• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

FAHRUL ROZI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013 Fahrul Rozi NIM C44080024

(3)

Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh JULIA EKA ASTARINI dan WAWAN OKTARIZA.

Bagan apung merupakan alat tangkap terbanyak kedua setelah kincang pada tahun 2011. Jumlah alat tangkap bagan apung yang beroperasi di PPN Palabuhanratu sebanyak 23% dari total unit alat tangkap. Pada tahun 2007 – 2010 terjadi penurunan jumlah alat tangkap sebesar 4%/tahun. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan kembali sebesar 12%. Hal ini terjadi karena tingkat efisiensi serta efektivitas unit penangkapan bagan lebih tinggi dibandingkan alat tangkap lainnya. Melalui perubahan jumlah alat tangkap tersebut dapat dilihat keragaan unit penangkapan bagan apung dari aspek komposisi hasil tangkapan dan analisis finansial. Komposisi hasil tangkapan bagan apung tergolong fluktuatif dan berbeda, baik dengan menggunakan kapal maupun tanpa kapal. Dilihat dari aspek analisis usaha, penjualan hasil tangkapan menunjukkan keuntungan rata-rata nelayan pemilik bagan apung dengan kapal adalah Rp 22.444.017,00/tahun dan tanpa kapal adalah Rp 18.928.250,00/tahun. Keuntungan rata-rata nelayan pemilik bagan apung dengan kapal memperoleh pendapatan dari penyewaan kapal sebesar Rp 120.910.444  /tahun. Berdasarkan nilai R/C dan ROI yang diperoleh menunjukkan usaha penangkapan bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal masih layak dilaksanakan. Jika pendapatan hanya berasal dari penyewaan kapal, maka usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal tidak layak dilaksanakan karena R/C sebesar 0,61 (R/C < 1). Payback period pada bagan apung dengan kapal selama 6,99 tahun dan tanpa kapal selama 0,98 tahun. Analisis investasi menunjukkan bahwa usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal layak untuk dilaksanakan karena NPV sebesar Rp 8.187.023,00/tahun dengan nilai Net B/C > 1dan IRR > dari suku bunga yang ditetapkan sebesar 13 %.

Kata kunci: Analisis investasi, analisis usaha, bagan apung, komposisi Palabuhanratu

(4)

Sukabumi, West Java. Supervised by JULIA EKA ASTARINI and WAWAN OKTARIZA.

In 2011, bagan apung was the second largest fishing gear after kincang. It made up 23% of total fishing gears in Palabuhanratu. From 2007 to 2010, the number of the gear has decreased by 4%/year, how ever in 2011., it increased 12%. It was because the efficiency and the effectiveness of bagan apung was higher as compared to other gears. The change of the gear numbers, showed the performance of bagan apung fishing unit from catches composition and financial analysis. The catches composition of bagan apung was fluctuative and different, either for those which use fishing vessels or not. Based on effort analysis, the catches selling showed that the average profit for fishermen who own bagan apung with fishing vessel was Rp 22.441.017,00/year, for while for fishermen who own bagan apung without fishing vessel was Rp 18.928.250,00/year. The fishermen who own bagan apung with fishing vessels earned money from vessels renting about Rp 120.910.444/year. Based on R/C and ROI value, it can be seen that both types of bagan apung were feasible business. If the income was only from vessel renting, the business of bagan apung with fishing vessel was no longer feasible since its R/C is about 0,61 (R/C <1). Payback period of bagan apung with vessel was 6,99 years, and without vessel was 0,98 years. The investment analysis showed that the business of fishermen who own bagan apung with fishing vessel was feasible because by using interest rate at 13%, the NPV was Rp 8.187.023,00/year, Net B/C > 1 and IRR > 1 from interest rate at 13%. Keywords: Investment analysis, business analysis bagan apung, catch composition

Palabuhanratu

(5)

FAHRUL ROZI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

 

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si Ir. Wawan Oktariza, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. Ketua Departemen

(7)

 

Puji dan syukur penulis panjatkan Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni 2012 ini adalah keragaan alat tangkap, dengan judul Keragaan Unit Penangkapan Bagan apung di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah banyak membantu dan memberikan masukan terutama kepada :

1. Ibu Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Ir.Wawan Oktariza, M.Si selaku dosen pembimbing II atas bimbingannya; 2. Ibu Dr. Ir Tri Wiji Nurani, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan saran;

3. Ibu Vita Rumanti Kurniawati S.Pi, MT selaku komisi pendidikan yang telah memberi masukan dan saran;

4. PPN Palabuhanratu, Kang Wahyu dan teman-teman nelayan bagan apung yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas waktu dan ceritanya selama penulis melakukan penelitian;

5. Ibunda Yuldaweti yang tercinta yang selalu mendengarkan keluh kesah ananda, Ayahanda yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi, adik-adikku tercinta Desi Rezki Amelia, Rahmat Rezki Firdaus, Indah Irma Suryani dan Rafli Ramdhani yang selalu menghibur dengan candaannya melalui telpon seluler dari Bukittinggi;

6. Oktavianto yang menemani penelitian hingga selesai, Iqbal yang menemani melaut bersama nelayan bagan apung, Bayu dan Jenal atas persahabatannya selama ini, April PSP 47 yang memberikan semangat dan pembelajaran yang sangat berharga selama ini, Bang Nizar MSP 37 selaku murobi atas bimbingan rohaninya beserta teman-teman mentoring MSP 45 Fauzi, Tafrani, Haryanto, Adit, Pardi, Aang, Iman, Robin dan Bagas. Memel atas bantuan koreksiannya dan teman-teman PSP 45 yang selalu memberikan keceriaan dan semangat tersendiri bagi penulis dan untuk teman-teman PSP yang tidak bisa disebutkan satu persatu seluruhnya terima kasih banyak atas persahabatan dan pertemanannya;

7. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu;

Tiada satupun yang sempurna di dunia ini. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(8)

  DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaat 2 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Metode Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh 3

Metode Analisis Data 4

Analisis Teknik 4

Produktivitas 4

Analisis Finansial 4

Analisis Sensitivitas 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN Palabuhanratu 7 Deskripsi Unit Penangkapan Bagan Apung 8

Nelayan 9

Kapal 9

Alat Tangkap 10

Daerah dan Musim Penangkapan 12

Metode Pengoperasian Bagan Apung 13

Hasil Tangkapan Bagan Apung 14

Produktivitas 15

Analisis Finansial 16

Analisis Usaha 16

Analisis Kriteria Investasi 23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 24

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(9)

 

2 Perkembangan jumlah kapal, alat tangkap, nelayan, volume produksi

dan nilai produksi bagan apung di PPN Palabuhanratu tahun 2007 - 2011 8 3 Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu 9 4 Spesifikasi teknis bagan apung yang beroperasi di PPN Palabuhanratu 10 5 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu

per tahun 15

6 Rata – rata produktivitas bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal 16 7 Rata – rata nilai investasi, biaya tetap dan tidak tetap nelayan pemilik

bagan apung dengan kapal 17

8 Rata – rata nilai investasi, biaya tetap dan tidak tetap nelayan pemilik

bagan apung tanpa kapal 18

9 Rata-rata penerimaan per tahun nelayan pemilik bagan apung dengan

kapal dari hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu 19 10 Rata-rata penerimaan per tahun nelayan pemilik bagan apung tanpa

kapal dari hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu 20 11 Rata-rata total pendapatan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal

dan tanpa kapal/tahun 21

12 Analisis usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal

dan tanpa kapal 22

13 Cash flow unit penangkapan bagan apung dengan kapal 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu 10 2 Alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu 11 3 Daerah pengoperasian bagan apung di Palabuhanratu 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Cash flow unit penangkapan bagan apung dengan kapal 29 2 Cash flow menggunakan harga solar non subsidi sebesar Rp 8.800

selama umur proyek 31

3 Perhitungan upah nelayan buruh dan nahkoda 33 4 Perhitungan biaya sewa kapal untuk nelayan yang tidak memiliki

kapal 33

5 Keuntungan pemilik dari biaya sewa kapal 33

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bagan merupakan alat tangkap yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Tenggara dan pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis – Makasar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif singkat alat tangkap ini sudah dikenal di seluruh Indonesia. Perkembangan bagan yang begitu pesat di perairan Indonesia merupakan indikasi bahwa unit penangkapan bagan memiliki karakteristik yang sesuai dengan masing-masing daerah di mana bagan dioperasikan (Sudirman 2003).

Bagan adalah alat penangkap ikan yang digolongkan ke dalam kelompok jaring angkat (liftnet). Ada beberapa jenis bagan di Indonesia, diantaranya bagan tancap, bagan rakit, bagan perahu dan bagan apung. Salah satu wilayah yang mengoperasikan bagan yaitu PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang berada di Jawa Barat yang menjadi basis perikanan tangkap bagi nelayan di Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya. Total produksi hasil tangkapan yang terdata di PPN Palabuhanratu pada tahun 2011 sebesar 8.624.239 kg dengan nilai produksi Rp 134.311.563.002,00 yang merupakan total nilai produksi terbesar dibandingkan dengan daerah lainnya di wilayah Sukabumi.

