• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN PADA PRIMIGRAVIDA USIA KEHAMILAN 36 - 40 MINGGU DENGAN LAMA PERSALINAN DI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN PADA PRIMIGRAVIDA USIA KEHAMILAN 36 - 40 MINGGU DENGAN LAMA PERSALINAN DI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN PADA PRIMIGRAVIDA USIA KEHAMILAN 36 - 40 MINGGU DENGAN LAMA PERSALINAN DI

SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Anung Rizki Putri Utami G.0008055

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dan banyak dijumpai dalam masyarakat. Kecemasan dapat terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang tidak diduga sebelumnya, misalnya seorang yang terkena pemutusan hubungan kerja, pindah kerja, baru menikah, dan menghadapi kehamilan atau persalinan. Bagi yang penyesuaiannya kurang baik, kecemasan dapat menghambat kegiatan sehari-hari. Orang dengan kecemasan yang berlebihan (distress) akan susah berkonsentrasi dan bersosialisasi sehingga menjadi kendala dalam menjalankan fungsi sosial, pekerjaan, dan perannya (Jatmika, 1999).

Masa kehamilan dan persalinan pada manusia menjadi fokus perhatian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Seorang wanita hamil biasanya mengalami perasaan ambivalen yaitu perasaan yang bersifat positif dan negatif terhadap kehadiran bayi. Perasaan positif berupa kebahagiaan dan tidak menimbulkan perasaan bersalah. Perasaan negatif meliputi kecemasan yang berlebihan (distress) akan rasa sakit yang ditimbulkan pada saat persalinan tiba (Tursilowati, 2007).

Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar

(3)

228/100.000 Kelahiran Hidup sedangkan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yang harus dicapai adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) hingga sebesar 110/100.000 Kelahiran Hidup. Menurut Sri Hermiyanti (2010), penyebab langsung kematian ibu, antara lain perdarahan 28 %, eklamsia 24 %, infeksi 11 %, partus lama 5 %, dan abortus 5 % (Depkes, 2010).

Selama ini dikenal 3 faktor yang mempengaruhi kelancaran proses persalinan (primigravida maupun multigravida), yaitu 3 "P" : Power (tenaga), Passage (jalan lahir) dan Passenger (janin). Namun, ternyata ada faktor "P" lain yang diduga ikut mempengaruhi kelancaran proses persalinan, yaitu Psyche (kejiwaan), termasuk kecemasan, dan Penolong (Mochtar, 1992). Kecemasan yang berlebihan (distress) dan depresi pada wanita hamil berisiko terhadap terjadinya persalinan preterm dan kemajuan persalinan yang lama (Santrock, 2010).

Kecemasan lebih sering dialami oleh primigravida terutama pada trimester akhir. Primigravida lebih membutuhkan usaha lebih keras untuk beradaptasi terhadap kondisi baru yang dialami. Kecemasan terutama berkaitan dengan proses dan nyeri persalinan yang akan dialami (Natalia, 2008). Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan (distress) merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa sakit dalam persalinan. Beberapa mekanisme biologi dapat menjelaskan hubungan antara kecemasan yang berlebihan (distress) dengan lama persalinan. Kecemasan yang berlebihan (distress) akan merangsang sekresi epinefrin dan kortisol yang nantinya akan berpengaruh

(4)

terhadap kontraksi uterus dan dilatasi serviks. Peningkatan kadar epinefrin dan kortisol akan berpotensi menyebabkan penurunan kontraksi uterus sehingga persalinan berlangsung lama (Salmah, 2006).

Melihat potensi kecemasan yang bisa dialami oleh wanita hamil serta efek-efek yang mungkin timbul dari kecemasan yang berlebihan (distress) selama persalinan, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang hubungan antara kecemasan dengan lama persalinan.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan di Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan di Surakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan di Surakarta.

2. Aspek Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi wanita hamil, suami, dan pihak keluarga dalam upaya pencegahan kecemasan serta petugas kesehatan dalam upaya penatalaksanaan kecemasan sehingga proses

(5)

persalinan dapat berjalan dengan normal. Hasil penelitian yang diperoleh juga diharapkan dapat berguna sebagai referensi atau bahan pembanding bagi peneliti-peneliti yang ingin mengkaji masalah yang berkaitan dengan kecemasan dan lama persalinan.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Persalinan

a. Definisi

Menurut Wiknjosastro (2002), persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melaui vagina ke dunia luar. Sedangkan menurut Mochtar (1992) persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari uterus melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.

b. Pembagian Persalinan

Menurut cara persalinan, dibagi menjadi dua (Wiknjosastro, 2002), yaitu:

1) Persalinan normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin yang cukup bulan (37 - 42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan atau pertolongan buatan dan tanpa komplikasi.

2) Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun melalui dinding perut dengan seksio sesarea.

(7)

c. Diagnosis Persalinan

Diagnosis persalinan merupakan salah satu diagnosis yang paling kritis dalam obstetri. Menurut Cunningham et al. (2006), diagnosis persalinan biasanya dibuat berdasarkan kontraksi yang terjadi, yaitu:

1) Kontraksi pada persalinan sejati

a) Kontraksi terjadi dengan interval yang teratur b) Interval secara bertahap memendek

c) Intensitas secara bertahap meningkat d) Nyeri di punggung dan abdomen e) Serviks membuka

f) Nyeri tidak hilang dengan sedasi 2) Kontraksi pada persalinan palsu

a) Kontraksi terjadi dengan interval yang tidak teratur b) Interval tetap lama

c) Intensitas tetap tidak berubah d) Nyeri terutama di perut bawah e) Serviks belum membuka

f) Nyeri biasanya mereda dengan sedasi d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

1) Passage (jalan lahir)

Passage merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin, terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan

(8)

vagina. Passage harus normal agar proses persalinan berjalan dengan lancar. Faktor genetik, fisiologis, dan lingkungan termasuk gizi mempengaruhi perawakan seorang ibu. Perbaikan gizi dan kondisi kehidupan juga penting karena dapat membantu mencegah terhambatnya pertumbuhan. Selain itu, serviks yang terlalu kaku juga dapat berpengaruh terhadap kemajuan persalinan, karena akan menghambat proses penipisan portio yang nantinya akan berdampak pada lamanya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).

