• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGY IN AVOIDING CONFLICT MULTICULTURAL SOCIETY (Case Study: Community In Nagari Koto Baru District Luhak Nan Duo West Pasaman)

Elly Kristin Debora1Dian Kurnia Anggreta M.Si2 Faishal Yasin S.Sos3 Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

Nagari Koto Baru Society is a Multicultural society consisting of a variety of ethnic groups , where each tribe had a different culture . Although the Nagari Koto Baru has a diversity of ethnic groups , but in Nagari Koto Baru conflict never happened . In this study that will be examined is what causes the multicultural society in Nagari Koto Baru District Luhak Nan Duo West Pasaman avoid conflict and how the multicultural society strategies in Nagari Koto Baru in avoiding conflict . The research was conducted for the three months May to July. The analysis in this study using structural and functional theories of conflict strategies . The method used is descriptive method with qualitative approach . Data collection tools such as in-depth interviews , non - participant observation , and document . This research was conducted on 23 informants , with the aim of describing the cause of the multicultural society in Nagari Koto Baru District Luhak Nan Duo West Pasaman in avoiding conflict and multicultural society strategies in Nagari Koto Baru District Luhak Nan Duo West Pasaman in avoiding conflict. Research in the field indicates that the cause of the multicultural society in Nagari Koto Baru District Luhak Nan Duo West Pasaman avoid conflicts caused by two factors: solidarity and marital factors. Strategy undertaken by Nagari Koto Baru in avoiding conflict is to make a process of cooperation , accommodation and assimilation . Keywords : Strategy , Multicultural Society , Conflict

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Angkatan 2009 2

Pembimbing I dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat 3

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakannegara yang memilikimasyarakatmultikultur yang terdiridariberbagaisuku,

dimanasetiapsukumempunyaikebudayaan yang

berbeda.Kelompoketnikatausukubangsaadala hsuatugolonganmanusia yang anggota-anggotanyamengidentifikasikandirinyadenga nsesamanya,

biasanyaberdasarkangarisketurunan yang dianggapsama.Identitassuku pun ditandaiolehpengakuandari orang lain akancirikhaskelompoktersebutdanolehkesam aanbudaya, bahasa, agama, perilakuatauciri-ciribiologis (Setiadi, 2011: 469).

Klasifikasi dari aneka warna suku bangsa di Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem lingkaran hukum adat yang mula-mula disusun oleh Van Vallenhoven. Sistem tersebut membagi Indonesia kedalam 19 daerah yaitu Aceh, Sulawesi Selatan, Gayo-Alas dan Batak, Ternate, Nias dan Batu, Ambon Maluku, Minangkabau, Kepulauan Barat Daya, Mentawai, Papua (Irian), Sumatera Selatan, Timor, Enggano, Bali dan Lombok, Melayu, Jawa Tengah dan Timur, Bangka dan Belitung, Surakarta dan Yogyakarta, Kalimantan, Jawa Barat, Sangir-Talaud, Gorontalo, serta Toraja (Fathoni, 2006: 59-60).

Statistik Hindia Belanda menggambarkan besarnya persentase

berbagai suku bangsa di Indonesia pada tahun 1930 bahwa suku bangsa Jawa mencapai (47,02 %), Sunda (14,53 %), Madura (7,28 %), Minangkabau (3,36 %), Bugis (2,59 %), Batak (2,04 %), Bali (1,88 %), Betawi (1,66 %), melayu (1,61 %), Banjar (1,52 %), Aceh (1,41 %), Palembang (1,30 %), Sasak (1,12 %), Dayak (1,10 %), Makasar (1,09 %), Toraja (0,94 %), dan suku-bangsa lainnya (9,54 %) dan orang Cina (2,7 %). Sementara itu, di kalangan para pakar masih terdapat perbedaan dalam mengklasifikasikan penduduk di Indonesia ke dalam suatu konsep suku-bangsa (Nasikun, 1984:45).

Keanekaragaman suku bangsa di setiap daerah cenderung menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kebudayaan. Di Indonesia sering timbul konflik antar suku bangsa dengan pemicu konflik yang berbeda-beda. Konflik antar suku bangsa yang ada di Indonesia terjadi karena masing-masing suku bangsanya mempertahankan eksistensinya.