Unit penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu memiliki keanekaragaman. Keberagaman alat tangkap tersebut sesuai dengan jenis ikan yang menjadi target penangkapan, daerah penangkapan dan teknologi penangkapan ikan. Alat tangkap ikan yang terdapat di Palabuhanratu secara umum masih bersifat tradisional. Hal ini terlihat dari teknologi dalam metode penangkapannya dan karakteristik (dimensi dan desain) alat tangkap tersebut (Tadjuddah 2009).

Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan alat bantu lampu. Nelayan Palabuhanratu menggunakan bagan sebagai alat tangkap untuk menangkap ikan. Dalam proses penangkapan ikan dengan bagan, atraktor cahaya yang digunakan bertujuan mengumpulkan ikan yang mempunyai fototaksis positif. Ikan yang bersifat fototaksis positif akan berkumpul di daerah cahaya lampu sehingga memudahkan nelayan dalam melakukan upaya penangkapan (Hasan 2008).

Jenis bagan yang dioperasikan di PPN Palabuhanratu yaitu bagan apung. Bagan apung merupakan alat tangkap terbanyak kedua setelah kincang pada tahun 2011. Jumlah alat tangkap bagan apung yang beroperasi di PPN Palabuhanratu sebanyak 270 unit atau 23% dari total 1162 unit alat tangkap, namun alat tangkap ini cenderung mengalami penurunan dari tahun 2007-2010 sebesar 4%/tahun dan kembali meningkat pada tahun 2011 sebesar 12% (PPN Palabuhanratu 2011). Perubahan jumlah alat tangkap bagan apung dapat mempengaruhi jumlah produksi hasil tangkapan yang dapat berimbas pada pengembangan usaha unit penangkapan bagan apung. Penurunan jumlah alat tangkap bagan apung sebesar 4%/tahun pada tahun 2007-2010 mengakibatkan jumlah produksi hasil tangkapan bagan apung juga mengalami penurunan rata-rata sebesar 15,70%/tahun.

(11)

Produksi hasil tangkapan bagan apung kembali meningkat pada tahun 2011 sebesar 276.431 kg atau sebesar 8,78% (PPN Palabuhanratu 2011).

Meningkatnya jumlah bagan apung pada tahun 2011 sebesar 12% diiringi dengan meningkatnya jumlah produksi hasil tangkapan sebesar 8,78% yang disebabkan karena tingkat efisiensi dan efektivitas unit penangkapan bagan lebih tinggi bila dibandingkan alat tangkap lainnya. Tingginya efisiensi unit penangkapan bagan disebabkan karena bagan tidak memerlukan bahan bakar minyak (BBM) dalam jumlah besar untuk melakukan operasi penangkapan. Selain itu, metode pengoperasian unit penangkapan bagan tidak rumit dan mudah diterima oleh nelayan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamsuddin (2008) bahwa penyesuaian alat tangkap terhadap kondisi perairan sangat mempengaruhi hasil tangkapan, artinya upaya nelayan untuk mengoptimalkan hasil tangkapan sangat dipengaruhi oleh sumber dana, fasilitas dan kemampuan nelayan untuk mengoptimalkan alat tangkap tersebut.

Penurunan jumlah alat tangkap bagan apung yang cukup signifikan pada tahun 2007-2010 dan kembali meningkat pada tahun 2011 karena banyaknya nelayan pemilik yang berinvestasi mendorong penulis untuk mengetahui keragaan unit penangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu berdasarkan komposisi hasil tangkapan dan aspek finansial.

Tujuan

1. Mengetahui keragaan unit penangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu berdasarkan komposisi hasil tangkapan, musim dan daerah penangkapan ikan; 2. Mengetahui produktivitas alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu; dan 3. Menghitung kelayakan usaha unit penangkapan bagan apung di PPN

Palabuhanratu.

Manfaat

1. Memberikan informasi bagi nelayan mengenai keragaan unit penangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu;

2. Memberikan informasi dan masukan bagi nelayan bagan apung mengenai kelayakan unit penangkapan bagan apung; dan

3. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan perikanan laut di Palabuhanratu.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 – 30 Juni 2012. Penelitian ini dilakukan oleh penulis di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

(12)

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei yang digunakan untuk menyurvei unit penangkapan bagan apung, pendapatan nelayan, hasil tangkapan dan komposisi hasil tangkapan untuk melihat keragaan alat tangkap bagan itu sendiri. Menurut Nazir (1988), metode survei adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, obyek, kondisi, sistem pemikiran, atau peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode ini untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Kuesioner untuk pengumpulan data;

2. Alat tulis, alat pengukur (penggaris)/meteran; dan

3. Unit penangkapan bagan apung yang menjadi sampel penelitian.

Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh (sampling) unit penangkapan menggunakan random sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi untuk menjadi sampel (Cohran 1991). Metode random sampling dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan yaitu terdapat unsur-unsur populasi yang telah lengkap. Banyak sampel yang diambil di PPN Palabuhanratu melalui pengundian 30 nelayan bagan apung dari 270 alat tangkap bagan apung. Sampel yang diambil terdiri dari 18 nelayan bagan apung yang memiliki kapal dan 12 nelayan pemilik bagan apung yang tidak memiliki kapal. Jenis data yang diambil dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data, teknik pengambilan, dan sumber data penelitian

Jenis data pengambilan Teknik Sumber data Data

Primer

1. Aspek teknis, operasional, dan finansial

Wawancara dan kuesioner

Nelayan 2. Produksi dan berat hasil

tangkapan/trip Wawancara dan kuesioner Nelayan 3. Nilai produksi hasil

tangkapan/trip Wawancara dan kuesioner Nelayan 4. Deskripsi unit penangkapan Wawancara Nelayan 5. Daerah penangkapan ikan Wawancara Nelayan 6. Metode pengoperasian Wawancara Nelayan 7. Jenis dan ukuran hasil tangkapan Wawancara Nelayan Data

Sekunder 1. Jumlah nelayan bagan apung Studi literatur Palabuhanratu PPN 2. Harga ikan per jenis ikan Studi literatur PPN

(13)

Jenis data Teknik pengambilan

Sumber data 3. Jenis hasil tangkapan

bagan apung

Studi literatur PPN Palabuhanratu 4. Sumberdaya ikan yang

menjadi target tangkapan Studi literatur Palabuhanratu PPN

Metode Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah karena analisis data dapat menyederhanakan data menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan (Nazir 1984). Data dan informasi yang terkumpul lalu dianalisis berdasarkan analisis teknik dan kesejahteraan.

Analisis teknik

Pengkajian aspek teknis diperlukan untuk melihat hasil tangkapan unit penangkapan bagan di sekitar perairan Palabuhanratu. Aspek teknik merupakan aspek yang berhubungan dengan pengoperasian penangkapan ikan meliputi proses produksi, karakteristik produksi, sistem usaha dan lokasi unit produksi (Nurani et al. 1997) vide Mahardika (2008). Analisis teknik pada penelitian ini dilakukan dengan menganalisis secara deskriptif tiap unit penangkapan bagan dan hasil tangkapan.

Produktivitas

Pengukuran produktivitas alat tangkap bagan apung menurut Choliq dan Sofyan (1994) meliputi produktivitas per alat tangkap, per orang, dan per trip penangkapan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

¾ Produktivitas per unit per trip = (kg/unit/trip) ... (1)

¾ Produktivitas/ABK/ trip = (kg/orang/trip) ... (2)

¾ Produktivitas per trip = (kg/tri ) ... (3)

Analisis finansial

Analisis aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek bisnis bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali proyek tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek dapat berkembang terus (Umar 2003).

Kelayakan suatu usaha menurut Kadariah et al. (1999) perlu dilakukan untuk pengujian melalui analisis finansial. Analisis finansial digunakan untuk menentukan kelayakan usaha yang dilihat dari sudut pandang badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya serta yang berkepentingan langsung pada

(14)

suatu kegiatan usaha. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi.

1. Analisis usaha

Analisis usaha menurut Soekartawi (2003) dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan pengelolaan secara menyeluruh dalam mengelola kekayaan. Komponen yang digunakan dalam analisis usaha adalah penerimaaan usaha, pengeluaran usaha dan pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha. Pendapatan (keuntungan) adalah penerimaan total (Total Revenue = TR) dikurangi biaya total (Total Cost = TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga per satuan sejumlah output tertentu. Biaya total adalah seluruh yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu (Sugiarto et al. 2002).

