• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP HUBBUL WATHAN MINAL IMAN DALAM PANDANGAN ULAMA NU DI BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP HUBBUL WATHAN MINAL IMAN DALAM PANDANGAN ULAMA NU DI BANDA ACEH"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP HUBBUL WATHAN MINAL IMAN

DALAM PANDANGAN ULAMA NU

DI BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

LUQMANUL HAKIM

NIM. 150301003

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Program Studi: Aqidah dan Filsafat Islam

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDAACEH

2020 M/1441 H

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya:

Nama : Luqmanul Hakim NIM : 150301003 Jenjang : Strata Satu (S1)

Prodi : Aqidah dan Filsafat Islam

Menyatakan bahwa naskah skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penulisan/karya saya sendiri kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Banda Aceh, 20 Februari 2020 Yang menyatakan,

Luqmanul Hakim NIM. 150301003

(3)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Sebagai Salah Satu Beban Studi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Diajukan Oleh

Luqmanul Hakim

NIM. 150301003

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Disetujui Oleh:

Pembimbing I,

Dr. Samsul Bahri, S.Ag, M.Ag NIP. 197005061996031003

Pembimbing II,

Zulihafnani, S.TH.,M.A NIP. 198109262005012011

(4)

SKRIPSI

Telah Diuji Oleh Panitia Ujian Munaqasyah Skripsi

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan Dinyatakan Lulus Serta Diterima Sebagai Salah Satu Beban Studi Program Strata Satu (S1)

Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Pada Hari/Tanggal : Jum’at, 24 Januari 2020 M : 27 Dzulhijjah 1441 H di Darussalam – Banda Aceh

Panitia Sidang Munaqasyah Skripsi Ketua,

Dr. Samsul Bahri, S.Ag., M.Ag NIP. 197005061996031003 Sekretaris, Zulihafnani, S.TH.,M.A NIP. 198109262005012011 Penguji I, Drs. Miskahuddin, M.Si NIP. 196402011994021001 Penguji II,

Happy Saputra, S.Ag., M.Fil.I NIP. 19780807201101005 Mengetahui,

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Drs. Fuadi, M.Hum NIP. 19602041995031002

(5)

ABSTRAK

Nama/NIM : Luqmanul Hakim/150301003

Judul Skripsi : Konsep Hubbul Wathan Minal Iman dalam Pandangan Ulama NU di Banda Aceh

Tebal Skripsi : 66 Halaman

Prodi : Aqidah dan Filsafat Islam Pembimbing 1 : Dr. Samsul Bahri, S.Ag, M.Ag Pembimbing 2 : Zulihafnani, S.TH., M.A

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman Ulama NU Kota Banda Aceh terhadap konsep hubbul wathan

minal iman. Agama mengajarkan umat muslim tentang cinta,

seperti yang diketahui bahwa cinta mengandung rasa kasih dan sayang terhadap sesuatu. Berawal dari rasa kasih dan sayang itulah akan timbul keinginan untuk memberikan yang terbaik terhadap apa yang dicintai. Adapun yang menjadi masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana pemahaman Ulama NU Kota Banda Aceh terhadap konsep hubbul wathan minal iman.

Metode yang diajukan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Penelitian ini terjun langsung pada objek yang ingin diteliti, serta mengumpulkan data dan informasi yang terdapat di lapangan saat melakukan penelitian dan menganalisis.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa NU kota Banda Aceh memahami konsep hubbul wathan minal iman sebagaimana yang dicetuskan oleh K.H Hasyim Asy’ari. Hanya saja konsep tersebut tidak terlalu familiar di kalangan masyarakat Kota Banda Aceh dikarenakan masih kurangnya sosialisasi dari NU Kota Banda Aceh. Belum ada acara atau program khusus yang dilaksanakan terkait konsep tersebut untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Kota Banda Aceh. Namun dengan pemberian pemahaman konsep tersebut kepada masyarakat, diharapkan mampu membuat masyarakat lebih memahami konsep

hubbul wathan minal iman. Sehingga masyarakat lebih menghargai

antar sesama, mencintai perbedaan, keberagaman dan makin bertambahnya kecintaan tehadap tanah air mereka sendiri.

Adapun implementasi konsep hubbul wathan di era kontemporer seperti saat ini tidak lagi dalam bentuk resolusi

(6)

jihadatau peperangan karena kondisi negara kita saat ini tidak dalam keadaan dijajah tetapi lebih kepada melawan paham-paham radikalisme yang muncul di tengah-tengah kita hari ini dan memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya masyarakat Kota Banda Aceh itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya tentang pentingnya cinta tanah air dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat dan menjadi pelaku hubbul wathan dalam bentuk bergotong-royong, membantu sesama dan menjaga kebersihan karena itu juga bentuk dari konsep hubbul wathan.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep

Hubbul Wathan Minal Iman dalam Pandangan Ulama NU di Banda

Aceh” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Prodi Aqidah dan Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, tentunya banyak hambatan serta rintangan baik dari segi penulisan, penataan bahasa dan lain sebagainya yang penulis hadapi. Namun pada akhirnya dapat dilalui berkat adanya bimbingan, arahan, bantuan saran, dorongan dan semangat dari berbagai pihak. Maka kesulitan yang dihadapi tersebut akhirnya dapat diatasi dengan baik. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Samsul Bahri, S.Ag, M.Ag, selaku pembimbing pertama dan Ibu Zulihafnani, S.TH., M.A. selaku pembimbing kedua, yang telah memberi bimbingan arahan kepada penulis. Semoga kebaikan keduanya dibalas oleh Allah. Selanjutnya, ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada karyawan/karyawati Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry yang telah memberikan bantuan untuk kepentingan belajar di UIN Ar-Raniry dan melayani peneliti serta membantu dalam kelancaran proses penyusunan skripsi ini.

Peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Pengurus Organisasi Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Kota Banda Aceh yang telah banyak membantu demi kelancaran penyusunan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua yaitu ayahanda Drs. Jamaluddin Yusuf dan ibunda Nafsiah (almarhumah). Terima kasih telah menjadi penyemangat yang luar biasa bagi penulis dalam mengiringi perjalanan hidup ini dengan dibarengi alunan doa yang tiada henti dari mereka berdua agar penulis sukses dalam menggapai cita-cita. Kemudian ucapan

(8)

terimakasih kepada sahabat saya, Akmal Suryadi dan Teuku Multazami, atas dorongan doa, nasihat, motivasi, dan pengorbanan materilnya sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dan terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan saya,Yulia Herimawar, Ibnu Katsir, Muhammad Afdhal, Siddik Fahmi, Awalul Iksan, Nova Ratna Sari, Junaida Syarifna, Intan Halimah, Ayu Yuwita dan seluruh kawan-kawan Prodi Aqidah dan Filsafat Islammulai dari Angkatan 2019 sampai tahun 2014, yang telah memberikan semangat, motivasi, dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran, masukan, dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Banda Aceh, 20 Februari 2020 Penulis,

Luqmanul Hakim NIM. 150301003

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

LEMBARAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 3

C. Rumusan Masalah ... 3

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Pustaka ... 5

B. Kerangka Teori ... 9

C. Definisi Operasional ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 29

B. Sumber Data Penelitian ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

D. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

B. Organisasi Nahdatul Ulama (NU) ... 37

C. Hasil Penelitian ... 38

(10)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 60 B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 : Gambar Denah Kantor PCNU Kota Banda Aceh

Gambar 4.2 : Lambang Nahdlatul Ulama

Gambar 1.1 : Wawancara dengan Ketua PCNU Kota Banda Aceh

Gambar 1.2 : Wawancara dengan Sekretaris PCNU Kota Banda Aceh

Gambar 1.3 : Wawancara dengan Anggota PCNU Kota Banda Aceh

Gambar 1.4 : Wawancara dengan Pemuda Anshor NU Kota Banda Aceh

Gambar 1.5 : Wawancara dengan Anggota NU Kota Banda Aceh

Gambar 1.6 : Foto Peserta Acara Pelantikan NU Kota Banda Aceh

Gambar 1.7 : Foto Peserta Acara Pelantikan Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Se-Kota Banda Aceh dan Konferensi Cabang XIII Nahdhatul Ulama (KONFERCAB 8 NU) Kota Banda Aceh Gambar 1.8 : Foto Bersama Peserta dan Pengurus Baru