Konflik yang terjadi di Indoneisa tersebut sangat perlu adanya manajemen konflik agar konflik tidak sampai kepada tahap eskalasikonfrontasi. Jika tidak dikendalikan, konflik bisa berkembang menjadi konflik destruktif, dimana masing-masing pihak akan memfokuskan perhatian, tenaga, dan fikiran, serta sumber-sumber organisasi bukan untuk mengembangkan produktifitas, tetapi untuk merusak dan

(3)

menghancurkan lawan konflik mereka. Hal ini berarti merusak potensi produktifitas mereka, akibatnya kinerja mereka akan menurun sehingga menurunkan produktifitas sistem sosial (Wirawan, 2010:132-134).

Upaya yang efektif dalam manajemen konflik antar-etnis dan agama agar tidak berkembang menjadi tindakan kekerasan adalah advokasi atau mendampingi kelompok-kelompok atau kantong-kantong masyarakat yang rentan terhadap konflik, gerakan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Fokusnya, mereduksi persoalan konkrit yang melihat kehidupan mereka, misalnya ekonomi dan pendidikan. Selain itu gerakan pemberdayaan terhadap kualitas pemahaman agama dan wawasan kebangsaan mutlak diperlukan (Jamuin, 2004:207)

Daerah Nagari Koto Baru Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki masyarakat multikultur dengan keanekaragaman suku bangsa. Suku bangsa yang terdapat di Nagari Koto Baru Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat diantaranya suku asli Minangkabau dan suku pendatang yaitu suku Jawa, Sunda, Batak, dan Mandailing. Meskipun Kabupaten Pasaman Barat memiliki suku bangsa yang beranekaragam namun di wilayah ini tidak pernah terjadi konflik.

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan penyebab masyarakat multikultur di Nagari Koto Baru Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat menghindari konflik 2. Mendeskripsikan strategi masyarakat

multikultur di Koto Baru Tiga Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat dalam menghindari konflik.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2010) dengan judul “Adaptasi Budaya Masyarakat Saribudolok” dan Turti (2012) dengan judul “Manajemen konflik antara etnis lokal dengan etnis pendatang (Studi di kelurahan Perawang, Kecamatan Tualang Kabupaten Siak, Provinsi Riau)”

Berdasarkan permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini ada keterkaitan permasalahan yang penulis lakukan yakni masyarakat multikultur yang terhindar dari konflik.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini mulai dilakukan sejak bulan Mei sampai bulan Juli 2013. Tempat penelitian ini, di Nagari Koto Baru Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitataif yang berusaha mengungkapkan dan memahami relitas yang ada di lapangan sesuai dengan kondisi real di

(4)

lapangan.Tipe penelitian ini adalah deskriptif, yang menggambarkan secara mendalam, faktual dan akurat tentang latar pengamatan, tindakan dan pembicaraan.

Jenis data yang digunakan yaitu data primer. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumen, yang mencari data secara kompleks.

HASIL PENELITIAN

Gambaran Suku Bangsa Di Nagari Koto Baru

Masyarakat yang ada di Nagari Koto Baru merupakan masyarakat yang beragam terdiri dari masyarakat asli dan masyarakat pendatang. Masyarakat asli yang ada di Nagari Koto Baru adalah suku bangsa Minangkabau yang terbagi kedalam beberapa suku yaitu: suku Caniago, suku Melayu, suku Koto, suku Tanjung, suku Jambak, suku Mandailing, dan suku Piliang merupakan penduduk asli.

Pendatang yang terdapat di Nagari Koto Baru terdiri dari suku bangsa Minangkabau yang berasal dari luar Kabupaten Pasaman Barat, diantaranya Batusangkar, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Solok, dan Padang. Selain pendatang suku bangsa Minangkabau terdapat suku bangsa lain seperti suku bangsa Batak, Jawa, Sunda, dan Mandailing. Suku bangsa tersebut merupakan suku bangsa dengan jumlah penduduk terbanyak di Nagari Koto baru.