2) Passenger (janin)

Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan. Faktor postur janin dalam uterus juga berpengaruh terhadap proses persalinan. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk postur janin dalam uterus, antara lain sikap (habitus), letak, presentasi, dan posisi janin. Plasenta juga dianggap sebagai passenger tetapi plasenta jarang menghambat pada persalinan normal (Manuaba, 1998).

3) Power (Tenaga atau kekuatan)

Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi otot-otot uterus (his), kontraksi otot-otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis, dan ketegangan serta ligmentous action terutama ligamentum rotundum. Timbulnya his adalah indikasi mulainya persalinan. Hal-hal yang

(9)

perlu diperhatikan dari his, antara lain frekuensi, intensitas, durasi atau lama, keteraturan, interval, dan aktivitas. Sifat-sifat dari his yang normal adalah kontraksi simetris, fundus dominan, relaksasi, involunter (terjadi di luar kehendak), intermiten (terjadi secara berkala), terasa sakit, terkoordinasi, kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis (Mochtar, 1992).

Apabila his yang timbul sifatnya lemah, pendek, dan jarang maka akan mempengaruhi turunnya kepala dan pembukaan serviks atau yang sering disebut dengan inkoordinasi kontraksi otot uterus. Keadaan ini dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengusiran janin dari dalam rahim. Akhirnya ibu akan mengalami persalinan lama karena tidak adanya kemajuan dalam persalinan (Wiknjosastro, 2002).

4) Psyche (kejiwaan)

Faktor-faktor kejiwaan yang mempengaruhi persalinan, antara lain emosi ibu, edukasi, pengalaman bersalin sebelumnya, kebiasaan adat, dan dukungan dari orang terdekat. Wanita hamil mengalami rasa khawatir, was-was, gelisah, dan cemas dalam menghadapi kehamilannya. Hal ini berkaitan dengan keadaan janin yang dikandungnya, ketakutan dalam menghadapi persalinan, dan perubahan fisik yang akan terjadi. Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan (distress) merupakan faktor utama yang menyebabkan

(10)

rasa sakit dalam persalinan dan berpengaruh terhadap kontraksi uterus dan dilatasi serviks sehingga persalinan menjadi lama (Cunningham, 2006).

5) Penolong

Peran penolong persalinan adalah menolong persalinan, mengantisipasi, dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Kelancaran persalinan tergantung dari kemampuan (skills) dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

e. Tahap Persalinan

Proses persalinan dibagi menjadi empat kala, antara lain (Wiknjosastro, 2002):

1) Kala I

Ditandai dengan timbulnya his dan pengeluaran lendir yang bersemu darah (bloody show). Proses membukanya serviks akibat his dibagi menjadi 2 fase, yaitu:

a) Fase laten : pembukaan berlangsung lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase berlangsung selama 8 jam.

b) Fase aktif : dibagi dalam tiga fase lagi, yakni: (1) Fase akselerasi

Dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.

(11)

(2) Fase dilatasi maksimal

Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

(3) Fase deselerasi

Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (10 cm).

2) Kala II

Setelah serviks membuka lengkap, janin akan segera keluar. His sempurna dan efektif bila ada koordinasi gelombang kontraksi sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, mempunyai amplitude 40 - 60 mmHg, berlangsung 60 - 90 detik dengan jangka waktu 2 - 4 menit, dan tonus uterus saat relaksasi kurang dari 12 mmHg. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multigravida rata-rata 30 menit.

3) Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta. Biasanya plasenta lepas 6 - 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.

(12)

4) Kala IV

Kala ini penting untuk menilai keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum dan juga menilai baik tidaknya kontraksi uterus.

f. Durasi Persalinan

Mochtar (1992) menyebutkan bahwa lama persalinan normal pada primigravida rata-rata 14 jam 30 menit dan multigravida rata-rata 7 jam 45 menit.

2. Persalinan lama a. Definisi

Persalinan lama adalah fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun janin dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Persalinan lama terjadi lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida (Mochtar, 1992).

b. Faktor Penyebab

Faktor-faktor yang menyebabkan persalinan lama, antara lain kelainan letak janin, kelainan-kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primigraviditas, perut gantung (grendemulti), dan ketuban pecah dini

(13)

(Mochtar, 1992). Namun, Simkin dan Archeta (2005), Oxorn dan Forte (2010) menyatakan bahwa aspek psikoemosional (kecemasan dan ketakutan) pada fase laten bisa menyebabkan hambatan pada kemajuan persalinan.

c. Komplikasi

Menurut Manuaba (2000), komplikasi yang timbul karena persalinan lama, yaitu:

1) Pada ibu : a) Dehidrasi

b) Tampak sakit, pucat, mata cekung, dan berkeringat dingin c) Nadi meningkat, tensi turun, dan temperatur meningkat d) His mulai melemah dan perut nampak kembung

e) Karena manipulasi berlebihan pada pemeriksaan dalam maka terdapat infeksi intrauterin (lokhia berbau, berwarna keruh tampak bercampur dengan mekoneum, dan vulva edema) f) Meteorismus (perut kembung) karena tekanan bagian terendah

janin 2) Pada janin :

a) Asfiksia ringan hingga kematian dalam rahim

b) Air ketuban keruh dan bercampur dengan mekoneum karena

terjadi asfiksia dalam rahim

c) Pada beberapa keadaan terjadi kelainan letak janin (letak sungsang, letak lintang, kelainan letak kepala)

