• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia adalah Negara Hukum. Pernyataan ini tertuang dengan jelas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia adalah Negara Hukum. Pernyataan ini tertuang dengan jelas"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah Negara Hukum. Pernyataan ini tertuang dengan jelas pada pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945), “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Hal tersebut menyatakan bahwa di Indonesia hukum harus berjalan dengan semestinya, dipatuhi oleh seluruh warga negaranya dan memberikan ketenangan dalam kehidupan masyarakat. Alasan Hukum diciptakan agar segala yang terjadi di suatu tempat dapat berjalan dengan aman dan damai.

Sebagai Negara Hukum, Indonesia tentunya harus menegakkan aturan yang telah dibuatnya agar perlindungan hukum berjalan dengan baik. Setiap warga negara tanpa memandang jenis kelamin ataupun usia, semua harus mendapatkan perlindungan hukum dan mendapatkan hak-hak sepenuhnya. Salah satu bentuk perlndungan hukum suatu negara terhadap warga negaranya adalah dengan adanya aturan sebagai bentuk batasan-batasan dalam bergaul antara satu orang dengan orang lainnya agar tidak terjadi pertikaian. Untuk itu Indonesia yang menganut sistem Eropa Kontinental lebih menitik beratkan aturan tertulis berupa Undang-Undang sebagai salah satu upaya perlindungan hukum bagi warga negara.

Perempuan adalah salah satu dari warga negara yang paling memerlukan perlindungan hukum. Perempuan adalah sosok yang secara fisik maupun psikis

▸ Baca selengkapnya: berikut ini yang termasuk pernyataan hakikat hukum karma adalah

(2)

berbeda dengan laki-laki. Karena memiliki sensitifitas yang tinggi, perempuan tidak jarang tidak dapat mengendalikan emosinya apalagi apabila telah terjadi peristiwa besar yang menyangkut hidupnya. Tingkat traumatis terutama Psikis lebih sulit disembuhkan meski akar permasalahannya telah usai.

Perempuan adalah objek paling sering menjadi korban kekerasan seksual, baik yang bersifat fisik secara langsung maupun secara tidak langsung yaitu secara psikis. Pengertian kekerasan seksual sendiri terbagi pada beberapa ketentuan. Komisi Nasional Perempuan telah menggolongkan perbuatan-perbuatan yang termasuk kekerasan seksual dalam 15 bentuk1 :

1. Perkosaan

2. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan 3. Pelecehan seksual

4. Eksploitasi seksual

5. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual 6. Prostitusi paksa

7. Perbudakan seksual

8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung 9. Pemaksaan kehamilan

10. Pemaksaan aborsi

11. Pemaksaan kontrasepsi atau sterilisasi 12. Penyiksaan seksual

13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual

14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan

15. Control seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Begitu banyak jenis kekerasan seksual dan masih daoat bertambah lagi jenis-jenis tersebut. Dengan adanya macam-macam kekerasan seksual yang objek pertamanya adalah perempuan, maka telah nyata bahwa perempuan benar-benar membutuhkan perlindungan. Selama ini perempuan yang menjadi korban

1

Komnas Perempuan, 15 bentuk kekerasan seksual, diakses pada tanggal 04 Desember 2018 pada website www.komnasperempuan.go.id

(3)

kekerasan seksual hanya mendapatkan pelaku kekerasan seksual dipenjara atau dikenai sanksi hukum. Pada dasarnya penghukuman terhadap pelaku saja tidak cukup untuk memulihka keadaan oerempuan terutama permasalahan psikis.

Sebagai contoh adalah kasus di Pengadilan Negeri Sleman dengan nomor perkara 182/Pid.B/2018/PN.Smn. Terdakwa telah berulang kali memaksa bahkan mengancam korban agar korban mau mengirim foto telanjang dirinya. Korban adalah perempuan berusia dua puluh tahun dan merasa ketakutan dengan ancaman tersebut pada akhirnya mengirim foto telanjang dirinya dari dagu hingga kaki. Kemudian Terdakwa yang dikenal melalui telpon terus memaksa korban untuk mengirim foto dan video telanjang atas dirinya. Karena takut dengan ancaman-ancaman dan desakan Terdakwa, korban akhirnya beberapa kali mengirim foto dan video telanjang dirinya sendiri. Kemudian terdakwa mengirimkan foto dan video korban tersebut kepada orang lain.