Nahdhatul Ulama (NU)

Gambar 1.9 : Foto Bersama Petinggi NU Kota Banda Aceh dan Ketua MPU Aceh

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 : Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Kantor NU Kota Banda Aceh

Lampiran 4 : Pertanyaan Wawancara

Lampiran 5 : Struktur PBNU (Pengurus Besar Nahdhatul Ulama) dan PCNU (Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama)

Lampiran 6 : Dokumentasi Penelitian Acara Pelantikan Lampiran 7 : Daftar Riwayat Hidup

(13)

BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam mengajarkan umat muslim tentang cinta. Sebagimana yang telah diketahui cinta mengandung rasa kasih dan sayang terhadap sesuatu. Berawal dari rasa kasih dan sayang itulah kemudian akan timbul keinginan untuk memberikan yang terbaik terhadap apa yang dicintai, baik itu untuk diri sendiri atau untuk orang lain sehingga muncul interpretasi dalam bentuk tingkah laku dari dalam diri untuk merawat, memelihara dan melindunginya dari segala bahaya yang akan mengancam. Begitu juga dengan cinta terhadap tanah air, dengan cinta kepada tanah air berarti rela berkorban untuk tanah air dan membelanya dari ancaman apapun. Para pahlawan terdahulu telah membuktikan cintanya kepada tanah air dengan cara mengusir penjajah dan berani mengorbankan nyawanya demi membela tanah air.

Sebagai warga Negara Indonesia, orang Indonesia harus memiliki rasa cinta terhadap tanah air dan mewujudkan kecintaan itu dalam kehidupan sehari-hari. Kecintaan sebagai warga negara dapat diwujudkan dengan cara menjaga tali persaudaraan antar sesama warga negara dengan menciptakan suasana yang aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat dan menghargai perbedaan satu sama lain.

Semua negara dan bangsa membutuhkan nasionalisme sebagai alat pemersatu bangsa, terutama Negara Indonesia yang multi etnis, multi agama, multi bahasa dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, sehingga sikap cinta tanah air sangat penting untuk ditanamkan dalam diri setiap individu Warga Negara Indonesia.

Berbicara tentang sikap cinta tanah air, Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno pernah mengatakan, “nasionalisme merupakan salah satu alat perekat kohesi sosial untuk mempertahankan eksistensi negara dan bangsa”. Dalam pidato tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menempatkan “nasionalisme” (cinta

(14)

tanah air) di urutan nomor satu dari deretan lima poin pancasila karena beliau menyadari bahwa Indonesia merupakan satu bangsa, maka masyarakat yang sedemikian beranekaragam yang hidup di kepulauan Nusantara antara Asia dan Australia, bisa menjadi satu kesatuan dalam Negara Indonesia. Nasionalisme bagi Bung Karno adalah cinta sepenuh hati kepada Indonesia dan rasa bangga bahwa “kita orang Indonesia”, maksudnya yaitu suatu rasa persatuan di antara orang-orang yang sedemikian berbeda, yang terbangun dalam sebuah sejarah penderitaan karena penjajahan dan perjuangan pembebasan bersama selama ratusan tahun.

Oleh karena demikian, apa yang dikemukakan oleh Soekarno di atas menunjukkan betapa pentingnya nasionalisme yang harus tertanam dalam jiwa dan diri setiap warga Negara Indonesia. Mengingat kehidupan di zaman seperti sekarang ini, banyak sekali di kalangan masyarakat Indonesia betapa jiwa nasionalisme dalam jiwa mereka kian hari semakin luntur dan memudar. Hal ini diakibatkan oleh derasnya dampak negatif dari arus globalisasi di era millenial dan kontemporer seperti saat ini.

Di Indonesia terdapat organisasi Islam, salah satunya yaitu Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan dengan tujuan untuk membumikan ajaran Islam menurut paham ahlus sunnah wal

jamaah dan menganut salah satu mazhab dari empat mazhab di

dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Diantaranya yaitu di bidang Tauhid yang menganut pemikiran Imam Abu Hasan Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), serta dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Al Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi.1

NU mempunyai suatu pandangan kebangsaan yaitu hubbul

wathan minal iman sebagai slogan bahwa cinta tanah air sebagian

dari iman yang merupakan fatwa dan jargon dari KH. Hasyim

1

(15)

Asy’ari selaku pendiri NU.2 Hubbul wathan minal iman merupakan keyakinan yang teguh di dalam hati tentang pentingnya bangsa yang mandiri, berdikari, berdaulat, adil, dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan dan berada dalam suatu wadah yang bernama Indonesia.

Penulis menemukan permasalahan yang terjadi di lapangan tempat penelitian terkait konsep Hubbul Wathan Minal Iman dalam

Pandangan Ulama NU di Banda Aceh yaitu adanya berbagai

macam penafsiran makna tentang Hubbul Wathan Minal Iman, khususnya pandangan yang dikemukakan oleh ulama Pengurus Cabang Nadhlatul Ulama Kota Banda Aceh. Sehingga dalam penerapan konsep tersebut, masih banyak ditemukan ketidaksesuaian antara konsep (teori) dengan praktik dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kota Banda Aceh. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul“Konsep Hubbul Wathan Minal Iman dalam Pandangan

Ulama NU di Banda Aceh.”

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini menjadikan konsep hubbul wathan minal

iman sebagai fokus utama. Dalam pemahamannya, konsep ini

adalah sebuah konsep nasionalisme yang dikonsepkan ulama NU sebagai marwah nasionalisme untuk membangkitkan spirit nasionalisme dalam melawan penjajah. Namun dalam penelitian ini, penulis mengambil fokus bagaimana perspektif ulama NU Kota Banda Aceh dalam memahami makna konsep hubbul wathan minal

iman.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah peneliti jabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

2NU Online, 2016, Kiai Said: Cinta Tanah Air Penjaga Bangsa dari Perpecahan, https://www.nu.or.id/post/read/68797/kiai-said-cinta-tanah-air-penjaga-bangsa-dari-perpecahan (diakses pada tanggal 10/12/2019).

(16)

1. Bagaimana pemahaman ulama NU Kota Banda Aceh terhadap konsep hubbul wathan minal iman sebagaimana yang telah dicetuskan oleh pendiri NU?

2. Bagaimana konsep hubbul wathan minal iman dapat diimplementasikan di era kontemporer ini?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pemahaman ulama NU Kota Banda Aceh terhadap konsep hubbul wathan minal iman.

b. Untuk mengetahui implementasi konsep hubbul wathan minal

iman di era kontemporer ini.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Secara akademik penelitian ini diharapkan bisa memberikan landasan para civitas akademika untuk proses transformasi sosial melalui pendidikan di Indonesia.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengembangan wacana konsep hubbul wathan minal iman dalam dunia pendidikan dan dapat dijadikan sebagai referensi sehingga dapat dibaca oleh siapa saja yang berminat untuk mengetahui konsep hubbul wathan minal iman.

(17)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Pustaka

Pembahasan yang ditulis oleh Nur Rofiq dalam jurnalnya mengenai Telaah Konseptual Implementasi Slogan Hubbul Wathan

Minal Iman K.H. Hasyim Asy‟ari Dalam Pendidikan Karakter Cinta Tanah Air. Jurnal tersebut menjelaskan tentang pendidikan

karakter cinta tanah air yang merupakan sebuah usaha membentuk kepribadian seseorang secara sadar yang dilakukan sejak dini.