(14)

d) Bila terdapat lingkaran Bandle yang makin meningkat, keadaan ini disebut ruptur uteri-imminen.

d. Penatalaksanaan

Penanganan umum untuk persalinan lama, antara lain (Saifuddin, 2002):

1) Menilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya)

2) Mengkaji kembali partograf dan menentukan apakah pasien berada dalam persalinan (menilai lama dan frekuensi his)

3) Memperbaiki keadaan umum dengan memberikan dukungan

emosi, perubahan posisi sesuai dengan penanganan persalinan normal, dan memeriksa keton dalam urin serta memberikan cairan baik oral maupun parenteral

4) Memberikan analgesia

Beberapa pertolongan yang dilakukan untuk penanganan lanjutan dari kasus persalinan lama, antara lain vakum ekstraksi, forceps ekstraksi, manual aid pada letak sungsang, embriotomi bila janin mati, dan seksio sesarea (Mochtar, 1992).

3. Kecemasan a. Definisi

Kecemasan merupakan perasaan takut terus menerus terhadap bahaya yang seolah-olah terus mengancam yang sebenarnya tidak nyata tetapi hanya dalam perasaan penderita saja (Zulkarnaen, 2008).

(15)

Menurut Maramis (2005), kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan manifestasi kecemasan dapat melibatkan somatik dan psikologis.

b. Faktor Penyebab

Menurut Nevid et al. (2005), faktor penyebab kecemasan adalah sebagai berikut:

1) Faktor Biologis

a) Faktor genetis : faktor genetis mempunyai peran penting dalam

perkembangan kecemasan. Hal ini dikaitkan dengan suatu gen neurotisisme, yaitu suatu trait kepribadian yang mungkin mendasari kemudahan untuk berkembangnya kecemasan. b) Neurotransmitter : neurotransmitter yang berpengaruh terhadap

reaksi kecemasan adalah gamma aminobutric acid (GABA). GABA adalah neurotransmitter yang meredakan aktivitas berlebih dari sistem saraf dan membantu untuk meredam respon-respon stres. Aksi GABA yang kurang adekuat dapat meningkatkan reaksi kecemasan. Disfungsi reseptor serotonin dan norepinefrin di otak juga memegang peran dalam meningkatnya kecemasan. Gen yang terlibat dalam regulasi serotonin kemungkinan memegang peran dalam menentukan trait yang terkait dengan kecemasan.

(16)

2) Faktor Sosial-Lingkungan

a) Pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis. b) Mengamati respon takut pada orang lain sehingga dirinya juga ikut terpengaruh terhadap rasa takut yang dialami orang tersebut.

c) Kurangnya dukungan sosial. 3) Faktor Behavioral (perilaku)

a) Kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual kompulsif atau menghindari stimuli fobik.

b) Kurangnya kesempatan untuk menghilangkan kecemasan

karena penghindaran terhadap objek atau situasi yang ditakuti. 4) Faktor kognitif dan emosional

a) Konflik psikologis yang tidak terselesaikan.

b) Faktor-faktor kognitif, seperti anggapan berlebih tentang ketakutan, keyakinan-keyakinan yang irasional, sensitivitas berlebih terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah atribusi dari sinyal-sinyal tubuh, dan self-efficacy yang rendah. c. Gejala

Gejala kecemasan dibagi menjadi dua (Mudjaddid, 2006), yaitu:

1) Gejala Psikis

Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tak bisa diam, atau timbul rasa takut.

(17)

2) Gejala Somatis

Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, sesak napas, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal (mati rasa), diare, konstipasi, insomnia, gelisah, rasa gatal, sulit tidur dan lain-lain.

d. Diagnosis

Untuk menentukan diagnosis kecemasan dapat dipakai pedoman diagnostik yang merujuk pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi III, yaitu penderita harus menunjukkan gejala kecemasan yang berlebihan (distress) dan berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu atau bulan. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

1) Kekhawatiran akan nasib buruk yang akan terjadi pada dirinya. 2) Ketegangan motorik, misalnya gelisah, sakit kepala, gemetaran,

dan tidak dapat santai.

3) Overaktivitas otonomik, misalnya kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing, dan mulut kering.

Tingkat kecemasan juga dapat diukur dengan menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA), dan Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) (Mudjaddid, 2006; Hawari, 2006).

(18)

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan kecemasan harus memperhatikan prinsip holistik (menyeluruh) dan eklitik (mendetail) yaitu meliputi aspek organo-biologik, aspek psiko-edukatif dan aspek sosiokultural (Mudjaddid, 2006).

Terapi psikofarmaka juga bisa digunakan. Obat yang biasa digunakan oleh psikiater adalah obat anti cemas (anxyolitic) dan obat anti depresi (antidepressant) yang juga berkhasiat sebagai obat anti stres (Hawari, 2006).

f. Kecemasan pada Kehamilan

Kecemasan pada kehamilan adalah kekhawatiran, keprihatinan, dan ketakutan tentang kehamilan, melahirkan, kesehatan bayi, dan masa depan orang tua. Gejala kecemasan yang berlebihan (distress) pada kehamilan sangat terkait dengan faktor psikososial seperti dukungan psikososial. Dukungan psikososial yang tidak memadai akan meningkatkan risiko terjadinya kecemasan yang berlebihan atau distress (Littleton et al., 2006).

Kecemasan yang timbul biasanya akibat informasi yang salah mengenai kehamilan dan persalinan serta penolakan terhadap bayi dalam kandungannya. Kecemasan juga bisa disebabkan karena ketakutan terhadap perubahan fisik yang akan terjadi pada dirinya, meningkatnya kebutuhan sekuritas sosial untuk dirinya, pengalaman internal sebelumnya, dan tergantung kepribadian wanita itu sendiri.