Penyebab Masyarakat Multikultur Di Nagari Koto Baru Menghindari Konflik

Penyebab masyarakat multikultur di Nagari Koto Baru menghindari konflik yaitu disebabkan karena dua faktor diantaranya adalah faktor solidaritas masyarakat Nagari Koto Baru yang sangat tinggi dan faktor perkawinan antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain dalam kata lain suku bangsa yang berbeda.

A. Faktor Solidaritas Antar Suku Bangsa Suku bangsa di Nagari Koto Baru memiliki solidaritas yang sangat tinggi dimana meskipun Nagari Kuto Baru memiliki keanekaragaman suku bangsa dengan perbedaan kebudayaan, masyarakatnya tidak individualis dan selalu bersama-sama dalam setiap melakukan kegiatan baik itu kegiatan yang sifatnya bersama maupun kegiatan yang sifatnya menyangkut tentang suku bangsa tertentu. Masyarakat Nagari Koto Baru juga tida pernah mementingkan eksistensi suku bangsa mereka masing-masing.

B. Faktor Perkawinan Antar Suku Yang Berbeda

Keanekaragaman suku bangsa yang ada di Nagari Koto Baru juga menyebabkan adanya perkawinan beda suku bangsa, namun tidak keseluruhan suku bangsa yang ada di Nagari Koto Baru yang melakukan perkawinan berbeda suku bangsa. Perbedaan perkawinan suku bangsa yang terjadi di Nagari Koto Baru, terjadi antara suku

(5)

Minangkabau dengan suku Jawa, suku Minangkabau dengan suku Sunda, suku Minagkabau dengan suku Mandailing, Suku Jawa dengan Suku Sunda, dan Suku Jawa dengan suku Mandailing.

Strategi Masyarakat Multikultur Menghindari Konflik

Strategi masyarakat multikutur di Nagari Koto Baru dalam menghindari konflik yaitu di awali dari bagaimana masyarakat asli Minangkabau memahami, menerima, dan mampu menghargai setiap kebudayaan dan tradisi yang telah dibawa oleh suku pendatang ke Nagari Koto Baru, hal ini telah di buktikan bahwa meskipun seluruh suku bangsa pendatang yang mendominasi masih tetap menggunakan kebudayaan dan tradisi mereka masing-masing namun suku Minangkabau masih tetap menghargai dan mengizinkan suku bangsa pendatang untuk tetap menggunakan kebudayaan dan tradisi mereka.

A. Kebudayaan dan Tradisi Suku Bangsa Minangkabau

Sebagai suku asli masyarakat Minangkabau memiliki identitas dan ciri khas kebudayaan dan tradisi yang sangat berbeda dengan kebudayaan dan tradisi yang dimiliki oleh suku pendatang yang ada di Nagari Koto Baru seperti kebudayaan dan tradisi suku Batak, suku Jawa, suku Sunda, dan suku Mandailing. Meskipun kebudayaan

dan tradisi suku Minangkabau sangat berbeda dengan kebudayaan dan tradisi suku bangsa lainnya namun setiap keputusan dan kesepakatan yang disesuaikan dengan kebudayaan dan tradisi suku Minangkabau tetap diterima dan dijalannya oleh suku bangsa lain.

Kebudayaan dan tradisi Minangkabau yang sangat kental dengan falsafah Islamnya tidak berpengaruh terhadap suku bangsa yang memiliki kenyakinan yang berbeda dengan suku Minangkabau untuk menerima dan menghargai setiap peraturan yang disesuaikan dengan kebudayaan Minangkabau dan juga ditetapkan bersama melalui musyawarah mufakat oleh seluruh suku bangsa yang mendominasi dan memiliki jabatan penting dalam Nagari Koto Baru tersebut.

B. Kebudayaan dan Tradisi Suku Bangsa Batak

Suku bangsa Batak merupakan salah satu suku pendatang di Nagari Koto baru, suku bangsa Batak mempunyai jumlah yang cukup banyak di Nagari Koto Baru ini, yaitu dengan jumlah kurang lebih 20 persen dari keselurahan jumlah penduduk termasuk suku bangsa Minangkabau yang merupakan penduduk asli di Nagari Koto Baru. Suku bangsa Batak memiliki identitas dan ciri khas tersendiri dalam segi kebudayaan dan tradisi mereka, di Nagari Koto Baru ciri khas dan identitas ini masih tetap ada, namun tidak keseluruhan kebudayaan dan tradisi suku

(6)

Batak tetap ada dan tetap dihargai di Nagari Koto Baru karena suku Batak harus tetap menghargai dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan bersama di Nagari tersebut.