Usaha yang dilakukan tersebut mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekat, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai,baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan, maupun bangsa sehingga akan terwujud insan kamil dengan dilandasi rasa bangga terhadap bangsa dalam bahasa, budaya, sosial, politik serta ekonomi sehingga rela berkorban untuk mempertahankan bangsa secara sadar tanpa ada paksaan dari siapapun itu.1

Ita Mutiara Dewi juga membahas dalam sebuah jurnal dengan judul Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong. Jurnal ini menjelaskan tentangnasionalisme sebagai kekuatan pembangkit bangsa khususnya Indonesiasering dengan peringatan 100 tahun kebangkitan nasional pada 20 Mei dianggap sebagai hari kebangkitan nasional ternyata mendapat kritik.

Sebenarnya momen kebangkitan nasional tidaklah tepat dilekatkan pada lahirnya Boedi Oetomo sebagai gerakan kooperatif kepada Belanda, justru Syarikat Islam yang menunjukkan indikasi kebangkitan nasional sebagai gerakan non-kooperatif terhadap belanda dengan anggota sebagai kalangan disuatu wilayah yang

1Nur Rofiq, “Tela‟ah Konseptual Implementasi Slogan Hubb al-Wathan Min al-Iman KH. Hasyim Asy‟ari Dalam Pendidikan Karakter Cinta Tanah Air”, dalam Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 16, (2018), hlm. 50.

(18)

disebut nusantara dengan anggaran dasar bahasa Melayu yang merupakan bibit awal bahasa Indonesia.2

Dalam jurnal yang di tulis oleh Asmaul Husna, Febriyanti tentang Sikap Keagamaan Moderat Nahdatul Ulama (NU) dan

Komitmennya dalam Mempertahankan Empat Pilar. Jurnal ini

menjelaskan tentang Bangunan Negara-negara (Nation State) membutuhkan pilar yang merupakan tiang penyangga agar rakyat yang mendiami merasakan keamanan, kenyamanan dan kesejahtraan. Pilar bagi suatu bangsa-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system atau philoshophisce grondslag, yang berisi konsep, prinsip-prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat bangsa-bangsa dan diyakini memiliki kekuatan untuk di pergunakan sebagai landasan dalam kehidupan, bermasyarakat dan bernegara.

Nahdatul Ulama (NU) merupakan ormas terbesar diIndonesia bahkan di dunia, yang mewakili tradisi paham keagamaan sunni. Sejak didirikan tahun1926, NU telah terlibat secara aktif dalam mengontrol negara dan melakukan berbagai terobosan untuk menjaga empat pilar kebangsaan yaitu pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Adapun modal kultural NU dalam kancah politik nasional tidak terlepas dari prinsip-prinsip perjuangan NU yang tasammuh (toleran), tawasuth (moderat), tawazun (serasi dan seimbang), dan

ta‟adul (adil). Modal inilah yang kemudian bisa menjembatani

hubungan antara NU dengan masyarakat luas, sehingga bisa diterima tidak hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh umat agama lain.3

2Ita Mutiara Dewi, “Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong”, dalam Jurnal Mozaik Vol. 3 No. 3, (2018), hlm. 2.

3Asmaul Husna, Febriyanti, “Sikap Keagamaan Moderat Nahdlatul Ulama (NU) dan Komitmen dalam Mempertahankan Empat Pilar Kebangsaan, dalam Jurnal Penguatan Spirit Kebangsaan di Tengah Tarikan Primordialisme

(19)

Jurnal yang ditulis oleh Rochanah tentang Menumbuhkan

Sikap Hubbul Wathon Mahasiswa STAIN Kudus Melalui Pelatihan Bela Negara, menjelaskan tentang menjaga dan keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, maka rakyat Indonesia harus memiliki pemahaman yang sama bahwa mereka harus bersatu padu, bergandengan tangan, saling merangkul, saling bahu membahu serta saling membantu satu sama lain. Ibarat peribahasa yang berbunyi bahwa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”,4 mengingat begitu pentingnya bagi suatu warga negara untuk menjaga keutuhan negara maka sangat diperlukan adanya rasa kecintaan terhadap keutuhan negara.

Menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa terhadap berbagai ancaman, maka diperlukan ketahanan nasional yang tangguh. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa Indonesia yang berisi kekuatan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional. Didalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan baik yang datang dari luar,maupun yang datang dari dalam, yang langsung maupun yang tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan nasional Indonesia.5

K.H. A. Mutamakin telah melapori sebuah pendekatan baru dalam hubungan antar Islam dan kekuasaan negara pada abad ke 18 masehi, yang memerlukan penelitian mendalam, untuk memahami strategi perjuangan Islam di masa lampau, saat ini maupun masa depan. Tilikan mendalam ini diperlukan guna memungkinkan

4

https://www.id.m.wikiquote.org/wiki/bersatu_kita_teguh_bercerai_kita _runtuh

5Trisnowaty Tuahunse, “Hubungan Antara Pemahaman Sejarah

Pergerakan Nasional Indonesia Dengan Sikap Terhadap Bela Negara”, dalam Jurnal KependidikanNo. 2, (2009), hlm. 23.

(20)

untuk menemukan strategi perjuangan Islam yang tepat di negara ini.6

Buku yang ditulis oleh Lukman Hakim Saifuddin tentang

Riwayat Hidup dan Perjuangan Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Ulama Perjuangan Kemerdekaan. Buku ini menjelaskan Pahlawan adalah

orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pahlawan juga bisa diartikan sebagai pejuang yang gagah berani. Secara legal formal UU No. 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada Warga Negara Indonesiauntuk seorang yang berjuang melawan penjajah di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindak kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia (RI).7

Jurnal yang ditulis oleh Lina Yulianti tentang Upaya

Penanaman Rasa Cinta Tanah Air pada Para Santri di Pesantren Majma‟al Bahrain Shiddiqiyyah Kabupaten JombangJurnal ini

menjelaskan tentang Pesantren Majma‟al Bahrain Shiddiqiyyah. Pesantren ini juga dikenal sebagai pesantren cinta tanah air dengan selogan “hubbul wathan minal iman” yang artinya cinta tanah air sebagian dari iman. Cinta tanah air adalah perasaan bangga dan setia menjadi bangsa Indonesia serta mempunyai sikap rela berkorban demi bangsa dan negara Indonesia dari segala ancaman yang ada. Hal ini selaras dengan pernyataan Mahbubi yang menyatakan bahwa cinta tanah air adalah cara berfikir,bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan

6

Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta: Democracy Project, 2011), hlm. 38-39.

7Lukman Hakim Saifuddin, dkk. Riwayat Hidup dan Perjuangan Prof.

(21)

yang tinggi terhadap bahasalingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi dan politik bangsanya.

Ajaran cinta tanah air yang ada di Pesantren Majma‟al Bahrain Shiddiqiyyah antara lain menghormati perjuangan sesepuh, menghormati dan menghargai sesama manusia, menjaga dan mencintai lingkungan sekitar dan menuntut ilmu setinggi mungkin.8

Berdasarkan kajian di atas, belum pernah ada yang meneliti tentang konsep Hubbul Wathan Minal Iman dalam pandangan Ulama NU di Kota Banda Aceh.

B. Kerangka Teori

1. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme tidak lepas dari unsur konsep nation, nasional, dan isme. Ketiga unsur ini memiliki arti yang berbeda, yang sama berbeda dengan definisi nasionalisme. Nation berarti kumpulan penduduk dari suatu provinsi, suatu negeri atau suatu kerajaan. Ada pula yang mengartikan suatu negara atau badan politik yang mengakui suatu pusat pemerintahan bersama dan juga wilayah yang dikuasai oleh negara tersebut serta penduduk yang ada di dalamnya, atau lebih mudahnya dikatakan sebagai bangsa.9

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Nasional berarti bersifat kebangsaan, berkenaan/berasal dari bangsa sendiri meliputi suatu bangsa. Nasionalisme lebih merupakan paham meskipun memiliki akhiran isme. Hal ini pun diakui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa nasionalisme bermakna paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.

Dalam Ensiklopedia nasional Indonesia, nasionalisme diartikan sebagai paham kebangsaan yang tumbuh karena adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup

8

Lina Yuliatin, “Upaya Penanaman Rasa Cinta Tanah Air pada Para

Santri di Pesantren Majma‟al Bahrain Shiddikiyyah Kabupaten Jombang”.Vol.