Terdakwa terbukti melalukan tindak pidana yang tertuang dalam pasal 29 Undang-Undang nomor 44 tahun 2008 tentang pronografi yaitu yang berbunyi : Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah).

(4)

Perbuatan yang dilakukan terdakwa masuk dalam perbuatan intimidasi termasuk ancaman. Terdakwa mengancam korban hingga merasa takut dan menuruti semua keinginan terdakwa. Semula terdakwa telah merencanakan akan menyebarluaskan foto dan video telanjang milik korban. Setelah mendapatkan foto dan video tersebut Terdakwa langsung mengirimkan foto dan video tersebut pada orang lain.

Dalam kasus ini Terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 (enam) tahun dan denda Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Namun hal tersebut tidak sebanding dengan traumatis yang terjadi pada korban dan perasaan malu foto dan videonya telah menyebar. Sebagai perempuan, hal ini merupakan hal yang berat karena meskipun terdakwa telah dijatuhin hukuman, dampak dari penyebaran foto dan video di kalangan masyarakat tentu masih membekas.

Undang-Undang Pornografi tidak mengatur tentang rehabilitasi baik mental maupun fisik pada perempuan dewasa korban kekerasan seksual. Undang-Undang pornografi hanya mengatur tentang anak korban kekerasan seksual. Padahal diketahui bahwa perempuan juga salah satu yang harus dilindungi dan dikembalikan martabatnya setelah terjadi hal-hal memalukan terhadap dirinya.

Disini terdapat kekosongan hukum tentang rehabilitasi fisik maupun mental yang terjadi pada perempuan korban kekerasan seksual. Untuk itu penulis tertarik meneliti tentang PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN

KEKERASAN SEKSUAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual menurut UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dalam Putusan Nomor 182/Pid.B/2018/PN Smn ?

2. Bagaimana keterkaitan tindak pidana kekerasan seksual dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dalam Putusan Nomor 182/Pid.B/2018/PN Smn ?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual menurut UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi

2. Untuk mengetahui keterkaitan tindak pidana kekerasan seksual dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi

D. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian terdiri dari :

Manfaat teoritis yaitu untuk memberikan manfaat bagi perkembangan hukum pidana khususnya dalam hal penyebaran konten pornografi yang terjadi di masyarakat.

(6)

1. Bagi akademisi, yaitu untuk menjadi bahan kajian dan penambahan ilmu pengetahuan tentang kepastian hukum serta sebagai sumber referensi dalam Perlindungan Hukum Perempuan Korban Kekerasan Seksual Ditinjau dari undang-undang Pornografi.

2. Bagi praktisi, yaitu untuk menjadi dasar praktis dalam memangani perkara Korban Kekerasan Seksual.

3. Bagi Pemerintah, yaitu diharapkan Pemerintah Jeli dalam membuat peraturan terkait dengan Pornografi agar efektif untuk menanggulangi maraknya Kekerasan Seksual terhadap Perempuan. 4. Bagi Masyarakat, yaitu diharapkan penelitian ini dapat menambah

pengetahuan dan informasi untuk mencegah adanya kekerasan Seksual terhadap Perempuan.

E. Kegunaan Penelitian

1. Dapat menjadi referensi pembelajaran bagi mahasiswa fakultas hukum pada umumnya dan bagi mahasiswa bagian hukum pidana pada khususnya dalam Perlindungan Hukum bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual ditinjau dari Undang-undang Pornografi.

2. Dapat menjadi bahan kajian bagi masyarakat.

3. Untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Malang.

F. Metode Penelitian

(7)

1. Jenis Penelitian

Melihat permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu menganalisis tentang pengaturan tentang korban kekerasan seksual dalam Undang-Undang Pornografi, dikaitkan dengan Putusan Nomor 182/Pid.B/2018/PN Smn, maka jenis penelitian yang tepat adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja atau disebut dengan penelitian kepustakaan2. 2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berfokus pada pendekatan perundang-undangan (Statuta Approach) atau lebih dikenal dengan pendekatan substansi hukum (Approach of legal

content analysis)3, karena yang dikaji adalah isi dari Undang-Undang tersebut. Penulis menggunakan pendekatan undang-undang karena yang dikaji adalah terkait dengan isi pasal dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornigrafi yaitu pasal 4 ayat (1) huruf b tentang kekerasan seksual. Untuk memperkuat analisis, penulis juga menggunakan pendekatan kasus (case approach) yaitu dengan menganalisis putusan nomor 182/Pid.B/2018/PN Smn agar penelitian yang dilakukan lebih jelas.