(19)

Kecemasan yang berlebihan (distress) pada saat kehamilan akan berakibat buruk bagi ibu maupun bayinya (Kartini, 1992).

Risiko terjadinya kecemasan yang berlebihan (distress) seringkali lebih tinggi pada masa kehamilan sampai dengan proses persalinan daripada setelah persalinan. Wanita hamil yang masih berusia muda berisiko tinggi mengalami kecemasan yang berlebihan (distress) selama kehamilan. Kecemasan yang berlebihan (distress) yang muncul di berbagai tahap kehamilan merupakan masalah klinis dengan patogenesis yang berbeda (Antoinette et al., 2007).

4. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan

Sebagai respon terhadap kecemasan, neuron tertentu di hipotalamus mensekresikan suatu substansi yang dinamakan Corticotrophin-Releasing Factor (CRF). CRF menstimulasi hipofisis untuk melepaskan adenocorticotrophin hormone (ACTH), yang merupakan hormon stres utama tubuh. ACTH selanjutnya dibawa oleh aliran darah ke kelenjar adrenal dan ke berbagai organ tubuh lainnya, yang menyebabkan pelepasan sekitar 30 hormon, yang masing-masing memiliki peranan tertentu dalam penyesuaian tubuh terhadap situasi darurat (Saputra, 2000). Kelenjar adrenal akan mensekresi epinefrin (adrenalin) dan kortisol yang akan meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah untuk memenuhi kebutuhan ke otak, jantung, otot, dan tulang untuk mengatasi krisis (Pick, 2005).

(20)

Menurut Simkin dan Archeta (2005), dan Salmah (2006), ibu hamil pertama tidak jarang memiliki pikiran yang mengganggu, sebagai pengembangan reaksi kecemasan terhadap cerita yang diperolehnya. Oleh karena itu, muncul ketakutan-ketakutan pada primigravida yang belum memiliki pengalaman bersalin, adanya pikiran-pikiran seperti melahirkan yang akan selalu diikuti dengan nyeri kemudian akan menyebabkan suatu respon melawan atau menghindar (fight or flight). Fight or flight yaitu suatu proses fisiologis yang meningkatkan kemampuan menyelamatkan diri dari bahaya atau ketakutan. Respon ini mengakibatkan disregulasi biokimia tubuh yaitu sistem endokrin yang terdiri dari kelenjar-kelenjar, seperti adrenal, tiroid, dan pituitari (pusat pengendalian kelenjar), melepaskan pengeluaran hormon masing-masing ke aliran darah dalam rangka mempersiapkan badan pada situasi darurat. Akibatnya, sistem saraf otonom mengaktifkan kelenjar adrenal yang mempengaruhi sistem pada hormon epinefrin. Hormon yang juga dikenal sebagai hormon adrenalin ini memberi tenaga pada individu serta mempersiapkan secara fisik dan psikis. Adanya peningkatan hormon epinefrin menimbulkan ketegangan fisik pada diri ibu hamil. Di samping itu, kadar hormon epinefrin yang tinggi pada sirkulasi darah menyebabkan beralihnya aliran darah dari uterus dan plasenta ke organ-organ lain yang penting dalam reaksi fight or flight, seperti jantung, paru-paru, otak dan otot rangka. Penurunan aliran darah ke uterus dan plasenta memperlambat kontraksi uterus dan

(21)

mengurangi pasokan oksigen janin. Hal ini berpotensi untuk memperlambat kemajuan persalinan.

Penurunan kontraksi uterus juga bisa disebabkan karena peningkatan produksi kortisol oleh kelenjar adrenal. Hal ini terjadi sebagai respon dari kecemasan yang berlebihan (distress). Kortisol akan menyebabkan penurunan sintesis protein miosit sehingga tenaga yang timbul pada miosit juga menurun. Akibatnya kontraksi miometrium melemah dan persalinan berlangsung lama (Soetrisno, 2009).

(22)

B. Kerangka Pemikiran

Skema 1. Kerangka Pemikiran

KETERANGAN

CRF : Corticotrophic-Releasing Factor : Diteliti

(23)

C. Hipotesis

Ada hubungan antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan di Surakarta, dimana semakin tinggi tingkat kecemasan maka lama persalinan akan semakin memanjang.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan metode cross sectional, yaitu penelitian non eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Pratiknya, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Sampangan, dan Rumah Bersalin An Nur Surakarta pada bulan Mei-Agustus 2011.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi Penelitian

Semua primigravida yang akan melahirkan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Sampangan, dan Rumah Bersalin An Nur Surakarta pada bulan Mei-Agustus 2011.

2. Sampel Penelitian

Setiap primigravida yang akan melahirkan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Sampangan, dan Rumah Bersalin An Nur Surakarta pada bulan Mei-Agustus 2011 yang termasuk dalam kriteria inklusi.

(25)

3. Kriteria Subjek Penelitian a. Kriteria Inklusi

1) Primigravida usia 20 - 30 tahun

2) Usia kehamilan 36 - 40 minggu yang akan melahirkan 3) Bersedia ikut dalam penelitian

b. Kriteria Eksklusi 1) Kelainan letak janin 2) Kelainan-kelainan panggul

3) Janin besar atau ada kelainan kongenital 4) Perut gantung, grandemulti

5) Ketuban pecah dini

6) Persalinan secara seksio sesarea D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling yakni purposive sampling dimana setiap yang memenuhi kriteria di atas dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu yang ditetapkan (Murti, 2006).

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data primer pada bulan Mei-Agustus 2011 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Sampangan, dan Rumah Bersalin An Nur Surakarta dengan membandingkan antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan.

(26)

Besarnya sampel ditetapkan dengan rumus sebagai berikut (Murti, 2006):

⿠ 룸

と5 . .