Kebudayaan yang masih ada dan tetap digunakan suku Batak di Nagari Koto Baru diantaranya adalah bahasa yang digunakan oleh suku Batak masih tetap bahasa Batak, namun suku Batak membatasi penggunaan bahasa tersebut yaitu menggunakan bahasa Batak dengan kelompok mereka saja apabila suku Batak berinteraksi dengan suku lain mereka menggunakan bahasa Indonesia, sistem religi, suku Batak di Nagari Koto Baru beragama Kristen Protestan dan Kristen Khatolik, dalam kehidupannya mereka tetap hidup aman dan damai baik itu dalam peribadatan dan melakukan setiap kegiatan agamanya, kesenian yang masih tetap ditampilkan di Nagari Koto Baru adalah kesenian tarian tor-tor, dan sistem perkawinan suku Batak juga masih menggunakan tradisi Batak.

C. Kebudayaan dan Tradisi Suku Jawa Suku Jawa yang dikenal sebagai Suku dengan jumlah terbesar di Indonesia dan tersebar ke seluruh daerah-daerah yang ada di Indonesia, ternyata juga mempunyai jumlah yang relatif banyak di Nagari Koto Baru ini, yaitu dengan jumlah lebih kurang 25 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Nagari Koto Baru. Suku Jawa juga memiliki

identisa dan ciri khas tersendiri dalam kebudayaan dan tradisi.

Kebudayaan dan tradisi suku Jawa yang berbeda dengan suku bangsa lain diantaranya adalah dari segi bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dan tetap menggunakan bahasa Indonesia untuk berinteraksi dengan suku bangsa lain, sistem religi suku Jawa yaitu menganut agama Islam dan sebagian dari mereka juga ada yang menganut agama Kristen, kesenian yang masih ditampilkan di Nagari Koto Baru adalah kesenian kuda lumping, campur sari dan reok, dan tradisi perkawinan juga masih menggunakan adat perkawinan Jawa selain tradisi perkawinan suku Jawa masih tetap melakukan tradisi sesajen pada malam Jum’at Kliwon.

D. Kebudayaan dan Tradisi Suku Sunda Suku bangsa Sunda merupakan salah satu suku pendatang di Nagari Koto baru, suku bangsa Sunda mempunyai jumlah yang relatif sedikit di Nagari Koto Baru ini, yaitu dengan kurang lebih 5 persen dari keselurahan jumlah penduduk termasuk suku bangsa Minangkabau yang merupakan penduduk asli di Nagari Koto Baru yang ada di Nagari Koto Baru. Kebuadayaan dan tradisi suku Sunda juga sangat diterima oleh suku bangsa lain di Nagari Koto Baru.

Berdasarkan kebudayaan suku Sunda juga masih bisa menggunakan bahasa yang mereka miliki yaitu bahasa Sunda di Nagari

(7)

Koto Baru, sistem religi suku Sunda adalah tetap menganut agama Islam, kesenian Sunda yang terdapat di Nagari Koto Baru adalah

Kirap helaran atau yang disebut sisingaan

adalah suatu jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran, sedangkan tradisi perkawinan suku Sunda masih tetap menggunakan adat Sunda.

E. Kebudayaan dan Tradisi Suku Mandailing

Suku bangsa Mandailing juga merupakan salah satu suku pendatang di Nagari Koto baru, suku bangsa Mandailing juga mempunyai jumlah yang relatif sedikit namun suku Mandailing mempunyai jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan suku Sunda di Nagari Koto Baru ini, yaitu dengan kurang lebih 10 persen dari keselurahan jumlah penduduk termasuk suku bangsa Minangkabau yang merupakan penduduk asli di Nagari Koto Baru yang ada di Nagari Koto Baru.