1) Analisis pendapatan usaha

Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis data kuantitatif dengan rumus pendapatan (Soekartawi 2003), yaitu :

π

= TR-TC ... (4) Keterangan:

π : Keuntungan (Rupiah) TR : Total Penerimaan (Rupiah) TC : Total Biaya (Rupiah) Kriteria analisis pendapatan usaha :

TR > TC :Usaha mengalami keuntungan, sehingga usaha tersebut layak untuk dilanjutkan.

TR < TC :Usaha mengalami kerugian, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan.

TR = TC :Usaha impas, sehingga usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (pada titik impasnya).

2) Analisis biaya imbangan penerimaan

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu apakah cukup menguntungkan atau tidak. Secara matematis analisis biaya imbangan dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 2003):

R/C = ... (5)

Keterangan:

TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rupiah) TC = Total Cost atau Biaya Total (Rupiah)

Kriteria biaya imbangan penerimaan :

- R/C > 1, Usaha menguntungkan, sehingga layak untuk dilanjutkan; - R/C = 1, Usaha impas;

- R/C < 1, Usaha rugi, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan.

3) Payback period (PP)

Payback period merupakan lama waktu yang dibutuhkan usaha untuk menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar pengeluaran awal. Metode payback period menurut Soekartawi (2003) secara sistematis dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :

(15)

4) Analisis tingkat pengembalian investasi (Return of Investment Analysis)

Analisis Return of Investment Analysis (ROI) menurut Soekartawi (2003), merupakan alat analisis usaha yang digunakan untuk mengetahui berapa persen kemungkinan pengambilan keputusan dari investasi yang ditanamkan dengan asumsi bahwa pendapatan setiap bulan atau tahun tetap. Persamaan yang digunakan adalah :

ROI = x 100% ... (7) 2. Analisis kriteria investasi

Analisis kriteria investasi merupakan indeks yang digunakan untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek. Kriteria investasi menggunakan present value yang telah di discount dari arus-arus benefit dan biaya selama umur proyek (Kadariah et al. 1999). Analisis kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR) menggunakan cash flow.

1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value menurut Soekartawi (2003) merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Penilaian kelayakan investasi dengan menggunakan metode ini digunakan sebagai alat bantu dalam

penilaian ivestasi (Arifin 2007). Rumusnya adalah :

... (8)

Keterangan:

NPV : Net Present Value

Bt : Benefit dari suatu proyek pada tahun ke-t Ct : Biaya dari suatu proyek pada tahun ke-t i : Tingkat suku bunga yang berlaku t : Periode investasi (t = 0,1,2,3,4,...,n) n : Umur ekonomis proyek

Kriteria NPV :

- Jika NPV > 0, maka proyek diterima;

- Jika NPV = 0, maka proyek tersebut mengembalikan persis sebesar uang yang ditanamkan ;

- Jika NPV < 0, maka proyek ditolak.

2) Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return menurut Soekartawi (2003), diartikan sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek asal setiap benefit bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama yang diberi bunga selama sisa proyek. Perhitungan IRR bertujuan untuk mengetahui persentase keuntungan dari

suatu proyek tiap tahunnya. Rumusnya yaitu :

 

(16)

Keterangan:

IRR = Internal Rate of Return

i (+) = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif i (-) = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV (+) = NPV bernilai positif

NPV (-) = NPV bernilai negatif Kriteria IRR:

- Jika IRR > tingkat suku bunga berlaku, maka usaha layak dilaksanakan; - Jika IRR < tingkat suku bunga berlaku, maka usaha tidak layak dilaksanakan.

3) Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit-Cost Ratio menurut Soekartawi (2003) merupakan perbandingan antara NPV total dari benefit bersih terhadap NPV total dari biaya bersih, rumusnya yaitu :

Kriteria Net B/C :

- Jika Net B/C > 1, maka usaha layak dijalankan; - Jika Net B/C < 1, maka usaha tidak layak dijalankan.

4) Cash flow

Cash flow merupakan arus manfaat bersih sebagai akibat dari pengurangan biaya bersih selama tahun proyek yang digunakan dalam menentukan kriteria investasi. Penyusunan cash flow menggunakan beberapa asumsi untuk membatasi permasalahan yang ada. Pada perhitungan cash flow ini, cash flow unit penangkapan bagan apung tanpa kapal tidak dihitung.

Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas menurut Kadariah et al. (1999) bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas yaitu:

1. Terdapatnya cost overrun, umpamanya kenaikan dalam biaya konstruksi. Biasanya pada proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar kembali; 2. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum,

umpamanya penurunan harga hasil produksi; dan 3. Mundurnya waktu implementasi

Perubahan yang kemungkinan dapat mempengaruhi usaha penangkapan dengan unit penangkapan bagan apung, yaitu harga bahan bakar minyak (BBM). Kebutuhan solar nelayan palabuhanratu skala usaha mikro dan kecil merupakan komponen yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan penangkapannya. Hal ini kerena komponen biaya BBM berkisar antara 40-60% dari seluruh biaya operasional penangkapan ikan (Luhur 2012). Selain itu, BBM merupakan biaya variabel yang cenderung mengalami kenaikan harga, sehingga komponen tersebut dianggap peka terhadap kelayakan usaha penangkapan bagan apung.

Analisis sensitivitas menggunakan harga solar non subsidi per tahun yang ditetapkan PT.Pertamina dengan harga Rp 8.800/liter untuk wilayah Jawa Barat. Penggunaan solar non subsidi didasarkan pada ambang batas maksimal harga solar karena harga solar non subsidi selalu diatas rata-rata harga solar subsidi.

... Bt – Ct > 0

... Ct – Bt < 0 ... (11)

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN Palabuhanratu Pada alat tangkap bagan apung perkembangan unit penangkapan bagan apung dapat mempengaruhi volume dan nilai produksi bagan apung. Pada Tabel 2 terlihat bahwa pada tahun 2007-2010 jumlah unit penangkapan bagan apung mengalami penurunan yang juga diikuti penurunan volume produksi bagan apung. Pada tahun 2011 jumlah unit penangkapan bagan mengalami kenaikan lagi, sehingga volume produksi juga ikut meningkat. Jumlah kapal juga menurun pada tahun 2007-2009 dan 2010-2011, tetapi tidak mempengaruhi volume produksi hasil tangkapan karena kapal bagan apung tidak digunakan secara langsung untuk operasi penangkapan, namun hanya digunakan sebagai alat untuk mengangkut ABK dan hasil tangkapan.

Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa pada tahun 2007-2008 juga dapat dilihat jumlah nelayan bagan apung mengalami peningkatan, sedangkan 2008-2010 jumlah nelayan selalu menurun dan meningkat lagi pada tahun 2011. Namun demikian, jumlah nelayan tersebut tidak mempengaruhi nilai produksi hasil tangkapan bagan apung.

Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal, alat tangkap, nelayan, volume produksi dan nilai produksi bagan apung di PPN Palabuhanratu tahun 2007-2011. Tahun Jumlah kapal

(unit) Jumlah bagan apung (unit) Jumlah nelayan (orang) Volume produksi (kg) Nilai produksi (Rp) Harga rata-rata hasil tangkapan (Rp/kg) 2007 19 267 305 1.149.534 2.451.811.850 2.132,87 2008 14 200 334 475.972 1.427.077.400 2.998,24 2009 12 164 292 299.553 1.543.421.940 5.152,42 2010 20 145 290 76.365 286.129.000 3.746,86 2011 18 270 306 276.431 1.359.863.868 4.919,36

Deskripsi Unit Penangkapan Bagan Apung Nelayan

Nelayan bagan yaitu orang yang mengoperasikan bagan, umumnya hanya satu orang dalam satu bagan. Secara umum, ada dua kategori nelayan bagan,yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik disebut sebagai juragan, yaitu orang yang memiliki alat tangkap bagan. Nelayan buruh adalah nelayan yang mengoperasikan bagan dengan sistem bagi hasil (Effendi 2002). Nelayan bagan apung di Palabuhanratu terdiri dari nelayan pemilik bagan apung dengan kapal, nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal dan nelayan buruh yang rata-rata berpendidikan SD.

Nelayan pemilik bagan apung dengan kapal disini maksudnya adalah nelayan yang memiliki bagan apung dan kapal angkut bagan apung. Nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal maksudnya adalah nelayan yang hanya memiliki bagan apung dan tidak memiliki kapal angkut sendiri, akan tetapi menyewa secara berlangganan kepada nelayan pemilik bagan apung dengan kapal. Nelayan

(18)

pemilik bagan apung tanpa kapal menyewa atau membayar upah kepada nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar 30% dari nilai hasil tangkapan, namun jika nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal tersebut tidak memperoleh hasil tangkapan, maka tidak perlu membayar sewa kapal. Nelayan buruh maksudnya adalah nelayan yang bekerja pada nelayan bagan apung yang memiliki kapal. Nelayan buruh menuju fishing ground juga menggunakan kapal milik majikannya dan membayar sewa kapal kepada nahkoda sebesar 30%, dimana 30% tersebut merupakan pendapatan nahkoda, sedangkan majikannya tersebut dapat bagi hasil dari nelayan buruh sebesar 50%. Nelayan pemilik di Palabuhanratu rata-rata memiliki 1-2 bagan apung.

Nelayan bagan apung di Palabuhanratu sebagian besar adalah nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melaut. Jika mulai musim barat, maka nelayan tidak melaut dan beralih ke pekerjaan lain karena pada musim barat terdapat gelombang yang tinggi sehingga mengganggu aktivitas nelayan untuk melaut. Sebagian besar nelayan bekerja di bidang pertanian jika tidak melaut. Jika musim selatan sudah tiba maka nelayan bagan apung mulai melakukan aktivitas penangkapan lagi. Nelayan bagan apung di Palabuhanratu rata-rata melakukan penangkapan 25 trip/bulan. Bagan apung dioperasikan oleh 1-2 orang nelayan. Rata-rata 1 alat tangkap bagan apung dioperasikan oleh 1 orang nelayan, bila 1 bagan apung terdapat 2 orang, maka 1 orang lagi tidak memperoleh bagi hasil. Nelayan bagan apung mulai berkumpul di darmaga pukul 15.00 WIB yang dicirikan dengan meninjing ember bekas kaleng cat berisi perlengkapan melaut dan lampu.

Kapal

Kapal atau perahu yang digunakan pada alat tangkap bagan apung berfungsi sebagai alat transportasi dari fishing base atau TPI ke fishing ground dan sebaliknya (Effendi 2002). Berikut spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu

Spesifikasi teknis Ukuran/jumlah

1. Ukuran 6 GT

2. Panjang 10 m

3. Lebar 2,6 m

4. Tinggi 1,2 m

5. Bahan badan kapal Kayu

6. Jenis mesin kapal Yanmar

7. Kekuatan mesin kapal 33 HP

8. Rata-rata jumlah nelayan yang diangkut 8 orang 9. Rata-rata maksimum daya angkut hasil tangkapan 4 ton

Kapal yang mengangkut nelayan bagan apung sudah ditentukan kapalnya masing-masing dan berlangganan, sehingga nelayan tidak perlu berebutan untuk naik kapal menuju bagan apungnya. Kapal bagan apung juga berfungsi untuk memindahkan alat tangkap bagan apung langganannya yang ingin memindahkan alat tangkapnya ke daerah penangkapan lain.

(19)

Kapal pengangkut nelayan bagan apung terdiri dari 1 orang ABK dan 1 orang nahkoda kapal. Konstruksi bentuk kapal angkut bagan apung sangat sederhana (Gambar 1) yang hanya terdiri dari palka yang berisi keranjang-keranjang nelayan bagan apung untuk menaruh hasil tangkapan dan ruang kemudi kapal.

Gambar 1 Kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu Alat tangkap

Bagan apung di Palabuhanratu dikenal dengan sebutan “Bagang”. Berikut spesifikasi teknis alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel juga dapat dilihat konstruksi alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu pada Gambar 2.

Tabel 4 Spesifikasi teknis bagan apung yang beroperasi di Palabuhanratu

Spesifikasi teknis Ukuran/jumlah

1. Jumlah bambu 100 buah

2. Ukuran bambu (diameter) 10 cm

a. Bambu betung 10 cm

b. Bambu biasa 5 cm

3. Ukuran bagan 9 m x 9 m

4. Ukuran waring 8 m x 8 m

5. Ukuran mata waring 0,5 inci

6. Ukuran rumah bagan 3 m x 3 m

7. Jumlah lampu 6 - 8 buah

8. Daya lampu 56 Watt

9. Daya mesin genset 1000 Watt

10. Jenis tali pengikat antar bambu PE 11. Ukuran tali pengikat antar bambu 0,6 - 1 inci

(20)

Gambar 2 Alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu

Bagan apung di Palabuhanratu mempunyai konstruksi yang hampir sama dengan bagan tancap, perbedaannya adalah bagan apung dapat dipindah-pindah (dioperasikan pada berbagai tempat) dengan ditarik menggunakan perahu. Bagan apung dibuat dari rangkaian atau susunan bambu berbentuk segi empat, pada bagian tengah dari bangunan bagan dipasang jaring yang ukurannya 1 meter lebih kecil dari bangunan bagan.

Pada dasarnya alat tangkap bagan apung terdiri dari bambu, jaring yang berbentuk persegi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat dari bambu. Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu yang melintang dan menyilang dengan maksud untuk memperkuat berdirinya bagan. Pada bagian tengah bangunan bagan apung terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat dan tempat untuk melihat keberadaan ikan. Pada bagian atas bagan juga terdapat roller yang berfungsi untuk menarik atau menurunakan jaring (waring) saat setting. Pada bagian bawah bangunan bagan terdapat lampu.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Subani dan Barus (1989) alat tangkap bagan apung terdiri dari bambu dan lampu, di atas bangunan bagan juga terdapat roller (sejenis pemutar) dari bambu yang berfungsi untuk menarik jarring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 8 x 8 meter. Jaring yang digunakan adalah jaring yang disebut dengan Waring dengan mata jaring 0.4 inch dengan posisi terletak pada bagian bawah bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat.

Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan tali pada ke empat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada keempat sisi jaring diberi pemberat yang berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang

(21)

baik selama dalam air. Ukuran jaring biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran bangunan bagan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat beberapa perbedaan dengan pernyataan Subani dan Barus (1989), hal itu terlihat dari ukuran jaring (waring). Ukuran jaring (waring) alat tangkap bagan apung di Palabuhanratu sebesar 0,5 inch dan ukuran bagan 9 x 9 meter.

Daerah dan Musim Penangkapan Ikan

Bagan apung yang dioperasikan oleh nelayan berada di sekitar Teluk Palabuhanratu yang ditempuh dalam 2-3 jam perjalanan atau sekitar 25 mil laut dari fishing base (PPN Palabuhanratu). Daerah pengoperasian bagan apung dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Daerah pengoperasian bagan apung di Palabuhanratu

Pada penelitian ini alat tangkap bagan apung yang beroperasi di Palabuhanratu dapat dipindah-pindahkan. Perpindahan bagan apung di PPN Palabuhanratu tergantung dari bagan apung lainnya karena nelayan memindahkan alat tangkapnya dengan melihat jumlah hasil tangkapan bagan apung lainnya. Jika hasil tangkapan salah satu alat tangkap banyak, maka nelayan yang lainnya mengikuti ke tempat nelayan yang memperoleh hasil tangkapan banyak tersebut. Perpindahan dalam penempatan bagan apung ditarik oleh kapal angkut bagan apung, tetapi pengoperasiannya masih tetap di sekitar Teluk Palabuhanratu. Alat tangkap bagan apung dipindahkan oleh kapal langganannya. Sebelum bagan apung dipindahkan, nelayan bagan apung menghubungi nelayan pemilik bagan apung dengan kapal langganannya beberapa hari sebelumnya untuk memindahkan alat tangkapnya. Alat tangkap bagan apung yang dipindahkan biasanya pada saat pagi atau siang hari. Daerah penempatan bagan apung yang dipindahkan oleh nelayan biasanya berdasarkan pada panjang jangkar yang dimiliki atau terletak pada perairan dangkal atau di daerah teluk dengan kedalaman rata-rata sekitar 10 m.

(22)

Pengoperasian bagan apung dilakukan rata-rata sebanyak 25 trip/bulan selama 4 bulan dalam 1 tahun, yaitu pada musim selatan (Juni-September). Pada musim barat (Oktober – Mei) nelayan bagan apung tidak melakukan operasi penangkapan ikan karena pengaruh gelombang. Alat tangkap bagan apung yang tidak dioperasikan karena pengaruh musim tetap dibiarkan di daerah penangkapan. Selama alat tangkap di daerah penangkapan dan nelayan tidak melakukan operasi penangkapan, maka nelayan bagan apung hanya melakukan pengecekan terhadap alat tangkapnya masing-masing. Pengecekan bagan apung di laut oleh nelayan biasanya dilakukan 1 kali/2 minggu.