⿠ 룸

, . , . ,,

⿠ 룸 72,9904 73

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimum

p = Perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada populasi, insidensi persalinan lama = 5 % = 0,05 (Depkes, 2010)

q = 1 - p (1 - 0,05 = 0,95)

Z翈 = Nilai statistik Z翈 pada kurva normal standar pada tingkat kemaknaan d = Presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi.

(27)

E. Kerangka Penelitian

Skema 2. Kerangka Penelitian

KETERANGAN

L-MMPI : Lie Minnesota Multhiphasic Personal Inventory TMAS : Taylor Manifest Anxiety Scale

(28)

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Tingkat kecemasan 2. Variabel Terikat : Lama persalinan 3. Variabel Luar

a. Variabel terkendali : Status kesehatan, usia, tingkat pendidikan

b. Variabel tidak terkendali : Tingkat sosial ekonomi G. Definisi Operasional

1. Tingkat Kecemasan

Cemas adalah perasaan takut terus-menerus terhadap bahaya yang seolah-olah terus mengancam yang sebenarnya tidak nyata tetapi hanya dalam perasaan penderita saja. Untuk mengetahui ada tidaknya kecemasan digunakan instrumen Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) yang berisi 50 butir pertanyaan. Responden dinyatakan mengalami kecemasan bila skor yang diperoleh ≥ 21. Instrumen Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) cukup valid dan reliabel sebagai alat bantu untuk mendiagnosis gangguan cemas menyeluruh. Dalam penelitian sebelumnya oleh Sudiyanto (2005), sensitivitas Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) yaitu 90 %, spesivitasnya 95 %, nilai ramal positif 94,7 %, nilai ramal negatif 90,4 %, dengan reliabilitas r = 0,86. Sebelum mengisi Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) responden diberikan instrumen Lie Minessota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI) yang terdiri dari 15 pertanyaan yang mempunyai validitas yang berfungsi untuk

(29)

mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan dan ketidakjujuran responden. Nilai batas skala adalah 10. Apabila responden mempunyai jawaban ”tidak” ≥ 10, maka hasil penelitian dari responden dinyatakan invalid (Azwar, 2007). Skala pengukuran variabel ini adalah skala nominal, dimana variabel tingkat kecemasan dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu cemas (skor Taylor Manifest Anxiety Scale atau TMAS ≥ 21) dan tidak cemas (skor Taylor Manifest Anxiety Scale atau TMAS < 21).

2. Lama Persalinan

Waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir. Lama persalinan pada primigravida rata-rata 14 jam 30 menit (Mochtar, 1992; Oxorn dan Forte, 2010). Alat ukur yang digunakan adalah jam dengan menggunakan satuan jam. Skala pengukuran variabel ini adalah skala ordinal, dimana variabel lama persalinan dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu lama persalinan normal (lama persalinan ≤ 14 jam 30 menit) dan lama persalinan memanjang (lama persalinan >14 jam 30 menit).

H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Status Pasien

2. Jam

3. Lembar Biodata & Informed Consent

(30)

Pada bagian ini terdapat jaminan kerahasiaan data responden (Lampiran 1 dan Lampiran 2).

4. Kuesioner Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory (L-MMPI) Kuesioner Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory (L-MMPI) merupakan skala validitas yang berfungsi untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek penelitian (Lampiran 3).

5. Kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS)

Kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) adalah instrumen pengukuran kecemasan (Lampiran 4). Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi akan tetapi dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya (Azwar, 2007).

I. Cara Kerja

1. Peneliti membuat surat izin penelitian dan mengirimnya ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Sampangan, dan Rumah Bersalin An Nur Surakarta yang akan menjadi tempat penelitian.

2. Setelah mendapatkan izin, peneliti melakukan purposive sampling melalui status pasien untuk menentukan bahwa pasien memenuhi kriteria inklusi. 3. Selanjutnya peneliti melakukan informed concent (Principle of Autonomy

and Respect) pada responden untuk dilakukan penjelasan tujuan penelitian

(31)

dan kesanggupannya menjadi sampel penelitian serta mengisi biodata pribadi .

4. Peneliti juga menjelaskan bahwa pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi yang menyakiti responden (Principle of Non Maleficence). 5. Selain itu peneliti juga menjelaskan manfaat apa yang akan diperoleh

responden bila mengikuti penelitian ini (Principle of Beneficence).

6. Peneliti juga menjelaskan bahwa identitas dan hasil setiap responden akan dijaga kerahasiannya (Principle of Confidentiality).

7. Peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner skala Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory (L-MMPI) kemudian dilanjutkan dengan kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS).

8. Peneliti membagi responden menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang cemas dan kelompok yang tidak cemas.

9. Peneliti menghitung lama persalinan setiap responden.

10. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis data yang telah dipilih.

J. Analisis Data

Untuk menguji hipotesis asosiatif antara variabel bebas dan variabel terikat, data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square dan uji Korelasi (Correlations Test). Batas kemaknaan yang dipakai

adalah taraf signifikansi (α) = 0,05 atau dalam tabel interval kepercayaan 95

%. Data diolah dengan menggunakan SPSS 17.00 For Windows. Sedangkan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama

(32)

persalinan dapat diketahui dari perhitungan Rasio Prevalensi (RP) (Sastroasmoro, 1995).

(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di bagian Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Sampangan, dan Rumah Bersalin An Nur Surakarta pada bulan Mei-Agustus 2011, diperoleh responden sebanyak 74 orang dengan rincian 37 mengalami kecemasan dan 37 tidak mengalami kecemasan. Responden tersebut telah dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun hasil penelitiannya sebagai berikut :

Tabel IV.1. Distribusi Responden Menurut Usia

Gambar VI.1. Distribusi Responden Menurut Usia 0

Usia (Tahun) Jumlah Responden

(Orang) %

20 - 25 33 44,6

26 - 30 41 55,4

Jumlah 74 100

(34)

Dari Gambar IV.1. dapat diketahui bahwa responden terbanyak didapatkan pada primigravida dengan usia antara 26 - 30 tahun sebanyak 41 orang (55,4 %), sedangkan responden lainnya didapatkan pada primigravida dengan usia antara 20 - 25 tahun sebanyak 33 orang (44,6 %).

