tes tertulis di akhir pembelajaran, sedangkan data sekunder yaitu hasil ulangan harian dalam mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Bukittinggi Tahun Pelajaran 2013/2014.

Prosedur penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu a) tahap persiapan : m

empelajari materi pembelajaran

matematika kelas VIII SMPN 2 Bukittinggi Tahun Pelajaran 2013/2014, membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Kelompok dibagi berdasarkan kemampuan akademis siswa. mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan, mempersiapkan soal-soal untuk turnamen, mempersiapkan hal-hal yang mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT, membuat kisi-kisi tes akhir, mempersiapkan instrumen pengumpulan data, yaitu tes akhir. b) tahap pelaksanaan adalah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah di buat pada kelas sampel. c) tahap akhir : mengadakan tes hasil belajar pada kedua sampel, mengolah data hasil kedua sampel, menarik kesimpulan dari hasil yang didapat sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.

Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament. Pada kelas control diterapkan metode pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa tes hasil belajar. Tes hasil belajar dianalisis dengan menguji hipotesis menggunakan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk hasil belajar matematika siswa, diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 2.

TABEL2

STATISKTIK HASIL TES AKHIR PADA KELAS SAMPEL Kelas Banyak siswa

75

X

 S Xmax Xmin

Eksp 39 48,72 % 70,4 20,4 98 24 Kont 37 29,73 % 57,6 28,1 96 10 Keterangan : 

X

= rata-rata nilai S = simpangan baku Xmax= nilai tertinggi

Xmin = nilai terendah

Berdasarkan Tabel 2, pelaksanaan tes akhir ini diikuti oleh 76 orang siswa. 39 orang siswa dari kelas eksperimen dan 37 orang siswa dari kelas kontrol. Siswa kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sedangkan simpangan baku siswa kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol. Pada siswa kelas eksperimen nilai rata-rata diperoleh 70,4dan nilai rata-rata siswa kelas kontrol 57,6. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Nilai tes hasil belajar siswa kelas eksperimen yang tertinggi yaitu 98 dan yang terendah 24 dengan simpangan baku 20,4 dan persentase ketuntasan 48,72 %. Sedangkan nilai tes hasil belajar kelas kontrol yang tertinggi yaitu 96 dan yang terendah 10 dengan simpangan baku 28,1 dan persentase ketuntasan 29,73 %.

Pada awal-awal penerapan kooperative tipe TGT pada kelas eksperimen, siswa terlihat masih enggan untuk berdiskusi, meminta guru untuk mengganti anggota kelompok dan mencontoh jawaban lembar kegiatan dikelompoknya. Namun setelah diberikan penjelasan tentang manfaat dari TGT ini, pada setiap pertemuan berikutnya siswa mulai terbiasa, merasa senang dan lebih bersemangat mengikuti pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, khususnya tipe TGT. Setiap memulai diskusi siswa selalu diminta untuk bersungguh-sungguh mengerjakan lembar kegiatan yang diberikan karena akan diadakan turnamen berupa pengerjaan soal yang akan diselesaikan oleh siswa secara individu.

Pembelajaran dengan menerapkan model cooperative tipe TGT membuat siswa lebih leluasa dalam berdiskusi, sehingga lebih banyak ide yang muncul dan bagi siswa yang enggan bertanya langsung pada guru dapat bertanya kepada teman dalam kelompoknya. Melalui diskusi lebih banyak kesempatan untuk bertanya maka pemahaman siswa menjadi lebih baik sehingga hasil belajarnya juga lebih baik.

Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan pengujian hipotesis. Setelah terbukti bahwa data berdistribusi normal dan memiliki variansi homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05 dengan kriteria pengujiannya, terima H0 jika P-Value > αdan tolak H0 jika sebaliknya.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan bantuan

software Minitab diperoleh P-Value = 0,013. Hal ini

berarti H0 ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain hasil

belajar kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini sesuai dengan teori [5] Tujuan pokok pembelajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan

(5)

5

pemahaman baik secara individu maupun kelompok. Tetapi jika dilihat dari variannya, kelas kontrol memiliki nilai varian lebih tinggi sehingga dapat dikatakan kemampuan siswanya lebih beragam.

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya membuktikan bahwa hasil belajar siswa kelas dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournament lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai dengan teori [5] Tujuan pokok pembelajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok. Tetapi jika dilihat dari variannya, kelas kontrol memiliki nilai varian lebih tinggi sehingga dapat dikatakan kemampuan siswanya lebih beragam. Hal ini juga membuktikan bahwa pembentukan kelompok secara heterogen dapat membantu siswa yang berkemampuan rendah sehingga tidak terlalu tertinggal dari siswa yang berkemampuan tinggi.

Salah satu jawaban yang diberikan oleh siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada Gambar 1 dan rata-rata kesalahan yang dilakukan oleh siswa kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen untuk Soal No 4

Gambar 2 Jawaban Siswa Kelas kontrol untuk Soal No 4 Berdasarkan Gambar 1 dapat disimpulkan bahwa siswa pada kelas eksperimen terlihat memahami dengan baik konsep dari cara menggambar grafik dari koordinat titik potong pada bidang cartesius. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran

koopertaif tipe TGT, siswa diminta untuk mencoba menggambarkan koordinat-koordinat tersebut secara bertahap. Selanjutnya dilakukan diskusi secara bersama-sama, dimana sewaktu diskusi kelompok berlangsung siswa memiliki kesempatan bertanya pada teman sekelompoknya jika masi hada keraguan dalam menggambarkan grafik.

Sedangkan pada kelas kontrol, cara menggambar grafik dari koordinat titik potong pada bidang cartesius konsep diberikan pada saat pertama proses pembelajaran berlangsung dan disampaikan secara langsung oleh guru didepan kelas. Terlihat dari Gambar 2 bahwa siswa tidak begitu memahami cara memindahkan koordinat-koordinat yang telah diperoleh kebidang cartesius.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas VIII SMPN 2 Bukittinggi, maka disarankan kepada guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajarr matematika siswa.

DAFTAR RUJUKAN

[1] Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran

Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:

Rajawali Pers.

[2] Anita, Lie. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

[3] Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran

Inovatif-progresif. Jakarta: Kencana.

[4] Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning. Teori,

Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

[5] Permendiknas No 22 Tahun 2006

[6] Nana, Sudjana. (2009). Penilaian Hasil dan Proses

Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Roskadarya.

[7] Seniati, Liche dkk. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks.

Gambar

Gambar 1 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen   untuk Soal No 4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang diperoleh pada kondisi awal diketahui bahwa visual spasial anak melalui kegiatan bermain maze anak masih rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil

Berkaitan dengan pernyataan visi pembangunan lima tahun ke depan maka MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN, MANDIRI DAN BERDAYA SAING dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat

Peningkatan kadar air akibat penggunaan puree pisang Ambon sebagai fat mimetic tersebut memang diharapkan dapat memodifikasi keempukan, kelembutan dan moistness

 Menurut ekonomi neo-klasik  penilaian individu terhadap suatu barang atau jasa merupakan selisih antara WTP dengan biaya yang diperlukan untuk mensuplai

 Repo SBSN OPT Syariah adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu

Luaran kegiatan IbM ini adalah adanya kemampuan guru dalam melaksanakan atau merintis program pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah

Cunneen C 2001 Conflicts, Politics and crime: Aboriginal communities and the police Allen & Unwin Crows Nest Cunneen C 2009 'Criminology, criminal justice and Indigenous

Vaksin Hepatitis B yang pertama harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3 hingga 6 bulan.. Imunisasi ini untuk