2 No.1, (2013), hlm. 10. 9

Ita Mutiara Dewi, Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong. Mozaik Vol. 3 No. 3, Juli 2008.

(22)

bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju di dalam suatu kesatuan bangsa dan negara serta cita-cita bersama guna mencapai memelihara dan mengabadikan identitas persatuan kemakmuran dan kekuatan atau kekuasaan negara bangsa yang bersangkutan.10

Nasionalisme di Indonesia muncul sebagai antitesa dari praktik kolonialisme yang merendahkan martabat kemanusiaan. Kolonialisme selalu menjalankan politik diskriminasi ras dan warna kulit dimanapun. Hal itu kemudian memicu semangat Pemuda Indonesia karena mereka enggan jika bangsanya hidup dalam kehinaan yang berada pada lapisan paling bawah ada sebuah negara kolonial.

Walaupun berasal dari daerah yang berbeda tetapi mereka memiliki rasa senasib sepenanggungan untuk mengatasi bersama penjajahan, kapitalisme, dekadensi moral, penetrasi budaya, dan kemiskinan rakyat Indonesia. Hal itu kemudian memicu mereka untuk membentuk perkumpulan yang selanjutnya menjadi organisasi pergerakan nasional.Mereka berusaha menanamkan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, menanamkan rasa nasionalisme, menanamkan semangat untuk memprioritaskan segalanya demi kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi dan terbentuklah jiwa nasionalisme warga Indonesia.11

Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa nasionalisme dalam negara kebangsaan dijiwai oleh lima prinsip nasionalismeyaitu: 1. Kesatuan (dalam wilayah, bangsa, bahasa, ideologi,

pemerintahan)

2. Kebebasan (dalam beragama, berbicara dan berpendapat, berkelompok, dan berorganisasi)

3. Kesamaan (dalam hukum dan kewajiban)

10

Hamka Haq, Islam Rahmah Untuk Bangsa, (Jakarta: RMBOOKS, 2009), hlm. 21.

11Asrhawi Muin, “Nilai Nasionalisme Dalam Film Tanah Surga Katanya (Analisis Semiotika)”, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

(23)

4. Kepribadian dan identitas (memiliki harga diri, rasa bangga, rasa sayang terhadap kepribadian dan identitas bangsanya yang tumbuh dari dan sesuai dengan sejarah dan kebudayaan)

5. Prestasi (cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan bangsanya)12

Jadi pada intinya jiwa nasionalisme dapat diartikan sebagai sikap yang tertanam dalam tubuh untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan bangsa, sehingga akan muncul perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang ada dalam masyarakat.

Ada beberapa indikator yang dapat diketahui pada diri seseorang mengenai jiwa nasionalisme sebagai berikut:13

1) Bangga sebagai warga negara 2) Cinta Tanah air

3) Rela berkorban demi bangsa 4) Menerima kemajemukan 5) Bangga dengan budaya 6) Menghargai jasa pahlawan

7) Mengutamakan kepentingan umum

2. Nasionalisme Dalam Pandangan Islam

Nasionalisme atau paham kebangsaan sebagai asas pergerakan atau perjuangan pada umumnya sering ditandai dengan sekularisme, aktif, dan agresif memalingkan muka dari agama dan Wahyu dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan inilah yangbertentangan dengan Islam. Dalam Islam, negara dan negeri adalah anugerah nikmat dari Allah SWT. Setiap nikmat harus disyukuri. Syukur artinya menggunakan nikmat tertentu sesuai dengan fungsinya seperti yang dikehendaki oleh pemberinya. Bentuk syukur terhadap nikmat negara dan negeri ialah sebagai berikut:

12Sartono Kartodirjo, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2011), hlm. 41.

(24)

1. Menjaga, memelihara, serta membela negara terhadap penjajahan bangsa lain, terhadap penjajahan bangsa sendiri, dan terhadap penjajahan umat Islam.

2. Menggunakan negara dan negeri ini sesuai dengan kehendak Allah yang telah berkenan memberikannya.14

Berdasarkan penjelasan diatas, maka nasionalisme juga masih bagian dari ajaran Islam, sebagai bentuk rasa syukur terhadap negaranya dalam bentuk semangat membela negaranya dari penjajahan, penjajahan dalam bentuk fisik atau perang, penjajahan budaya, dan lain sebagainya.

Jadi, berdasarkan pada berbagai pemaparan di atas jelas bahwa nasionalisme dalam pandangan Islam lebih bermakna sebagai wihdah wathoniyah (persatuan bangsa dalam satu tanah air) dan sejalan dengan hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman).

3. Nasionalisme dan Sikap Anti Penjajahan

Urusan mencintai negara (hubbal wathan) adalah bagian yang paling penting esensial dari kampanye nasionalisme. Nasionalisme tidak sekedar menjadi pembicaraan dan ideologi, Warga Negara Indonesiasudah pasti berkewarganegaraan Indonesia jika lahir di negara ini, dan kedua orangtua berkewarganegaraan lazim disebut ius soli. Sementara yang mengikuti keturunan asal orang tua, meski tidak lahir di negeri asalnya, disebut ius saguinis.

Fenomena yang terjadi saat ini, sebenarnya menunjukkan kalau mencintai negara itu punya andil besar dalam menjaga keberlangsungan kehidupan dan pelaksanaan ajaran agama yang didasari oleh keimanan.Pelajaran dari tokoh bangsa ketika menjadikan ungkapan ini (boleh jadi diyakini sebagai hadits) adalah sarana meningkatkan semangat juang yang rakyat harus teladani dan ambil semangatnya pada hari ini.

14Endang Saifudin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran

(25)

177-Memakmurkan dan mengelola muka bumi ini (termasuk kampung halaman) adalah sebagian dari ajaran Islam, yaitu mensyukuri pemberian nikmat hidup di dunia, dengan bekerja mencari nafkah yang halal meskipun tanah air tidak hanya berbicara soal tanah kelahiranatau kampung. Mula Al-Qari misalnya menambahkan kalau hubbul wathan juga memiliki tafsiran makna akhirat karena semua akan kembali ke “kampung akhirat”, maka pantaslah kalau merindukannya.15

Sekarang ini, banyak negara telah jatuh dari kebangkitan termasuk yang dialami oleh Indonesia. Indonesia dianggap telah memperingati 100 tahun kebangkitanya. Namun yang terjadi hingga sekarang adalah keterpurukan dalam berbagai bidang. Nasionalisme seringkali diharapkan sebagai energi yang dapat membangkitkan sesuatu bangsa, masyarakat dan negara agar negara tersebut dapat mengetahui potensi kekuatan nasionalnya untuk dikembangkan menuju cita-cita yang diharapkan yaitu masyarakat yang aman, damai, adil, makmur dan sentosa.16

Menurut Steven Rosen, konflik nasionalis dan etnis meliputi sekitar 70% kasus, sementara konflik kelas dan konflik-konflik lainya membagi rata angka sisanya. Nasionalisme dianggap sebagai faktor penyebab perang yang paling utama. Mata rantai utama antara nasionalisme dan perang adalah bangkitnya identitas sebagai penduduk yang pembagian geografis menyimpang dari garis batas internasional, sehingga terjadi tuntutan teritorial dan politik militan yang diorganisir atas dasar prinsip-prinsip identitas etnik, bangsa, dan kelompok rasial.17

Setiap individu atau orang yang ingin maju dalam mengembangkan diri dan kemampuannya sertausahanya, hampir dapat dipastikan semua mengalami tantangan dan rintangan. Rintangan dan tantangan datangnya bisa beberapa kali tapi

15

Yunal Isra, Fikih Nasionalisme, (Banten: Yayasan Pengkajian Hadis el-Bukhari Institute), 2018, hlm. 26-29.

16Ita Mutiara Dewi, “Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong”, hlm. 9.