Suku Mandailing juga memiliki identitas dan ciri khas kebudayaan tersendiri namun kebudayaan dan tradisi suku Mandailing tidak jauh berbeda dengan suku Batak, hal ini terjadi karena daerah suku Mandailing dengan suku Batak tidak terlalu jauh yang membedakan kebudayaan suku Mandailing dengan suku Batak adalah dari segi bahasa, sistem religi yaitu suku Mandailing menganut agama Islam.

Integrasi Antar Suku Bangsa Di Nagari Koto Baru

Keberhasilan masyarakat Koto Baru dalam menghindari konflik antar suku bangsa dapat juga dilihat berhasilnya masyarakat tersebut dalam mengintegrasikan suku bangsanya dengan baik, dengan dibangunnya interdepedensi yang lebih rapat antara bagian-bagian dari organisme hidup atau antara anggota dalam masyarakat. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa terjadi proses mempersatukan masyarakat yang cenderung menjadikan kota yang harmonis. Proses integrasi antar suku bangsa dalam Nagari Koto Baru juga didorong dengan adanya proses sosial yang berbentuk (a) Kerjasama, (b) Akomodasi, dan (c) Asimilasi.

a. Proses Kerjasama antar Suku Bangsa Proses kerjasama di Nagari Koto Baru diawali dengan kepercayaan masyarakat Nagari Koto Baru dalam hal kepemimpinan yang dipercayakan kepada seluruh suku bangsa di Nagari Koto Baru menjadikan nagari tersebut sebagai nagari yang terintegrasi. Integrasi tersebut akan terjadi apabila terjalin kerjasama dengan adanya kegiatan di nagari. Salah satu kegiatannya, yaitu gotongroyong secara teratur yang dilakukan bersama oleh seluruh suku bangsa yang ada di Nagari Koto Baru kegiatan lainnya berbentuk memperingati hari-hari besar baik itu hari nasional maupun hari keagamaan. Setiap kegiatan yang

(8)

dilakukan di Nagari Koto Baru akan dilakukan musyawarah bersama dalam rapat nagari yang dihadiri oleh seluruh suku bangsa yang ada di Nagari Koto Baru.

b. Proses Akomodasi di Nagari Koto Baru Akomodasi merupakan upaya untuk mencapai penyelesaian dari suatu pertikaian atau konflik oleh pihak-pihak yang bertikai yang mengarah pada kondisi atau keadaan selesainya suatu konflik atau pertikaian tersebut (Setiadi, 2011:79). Nagari Koto Baru melakukan akomodasi dengan cara melakukan rapat nagari rutin setiap satu bulan satu kali dan membentuk Lembaga adat penyelesaian konflik untuk menghindari agar tidak terjadi konflik.

c. Proses Asimilasi di Nagari Koto Baru Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai oleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau antar kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan bersama (Setiadi,2011:83). Dalam penelitian ini proses asimilasi ditandai dengan adanya perkawinan campuran antara suku bangsa yang satu dengan suku baangsa yang lain.

KESIMPULAN

Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari penelitian ini adalah gambaran suku

bangsa di Nagari Koto Baru dimana suku asli yang ada di Nagari Koto Baru adalah suku Minangkabau yang suku kecilnya adalah suku Caniago, suku Melayu, suku Koto, suku Tanjung, suku Jambak, suku Mandailing, dan suku Piliang merupakan penduduk asli. Pendatang yang terdapat di Nagari Koto Baru terdiri dari suku bangsa Minangkabau yang berasal dari luar Kabupaten Pasaman Barat, diantaranya Batusangkar, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Solok, dan Padang sedangkan suku pendatang yang berasal dari luar Provinsi adalah suku Jawa, Batak, Sunda, dan Mandailing.

Penyebab terhindarnya konflik di Nagari Koto Baru Penyebab masyarakat multikultur di Nagari Koto Baru menghindari konflik yaitu disebabkan karena dua faktor diantaranya adalah faktor solidaritas masyarakat Nagari Koto Baru yang sangat tinggi dan faktor perkawinan antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain dalam kata lain suku bangsa yang berbeda. Berdasarkan gambaran mengenai penyebab masyarakat multikultur yang terhindar dari konflik tersebut membuktikan bahwa masyarakat multikutur di Nagari Koto Baru merupakan Nagari yang terhindar dari konflik dan terintegrasi dengan baik, hal ini juga diperkuat dengan adanya jiwa persaudaraan yang kuat pada masing-masing suku bangsa yang dapat menyatuka mereka dalam satu daerah.

(9)

Masyarakat multikultur dalam menghindari konflik dalam penelitian ini diartikan bagaimana potensi konflik yang ada pada masyarakat multikultur tersebut tidak berlanjut kepada konflik manifes. Dalam hal ini ada strategi yang mereka terapkan sehingga konflik laten itu tidak berkembang menjadi konflik manifes.

Strategi masyarakat multikutur di Nagari Koto Baru dalam menghindari konflik yaitu diawali dari bagaimana masyarakat asli Minangkabau memahami, menerima, dan mampu menghargai setiap kebudayaan dan tradisi yang dibawa oleh suku bangsa pendatang ke Nagari Koto Baru. Hal ini telah dibuktikan bahwa meskipun seluruh suku bangsa pendatang yang mendominasi masih tetap menggunakan kebudayaan dan tradisi mereka masing-masing namun suku Minangkabau masih tetap menghargai dan mengizinkan suku bangsa pendatang untuk tetap menggunakan kebudayaan dan tradisi mereka dan sebaliknya, adapun yang dipahami, diterima, dan dihargai adalah kebudayaan dan tradisi suku bangsa yaitu (1) Suku Bangsa Minangkabau, (2) Suku Bangsa Batak, (3) Suku Bangsa Jawa, (4) Suku Bangsa Sunda, Dan (5) Suku Bangsa Mandailing.

Keberhasilan masyarakat Koto Baru dalam menghindari konflik antar suku bangsa dapat juga dilihat berhasilnya masyarakat tersebut dalam mengintegrasikan suku bangsanya dengan baik, dengan dibangunnya interdepedensi yang lebih rapat antara bagian-bagian dari organisme hidup atau antara anggota dalam masyarakat. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa terjadi proses mempersatukan masyarakat yang cenderung menjadikan kota yang harmonis. Proses integrasi antar suku bangsa dalam Nagari Koto Baru juga didorong dengan adanya proses sosial yang berbentuk (1) Kerjasama, (2) Akomodasi, dan (3) Asimilasi.

DAFTAR PUSTAKA

Fathoni, Abdurrahmat, 2006. Antropologi

Sosial Budaya Suatu Pengantar.

Rineka Cipta, Jakarta

Jamuin, Ma’arif, 2004. Manual Advokasi:

Resolusi Konflik Antar Etnik dan Agama. CISCORE Indonesia,

Surakarta

Nasikun, 1984. Sistem Sosial Indonesia. CV Rajawali, Jakarta

Setiadi, M Elly & Usman, 2011. Pengantar

Sosiologi. Kencana, Bandung

Wirawan, 2010. Konflik dan Manajemen

Konflik (Teori, Aplikasi dan

Penelitian). Salemba Humanika,

(10)

Referensi

Dokumen terkait

 Elemen Utama Kawasan yang akan dikembangkan, misal : Koridor (jalan, sungai dll), Ruang Terbuka (Open space, RTH dll), Persimpangan (Intersection) dll sesuai

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : (1) Kesenian Tari Dolalak merupakan kesenian asli yang bertumbuh dan berkembang di Kabupaten Purwoejo , (2)Kesenian

Berdasarkan permasalahan terhadap diazepam tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji ketersediaan diazepam nasional untuk kebutuhan medis serta mengetahui faktor

Jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur antara 15-24 tahun dengan kepala rumah tangga laki-laki tercatat sebesar 4,57 ribu rumah tangga, lebih tinggi daripada kepala

Menurut Gujarati dan Porter (2010:149), uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan dari hasil hipotesis nol dari

7 Terdapat informasi yang jelas mengenai status perusahaan target dalam melakukan merger dan akuisisi, baik perusahaan publik maupun perusahaan non publik

Berdasarkan informasi fitur-fitur yang tersedia pada Moodle seperti kategori, sub kategori, kursus/mata pelajaran, serta fitur pengelompokan, maka tahap selanjutnya

Pada penelitian Wijaya dkk melakukan penelitian perancangan aplikasi pemesanan catering menggunakan metode HCD dan menghasilkan rancangan desain dengan nilai