Tabel IV. 2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden

(Orang) %

Gambar IV.2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

(35)

dan S1/D3 60,8 % (45 orang). Dimana tingkat pendidikan terbanyak yaitu pada tingkat S1/D3 sebanyak 45 orang atau 60,8 %.

Tabel IV.3. Distribusi Bayi Responden Menurut Berat Badan Lahir Bayi

Berat Badan Lahir Bayi (gram)

Jumlah Responden

(Orang) %

2500 - 3000 40 54

3001 - 3500 29 39,2

3501 - 4000 5 6,8

Jumlah 74 100

Gambar IV.3. Distribusi Bayi Responden Menurut Berat Badan Lahir Bayi

Dari Gambar IV.3. dapat diketahui bahwa responden yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi antara 2500 - 3000 gram sebanyak 40 orang (54 %), 3001 - 3500 gram sebanyak 29 orang (39,2 %), dan 3501 - 4000 gram sebanyak 5 orang (6,8 %).

2500 - 3000 3001 - 3500 3501 - 4000

40

29

5

Berat Badan Lahir Bayi (gram)

(36)

Tabel IV.4. Distribusi Responden Menurut Lama Persalinan

Lama Persalinan Jumlah Responden

(Orang) %

< 9 jam 16 21,6

9 jam-14 jam 30 menit 36 48,7

> 14 jam 30 menit 22 29,7

Jumlah 74 100

Gambar IV.4. Distribusi Responden Menurut Lama Persalinan

Dari Gambar IV.4. dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami lama persalinan berkisar antara 9 jam sampai dengan 14 jam 30 menit, yaitu sebesar 36 orang (48,7 %). Sedangkan yang mengalami lama persalinan > 14 jam 30 menit sebesar 22 orang (29,7 %) dan lama persalinan < 9 jam sebesar 16 orang (21,6 %).

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan, dapat digunakan uji Chi Square dan uji Korelasi

21,6 %

48,7 % 29,7 %

< 9 jam

9 jam - 14 jam 30 menit

> 14 jam 30 menit

(37)

Spearman (distribusi data tidak normal) yang dihitung dengan SPSS 17.00 For Windows.

PERHITUNGAN STATISTIK DENGAN UJI CHI-SQUARE (X²) Tabel IV.5. Hasil Penelitian 2X2

Variabel Bebas Variabel Terikat

(38)

Tabel IV.7. Correlations Tests

Ho = Tidak ada hubungan antara baris dan kolom atau tidak ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan.

H1 = Ada hubungan antara baris dan kolom atau ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan.

Dasar pengambilan keputusan dengan analisis statistik, a. Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima b. Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak

(39)

Dari tabel uji Chi Square di atas, menunjukkan bahwa nilai probabilitas = 0,002 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima. Hasil uji korelasi Spearman menghasilkan korelasi positif antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan tetapi sifatnya lemah karena mempunyai nilai koefisien korelasinya < 0.5 yaitu 0,355 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002. Dari hasil perhitungan Rasio Prevalensi (RP) didapatkan nilai 3,4 yang berarti lebih dari 1. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan yang lemah antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan, dimana tingkat kecemasan hanya berpengaruh sedikit terhadap terjadinya lama persalinan memanjang.

(40)

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian tentang Hubungan antara Tingkat Kecemasan pada Primigravida Usia Kehamilan 36 - 40 Minggu dengan Lama Persalinan di Surakarta yang menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di bagian Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Sampangan, dan Rumah Bersalin An Nur Surakarta, telah diperoleh data-data yang dicantumkan dalam bentuk tabel dan gambar pada BAB IV.

Distribusi responden menurut umur yang terbesar adalah pada primigravida usia 26 - 30 tahun sebesar 41 orang (55,4 %) dan responden lainnya merupakan primigravida usia 20 - 25 tahun sebesar 33 orang (44,6 %). Data tersebut menunjukkan bahwa responden yang dipilih merupakan primigravida dengan usia yang ideal untuk hamil menurut BKKBN, yaitu antara 20 - 30 tahun. Pada kelompok usia ini, aktivitas uterus untuk pembukaan serviks sangatlah baik (Jatmika, 1999).

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan yang terbesar adalah pada primigravida dengan tingkat pendidikan S1/D3 yaitu sebesar 45 orang (60,8 %), kemudian disusul dengan primigravida dengan tingkat pendidikan SMA/SMK sebesar 25 orang (33,8 %), primigravida dengan tingkat pendidikan SMP sebesar 4 orang (5,4 %), dan tidak didapatkan responden dengan tingkat pendidikan SD.

(41)

Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi ini, responden dianggap telah memiliki pengetahuan yang cukup pula tentang risiko-risiko, seperti nyeri, yang akan dialami saat proses persalinan sehingga dapat mempersiapkan kondisi kejiwaannya dan meminimalkan kecemasan yang terjadi.

Distribusi bayi responden menurut berat badan lahir bayi yang terbesar adalah pada primigravida yang melahirkan bayi dengan berat badan antara 2500 - 3000 gram yaitu sebesar 40 orang (54 %), kemudian disusul bayi dengan berat badan lahir antara 3001 - 3500 gram sebanyak 29 orang (39,2 %), dan yang terkecil adalah bayi dengan berat badan antara 3501 - 4000 gram sebanyak 5 orang (6,8 %). Distribusi ini menunjukkan bahwa responden tidak ada yang melahirkan bayi dengan berat badan berlebih ( > 4000 gram). Faktor janin (passanger), termasuk berat badan, akan mempengaruhi kelancaran dari proses persalinan (Manuaba, 1998). Menurut Cunningham et al. (2006), adaptasi mekanis bagian terbawah janin menentukan efisiensi kontraksi uterus, berarti semakin besar janin efektivitas kontraksi akan berkurang.