(26)

mungkin juga datangnya bisa bertubi-tubi, itulah namanya resiko yang harus dihadapi bila ingin maju dan berkembang, hanya mereka yang sabar, tabah, kuat dantidak akan mundur selangkah pun dalam menghadapi tantangan dan rintangan yang demikian. Kalau namanya sudah melangkah, sudah harus siap, mental dan fisik menghadapi situasi buruk seperti itu tantangan dan rintangan tentu tidak mungkin untuk dihindari bila ingin maju. Oleh karena itu harus tetap siap menghadapinya dan apapun resikonya. Semakin besar tantangan dan rintangan dihadapi, maka makin teruji individu yang banyak mengalami pahit getirnya tantangan dan rintangan dalam hidupnya biasanya lebih dewasa cara berfikir, bertindak dalam mengendalikan dirinya. Orang-orang yang berperilaku seperti demikian makin kuat dalam menghadapi tantangan dan rintangan, sebaliknya mereka yang selalu menghindar dari tantangan dan rintangan bisa jadi manusia manusia kerdil jiwanya.

Mereka yang memiliki semangat juang antara lain didorong oleh rasa cinta yang bergelora dalam lubuk jiwanya yang tidak kunjung padam. Bahkan kalau sudah rasa cinta yang berbicara dalam hal memperjuangkan suatu cita-cita biasanya apapun siap di korbankan, termasuk dalam hal ini adalah rasa cinta terhadap tanah air. Bagaimana sosok jenderal besar sudirman juga termasuk yang berjuang karena didorong oleh rasa cinta terhadap tanah air Indonesia. Oleh karena itu, walaupun dalam kondisi sakit yang cukup berat beliau tetap berjuang tanpa lelah dan rasa takut sedikitpun, juga tidak takut dengan penyakit yang dideritanya. Penyakit yang dialaminya kurang dirasakan karena adanya rasa cinta kepada bangsa dan negara.

Demikian pula halnya dengan Soekarno sebelum beliau menjadi presiden Republik Indonesia yang pertama. Beliau tidak jera-jeranya berjuang meskipun dipenjara berulang-ulang oleh penjajah bangsa Belanda. Berulang kali setelah beliau menjadi presiden Republik Indonesia menyampaikan melalui pidatonya antara lain sebagai berikut: “aku cinta diriku,tapi aku lebih cinta akan kemerdekaan negeriku”.

(27)

Dua sosok membanggakan diatas, jenderal Besar Sudirman dan Soekarno mengajarkan bahwa membela tanah air serta mempertahankannya di atas segalanya. Kondisi sakit yang di alami oleh sosok jenderal Besar Sudirman tidak menjadi penghambat dan penghalang untuk tetap mempertahankan keutuhan negara Republik Indonesia. Begitu juga kegigihan dan ketabahan yang nampak pada sosok Soekarno, beliau tidak pernah merasakan putus asa meskipun begitu banyak rintangan serta hambatan yang menghadangnya. Tentunya hal ini perlu menjadi inspirasi bagi kita untuk mengikuti jejak perjuangan sejarah yang telah beliau ukir.18

Sejak kedatangan belanda yang bertujuan ingin menguasai Indonesia, para ulama dan pimpinan Islam selalu berada di garda terdepan dalam menentang dan melakukan perlawanan. Seperti halnya perlawanan yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro di jawa, perlawanan Sultan Hasanuddin di Sulawesi, perlawanan Teuku Umar di Aceh, perlawanan pangeran Hidayat di Banjar Masin dan perlawanan-perlawanan lainya yang dimotori oleh para ulama di daerah-daerah lain.

Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melambangkan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakin paham ahlussunnah wal jama‟ah. Selain itu NU sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya dan keagamaan yang lahir di masa penjajah, pada dasarnya merupakan perlawanan terhadap penjajah hal ini didasarkan berdirinya NU dipengaruhi kondisi politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran politik.

Hal tersebut ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya itulah yang menyebabkan faktor utama berdirinya Nahdatul Ulama (NU), yaitu untuk mempertahankan ajaran Islam ahlussunnah wal

jama‟ah dan memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesiadari

18Jassin Tuloli dan Dian Ekawaty Ismail, Pendidikan Karakter

Menjadikan Manusia Berkarakter Unggul, (Yogyakarta: UII Press, 2016), hlm.

(28)

cengkraman penjajah Belanda. Bahkan K.H. Hasyim Asy‟ari pun membuat jargon yakni hubbul wathan minal iman, yang berarti cinta terhadap tanah air sebagian dari iman, yang kemudian diciptakan sebuah karya berupa lagu, dengan judul Ya Ahlal

Wathan oleh KH Abdul Wahab Hasbullah tahun 1934. Diharapkan

dengan adanya lagu ini bisa menambah dan meningkatkan rasa nasionalisme Rakyat Indonesia.

K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan sosok alim ulama yang lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875. Beliau memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim Asy‟ari, di dalam dirinya sudah tertanam semangat dakwah antikomunisme. Semangat dakwah anti komunisme ini sudah melekat pada diri K.H. Hasyim Asy‟ari sejak belajar di Mekkah. Hal ini terbukti, ketika jatuhnya dinasti Ottoman di Turki. Menurut Muhammad Asad Syihab, K.H. Hasyim Asy‟ari pernah mengumpulkan kawan-kawannya, lalu berdoa di depan multazam, berjanji menegakkan panji panji keIslaman dan melawan berbagai bentuk penjajahan di bumi persada nusantara.

Sikap anti penjajah tersebut membawa K.H. Hasyim Asy‟ari masuk penjara ketika pada masa penjajahan Jepang. Waktu itu, kedatangan Jepang disertai kebudayaan saikerei yaitu menghormati kaisar Jepang Tenno Heika dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap ke arah Tokyo setiap hari pukul 07.00 WIB. Budaya itu wajib dilakukan penduduk tanpa kecuali, baik anak sekolah, pegawai pemerintahan, kaum pekerja dan buruh, serta penuntut ilmu di pesantren-pesantren. K.H. Hasyim Asy‟ari menentang hal tersebut karena dia menganggapnya haram dan dosa besar.

Membungkukkan badan semacam itu menyerupai rukun dalam salat, yang hanya diperuntukkan menyembah Allah SWT. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari, selain Allah hukumnya haram sekalipun terhadap kaisar Tenno Heika yang katanya keturunan

Dewa Amaterasu (dewa langit). Akibat penolakanya itu, pada akhir

(29)

dijebloskan ke dalam penjara di Jombang. Kemudian di pindah ke Mojekerto, lalu ke penjara Bubutan, Surabaya. Selama dalam tawanan Jepang, K.H. Hasyim Asy‟ari disiksa hingga jari-jari kedua tangannya remuk tak lagi bisa digerakkan. Beliau meninggal di Jombang, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun. Soekarno atas saran JenderalSudirman mengirimkan utusan khusus kepada K.H. Hasyim Asy‟ari. Raisul akbar NU di Tebuireng Jombang untuk meminta mengeluarkan fatwa hukum berjihad membela negara yang bukan berasaskan Islam seperti NKRI. Menanggapi pernyataan itu K.H. Hasyim Asy‟ari memberi jawaban tegas bahwa sudah terang bagi ummat Islam Indonesia untuk melakukan pembelaan terhadap tanah airnya dari budaya dan ancaman kekuatan asing.

Sebagai organisasi sosial keagamaan yang sangat anti terhadap penjajah, NU (Nahdatul Ulama) memanggil para konsulnya sejawa dan Madura untuk menentukan sikap terhadap NICA. Pertemuan para konsul NU berlangsung 21-22 Oktober 1945 bertempat dikantor PBNU di Bubutan Surabaya. Maka lahirlah resolusi jihad. Resolusi ini menyebar, dan menjadi pegangan moral bagi badan perjuangan Islam di Jawa dan Madura.Setelah resolusi jihad digaungkan maka para kiai membentuk barisan pasukan sabilillah yang dipimpin oleh K.H. Maskur. Dua minggu setelah resolusi jihad tersebut terjadilah pertempuran 10 November 1945.

Perilaku sikap cinta tanah air berarti mencintai produk dalam negeri, rajin belajar bagi kemajuan bangsa dan negara, mencintai lingkungan hidup, melaksanakan hidup bersih dan sehat, mengenal wilayah tanah air tanpa fanatisme kedaerahan.

Indikator seorang yang berperilaku cinta tanah air yaitu beriman atau memiliki kepercayaan religius, bertakwa, berkepribadian, semangat kebangsaan, disiplin, sadar bangsa dan negara, tanggung jawab, peduli, rasa ingin tahu, berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mengutamakan kepentingan nasional daripada individu, kerukunan, kekeluargaan, demokrasi, percaya diri, adil persatuan dan kesatuan, menghormati atau

(30)

menghargai, bangga akan bangsa dan negara, cinta produk dalam negeri, tenggang rasa, Bhineka Tunggal Ika (berbeda tetap satu tujuan), sederhana, kreatif menempatkan diri.

Selain itu bagi seseorang yang merupakan implementasi slogan hubbul wathan minal iman K.H. Hasyim Asy‟ari akan terbentuk karakter mempunyai rasa bangga terhadap bangsa dalam bahasa, budaya, sosial, politik, serta ekonomi sehingga rela berkorban untuk mempertahankan, melindungi, dan memajukan bangsa secara sadar tanpa ada paksaan dari siapapun dengan demikian selogan hubbul wathan minal iman, K.H. Hasyim Asy‟ari bisa dikatakan yang melandasi munculnya pendidikan karakter cinta tanah air sehingga apapun yang dimiliki bangsa dan negara ini negara wajib mencintai dan menjaganya.

K.H. Hasyim Asy‟ari juga bisa memunculkan sifat ketakwaan, peduli, tanggap, tangguh, dan terengginas serta menunjukkan semangat kebangsaan dan rela berkorban demi nusa dan bangsa melalui Slogan hubbul wathan minal iman, sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari dalam mengusir penjajah.

Resolusi jihad itu tidak dapat dipisahkan dari serangkaian banyaknya peristiwa sejarah sebelumnya. Setelah kemenangan sekutu atas Jepang yang ditandai menyerahnya Jepang tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945, maka Indonesia memproklamirkan kemerdekaan secara de facto tanggal 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, Indonesia menetapkan undang-undang dan pemerintahan Indonesia serta lembaga Legislatif pada waktu itu PPKI, sssehingga dinyatakan merdeka secara de jure. Sementara, kesepakatan sekutu dengan Jepang adalah selama sekutu belum berada di Indonesia kekuasaan pemerintahan diserahkan kepada jepang. Semangat kemerdekaan menguat sehingga terjadi perjuangan hidup mati mempertahankan kemerdekaan.19

19Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad

(31)

Kemudian, sekutu melakukan infiltrasi militer ke Indonesia dengan tujuan untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia. Sementara, Jepang bertindak atas nama sekutu melebihi kewenangan yang diberikan sehingga terjadi perjuangan fisik untuk melucuti Jepang. Bahkan ada operasi intelejen yang membebaskan tahanan Belanda. Para tahanan itu memprovokasi dengan mengibarkan bendera Belanda tiga warna (merah, putih, biru) di Hotel Yamato sehingga terjadi penyobekan bendera biru menjadi bendera dua warna (merah putih). Insiden itu di kenal dengan insiden Bendera Hotel Yamoto.20

Kondisi itu menimbulkan semangat anti penjajahan untuk mempertahankan kemerdekaan. Bahkan, pada bulan September 1945, ketika orang-orang Belanda baru saja mendarat di Surabaya dengan kapal perang Inggris, cumberland, maka orang-orang Surabaya segera menyambut mereka dengan bentrokan fisik. Situasi menjadi genting, dimana-mana terjadi bentrokan fisik.

Melihat kondisi itu presiden Soekarno mengutus seseorang menghadap kiai terkemuka di Jawa Timur sekaligus Rais Akbar organisasi NU, yakni K.H. Hasyim Asy‟ari yang berdomisili di pondok pesantren Tebuireng Jombang. Presiden meminta fatwa kepada K.H. Hasyim Asy‟ari dengan pertimbangan data dari Gunseikabu bahwa K.H. Hasyim Asy‟ari termasuk orang terkemuka di Jawa. Melalui utusanya Soekarno bertanya kepada K.H. Hasyim Asy‟ari “Apakah hukumnya membela tanah air, bukan membela Allah, membela Islam atau membela al-Qur‟an. Sekali lagi membela tanah air?”.

Pertanyaan Soekarno ini sebenarnya sudah ada jawabannya pada muktamar NU ke-11 di Banjarmasin. Bahkan, dalam catatan sejarah pesantren sejak berdiri kesultanan Demak, perjuangan melawan penjajah portugis yang dipimpin Adipati Unus, baik yang ada di Malaka, Ambon maupun Sunda Kelapa, mendapat dukungan kuat dari kalangan pesantren. Bahkan perang Jawa (1825-1830)

20

Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 101.

(32)

yang dipimpin Diponegoro tidak digerakkan dari kerajaan tapi dari pesantren Tegalrejo. Perjuangan fisik bangsa Indonesia memberikan penguatan pentingnya fatwa sebagai legitimasi syari‟ah bahwa membela tanah air sebagian dari iman sehingga perjuangan itu menjadi jihad dan mempertahankan kemerdekaan lebih berkobar.

K.H. Hasyim Asy‟ari mengeluarkan fatwa dengan substansi penolakan kembalinya kekuasaan kolonial dan mengakui kekuasaan Republik Indonesia yang baru merdeka sesuai dengan hukum Islam. Pesan peran tren dalam perspektif sejarah menunjukkan sejak berdirinya pesantren memberikan kontribusi dalam perjuangan menegakkan keadilan, kebenaran, dan amar

makruf nahi munkar.

K.H. Hasyim Asy‟ariberinisiatif untuk melakukan rapat konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura untuk mengeluarkan fatwa tentang perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah belanda anti kemerdekaan pengakuan peserta rapat Saifuddin Zuhri itu menyatakan bahwa: “Aku baru saja tiba dari Ungaran Semarang ketika mendapat panggilan dari ketua besar NU agar datang ke Surabaya pada tanggal 21 Oktober 1945 untuk menghadiri rapat PBNU yang diperlengkapi dengan konsul-konsul seluruh Jawa dan Madura. Selama zaman Jepang hubungan dengan luar Jawa terutama Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil kecuali Bali praktis terputus. Jawa dan Sumatera dikuasai oleh angkatan darat Jepang sisanya oleh angkatan laut. Setelah Jepang menyerah, Jawa, Sumatera, dan Bali diduduki oleh Inggris dan kepulauan lain diduduki oleh Australia, keduanya atas nama Sekutu. Sebab itu, maka rapat PBNU yang dilengkapi dengan konsul-konsul hanya terbatas pada Jawa dan Madura.21

Rapat dilaksanakan pada tanggal 21-22 Oktober 1945 dengan pimpinan rapat adalah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Rapat didahului penyajian amanat K.H. Hasyim Asy‟ari tentang

21

(33)

landasan hukum Islam berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban ummat Islam pria maupun wanita dalam jihad mempertahankan kemerdekaan tanah air dan bangsanya.

Sikap NU untuk menentang keras kehadiran pasukan sekutu seperti tergambar dalam substansi resolusi jihad dan realitas perlawanan umat Islam sebagai bagian dari realisasinya, sekilas memang menampakkan keganjilan. Greg Fealy kurang memahami proses penentuan hukum (istibathul hukum) model NU sehingga cenderung menilai hal ini sebagai perubahan sikap yang dramatis. NU yang sebelumnya terkesan moderat dan akomodatif terhadap eksistensi pemerintahan Belanda maupun Jepang, kemudian menjadi tampak garang dan radikal. Dasar pemikiran NU adalah keputusan muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936, yaitu NU menyatakan bahwa Indonesia adalah Dar al-Islam, meskipun saat itu berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Hal ini sesuai dengan pemikiran politik ahlussunnah wal jamaah. Sebagai mana pendapat Nawawi al-Bantani yang menyatakan bahwa negeri yang pernah dikuasai oleh umat Islam, meskipun kemudian tidak lagi dibawah pemerintahan ummat Islam.22

Selanjutnya, dalam pandangan NU sejak proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI adalah pemerintahan yang sah sesuai hukum Islam, dan oleh karenanya, tidak diragukan lagi bahwa negara Indonesia adalah negara Islam. Oleh karena itu, usaha yang merampas kemerdekaan itu sinilah, idiom keagamaan berupa “jihad fi sabilillah” melawan kembalinya kekuatan penjajah menemukan relevansi konseptualnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

اْوُمِلُظ ْمُهَّ نَِبِ َنْوُلَ تاَقُ ي َنْيِذَّلِل َنِذُا

ۗ

رٌ ْ يِ َقَلِْ ِ ْ َن لٰلَ َلّٰاا َّنِاَ

.

Artinya: “Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan

22

Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad..., hlm. 143-144.

(34)

sungguh, Allah Maha kuasa menolong mereka itu”. (QS. 22: 39)23

Selain itu, sesuai pendapat Anshari dalam kitab Fath

al-Wahhab: “Fardhu „ain ialah yang wajib yang mesti di kerjakan

oleh tiap-tiap orang Islam, yaitu apabila musuh telah menyerbu ke negeri Islam”. Adapun merupakan yang mati dalam jihad menegakkan titah Allah adalah mati di jalan Allah dan mereka mati

syahid. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi SAW yang diriwayat oleh

Bukhari dan Muslim:

َااَ ِّ ِ َ ْ َْاا سٍ ْ َ ِنْ ِ ِ ْ َ َووُ ِ َ ْنَ

:

لص ِ ُاوُوَر َلِئُو

ُّ َ ؛ًءَيَِر ُلِتاَقُ يَ ،ًةَّ َِحَ ُلِتاَقُ يَ ،ًةَ اَجَ ُلِتاَقُ ي ِلُجَّ لا ِنَ ملو ه ل

صلى الله عليه وسلم ِ ُاوُوَر َااَقَ ف ؟ِ ِل ِ َو ِفِ َكِلَذ

:

َيِه ِ ُةَمِلَك َنوُكَتِل َلَتاَ ْنَ

ِ ِل ِ َو ِفِ َوُهَ ف اَ ْلُ ْلا

.

(

ه ل قفت

)

Artinya: “Dari Abu MusaAbdullah bin Qais berkata: Seorang lelaki mendatangi Nabi SAW lalu berkata: seorang yang berperang karena mencari ghanimah (harta rampasan perang), seorang yang berperang karena ingin dikenang, dan seorang yang berperang karena ingin dipandang kedudukannya, manakah yang di jalan Allah? Rasulullah bersabda: Barangsiapa berperang untuk menjadikan kalimah (agama) Allah tinggi itulah yang di jalan Allah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).24

Sikap di atas, merupakan ekspresi dari pandangan keagamaan ahlussunnah wal jama‟ah yang lebih mengedepankan substansi Islam dari pada formalitas. Dalam pandangan politik (fiqh

siyasi) Sunni, berlakunya syari‟at Islam lebih penting dibanding

menampilkan simbol-simbol Islam. Bentuk negara, termasuk di dalamnya mekanisme suksesi (nasb al-imamah) boleh bermacam-macam, tetapi yang penting adalah berlakunya nilai-nilai universal

23

(35)

Islam dan mengandung jaminan kebebasan bagi ummat Islam untuk melaksanakan ibadahnya. Al-Mawardi, misalnya, dalam kitabnyaAhkam al-Shulthaniyyah, tidak memasukkan agama Islam sebagai syarat bagi kepala negara, sebaliknya mempersyaratkan sifat adil dan nilai-nilai universal lain yang dimiliki oleh Islam.

Lebih lanjut, fatwa jihad yang dikeluarkan oleh Hadratusyaikh didasari oleh gaya berfikir seorang faqih yang mencerminkan penguasaan terhadap metode istinbath hukum secara penguasaan konteks kesejarahan dimana rumusan hukum yang dihasilkannya tersebut diterapkan. Ia tidak sekedar mengambil referensi hasil ijtihad ulama klasik, tetapi lebih dari itu, mengeksplorasi sumber-sumber otentik dengan mempertimbangkan konteks kesejahteraannya.

Fatwa K.H. Hasyim Asy‟ari sebagaimana kesaksian peserta rapat, Saifuddin Zuhri, dinyatakan bahwa sebelum rapat yang dihadiri oleh seluruh konsul NU se-Jawa dan Madura tanggal 21-22 Oktober 1945 didahului oleh penjelasan K.H. Hasyim Asy‟ari tentang kewajiban mempertahankan republik adalah kewajiban agama bagi semua orang Islam (fardlu „ain). Hasil rapat itu mengimplementasikan isi fatwa yang hanya dapat diketahui secara tertulis sebagimana yang dinyatakan dalam kedaulatan rakyat, Yogyakarta, tanggal 26 Oktober 1945 tertulis ”Toentoetan Nahdlatoel Oelama kepada Pemerintah Repoeblik Soepaja mengambil tindakan yang sepadan Resolusi”.25

Tulisan fatwa K.H. Hasyim Asy‟ari pada awalnya menurut Nurchalis Majid ditulis dalam huruf pegon. Fatwa itu muncul ketika NU mengadakan rapat di madiun dengan Badan Keamanan Rakyat (29Agustus 1945) menjadi tentara keamanan Republik Indonesia (12 Oktober 1946) pada waktu itu diwakili oleh jenderal Sudirman hasil rapat yang berupa fatwa wajibnya jihad melawan belanda ditulis dalam huruf pegon. Fatwa itu ditulis pada selembar kertas, dan menurut kebiasaan dengan menggunakan huruf pegon.

25

Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad..., hlm. 146-147.

(36)

Menurut Tabuireng, fatwa K.H. Hasyim Asy‟ari sebagai proses yang panjang di keluarkan sekitar 22 Agustus 1945. Alasannya, K.H. Hasyim Asy‟ari sebagai Ketua Masyumi yang sering membincangkan masalah nasional dan putranya K.H. Wahid Hasyim sebagi anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) akan memberikan pemuktakhiran informasi nasional terutama tentang kehadiran penjajah baru.26

Penyebarluasan fatwa itu bersifat representatif mewakili suara ummat Islam karena K.H. Hasyim Asy‟ari sebagai ketua Masyumi, dan seperguruan dengan ulama yang diberi lebel subyektif modernis sewaktu belajar di makkah. Peran K.H. Hasyim Asy‟ari mampu menjadi pengintegrasi kekuatan ummat Islamyang secara pemikiran beragam. Fatwa sebagai pusat solidaritas ummat Islam melawan NICA yang ingin menggagalkan kemerdekaan. Hadratus Syeikh sebagai ahli hadits terkemuka di Indonesia melahirkan fatwa tersebut setelah melakukan dua tahapan metodelogis, yaitu ta‟yin al-faridlah (penentuan hukum fardhunya) dan tahqiq al-Faridlah (realisasi hukum fardhunya).27

Resolusi jihad dan penerimaan pancasila sebagai asas adalah dua contoh besar tentang sikap ulama dan ummat Islam yang memahami ajaran agama secara luntur dan kontekstual. Ini menunjukkan bahwa Islam selaras dengan upaya mempertahankan nilai-nilai kebangsaan.28

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam judul skripsi. Sesuai dengan judul penelitian yaitu: “Konsep Hubbul Wathan Minal Iman dalam

26

Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad., hlm. 149-150.

27Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad..., hlm. 137-152.

28

(37)

Pandangan Ulama NU di Banda Aceh”, maka definisi operasional

yang perlu dijelaskan, yaitu:

1. Konsep

Konsep menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: pengertian, gambaran mental dari objek, proses, pendapat (paham), rancangan (cita-cita) yang telah dipikirkan.29 Agar segala kegiatan berjalan dengan sistematis dan lancar, dibutuhkan suatu perencanaan yang mudah dipahami dan dimengerti. Perencanaan yang matang akan menambah kualitas dari kegiatan tersebut.

Fungsi dari konsep sangat beragam, akan tetapi pada umumnya konsep memiliki fungsi yaitu mempermudah seseorang dalam memahami suatu hal. Karena sifat konsep sendiri adalah mudah dimengerti, serta mudah dipahami.30

Adapun pengertian konsep menurut para ahli:31

a. Soedjadi, mengartikan konsep ke dalam bentuk atau suatu yang abstrak untuk melakukan penggolongan yang nantinya akan dinyatakan ke dalam suatu istilah tertentu.

b. Bahri, konsep adalah suatu perwakilan dari banyak objek yang memiliki ciri-ciri sama serta memiliki gambaran yang abstrak. c. Singarimbun dan Efendi, konsep adalah suatu generalisasi dari

beberapa konsep yang memiliki fenomena tertentu sehingga dapat digunakan untuk penggambaran fenomena lain dalam hal yang sama.

Adapun konsep yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan uraian di atas adalah gambaran umum berisi uraian yang berkaitan tentang hubbul wathan minal iman.

29Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 520.

30

Idtesis.com, Pengertian Konsep Menurut Para Ahli, (Diposting Tanggal 20 Maret 2015). https://idtesis.com/konsep-menurut-para-ahli/ (Diakses pada tanggal 15 Januari 2020).

31

Idtesis.com, Pengertian Konsep..., (Diakses pada tanggal 15 Januari 2020).

(38)

2. Hubbul Wathan Minal Iman

Istilah hubbul wathan minal iman sering disebut juga dengan nasionalisme adalah rasa cinta terhadap tanah air. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Nasionalisme berasal dari kata

nasional dan isme yaitu paham kebangsaan yang mengandung

makna kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki rasa kebangsaan bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa”.32

Menurut Hitler “Nasionalisme adalah sikap dan semangat berkorban untuk melawan bangsa lain”.33

Nasionalisme memiliki beberapa bentuk antara lain:34

1) Nasionalisme kewarganegaraan (nasionalisme sipil) adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari partisipasi aktif rakyatnya. Keanggotaan suatu bangsa bersifat sukarela. Bentuk nasionalisme ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan tulisannya. 2) Nasionalisme etnis atau etnonasionalisme adalah dimana

negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Keanggotaan suatu bangsa bersifat turun-temurun.

3) Nasionalisme romantik adalah bentuk nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik sebagai suatu yang alamiah dan merupakan ekspresi dari bangsa atau ras. Nasionalisme romantik menitik beratkan pada budaya etnis yang sesuai dengan idealisme romantik .

4) Nasionalisme budaya adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan tidak bersifat turun-temurun seperti warna kulit.

5) Nasionalisme kenegaraan adalah merupakan variasi nasionalisme kewarganegaraan yang sering dikombinasikan dengan nasionalisme etnis. Dalam nasionalisme kenegaraan bangsa adalah suatu komunitas yang memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan dan kekuatan negara.

32

Listyarti Retno, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Esis, 2007), hlm. 26.

33Chotib dan Djazuli, Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 24.

34

(39)

6) Nasionalisme agama adalah nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

hubbul wathan minal iman adalah suatu paham atau ajaran untuk

mencintai bangsa dan negara atas kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa, dan berdasarkan syariat kenyakinan keberagaman kepada Allah SWT.

3. Nahdhatul Ulama (NU)

Nahdhatul Ulama adalah organisasi Islam di Indonesia yang memiliki pengikut cukup banyak dan pengaruh yang cukup besar. Pengaruh organsisasi ini hampir di semua aspek kehidupan, seperti ekonomi, politik, sosial budaya, agama dan sebagainya. NU adalah singkatan dari Nahdlatul „Ulama yang berarti kebangkitan „ulama atau kebangkitan cendekiawan Islam. Organisasi ini berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 yang diprakarsai oleh K.H. Hasyim Asy‟ari yang tidak lain adalah seorang ulama besar nusantara di kala itu yang sangat berpengaruh dan berilmu tinggi.

Nahdlatul Ulama merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera. Nahdlatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiyar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama.35

Dasar-dasar faham keagamaan yang dianut oleh organisasi NU adalah sebagai berikut:36

a. Mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran agama Islam: Al-Qur‟an, As-Sunnah, Al-Ijma‟ dan Al-Qiyas.

35

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, Hasil

Keputusan Muktamar Ke-33 NU 1-5 Agustus 2015 Jombang, Jawa Timur,

(Jakarta: Lembaga Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 2015), hlm. 153. 36

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, Hasil

(40)

b. Dalam memahami, manafsirkan Islam dari sumber-sumbernya diatas, Nahdlatul Ulama mengikuti faham ahlussunnah wal

jama‟ah dan menggunakan jalan pendekatan (al-madzhab):

1) Di bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti

ahlussunnah wal jama‟ah yang dipelopori oleh Imam

Abul Hasan al-Asy‟ari dan Imam Mansur al-Maturidi. 2) Di bidang fiqih, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan

pendekatan (al-madzhab) salah satu dari madzhab Abu Hanifah an-Nu‟man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As-Syafi‟i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

3) Di bidang tasawuf, mengikuti antara lain Imam al-Junaidi al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain.

c. Mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku maupun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.

Adapun Nahdhatul Ulama (NU) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berpusat pada Kantor NU di Banda Aceh.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan ini merupakan salah satu jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan dan teologis normatif.

1. Pendekatan Sosiologis

Sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadanan masyarakat lengkap dengan struktur. Lapisan serta berbagai gejala sosial lainya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas serta sosial keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut. Selanjutnya sosiologis dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama, hal demikian dapat dimengerti, karena dapat memahami bidang kajian agama yang baru secara proporional dan tepat apabila menggunakan jasa buatan dari ilmu sosiologis.1 Pendekatan ini untuk melihat hubungan sosial manusia dan memberikan makna terhadap sesuatu yang di jumpainya dan dapat pula mendapatkan hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Pendekatan ini membantu penulis membangun pendekatan dengan pengurus organisasi PCNU Kota Banda Aceh.

2. Pendekatan Filosofis

Filsafat berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah atau upaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formasinya. Dengan mengunakan pendekatan filosofis ini seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya dan dapat pula mendapat hikmah dan ajaran yang terkadung di dalamnya.2 Pendekatan ini

1Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 28.

(42)

membatu penulis mendapat hikmah penelitian di PCNU Kota Banda Aceh.

3. Pendekatan Historis

Pendekatan historis atau sejarah yang dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat mengumpulkan dan mengungkapkan sumber-sumber sejarah yang sudah ada. Dalam penyusunan penelitian sejarah ini maka penelitian dilakukan bersifat setudi kepustakaan (library research). Sebab penelitian library research yaitu penelitian yang di lakukan dengan menggunakan bahan baca sebagai sumber atau disebut juga dengan penelitian pustaka. Penelitian sejaran adalah sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa atau gagasan yang timbul di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha untuk memahami keyataan sejarah. Pendekatan ini penulis gunakan untuk memahami sejauh mana perbedaan PCNU Kota Banda Aceh dulu dan sekarang.

4. Pendekatan Kebudayaan

Kebudayaan adalah hasil cipta manusia dengan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terhadap pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kebudayaan dapat di gunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang mengejala di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh pengetahuan dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran.3 Pendekatan ini penulis gunakan untuk melihat adat-istiadat masyarakat Kota Banda Aceh dan sejauh mana masyarakat memahami konsep hubbul wathan minal iman.

5. Pendekatan Teologis Normatif

Pendekatan teologis normatis dalam memahami agama menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu

Gambar

Gambar 4.1 Gambar Denah Kantor PCNU Kota Banda Aceh
Gambar 1.1 Wawancara dengan Ketua PCNU Kota Banda Aceh
Gambar 1.3 Wawancara dengan Anggota PCNU Kota Banda Aceh
Gambar 1.5 Wawancara dengan Anggota NU Kota Banda Aceh
+3

Referensi

Dokumen terkait