Metode Pengoperasian Bagan Apung

Metode pengoperasian bagan apung di Palabuhanratu yang dilakukan penulis cenderung sama secara teknis dengan metode pengoperasian bagan apung yang dilakukan oleh Zulkarnain (1997). Namun, terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari lampu dan genset yang digunakan. Pada saat penelitian dilaksanakan oleh penulis, nelayan bagan apung menggunakan lampu neon masing-masing berkekuatan 56 watt dan mesin genset untuk menghidupkan lampu sebesar 1000 watt. Pada penelitian Zulkarnain tahun 1997, lampu yang digunakan masih lampu petromaks dan lampu celup bawah air dan generator. Metode pengoperasian bagan apung di PPN Palabuhanrau terdiri dari 6 tahap, yaitu :

1. Persiapan menuju fishing ground.

Sebelum melakukan operasi penangkapan, nelayan menyiapkan kebutuhan perbekalan seperti air tawar, bahan makanan, solar, oli, lampu, genset dan persiapan lainnya yang dianggap penting agar kegiatan operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan lancar. Nelayan melakukan persiapan perbekalan dirumahnya masing-masing selama 1 jam. Perbekalan yang telah dipersiapkan dimasukkan ke dalam ember kaleng cat bekas. Nelayan membawa ember kaleng cat yang telah lengkap dengan perbekalan ke dermaga sambil menunggu pemberangkatan menuju fishing ground masing-masing sekitar pukul 15.00 WIB. Perjalanan menuju fishing ground masing-masing + 2 – 3 jam.

2. Persiapan setting

Setelah sampai di fishing ground, nelayan melakukan persiapan + 1 jam untuk pengisian bahan bakar pada genset, memasang lampu, memasang instalasi listrik pada genset untuk menghidupkan lampu.

3. Setting

Sebelum hari gelap jaring diturunkan terlebih dahulu. Jaring diturunkan pada pukul 18.00 WIB. Penurunan jaring dilakukan dengan mengulur tali pada roller penarik dan menurunkan jaring pada kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu dinyalakan menggunakan mesin genset agar ikan berkumpul di sekitar lampu. Jarak antara lampu dengan perairan 3 meter. Persiapan setting dilakukan selama + 1 jam.

4. Pengamatan keberadaan ikan

Selanjutnya nelayan melakukan pengamatan melalui rumah bagan untuk melihat adanya tanda-tanda keberadaan ikan di sekitar bagan. Lamanya jaring di

(23)

perairan tergantung dari banyaknya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu. Biasanya lamanya jaring di perairan + 3 jam.

Setelah diperkirakan ikan banyak berkumpul di sekitar lampu, maka lampu dimatikan satu persatu sehingga hanya satu lampu dibagian tengah bagan yang hidup. Hal ini bertujuan agar ikan yang berkumpul terfokus pada satu cahaya lampu saja.

5. Hauling

Setelah ikan terfokus pada satu cahaya lampu saja, maka langkah selanjutnya mengangkat jaring bagan dengan memutar roller untuk menarik atau mengangkat jaring ke permukaan. Roller diputar perlahan-lahan agar jaring yang terangkat tidak terlalu menimbulkan bunyi yang keras karena bergesekan dengan air yang akan menyebabkan gerakan air lebih cepat dan bergelombang sehingga hal tersebut dapat mengejutkan ikan. Namun gerakan roller akan diputar secepat mungkin saat jaring semakin semakin dekat ke permukaan air, sehingga ikan tidak sempat meloloskan diri saat melihat keberadaan jaring. Roller terus diputar sampai bingkai jaring menyentuh penyekat, kemudian bingkai jaring diikatkan pada penyekat.

6. Brailing

Hasil tangkapan yang telah terkumpul dijaring disortir berdasarkan jenis ikan dan ukuran ikan dan dikumpulkan dengan bantuan serok untuk dipindahkan ke dalam keranjang-keranjang yang telah dipersiapkan. Keranjang yang yang dipersiapkan oleh masing-masing nelayan bagan apung berjumlah 30 keranjang/bagan apung. Penyortiran ikan biasanya dibutuhkan waktu selama + 1 jam. Setelah penyortiran selesai maka melepaskan jaring yang telah diangkat tersebut untuk diturunkan ke perairan dan dipersiapkan kembali untuk melakukan setting selanjutnya. Pengangkatan jaring selama pengoperasian bagan apung dilakukan sebanyak 3-4 kali/malam dan nelayan kembali menuju fishing base pada pukul 04.00 WIB.

Hasil Tangkapan Bagan Apung

Hasil tangkapan bagan apung pada umumnya adalah jenis-jenis pelagis kecil seperti ikan teri (Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp), tembang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus sp), sotong (sepia sp), dan kembung (Rastrelliger spp). Hasil tangkapan sampingan bagan apung antara lain layur (Trichiurus savala) dan tongkol (Auxis thazard) (Subani dan Barus 1989).

Hasil tangkapan bagan apung di Palabuhanratu terdiri dari lisong (Auxis rochei), layang deles (Decapterus spp), cumi-cumi (Loligo sp), kembung (Rastrelliger spp), pepetek (Leiognatus sp), layur (Trichiurus savala), teri (Stolephorus sp), tembang (Sardinella fimbriata) dan ikan lainnya. Hasil tangkapan oleh nelayan bagan apung di PPN Palabuhanratu hampir semuanya dimanfaatkan oleh nelayan dan hanya sedikit yang tidak dimanfaatkan oleh nelayan.

Hasil tangkapan yang tertangkap biasanya dimanfaatkan oleh nelayan dengan dijual dan dikonsumsi sendiri. Secara keseluruhan hasil tangkapan nelayan bagan apung di PPN Palabuhanratu sebagian besar dimanfaatkan oleh nelayan. Hasil tangkapan utama yang dimanfaatkan mencapai 99,67% dan yang tidak

(24)

dimanfaatkan sebesar 0,33% dari total yang dijual dan dikonsumsi sendiri. Hasil tangkapan sampingan yang dimanfaatkan sebesar 0,22% dari total hasil tangkapan sampingan yang tertangkap (Yuda et al. 2012).

Komposisi hasil tangkapan antara nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal memiliki komposisi hasil tangkapan yang berbeda (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu per tahun

Jenis Ikan Nama Ilmiah

Jumlah hasil tangkapan nelayan pemilik bagan apung

Dengan kapal Tanpa kapal Jumlah

(kg) Persentase (%)    Jumlah (kg) Persentase (%) 1. Lisong Auxis rochei 5.400 17,47 1.760 16,89

2. Layang deles Decapterus spp. 10.000 32,31 3.000 28,79

3. Cumi-cumi Loligo sp. 800 2,58 160 1,53

4. Kembung Rastrelliger spp. 1.000 3,23 600 5,76

5. Pepetek Leiognatus sp. 4.650 15,02 1.700 16,31

6. Layur Trichiurus savala 1.600 5,16 600 5,76

7. Teri Stolephorus sp. 4.800 15.51 1.600 15,35

8. Tembang Sardinella fimbriata 1.500 4,84 500 4,79

9. Ikan lainnya 1.200 3,87 500 4,79

Jumlah 30.950 100 10.420 100

Pada Tabel 5 dapat dilihat jenis hasil tangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal di PPN Palabuhanratu sama, tetapi memiliki perbedaan jumlah atau persentase hasil tangkapan karena nelayan pemilik bagan apung dengan kapal rata-rata memiliki 2 alat tangkap bagan apung. Nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal rata-rata hanya memiliki 1 alat tangkap bagan apung saja.

Pada Tabel 5 dapat juga dilihat jenis ikan yang dominan tertangkap untuk nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dalam penelitian ini yaitu ikan layang deles (Decapterus spp) dengan jumlah hasil tangkapan sebesar 10.000 kg (32,31%). Hasil tangkapan dominan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal yaitu layang deles (Decapterus spp) sebesar 3.000 kg (28,79%). Hasil tangkapan yang paling sedikit pada nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal yaitu cumi-cumi (Loligo sp) berturut-turut sebesar 800 kg (2,58%) dan 160 kg (1,53%).

Produktivitas

Produktivitas nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal di PPN Palabuhanratu berbeda karena jumlah alat tangkap dan jumlah produksi untuk masing-masing bagan apung berbeda. Jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebanyak 2 unit. Jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebanyak 1 unit.

(25)

Perbedaan jumlah unit alat tangkap yang dioperasikan tersebut dapat berpengaruh kepada jumlah produksi hasil tangkapan. Jumlah produksi hasil tangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar 30.950 kg. Jumlah produksi hasil tangkapan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar 10.420 kg. Produktivitas alat tangkap bagan apung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Rata - rata produktivitas bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal Unit penangkapan

bagan apung Perhitungan Produktivitas

dengan kapal

Jumlah produksi/jumlah

unit alat tangkap 30.950 kg/18 unit 1719,44 kg/unit/trip Jumlah produksi/nelayan 30.950 kg/36 orang 859,72 kg/orang/trip Jumlah produksi/trip 30.950 kg/25 trip 1.238 kg/trip

tanpa kapal

Jumlah produksi/jumlah

unit alat tangkap 10.420 kg/12 unit 868,33 kg/unit/trip Jumlah produksi/nelayan 10.420 kg/12 orang 868,33 kg/orang/trip Jumlah produksi/trip 10.420 kg/25 trip 416,8 kg/trip

Pada Tabel 6 dapat dilihat rata – rata produktivitas bagan apung dengan kapal cenderung lebih besar dibandingkan dengan produktivitas bagan apung tanpa kapal. Hal itu karena jumlah produksi hasil tangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal cenderung lebih besar. Produksi per nelayan bagan apung dengan kapal sebesar 859,72 kg/orang/trip lebih kecil dibandingkan dengan produktivitas produksi per nelayan bagan apung tanpa kapal sebesar 868,33 kg/unit/trip. Hal itu karena perbedaan jumlah nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebanyak 2 orang lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebanyak 1 orang yang digunakan sebagai pembagi pada produktivitas nelayan.

Analisis Finansial

Analisis finansial alat tangkap bagan apung di Palabuhanratu dilihat dari segi analisis usaha dan analisis investasi. Analisis finansial terdiri dari dua perhitungan yaitu, perhitungan analisis finansial unit penangkapan bagan apung dan unit penangkapan bagan apung tanpa kapal.

Analisis usaha

Analisis usaha dalam perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan usaha yang akan dicapai pada periode atau waktu tertentu (misalnya satu tahun). Dalam analisis usaha dilakukan analisis keuntungan, imbangan penerimaan dan biaya, payback period dan ROI.

1. Keuntungan

Keuntungan dalam usaha penangkapan diperoleh dari penerimaan (TR dikurangi dengan biaya total (TC).

1) Biaya

Biaya – biaya yang diperlukan untuk perhitungan analisis usaha dalam usaha perikanan bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal terdiri dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap,

(26)

tidak dipengaruhi oleh perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan keluaran atau produk di dalam interval tertentu. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi (Umar 2003). (1) Biaya bagan apung dengan kapal

Total biaya investasi yang diperlukan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dalam usaha penangkapan sebesar Rp 157.020.000,00, terdiri atas kapal, mesin, bagan apung, genset, lampu dan keranjang (Tabel 7). Besarnya biaya investasi merupakan nilai investasi rata-rata responden yang ditanamkan pada usaha unit penangkapan bagan apung dengan kapal di PPN Palabuhanratu.

Tabel 7 Rata-rata nilai investasi, biaya tetap dan tidak tetap nelayan pemilik bagan apung dengan kapal

Uraian Satuan Nilai (Rp)

A. Investasi

Kapal 1 unit (7 tahun) 100.000.000

Mesin 1 buah (3 tahun) 20.000.000

Bagan apung 2 unit (1 tahun) 30.000.000

Genset 2 buah (1 tahun) 5.000.000

Lampu 16 buah (1 tahun) 1.600.000

Keranjang 60 buah (1 tahun) 420.000

Total Investasi 157.020.000

B. Biaya tetap

1. Bagan apung 2 unit 30.000.000

2. Mesin listrik 2 buah 5.000.000

3. Lampu 16 buah 1.600.000

4. Keranjang 60 buah 420.000

5. Penyusutan kapal 1 unit 7.142.857

6. Penyusutan mesin 1 unit 5.000.000

7. Pemeliharaan bagan apung 2 unit 5.000.000 8. Pemeliharaan kapal 1 unit 5.000.000 9. Pemeliharaan mesin 1 unit 1.000.000 10. Pemeliharaan genset 2 unit 500.000

11. Biaya tambat 1 tahun 200.000

12. SIUP 1 tahun 50.000

Total biaya tetap (b) 60.912.857

C. Biaya tidak tetap

1. Solar 65 liter x 25 trip x Rp 4.500/liter x 4 bulan 1 tahun 29.250.000 2. Oli 2,75 liter x 25 trip x Rp 30.000/liter x 4 bulan 1 tahun 8.250.000 3. Konsumsi nelayan 2 org x 25 trip x Rp 25.000 x 4 bulan 1 tahun 5.000.000 4. Retribusi (5% dari total pendapatan) 1 tahun 11.011.250 5. Upah nelayan buruh (2 orang) 1 tahun 58.349.813 6. Upah nahkoda (2 orang) 1 tahun 25.007.063

Total biaya tidak tetap (c) 136.868.126

(27)

Pada tabel 7 di atas dapat dilihat rata-rata biaya tetap dalam usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 60.912.857,00/tahun, terdiri atas bagan apung, genset, lampu, keranjang, penyusutan kapal, penyusutan mesin, penyusutan genset, penyusutan bagan apung, penyusutan lampu, penyusutan keranjang, pemeliharaan kapal, pemeliharaan alat tangkap, pemeliharaan mesin, pemeliharaan genset, biaya tambat dan SIUP. Biaya tetap usaha nelayan bagan apung yang memiliki kapal terbesar terdapat pada pembelian 2 unit bagan apung/tahun sebesar Rp 30.000.000,00. Rata-rata biaya tidak tetap nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 136.868.126,00/tahun, terdiri atas solar, oli, konsumsi nelayan, retribusi, upah nelayan buruh dan upah nahkoda. Biaya tidak tetap usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal terbesar terdapat pada biaya solar sebesar Rp 29.250.000.

(2) Biaya bagan apung tanpa kapal

Rata-rata total biaya investasi usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar Rp 18.510.000,00 yang terdiri dari bagan apung, genset, lampu dan keranjang (Tabel 8).

Tabel 8 Rata-rata nilai investasi, biaya tetap dan tidak tetap nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal

Uraian Satuan Nilai (Rp)

A. Invetasi

Bagan apung 1 unit (1 tahun) 15.000.000

Genset 1 buah (1 tahun) 2.500.000

Lampu 8 buah (1 tahun) 800.000

Keranjang 30 buah (1 tahun) 210.000

Total Investasi 18.510.000

B. Biaya tetap

1. Bagan Apung 1 unit 15.000.000

2. Genset 1 buah 2.500.000

3. Lampu 8 buah 800.000

4. Keranjang 30 buah 210.000

5. Pemeliharaan bagan apung 1 unit 2.500.000 6. Pemeliharaan genset 1 unit 250.000

7. SIUP 1 tahun 25.000

Total biaya tetap (b) 21.285.000

C. Biaya tidak tetap

1. Bensin 5 liter x 25 trip x Rp 4.500/liter x 4 bulan 1 tahun 2.250.000 2. Oli 1,45 liter x 25 trip x Rp 30.000/liter x 4 bulan 1 tahun 4.350.000 3. Konsumsi nelayan 25 trip x Rp 25.000 x 4 bulan 1 tahun 2.500.000

4. Retribusi (5%) 1 tahun 3.502.500

5. Biaya sewa kapal 1 tahun 17.234.250

Total biaya tidak tetap (c) 29.836.750

(28)

Pada Tabel 8 dapat dilihat rata-rata biaya tetap usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar Rp 21.285.000,00/tahun, terdiri atas bagan apung, genset, lampu, keranjang, pemeliharaan bagan apung, pemeliharaan genset dan SIUP. Komponen biaya tetap terbesar pada usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal terdapat pada pembelian bagan apung/tahun sebesar Rp 15.000.000,00. Pada tabel juga dapat dilihat rata-rata biaya tidak tetap usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar Rp 29.836.750,00/tahun, terdiri atas solar, oli, konsumsi nelayan, retribusi dan biaya sewa kapal. Komponen biaya tidak tetap terbesar pada usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal terdapat pada biaya sewa kapal sebesar Rp 17.234.250,00.

Pada kedua tabel di atas (Tabel 7 dan 8) terlihat perbedaan antara nilai investasi dan total biaya antara usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal. Nilai investasi terbesar nelayan pemilik bagan apung dengan kapal terletak pada pembelian kapal sebesar Rp 100.000.000,00, sedangkan nilai investasi terbesar pada nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal terletak pada alat tangkap sebesar Rp 15.000.000,00. Pada total biaya juga terlihat perbedaan yang signifikan antara usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal. Total biaya pada usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 197.780.983,00, sedangkan total biaya pada usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar Rp 51.121.750,00.

2) Penerimaan

Penerimaan yang diperoleh dari usaha unit penangkapan bagan apung selama tahun proyek berasal dari nilai hasil tangkapan dan sewa kapal untuk pendapatan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal, sedangkan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal penerimaan diperoleh hanya dari nilai hasil tangkapan. Jenis hasil tangkapannya terdiri dari lisong (Auxis rochei), layang deles (Decapterus spp), cumi-cumi (Loligo sp), kembung (Rastreliger spp), pepetek (Leiognatus sp), layur (Trichiurus savala), teri (Stolephorus sp), tembang (Sardinella fimbriata) dan ikan lainnya (Tabel 9 dan 10).

Tabel 9 Rata-rata penerimaan per tahun nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dari hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu

Musim selatan (Juni- September) Nilai (Rp)

Lisong (120 kg x Rp 7500/kg x 20 kali* x 1 bulan) 18.000.000 Lisong (50 kg x Rp 7500/kg x 20 kali* x 3 bulan) 22.500.000 Layang deles (100 kg x Rp 7500/kg x 25 trip x 4 bulan) 75.000.000 Cumi-cumi (20 kg x Rp 20.000/kg x 10 kali* x 4 bulan) 16.000.000 Kembung (10 kg x Rp 12.000/kg x 25 trip x 4 bulan 12.000.000 Pepetek (120 kg x Rp 2.500/kg x 20 kali* x 1 bulan) 6.000.000 Pepetek (30 kg x Rp 2.500/kg x 25 trip x 3 bulan) 5.625.000 Layur (16 kg x Rp 12.000/kg x 25 trip x 4 bulan) 19.200.000 Teri ( 60 kg x Rp 7.500/kg x 20 kali* x 4 bulan) 36.000.000 Tembang (15 kg x Rp 5000/kg x 25 trip x 4 bulan) 7.500.000 Ikan lainnya (12 kg x Rp 2000/kg x 25 trip x 4 bulan) 2.400.000

Total Penerimaan 220.225.000

(29)

Pada Tabel 9 dapat dilihat total penerimaan rata-rata dari penjualan hasil tangkapan unit penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 220.225.000,00/tahun. Jenis ikan yang memiliki hasil tangkapan terbanyak yaitu Lisong (Auxis rochei) dan pepetek (Leiognatus sp) dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 120 kg. Penerimaan terbesar terdapat pada ikan layang deles (Decapterus spp) dengan penjualan sebesar Rp 75.000.000,00. Komposisi rata-rata hasil tangkapan yang sedikit terdapat pada ikan lainnya sebesar 12 kg dan hasil tangkapan dengan hasil penjualan yang sedikit juga terdapat pada ikan lainnya sebesar Rp 2.400.000,00.

Pada tabel juga dapat dilihat cumi-cumi merupakan hasil tangkapan yang tertangkap paling sedikit untuk bagan apung dengan kapal yaitu sebanyak 10 kali dalam 25 trip/bulan. Cumi-cumi juga tertangkap hanya 1 bulan selama 4 bulan beroperasi. Hal ini karena sumberdaya cumi-cumi di Teluk Palabuhanratu mulai berkurang.

Total penerimaan rata-rata dari penjualan hasil tangkapan unit penangkapan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar Rp 70.050.000,00/tahun. Penerimaan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Rata-rata penerimaan per tahun nelayan pemilik bagan apung tanpa

kapal dari hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu

Musim selatan (Juni - September) Nilai (Rp)

Lisong (40 kg x Rp 7500/kg x 20 kali* x 1 bulan) 6.000.000 Lisong (12 kg x Rp 7500/kg x 20 kali* x 3 bulan) 5.400.000 Layang deles (20 kg x Rp 7500/kg x 25 trip x 4 bulan) 15.000.000 Cumi-cumi (4 kg x Rp 20.000/kg x 10 kali* x 4 bulan) 3.200.000 Kembung (6 kg x Rp 12.000/kg x 25 trip x 4 bulan) 7.200.000 Pepetek (40 kg x Rp 2.500/kg x 20 kali* x 1 bulan) 3.000.000 Pepetek (12 kg x Rp 2.500/kg x 25 trip x 3 bulan) 2.250.000 Layur (10 kg x Rp 12.000/kg x 25 trip x 4 bulan) 12.000.000 Teri ( 20 kg x Rp 7.500/kg x 20 kali* x 4 bulan) 12.000.000 Tembang (6 kg x Rp 5000/kg x 25 trip x 4 bulan) 3.000.000 Ikan lainnya (5 kg x Rp 2000/kg x 25 trip x 4 bulan) 1.000.000

Total Penerimaan (e) 70.050.000

Ket : * = dalam 25 trip/bulan

Pada Tabel 10 dapat dilihat jenis ikan yang memiliki hasil tangkapan terbanyak yaitu lisong (Auxis rochei) dan pepetek (Leiognatus sp) sebesar 40 kg. Penerimaan terbesar terdapat pada ikan layang deles (Decapterus spp) dengan rata-rata penjualan sebesar Rp 15.000.000,00. Komposisi hasil tangkapan yang sedikit terdapat pada tembang (Sardinella fimbriata) dan ikan lainnya sebesar 5 kg dan hasil tangkapan dengan hasil penjualan yang sedikit terdapat pada ikan lainnya dengan rata-rata penjualan sebesar Rp 1.000.000,00.

Pada tabel juga dapat dilihat cumi-cumi merupakan hasil tangkapan yang tertangkap paling sedikit untuk bagan apung tanpa kapal yaitu sebanyak 10 kali dalam 25 trip/bulan. Cumi-cumi juga tertangkap hanya 1 bulan selama 4 bulan beroperasi. Hal ini karena sumberdaya cumi-cumi di Teluk Palabuhanratu mulai berkurang.

(30)

Pada tabel di atas (Tabel 9 dan 10) juga dapat dilihat bahwa dalam 25 trip tidak selalu nelayan mendapatkan hasil tangkapan. Beberapa nelayan ada yang mendapatkan hasil tangkapan 10 atau 20 kali dalam 25 trip/bulan. Hal itu karena tiap trip penangkapan yang dilakukan tidak semua jenis ikan yang tersebut diatas tertangkap. Pada kedua tabel juga terlihat jenis hasil tangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal tidak berbeda, namun komposisi hasil tangkapannya berbeda karena nelayan pemilik bagan apung dengan kapal mempunyai 2 bagan apung, sedangkan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal hanya memiliki 1 bagan apung. Pada kedua tabel di atas juga terlihat total penerimaan dari hasil penjualan tangkapan unit penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal berbeda karena juga disebabkan komposisi hasil tangkapan yang berbeda. Perbedaan komposisi hasil tangkapan juga disebabkan karena jumlah unit penangkapan yang dioperasikan berbeda. Penerimaan hasil tangkapan bagan apung hanya terdapat pada bulan Juni – September karena pada musim ini terjadi musim selatan (puncak) penangkapan ikan menggunakan bagan apung. Pada bulan Oktober – Mei terjadi musim barat sehingga nelayan bagan apung tidak melaut dan menghabiskan waktunya di darat. Nelayan pemilik bagan apung dengan kapal juga memperoleh pemasukan melalui penyewaan kapal dari nelayan-nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal dan nelayan buruh. Hal itu dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata total pendapatan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal/ tahun

Pendapatan bagan apung dengan kapal

(Rp)

Pendapatan bagan apung tanpa kapal

(Rp) Total penerimaan hasil tangkapan (a) 220.225.000 70.050.000 Total biaya (b) 197.780.983 51.121.750 Keuntungan (c) 22.444.017 18.928.250 Penerimaan sewa kapal (d) 120.910.444 - Keuntungan plus (c + d) 143.354.461 -

Pada Tabel 11 di atas terlihat rata-rata keuntungan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 22.444.017,00, sedangkan rata-rata pendapatan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar Rp 18.928.250,00. Selisih pendapatan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal tidak jauh berbeda. Hal itu disebabkan karena selisih antara total penerimaan dari hasil tangkapan dengan total biaya pada usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal yang tidak jauh berbeda. Selain itu, karena perbedaan total biaya yang signifikan antara bagan apung dengan kapal dan bagan apung tanpa kapal sehingga mempengaruhi keuntungan. Total biaya usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 197.780.983,00, sedangkan total biaya usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar Rp 51.121.750,00.

Pada Tabel 11 juga terlihat pendapatan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal juga diperoleh melalui penyewaan kapal sebesar Rp 120.910.444,00 sehingga mempengaruhi keuntungan akhir. Keuntungan akhir nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 143.354.461,00.

(31)

2. Rasio imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio)

R/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya (Soekartawi 2003). Analisis R/C digunakan untuk melihat berapa penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan pada usaha unit penangkapan. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai R/C bagan apung dengan kapal yang berasal dari hasil tangkapan sebesar 1,11 (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha unit penangkapan bagan apung dengan kapal akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,11. Nilai R/C bagan apung dengan kapal yang berasal dari biaya sewa kapal sebesar 0,61 (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan bagan apung yang memiliki kapal akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 0,61.

Nilai R/C bagan apung tanpa kapal sebesar 1,37 (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha unit penangkapan bagan apung tanpa kapal akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,37. Perbedaan nilai R/C pada unit penangkapan bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal karena total penerimaan dan total biaya yang jauh berbeda seperti yang terlihat pada penjelasan di atas. Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh, maka usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal yang berasal dari hasil tangkapan (tanpa sewa kapal) layak untuk dilaksanakan karena R/C > 1, sedangkan usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal yang menggunakan sewa kapal tidak layak untuk dilaksanakan karena nilai R/C < 1. Nilai R/C yang diperoleh dari usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal juga layak untuk dilaksanakan karena nilai R/C > 1.

3. Payback Period (PP)

Analisis waktu pengembalian modal (payback period) bertujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan dalam menutupi biaya investasi apabila seluruh keuntungan yang diperoleh digunakan untuk menutupi investasi Sokartawi (2003). Payback Period dari usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal yang berasal dari hasil tangkapan (tanpa sewa kapal) selama 6,99 tahun atau sekitar 6 tahun 11 bulan (Tabel 12). Payback period dari usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar 0,98 tahun atau sekitar 11,76 bulan (Tabel 12).

Tabel 12 Analisis usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal

Nelayan pemilik bagan apung dengan kapal (2 bagan)

Nelayan tanpa kapal (1 bagan) Sewa kapal Bila tanpa usaha sewa kapal

Total biaya - Rp197.780.983 Rp51.121.750 Total penerimaan Rp 120.910.444 Rp220.225.000 Rp70.050.000 Keuntungan - Rp22.444.017 Rp18.928.250 R/C 0,61 1,11 1,37 PP - 6,99 0,98 ROI - 0,14% 1,02%

(32)

4. Return of Investment (ROI)

Return of Investment (ROI) bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh dalam setiap rupiah investasi yang ditanamkan. ROI dari usaha unit penangkapan nelayan bagan apung dengan kapal yang berasal dari penerimaan hasil tangkapan (tanpa sewa kapal) sebesar 0,14 %. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah yang diinvestasikan akan memberikan keuntungan sebesar 0,14%. ROI dari usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar 1,02%. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah yang diinvestasikan akan memberikan keuntungan sebesar 1,02%.

Pada Tabel 12 dapat dilihat Payback period dan ROI dari nelayan pemilik bagan apung dengan kapal yang berasal dari penerimaan sewa kapal tidak dihitung karena tidak ada keuntungan yang diperoleh dan usaha nelayan pemilik bagan apung yang berasal dari sewa kapal juga tidak layak untuk dilaksanakan. Hal ini karena jika nelayan pemilik bagan apung dengan kapal hanya menerima penerimaan dari sewa kapal maka nelayan mengalami kerugian karena R/C 0,61 (dengan asumsi total penerimaan yang digunakan sebesar Rp 120.910.444 lebih kecil dibandingkan total biayanya sebesar Rp197.780.983 sebagai pembagi) Analisis kriteria investasi

Investasi merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi untuk memperoleh manfaat sampai secara teknik sudah tidak menguntungkan lagi. Modal merupakan salah satu faktor penentu dalam menjalankan suatu usaha. Biaya dalam analisis ini merupakan komponen pengeluaran dari usaha penangkapan yang merupakan biaya operasional dalam operasi penangkapan. Analisis kriteria investasi menggunakan cash flow. Asumsi yang digunakan dalam perkiraan cash flow usaha unit penangkapan bagan apung dengan kapal yaitu : 1. Usaha unit penangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu dianggap usaha

baru;

2. Nelayan pemilik kapal memiliki 2 alat tangkap bagan apung;

3. Umur proyek bagan apung dengan kapal ditentukan 7 tahun berdasarkan umur teknis kapal;

4. Harga input dan output selama umur proyek berlangsung dianggap tetap; 5. Nilai hasil tangkapan pada tahun ke-1 sampai ke-7 dianggap tetap; 6. Harga yang digunakan yaitu harga yang berlaku pada saat penelitian;

7. Nilai discount factor diperoleh dari tingkat suku bunga kredit usaha mikro (KUR) Bank Jawa Barat pada tahun 2012 sebesar 13%.

Cash flow Arus masuk atau in flow pada perkiraan cash flow terdiri atas

penerimaan dan nilai sisa, sedangkan arus keluar atau out flow terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional. Nilai cash flow dari usaha unit penangkapan bagan apung dengan kapal dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Cash flow unit penangkapan bagan apung dengan kapal

NPV Rp 8.187.023

Net B/C 1,05

IRR 14,59% Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai NPV untuk usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp 8.187.023,00. Hal ini menunjukkan bahwa

(33)

pada akhir proyek usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal akan memberikan manfaat sebesar Rp 8.187.023,00. Berdasarkan nilai NPV tersebut maka usaha layak untuk dilanjutkan karena NPV > 0. Nilai cash flow pada usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal tidak dihitung karena kita menggunakan umur teknis paling lama, yaitu kapal, sedangkan usaha nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal tidak mempunyai umur teknis paling lama.

Pada Tabel 13 juga terlihat nilai Net B/C 1,05. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan pada usaha unit penangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp 1,05,- selama proyek pada tingkat discount factor 13%. Berdasarkan nilai Net B/C yang diperoleh maka usaha layak untuk dilaksanakan karena Net B/C > 1. Nilai IRR pada unit penangkapan bagan apung dengan kapal sebesar 14,59%. Hal ini menunjukkan nilai investasi yang ditanamkan akan memberikan manfaat 14,59% setiap tahunnya. Berdasarkan nilai IRR yang diperoleh maka usaha layak untuk dilanjutkan karena IRR > suku bunga yang ditetapkan sebesar 13%. Berdasarkan analisis investasi maka usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal di PPN Palabuhanratu layak untuk dilaksanakan.

Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh apa yang akan terjadi akibat perubahan yang akan berdampak pada akhir perhitungan. Pada penelitian ini faktor yang dianalisis yaitu biaya solar karena komponen tersebut merupakan komponen penting dalam operasi penangkapan ikan. Nilai cash flow pada sensitivitas dari usaha unit penangkapan bagan apung dengan kapal menggunakan harga solar non subsidi di Jawa Barat yang telah ditentukan oleh PT. Pertamina sebesar Rp 8.800,00. Dari perhitungan yang diperoleh didapat NPV bernilai negatif sebesar Rp-115.424.939,00. Hal ini membuktikan dengan kenaikan harga solar Rp 8.800,00 akan memberikan pengaruh bagi usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal, sehingga usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal tidak layak untuk dilaksanakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Komposisi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu relatif beragam. Hasil tangkapan terbanyak pada alat tangkap bagan apung terdiri dari ikan pelagis seperti lisong, layang, pepetek dan teri. Ikan-ikan tersebut tertangkap pada musim selatan (Juni - September) dengan daerah penangkapan disekitar Teluk Palabuhanratu yang berjarak 75 mil laut dari PPN Palabuhanratu atau 2 - 3 jam perjalanan.

2. Nilai produktivitas unit penangkapan bagan apung dengan kapal lebih besar dibandingkan dengan bagan apung tanpa kapal. Produktivitas jumlah produksi/jumlah unit alat tangkap dengan kapal sebesar 114,63 kg/unit/trip, sedangkan bagan apung tanpa kapal sebesar 38,59 kg/unit/trip. Produktivitas jumlah produksi/nelayan dengan kapal sebesar 30.950 kg/orang/trip, sedangkan bagan apung tanpa kapal sebesar 5.210 kg/orang/trip. Produktivitas jumlah

Gambar

Tabel 1 Jenis data, teknik pengambilan, dan sumber data penelitian
Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal, alat tangkap, nelayan, volume produksi dan   nilai produksi bagan apung di PPN Palabuhanratu tahun 2007-2011
Tabel 3 Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu
Tabel 4 Spesifikasi teknis bagan apung yang beroperasi di Palabuhanratu
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak memilih dan dipilih terjadi kesewenang- wenangan, karena hakim tidak membatasi pencabutan hak tersebut dalam jangka

Tbkth rtitakuknn penelitittn pertgnruh catnpurun carhon hlack dan china clny lerharktp si.fat legangrm putus dan kekerasan kompon karet' Tblah dibuat kompon karet

Memasang infus adalah kerja kolaborasi perawat dengan profesi lain, namun sebagai perawat Memasang infus adalah kerja kolaborasi perawat dengan profesi lain, namun sebagai perawat


 Hal
 ini
 akan
 nampak
 bagi
 Sutjipto
 dan
 Ridwan
 ketika
 menghadapi
 sebuah
 perbedaan
 pendapat.
 Sutjipto
 mengangankan
 sebuah


leprosula merupakan jenis dengan persebaran geografis yang luas tetapi ternyata dalam penelitian ini tingkat diferensiasi keragaman genetik antar populasi jenis ini

Kepuasan anggota merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja

• HOKI juga akan membangun pabrik baru di Sumatera Selatan dengan mengalokasikan Rp100 miliar dan baru digunakan 10% untuk akuisisi lahan dan menargetkan akan rampung pada

(7) Dalam hal calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota yang diajukan fraksi dan gabungan fraksi berhalangan tetap pada saat pendaftaran sampai dengan penelitian