3. Sumber Bahan Hukum

2

Soeryono Soekanto, 1990, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat), Rajawali, jakarta, hlm. 29.

3

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.113.

(8)

Dalam tulisan ini penulis menggunakan dua bahan hukum, yaitu: a. Bahan Hukum primer yaitu bahan hukum yang berasal dari

peraturan perundang-undangan, adapun peraturan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Putusan Nomor 182/Pid.B/2018/PN Smn,

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi 4. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

5. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 Juncto Undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan Korban

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang berasal dari buku-buku, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, penelitian terdahulu, makalah, dokumen resmi, informasi media cetak maupun elektronik yang berkaitan dengan Perlindungan hokum perempuan korban kekerasan seksual yang ditinjau dari Undang-undang Pornografi.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu terdiri dari kamus hukum, ensiklopedia hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan dengan mengumpulkan peraturan perundang-undangan

(9)

dan mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan kemudian penulis memaca, memetakan, dan menyusun bahan tersebut. 5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, bahan hukum dianalisis menggunakan metode intepretasi studi dokumen, yaitu meneliti dan membahas peraturan perundang-undangan seduai dengan intepretasi yang diperlukan (gramatikal dan sistematis). Selain itu analisis juga dilakukan dengan metode yuridis deskriptif yaitu menganalisis Undang-Undang pronografi yang berkaitan dengan kekerasan seksual dengan teori-teori hukum yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini menggunakan uraian sistematis untuk memudahkan penulis untuk menyusun dan meneliti permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan terdapat beberapa sub-bab yaitu : a. Latar Belakang b. Rumusan Masalah c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Kegunaan Penelitian f. Metode penelitian

(10)

Kajian pustaka berisikan teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan juga perlindungan hukum korban kekerasan seksual yaitu :

a. Teori tentang Pornografi b. Perlindungan Hukum c. Kekerasan Seksual

d. Pengertian dan bentuk-bentuk Korban

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab ini berisi tentang hasil dan analisis terkait dengan perlindungan hukum korban kekerasan seksual dalam Undang-Undang pornografi pada pasal 4 ayat (1) huruf b dikaitkan dengan kasus pronografi pada putusan nomor 182/Pid.B/2018/PN. Smn.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi tentang Kesimpulan dari seluruh penelitian yang penulis lakukan dan juga berisi tentang Saran untuk pihak-pihak terkait yang bersentuhan langsung dengan penelitian yang penulis angkat.

Referensi

Dokumen terkait

Lantaran it cah.. Mimisan ini san ras. Darah yan mam.. Ana sia dini. Biasanya ami mimisan. Ji bab di atas. Bisa risma). Bai an darah.. Pada an darah. Nam anan saja.. Leukemia

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia serta hidayah-Nya yang tiada batas, dengan ridho penulis

Dengan yang demikian Peneduh 2S ciptaan kami ini dapat disesuaikan dengan pelbagai bentuk dan jenis model mesin rumput galas yang berada dalam pasaran sekarang.. Untuk perhatian

Parameter kualitas air yang penting di sekitar keramba jaring apung di Danau Maninjau telah menunjukkan kadar yang tidak mendukung untuk kehidupan ikan di dalam

Fitriana Subair 2019, Model Pembelajaran Ngaji Sugih (Studi Kasus di Pondok Pesantren Mukmin Mandiri Sidoarjo). Model pembelajaran ngaji sugih merupakan model

Penilaian hasil belajar yang dilakukan adalah dengan merekam proses pembelajaran dari awal hingga akhir melalui alat yang disebut SAS (Student Activity Sheet), di mana

(2) Dalam pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam kasus tersebut adalah dengan mengkaji kualifikasi tindak pidana,

 Peserta didik diminta menyimak penjelasan pengantar kegiatan secara besar/global tentang materi gangguan sistem pernapasan dan upaya menjaga kesehatan