Distribusi responden menurut lama persalinan menunjukkan bahwa responden dengan lama persalinan berkisar antara 9 jam sampai dengan 14 jam 30 menit menduduki proporsi terbesar yaitu 48,7 % (36 orang). Proporsi lama persalinan yang berlangsung > 14 jam 30 menit sebesar 29,7 % (22 orang) dan < 9 jam hanya sebesar 21,6 % (16 orang). Dari data ini menunjukkan bahwa hampir sebagian responden mengalami lama persalinan antara 9 jam sampai dengan 14

(42)

jam 30 menit. Lama persalinan tercepat berlangsung selama 4 jam 40 menit dan yang terlama berlangsung selama 22 jam 50 menit (Lampiran 5)

Distribusi terjadinya lama persalinan memanjang pada primigravida yang mengalami kecemasan mencapai 17 orang atau sebesar 45,9 % dari 37 kasus. Sedangkan pada primigravida yang tidak mengalami kecemasan hanya sekitar 5 orang atau 13,5 % dari 37 kasus. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa kecemasan pada primigravida akan mengakibatkan lama persalinan memanjang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lama persalinan memanjang, antara lain kelainan letak janin, kelainan-kelainan panggul, primigraviditas, kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, perut gantung (grendemulti), ketuban pecah dini, dan aspek psikoemosional (kecemasan dan ketakutan) (Mochtar, 1992).

Pada penelitian ini, peneliti berusaha mengeluarkan beberapa faktor yang menyebabkan lama persalinan memanjang ke dalam kriteria eksklusi, antara lain kelainan letak janin, kelainan-kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, perut gantung (grendemulti), dan ketuban pecah dini. Sedangkan aspek psikoemosional, khusunya kecemasan yang berlebihan (distress), merupakan variabel yang diteliti dengan subjek penelitiannya adalah primigravida.

Kecemasan yang berlebihan (distress) pada ibu hamil menjelang persalinan dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain kurangnya dukungan psikososial dan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan maupun persalinan. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Risanto (2010)

(43)

menyimpulkan bahwa dukungan psikososial yang diterima seorang ibu selama proses persalinan akan menyebabkan nyeri yang dirasakan ibu lebih rendah, lama

persalinan menjadi lebih singkat, dan kecemasan lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok yang tidak mendapatkan dukungan psikososial.

Hasil analisis dengan uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan (p < 0,05). Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan, antara lain pengumpulan sampel dengan metode non probability sampling yakni purposive sampling sehingga populasi penelitian dapat dipersempit dengan mengacu pada kriteria yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan untuk efisiensi waktu penelitian. Namun, dalam penelitian jenis ini diperlukan jumlah sampel yang cukup banyak agar dapat mewakili kondisi sebenarnya dalam populasi.

Kendala yang dialami peneliti adalah pada saat menghitung lama persalinan. Ada beberapa responden yang datang ke rumah sakit atau rumah bersalin dengan pembukaan serviks lebih dari 1 cm sehingga menyulitkan perhitungan untuk waktu permulaan kala 1. Berdasarkan nasihat dari pembimbing, untuk menentukan waktu permulaan kala 1, peneliti melakukan anamnesis dengan bertanya kepada responden, kapan responden tersebut mulai merasakan kontraksi yang teratur dan nyeri di daerah punggung dan abdomen. Dari hasil anamnesis tersebut, dapat diketahui waktu permulaan kala 1 sehingga dapat dihitung lama persalinan responden.

(44)

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan. Primigravida dengan kecemasan yang berlebihan (distress) akan memicu kelenjar adrenal untuk mensekresikan kortisol dan adrenalin. Hormon adrenalin menyebabkan penurunan aliran darah ke uterus dan plasenta sehingga memperlambat kontraksi uterus dan mengurangi pasokan oksigen janin. Sedangkan mekanisme hormon kortisol ini berbeda. Hormon kortisol akan menyebabkan penurunan sintesis protein miosit sehingga tenaga yang timbul pada miosit juga akan menurun. Kedua hormon tersebut sama-sama menyebabkan penurunan kontraksi uterus sehingga lama persalinan menjadi memanjang (Simkin dan Archeta, 2005; Salmah, 2006; Soetrisno, 2009). Dari hasil perhitungan Rasio Prevalensi didapatkan nilai 3,4 (RP > 1) sedangkan hasil uji korelasi Spearman menghasilkan korelasi positif antara tingkat kecemasan dengan lama persalinan tetapi sifatnya lemah karena mempunyai nilai koefisien korelasinya < 0.5 yaitu 0,355 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002. Kedua hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang lemah antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan, dimana tingkat kecemasan hanya berpengaruh sedikit terhadap terjadinya lama persalinan memanjang.

(45)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang lemah antara tingkat kecemasan pada primigravida usia kehamilan 36 - 40 minggu dengan lama persalinan, dimana tingkat kecemasan hanya berpengaruh sedikit terhadap terjadinya lama persalinan memanjang.

B. Saran

Mengingat kecemasan pada primigravida akan berpengaruh pada lama persalinan, maka penulis menyarankan:

1. Sebaiknya ibu hamil, khususnya primigravida, perlu diberikan edukasi tentang perubahan-perubahan yang akan terjadi selama kehamilannya dan nyeri yang akan dialami selama proses persalinan, serta dukungan psikososial baik dari suami, orang tua, petugas kesehatan maupun orang-orang di sekitarnya agar tingkat kecemasan dapat diminimalkan sehingga proses persalinan berlangsung lancar.

2. Untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan topik yang sama, sebaiknya memilih rancangan penelitian yang lebih baik (misalnya cohort).

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Antoinette, Lee, et. al. 2007. Prevalence, course, and risk factors for antenatal anxiety and depression. The American College of Obstetricians and Gynecologists. 110 : 1102-1112

Azwar. 2007. Konsep Pengukuran Validitas. Jakarta: Gunawan Pres, p: 60

Cunningham F.G., et. al. 2006. Pimpinan Persalinan dan Pelahiran Normal. Dalam Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 337-359

Depkes. 2010. Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/790-ibu-selamat-bayi-sehat-suami-siaga.html. (13 Februari 2011)

Hawari, Dadang. 2002. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI, pp: 63-78

Jatmika, Wahyu. 1999. Hubungan Skor Kecemasan dengan Lama Persalinan Kala I. Semarang, Universitas Diponegoro. Thesis.

Kaplan H.I, Sadock B.J, Made,W. 2000. Gangguan Kecemasan. Dalam: Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara, p: 60

Kartini, K. 1992. Psikologi Wanita, Jilid II, Edisi II. Bandung : CV Mandar Maju Littleton, H, et. Al. 2006. Correlates of anxiety symptoms during pregnancy and

association with perinatal outcomes: A meta-analysis. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 7-8

(47)

Manuaba, Ida Bagus G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 161-164

Manuaba, Ida Bagus G. 2000. Persalinan Terlantar (Neglected Labour). Dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri, Ginekologi, dan KB. Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 243-245

Maramis, W. E. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press, p: 107

Mochtar, Rustam. 1992. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis-Obstetri Patologis I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 81-90, 99,106, 423-425 Mudjaddid, E. 2006. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik Gangguan

Ansietas dan Depresi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 903 Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: UGM Pres, p: 67

Natalia J. 2008. Preffered Music, Anxiety, and Pregnant Woman. Amina, Indonesian Psychological Journal. 24: 88-89

Nevid J. Rathus S. A, Greene B, Murad J, et. al. 2005. Psikologi Abnormal. Surabaya : Erlangga, pp: 181-186

Oxorn, Harry and William R. Forte. 2010. Partus Lama. Dalam Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica, p: 604

(48)

Pratiknya, Ahmad Watik. 2010. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers, p: 168

Pick, Marcelle. 2005. Anxiety in Women — Causes, Symptoms and Natural Relief. http://www.womentowomen.com/depressionanxietyandmood/anxiety.aspx . (13 Februari 2010)

Risanto, Winarani. 2010. Pengaruh Dukungan Psikososial Selama Persalinan terhadap Rasa Nyeri saat Persalinan, Lama Persalinan dan Kecemasan.

Indonesia, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Thesis

Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: M 45-M 56

Salmah. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, p: 83

Santrock, John W. 2010. Prenatal Development and Birth. Washington, DC: Mc Graw-Hill, p: 89

Saputra, Lyndon. 2000. Pengantar Psikologi, Edisi Kesebelas, Jilid 1. Batam : Interaksara, pp: 102-106

Sastroasmoro, Sudigdo. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara, pp: 67-94

Simkin, Penny and Ruth Ancheta. 2005. Persalinan Disfungsional: Pertimbangan Umum. Dalam Buku Saku Persalinan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 12-19

(49)

Soetrisno. 2009. Ekspresi Heat Shock Protein 60,70,90, dan Kortisol Pada Persalinan Ibu Primigravida yang Mendapat Psikokuratif. Surabaya, Universitas Airlangga. Disertasi.

Sudiyanto, A. 2005. Keefektifan Psikoterapi Untuk Menurunkan Skor Kecemasan Pasien Gangguan Ansietas. Indigeous, Jurnal Berkala Ilmiah Berkala Psikologi. 7: 158-170

Tursilowati S. Y. 2007. Pengaruh peran serta suami terhadap tingkat kecemasan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan di Desa Jepat Lor Kecamatan Tayu Kabupaten Pati 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.

Wiknjosatro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 6. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 296-314

Zulkarnaen. 2008. Buku Ajar Simptomatologi Psikiatri. Lampung : Department of Psikiatri Medical Faculty, pp: 12-16

Gambar

Tabel IV.1. Distribusi Responden Menurut Usia
Tabel IV. 2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel IV.3. Distribusi Bayi Responden Menurut Berat Badan Lahir Bayi
Tabel IV.4. Distribusi Responden Menurut Lama Persalinan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu pelayanan lain yang sangat dibutuhkan olah masyarakat Kepulauan Kangean adalah pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Satuan Administrasi Manunggal

Kegiatan mengajar mandiri yang dilakukan oleh praktikan adalah mata pelajaran dasar kompetensi kejuruan yaitu Gambar Teknik Dasar pada bidang keahlian Teknik Pemesinan

Subjek penelitian ini adalah pasien Puskemas Rangkah yang memiliki riwayat hipertensi esensial (primer) maupun sekunder, secara medis mempunyai ketentuan tekanan darah sistolik &gt;

Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Bahan Pencemar Deterjen (MBAS) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum” ini disusun sebagai salah satu syarat

Kegiatan pelatihan tentang pelatihan penyusunan model pembelajaran renang berbasis nilai-nilai moral religius ini secara nyata mendapatkan apresiasi yang tinggi

hasil penelitian menunjukkan bahwa Humas dengan informasinya mampu memberi pengetahuan dalam arti dapat membentuk citra yang positif terhadap publik baik internal publik

Dari hasil pengujian antara frekuensi pembelian dengan 4 variabel karakteristik mutu, variabel yang memiliki nilai kedekatan paling tinggi dengan frekuensi pembelian adalah

Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan