• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

UJI EFEKTIVITAS PROSEDUR DISINFEKSI TINGKAT TINGGI ENDOSKOPI SALURAN CERNA RSUD Dr. MOEWARDI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

AVIADDINA RAMADHANI G.0009035

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)

commit to user

iv

ABSTRAK

Aviaddina Ramadhani, G0009035, 2012. Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi

Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Risiko infeksi yang berhubungan dengan endoskopi masih menjadi topik yang menarik. Permasalahan ini kemungkinan berhubungan dengan teknik disinfeksi atau kepatuhan terhadap prosedur disinfeksi tingkat tinggi. Teknik disinfeksi endoskopi saluran cerna dapat bervariasi di setiap unit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi.

Metode: Sebuah studi observasional dengan rancangan cross sectional dilakukan di RSUD Dr. Moewardi. Tiga puluh sampel dari usap endoskopi saluran cerna setelah proses disinfeksi tingkat tinggi dengan penyimpanan selama 24 jam dan tanpa penyimpan diambil dengan teknik convenience sampling. Data dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan diuji menggunakan uji Chi Square.

Hasil: Mikroorganisme terdeteksi di 11/14 sampel endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan 24 jam dan 3/16 dari endoskopi saluran cerna tanpa proses penyimpanan. Mikroorganisme tersebut adalah Bacillus sp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus non-aureus, dan Clostridium sp. Terdapat hubungan yang signifikan antara proses penyimpanan setelah disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dengan kontaminasi mikroorganisme.

Simpulan: Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi belum efektif. Ada hubungan yang signifikan antara penyimpanan endoskopi saluran cerna selama 24 jam dengan efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna.

(4)

commit to user

v

ABSTRACT

Aviaddina Ramadhani, G0009035, 2012. The Effectiveness Test of Gastrointestinal Endoscope High-Level Disinfection at RSUD Dr. Moewardi. Mini Thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: The risk of infection associated with gastrointestinal endoscope remains a topic of interest. This vexation may be related to reliability of the disinfecting techniques or the compliances with the guideline laid down for high-level disinfection. Gastrointestinal endoscope disinfecting techniques may vary from site to site. This study was to examine the effectiveness of gastrointestinal endoscope high-level disinfection at Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi.

Methods: An observational study using cross sectional design was conducted at RSUD Dr. Moewardi. Thirty samples from gastrointestinal endoscope swab after high-level disinfection process with 24 hours storage and without storage was sampled with convenience sampling technique. Data from this research were analyzed descriptively and tested using Chi square test.

Results: Microorganism were detected in 11/14 samples of gastrointestinal endoscope after 24 hours storage and 3/16 samples of gastrointestinal endoscope without storage process. The microorganisms were Bacillus sp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus non-aureus, and Clostridium sp. Significant relationship was detected between storage processes after gastrointestinal endoscope high-level disinfection with microorganism contamination.

Conclusions: High-level disinfection of gastrointestinal endoscopes RSUD Dr. Moewardi is not yet effective. There was a significant relationship between gastrointestinal endoscopy storage for 24 hours with the effectiveness of high-level disinfection of gastrointestinal endoscopes.

(5)

commit to user

vi

PRAKATA

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT dan melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

3. Marwoto, dr., M.Sc., Sp.MK, selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

4. Leli Saptawati, dr., Sp.MK, selaku Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, koreksi, dan motivasi mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

5. Afiono Agung Prasetyo, dr., PhD, selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

6. T. Yuli Pramana, dr., Sp.PD-KGEH, selaku Anggota Penguji yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Sri Enny Narbrietty, S.H., M.H., dan Sunardi selaku tim skripsi FK UNS, dokter dan staf bagian endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi, serta staf Lab. Mikrobiologi FK UNS yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.

8. Bapak, Ibu, Nafis, TW, Dahniar, Fian, Sabila, Tya, Anin, dan Devina yang telah memberikan doa, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga besar Kastrat de Geneeskunde, Asisten Mikrobiologi, Redaksi Embun, dan Aktivis Bakti Nusa atas dukungan dan pengertian yang luar biasa.

10. Saudara, sahabat, rekan seperjuangan Pendidikan Dokter 2009 dan semua pihak atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 11 Juli 2012

(6)

commit to user

a. Pengertian Sterilisasi dan Disinfeksi ... 5

b. Metode Sterilisasi dan Disinfeksi ... 6

2. Endoskopi Saluran Cerna ... 13

a. Pengertian Endoskopi... 13

b. Bagian Endoskopi... 14

c. Penggunaan Endoskopi Saluran Cerna ... 15

d. Efek Samping Prosedur Endoskopi Saluran Cerna ... 16

3. Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna... 16

a. Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna... 16

b. Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi ... 20

c. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna . 20 B. Kerangka Pemikiran ... 25

(7)

commit to user

viii

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

C. Subjek Penelitian ... 27

D. Teknik Sampling ... 27

E. Rancangan Penelitian... 28

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28

G. Definisi Operasional Variabel ... 29

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 30

I. Cara Kerja... 30

J. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 32

BAB V PEMBAHASAN ... 37

BAB VI PENUTUP ... 46

A. Simpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(8)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daya Hambat Disinfeksi terhadap Mikroorganisme ... 5

Tabel 2.2 Variasi Endoskopi ... 13

Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Disinfektan ... 22

Tabel 4.1 Sebaran Sampel Menurut Sumber Pengambilan Sampel ... 32

Tabel 4.2 Sebaran Sampel Menurut Pertumbuhan Bakteri ... 33

Tabel 4.3 Sebaran Sampel Positif Menurut Jumlah Jenis Bakteri ... 34

Tabel 4.4 Sebaran Sampel Positif Menurut Pengecatan Gram ... 35

(9)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir... 25

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian... 28

Gambar 5.1 Penyimpanan Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr.

(10)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur Sterilisasi dan Disinfeksi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian untuk Direktur RSUD Dr. Moewardi

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian untuk Kepala Tim Inos

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian untuk Kepala Sub. Bag Gastroenterologi RSUD Dr. Moewardi

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian untuk Laboratorium Mikrobiologi FK UNS

Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan dan Hasil Penelitian

(11)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini terjadi perkembangan dan peningkatan penggunaan

endoskopi sebagai alat diagnostik dan terapi yang handal. Endoskopi

merupakan alat berupa pipa pipih panjang dengan kamera di ujungnya yang

digunakan untuk melihat keadaan organ tubuh bagian dalam. Dengan

kemampuan melihat organ tubuh bagian dalam tersebut, endoskopi dapat

menyederhanakan tindakan terapi operatif dan dapat mendiagnosis penyakit

saluran cerna dengan lebih akurat (Cotton dan Williams, 2008; Schwab dan

Singh, 2010).

Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan endoskopi, semakin

meningkat pula risiko terjadinya infeksi. Peningkatan risiko infeksi dapat

terjadi karena adanya kontaminasi. Endoskopi dapat mengalami kontaminasi

akibat kontak dengan membran mukosa atau lapisan kulit yang tidak utuh.

Kontak tersebut dapat mengakibatkan menempelnya berbagai mikroorganisme

baik patogen maupun apatogen di permukaan endoskopi (Ribeiro et al., 2004).

Endoskopi saluran cerna merupakan penyebab tersering terjadinya

infeksi yang berkaitan dengan pemakaian peralatan medis di bidang

gastroenterologi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya infeksi akibat

transmisi mikroorganisme di endoskopi seperti Salmonella sp, Staphylococcus

epidermidis, Streptococcus alfa-hemoliticus, Eschericia coli, Staphylococcus

(12)

commit to user

aureus, Klebsiella pneumoniae, Enterococcus faecalis, Candida sp,

Pseudomonas aeruginosa, dan Helicobacter pylori (Ribeiro et al., 2004;

Heudorf dan Exner, 2006). Infeksi tersebut berkaitan erat dengan kualitas

prosedur disinfeksi tingkat tinggi endoskopi (Rutala dan Weber, 2004; Alfa et

al., 2011).

Proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dapat dilakukan

secara manual maupun dengan mesin otomatis (Martiny et al., 2004).

Disinfeksi tingkat tinggi secara manual maupun dengan mesin memiliki

tahapan yang sama, meskipun dilakukan dengan metode berbeda. Tahap

tersebut meliputi pencucian manual dengan menyikat untuk menghilangkan

kotoran dan material organik, perendaman dalam disinfektan untuk proses

disinfeksi tingkat tinggi, pembilasan dengan air steril, pembilasan dengan

alkohol 70%, pengeringan dengan udara bertekanan, dan penyimpanan

(Willis, 2006; Muscarella, 2006; Cotton dan Williams, 2008).

Beberapa faktor dapat mempengaruhi proses disinfeksi tingkat tinggi

endoskopi saluran cerna. Pemilihan prosedur disinfeksi tingkat tinggi yang

berbeda serta prosedur disinfeksi tingkat tinggi yang tidak adekuat dapat

menjadi penyebab meningkatnya potensi transmisi patogen di endoskopi

saluran cerna. Faktor tersebut seperti pemilihan disinfektan yang tidak tepat,

kegagalan disinfeksi tingkat tinggi, pengeringan yang tidak maksimal,

maupun penyimpanan yang tidak sesuai prosedur (Rutala dan Weber, 2004;

(13)

commit to user

Risiko infeksi pada pasien yang menjalani proses endoskopi saluran

cerna dapat ditekan dengan penerapan kebijakan pengendalian infeksi dan

peningkatan keterampilan petugas kesehatan di masing-masing unit (Barbosa

et al., 2010). Pedoman pelaksanaan disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran

cerna berbeda-beda untuk setiap negara dan disesuaikan untuk masing-masing

unit berdasarkan petunjuk dari tim pengendalian infeksi (Cotton dan Williams,

2008; Alfa et al., 2011). Hal ini berlaku pula di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Dr. Moewardi. Rumah sakit tersebut memiliki standar operasional

prosedur tersendiri mengenai disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran

cerna. Namun, standar operasional tersebut belum pernah diuji efektivitas

disinfeksinya. Oleh karena itu, dibutuhkan uji efektivitas dan program

surveilans jangka panjang. Dengan adanya uji efektivitas ini diharapkan dapat

menjadi acuan penetapan kebijakan yang tepat untuk mencegah transmisi

mikroorganisme penyebab infeksi.

B. Perumusan Masalah

Bagaimanakah efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran

cerna RSUD Dr.Moewardi?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran

(14)

commit to user D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

dan bukti empiris mengenai efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi

saluran cerna.

2. Manfaat aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat aplikatif

antara lain:

a. Menyajikan data ilmiah sebagai masukan prosedur disinfeksi tingkat

tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi.

b. Mendorong penelitian selanjutnya mengenai efektivitas disinfeksi

(15)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Pustaka

1. Sterilisasi dan Disinfeksi

a. Pengertian Sterilisasi dan Disinfeksi

Sterilisasi adalah proses membunuh segala bentuk kehidupan

mikroorganisme yang ada dalam suatu sampel, alat, atau lingkungan

tertentu (Rahardjo, 2010). Sterilisasi dapat membunuh semua bentuk

mikroorganisme meliputi virus, jamur, parasit, kista, bakteri, dan bagian

bakteri seperti spora (Spicer, 2008). Sterilisasi berbeda dengan disinfeksi.

Disinfeksi merupakan tindakan/upaya untuk mendestruksi atau

membunuh mikroba patogen dalam bentuk vegetatif dan bukan spora

bakteri. Metode disinfeksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan

kimia atau secara fisik (Tortora et al., 2007; Bauman et al., 2011).

Berdasarkan daya hambat terhadap mikroorganisme, disinfeksi

dibedakan menjadi tiga yaitu disinfeksi tingkat tinggi, menengah, dan

rendah (Spicer, 2008).

Tabel 2.1 Daya Hambat Disinfeksi terhadap Mikroorganisme

(16)

commit to user b. Metode Sterilisasi dan Disinfeksi

Sterilisasi dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu secara fisika,

mekanik, dan kimia. Sterilisasi secara fisika dilakukan dengan pemanasan

dan radiasi, sterilisasi mekanik dilakukan dengan filtrasi, sedangkan

sterilisasi kimia dilakukan dengan cairan disinfektan (Goering et al.,

2008; Spicer, 2008; Levinson, 2010).

1) Sterilisasi Fisika

a) Pemanasan

Sterilisasi panas bekerja dengan prinsip mendenaturasi protein

sel dan asam nukleat serta merusak membran sel. Sterilisasi panas

dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu panas basah (merebus dan

autoklaf), panas kering, dan pasteurisasi (Madigan dan Martinko,

2006; Bauman et al., 2011).

Sterilisasi panas basah dengan merebus pada suhu 100oC

selama 2-3 menit dapat membunuh semua bakteri kecuali bentuk

spora. Agar dapat membunuh spora, diperlukan suhu yang lebih

tinggi. Untuk itu digunakan teknik sterilisasi panas basah

bertekanan dengan autoklaf. Penguapan dengan autoklaf dapat lebih

cepat membunuh bakteri karena uap dapat menyebarkan panas ke

semua bagian tabung sterilisasi. Uap dipertahankan selama 15 menit

pada tekanan 15 lb/sq di atas tekanan atmosfer untuk mencapai suhu

121oC sehingga dapat membunuh spora (Tortora et al., 2007;

(17)

commit to user

Sterilisasi panas kering dilakukan untuk bahan yang harus

tetap kering dengan oven listrik untuk mengedarkan panas. Karena

panas kurang efektif untuk bahan kering, dibutuhkan suhu

160-170oC dengan waktu 1 jam atau lebih untuk proses sterilisasi

(Brooks et al., 2008; Goering et al., 2008).

Pasteurisasi digunakan untuk sterilisasi larutan seperti susu

pada suhu 62,8-65,6oC selama 30 menit atau pada suhu 71,7oC

selama 15 detik dengan segera diikuti pendinginan pada suhu di

bawah 10oC. Tindakan ini ditujukan untuk menekan pertumbuhan

bakteri. Sterilisasi larutan digunakan untuk membunuh sel vegetatif

dalam susu tetapi tidak untuk mencapai keadaan steril (Madigan dan

Martinko, 2006; Levinson, 2010).

b) Radiasi

Radiasi dapat menggunakan sinar ultraviolet (UV) dan

sinar-X. Aktivitas antimikroba untuk membunuh mikroorganisme yang

ditransmisikan melalui udara membutuhkan sinar-UV dengan

panjang gelombang 250 sampai 260 nm. Sinar-X memiliki kekuatan

penetrasi lebih kuat dibandingankan sinar-UV dan dapat

menyebabkan perubahan DNA sehingga terjadi mutasi dan

kematian sel (Bauman et al., 2011).

2) Sterilisasi Mekanik

Sterilisasi secara mekanik dilakukan dengan cara filtrasi. Filtrasi

(18)

commit to user

penyaring yang memiliki pori-pori kecil untuk menahan

mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan tercemar,

sedangkan cairan atau gas yang melaluinya akan steril (Goering et al.,

2008). Filtrasi biasanya menggunakan nitroselulosa dengan ukuran

pori-pori 0,22 µm. Ukuran ini hanya akan menjaring semua bakteri

dan spora sehingga cairan atau gas yang disaring masih mengandung

mikoplasma dan virus (Tortora et al., 2007; Spicer, 2008).

3) Sterilisasi Kimia

Sterilisasi kimia dengan disinfektan bekerja dengan tiga macam

mekanisme yaitu merusak membran atau dinding sel, memodifikasi

protein, atau memodifikasi asam nukleat (Brooks et al., 2004;

Levinson, 2010).

a) Merusak membran atau dinding sel

Membran sel bekerja sebagai sawar yang selektif yaitu

memungkinkan beberapa zat terlarut untuk melewatinya dan

menahan zat lainnya. Senyawa yang ditranspor secara aktif melalui

membran akan terkonsentrasi dalam sel. Membran juga merupakan

tempat enzim yang terlibat dalam biosintesis komponen selubung

sel. Zat yang terkumpul di permukaan sel dapat mengubah sifat

fisika dan kimia membran. Hal ini menyebabkan membran tidak

dapat berfungsi dengan normal sehingga akan membunuh atau

(19)

commit to user

Dinding sel bekerja sebagai struktur pemberi bentuk sel dan

melindungi sel terhadap lisis osmosis. Oleh karena itu, berbagai

agen yang menghancurkan dinding atau mencegah sintesis

normalnya dapat menimbulkan lisis sel (Brooks et al., 2008).

Beberapa disinfektan yang bekerja dengan prinsip merusak

membran dan dinding sel antara lain:

(1) Alkohol

Etanol digunakan untuk membersihkan kulit sebelum

imunisasi dan pungsi vena. Etanol akan lebih optimal apabila

dicampur air dan paling baik dalam konsentrasi 70% (Goering et

al., 2008, Levinson, 2010).

(2) Deterjen

Deterjen merupakan senyawa organik yang dapat

berikatan dengan air dan molekul organik non-polar. Molekul

deterjen memiliki satu ujung hidrofilik yang dapat bercampur

dengan air dan satu ujung hidrofobik yang dapat menempel pada

lemak di membran sel organisme. Ikatan tersebut akan

menyebabkan membran sel menjadi rusak (Levinson, 2010).

(3) Fenol

Fenol merupakan disinfektan tingkat menengah dan

rendah yang dapat mendenaturasi protein dan merusak membran

(20)

commit to user

b) Memodifikasi protein

Protein memiliki bentuk tiga dimensi dan berlipat-lipat yang

ditentukan ikatan disulfida kovalen intramolekul dan sejumlah

ikatan nonkovalen seperti ikatan ion, hidrofobik, dan hidrogen.

Ikatan tersebut mudah terganggu oleh sejumlah agen kimia dan fisik

yang menyebabkan terjadi perubahan bentuk protein dan protein

menjadi tidak berfungsi. Adanya perubahan bentuk dan hilangnya

fungsi protein disebut sebagai denaturasi (Brooks et al., 2008).

Beberapa disinfektan yang bekerja dengan prinsip

memodifikasi protein antara lain:

(1) Klorin

Klorin dikenal sebagai deodoran dan disinfektan yang

sangat baik untuk pemurnian air minum dan kolam renang.

Senyawa hipoklorit paling banyak dipakai untuk tujuan

disinfeksi dan menghilangkan bau di rumah dan rumah sakit. Di

rumah sakit klorin dipakai untuk disinfeksi ruangan, permukaan,

serta alat non-bedah. Klorin berikatan dengan gugus sulfhidril

pada protein sehingga menyebabkan denaturasi protein

(Levinson, 2010).

(2) Iodin

Iodin dalam air maupun dalam alkohol merupakan

antiseptik kulit paling efektif digunakan dalam tindakan

(21)

commit to user

merupakan oksidan yang menginaktivasi sulfhidril pada enzim

(Tortora et al., 2007).

(3) Derivat logam berat

Logam berat berperan sebagai antimikroba karena dapat

mempresipitasi enzim atau protein esensial lain dalam sel

dengan cara berikatan dengan gugus sulfhidril. Logam berat

yang umum digunakan adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu. Logam

berat yang paling sering digunakan dalam bidang kesehatan dan

memiliki aktivitas antibakteri paling besar adalah merkuri dan

silver (Tortora et al., 2007).

(4) Hidrogen peroksida

Hidrogen peroksida akan terurai menjadi air dan oksigen

apabila dipanaskan. Selama pembentukan oksigen, dibentuk

pula radikal superoksida (O2-) yang akan bereaksi dengan

kompleks bermuatan negatif di dalam protein yang selanjutnya

akan menginaktivasi enzim. Hidrogen peroksida mempunyai

aktivitas spektrum luas melawan virus, bakteri, ragi, dan spora

bakteri. Aktivitas sporisidal memerlukan konsentrasi H2O2 yang

lebih tinggi (10-30%) dan waktu kontak yang lebih lama

(Brooks et al., 2008).

(5) Formaldehid dan glutaraldehid

Glutaraldehid digunakan untuk disinfeksi endoskopi dan

(22)

commit to user

glutaraldehid 2% untuk mencapai aktivitas sporisidal.

Formaldehid bersifat bakterisidal, sporisidal, dan virusidal

(Brooks et al., 2008; Goering et al., 2008).

(6) Etilen oksida

Gas etilen oksida digunakan untuk sterilisasi alat

kedokteran yang peka terhadap panas seperti plastik, karet, dan

alat-alat bedah (Goering et al., 2008, Spicer, 2008).

(7) Asam dan basa

Asam dan basa kuat bekerja dengan cara mendenaturasi

protein. Asam lemah seperti asam benzoat, asam propionat, dan

asam sitrat digunakan pada makanan karena bersifat

bakteriostatik (Levinson, 2010).

c) Memodifikasi asam nukleat

Sejumlah agen antimikroba bekerja dengan cara merusak

DNA. Berbagai agen pengalkil dan senyawa lain bereaksi secara

kovalen dengan basa pirin dan pirimidin sehingga bergabung

dengan DNA atau membentuk ikatan silang antaruntai. Lesi DNA

yang diinduksi secara kimia akan membunuh sel terutama dengan

cara menganggu replikasi DNA (Brooks et al., 2008). Salah satu

disinfektan yang bekerja dengan cara memodifikasi DNA adalah

kristal violet (gentian violet) yang digunakan untuk antiseptik kulit

(23)

commit to user 2. Endoskopi Saluran Cerna

a. Pengertian Endoskopi

Endoskopi merupakan gabungan dua kata dari bahasa Yunani yaitu

endon yang berarti di dalam dan skopeo yang berarti melihat pada

sesuatu. Maka, endoskopi dapat diartikan sebagai peralatan untuk melihat

rongga tubuh dan organ dalam. Endoskopi adalah sebuah pipa panjang,

pipih, dan fleksibel yang dilengkapi dengan lampu dan sebuah kamera di

ujungnya. Kamera tersebut mengambil gambar dari organ dalam tubuh

dan akan ditampilkan di layar televisi (Cotton dan Williams, 2008;

Schwab dan Singh, 2010). Beberapa macam variasi endoskopi dapat

dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Variasi Endoskopi

Sistem tubuh

Nama endoskopi Organ tubuh yang dilihat

Gastro-intestinal

Oesophagogastro- duodenoskopi (OGD)

Oesophagus, gaster, duodenum

Enteroskopi Duodenum, jejunum, ileum

Kolonoskopi Colon, ileum bagian distal

Sigmoidoskopi Sigmoid colon, rectum

Endoskopik ultrasound (EUS) Sistem pencernaan atas dan saluran empedu

Sistem biliaris Endoscopic retrograde cholangiopancreato-graphy (ERCP)

Pancreas, ductus biliaris, ductus hepaticus

Koledokoskopi Ductus biliaris

Respirasi Bronkoskopi Trachea, bronchus

THT Rhinoskopi Hidung

Laryngoskopi Larynx

Urologi Cystoskopi Urethra, vesica urinaria

Uretroskopi Ureter

Ginekologi Histeroskopi Uterus

Falloskopi Tuba fallopii

(24)

commit to user b. Bagian Endoskopi

Secara umum semua endoskopi memiliki bagian yang sama.

Perbedaan pada masing-masing endoskopi disebabkan oleh panjang,

diameter, kekakuan dari tabung insersi, nomor dan ukuran instrumen

tambahan, serta konfigurasi dari ujung distal tabung insersi yang berbeda.

Perbedaan ini mempengaruhi ergonomi, kedalaman endoskopi dapat

dimasukkan, ukuran, serta tipe aksesoris yang dapat digunakan di

endoskopi (Bosco et al., 2003; Varadarajulu et al., 2011).

1) Bagian Kontrol

Bagian kontrol dipegang dengan tangan kiri. Bagian ini memiliki

dua tombol untuk menentukan arah yaitu ke atas atau bawah dan ke

kiri atau kanan. Tombol ini dapat dikunci pada posisi tertentu. Bagian

kontrol juga dilengkapi katup untuk biopsi serta menghisap udara atau

air di bagian depan atas. Terdapat tombol untuk menangkap gambar di

bagian atas. Bagian ini juga dihubungkan dengan instrumen di bagian

depan bawah (Bosco et al., 2003; Schwab dan Singh, 2010;

Varadarajulu et al., 2011)

2) Tabung Insersi

Tabung insersi merupakan bagian yang masuk ke dalam tubuh

pasien dan terpasang dengan bagian kontrol. Panjang, diameter, dan

kekakuan dari tabung insersi berbeda-beda di setiap model. Tabung

insersi terdiri dari satu/dua saluran instrumen, satu/dua serat optik

(25)

commit to user

Kabel angulasi akan membelokkan bagian lentur dari tabung insersi

hingga defleksi maksimum antara 180-230o (Bosco et al., 2003;

Varadarajulu et al., 2011).

Ujung tabung insersi berisi perangkat untuk pembangkit warna

gambar, cahaya, saluran terbuka untuk udara dan air, air untuk

membersihkan lensa, dan lensa objektif. Lensa ini dapat mengambil

gambar di depan, samping, dan bersilangan tergantung dengan tipe

endoskopi (Varadarajulu et al., 2011).

3) Bagian Konektor

Bagian konektor dari endoskopi terdiri dari penunjuk cahaya,

saluran udara, dan kontak listrik dengan sumber cahaya atau prosesor.

Bagian ini menghubungkan endoskopi dengan monitor, sumber listrik

dan cahaya, sumber udara atau CO2, dan kontainer air (Bosco et al.,

2003; Varadarajulu et al., 2011).

c. Penggunaan Endoskopi Saluran Cerna

Endoskopi saluran cerna dapat digunakan sebagai alat untuk

diagnosis, surveilans, biopsi, skrining, dan terapi. Endoskopi saluran

cerna digunakan dalam diagnosis gejala seperti dispepsia, disfagia,

anoreksia, dan lain-lain. Sebagai fungsi surveilans, endoskopi saluran

cerna digunakan untuk mengklarifikasi status dari penyakit yang telah

diketahui seperti varises, Barett’s esophagus, atau setelah polipektomi dan

operasi kanker. Endoskopi saluran cerna juga dapat digunakan untuk

(26)

commit to user

malabsorbsi. Untuk skrining sistem pencernaan bagian atas, endoskopi

saluran cerna dapat digunakan untuk skrining keganasan pada pasien

yang diduga memiliki risiko kanker seperti pada familial adenomatous

polypopsis. Alat ini juga digunakan sebagai terapi pada hemostatis,

dilatasi, polipektomi, gastrotomi, maupun hemoragi (Cotton dan

Williams, 2008; Jechart dan Messmann, 2008; Schwab dan Singh, 2010).

d. Efek Samping Prosedur Endoskopi Saluran Cerna

Beberapa komplikasi utama penggunaan endoskopi saluran cerna

bagian atas meliputi masalah cardiopulmonary (aspirasi, depresi respirasi,

hipotensi, aritmia), perforasi, perdarahan, dan injuri pada gigi.

Penggunaan endoskopi pada sistem pencernaan bagian bawah memiliki

risiko komplikasi berupa perdarahan (0,2-2,1%), perforasi (≤0,1%), rasa

tidak nyaman pada abdomen (5,4%), dan infeksi (0,2%) (Schwab dan

Singh, 2010; Varadarajulu et al., 2011).

3. Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

a. Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

Proses sterilisasi dan disinfeksi pada peralatan medis berbeda-beda

sesuai dengan tingkat risikonya. Peralatan medis dikategorikan dalam tiga

klasifikasi yaitu berisiko tinggi (critical), menengah (semi-critical), dan

rendah (non-critical). Peralatan medis yang berisiko tinggi merupakan

peralatan yang kontak langsung dengan jaringan atau darah sehingga

membutuhkan keadaan steril melalui proses sterilisasi. Peralatan medis

(27)

commit to user

membran mukosa atau kulit yang tidak intak dan membutuhkan teknik

disinfeksi tingkat tinggi. Peralatan yang berisiko rendah merupakan

peralatan yang hanya kontak dengan kulit yang utuh sehingga cukup

dilakukan teknik disinfeksi tingkat rendah. Berdasarkan risiko tersebut,

endoskopi saluran cerna termasuk dalam peralatan medis dengan risiko

menengah sehingga membutuhkan teknik disinfeksi tingkat tinggi (Cotton

dan Williams, 2008; Spicer, 2008).

Proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dibedakan

menjadi tiga tahap. Ketiga tahap tersebut yaitu: 1) sebelum proses,

meliputi pencucian manual; 2) proses, berupa teknik disinfeksi tingkat

tinggi dan pembilasan; 3) setelah proses, berupa pengeringan dan

penyimpanan (Spaun et al., 2010).

1) Pencucian

Pencucian secara manual dilakukan pada permukaan bagian

dalam dan bagian luar. Mula-mula endoskopi saluran cerna direndam

dan dibilas untuk menghilangkan kotoran, darah, maupun jaringan

yang menempel. Proses pencucian meliputi menyikat bagian dalam

dan membilas dengan air dan deterjen atau pembersih yang

mengandung enzim. Pencucian merupakan langkah utama sebelum

disinfeksi secara manual maupun otomatis. Penyikatan endoskopi

saluran cerna dilakukan menggunakan kain lembut, spon, atau sikat

sampai tidak terdapat sisa kotoran pada sikat (Rutala dan Weber, 2004;

(28)

commit to user

2) Disinfeksi Tingkat Tinggi

Endoskopi saluran cerna direndam dalam cairan disinfektan

untuk proses disinfeksi tingkat tinggi dalam waktu tertentu. Semua

bagian endoskopi dipastikan harus terpapar dengan cairan disinfektan.

Menurut Food and Drug Administration (FDA), disinfektan yang bisa

digunakan untuk endoskopi saluran cerna antara lain glutaraldehid,

glutaraldehid dengan fenol, orto-phthalaldehid, hidrogen peroksida,

asam parasetik, dan penggunaan hidrogen peroksida dan asam

parasetik sekaligus (Food and Drug Administration, 2003).

Glutaraldehid dengan konsentrasi lebih dari 2,4% merupakan

disinfektan yang paling banyak digunakan. Glutaraldehid digunakan

pada suhu 25oC dengan waktu perendaman 45 menit. Beberapa

prosedur menyebutkan penggunaan glutaraldehid dapat dilakukan

selama 20 menit pada suhu 20oC (Greenwald, 2007).

3) Pembilasan

Endoskopi saluran cerna dibilas dengan air steril atau air yang

telah melalui proses filtrasi menggunakan filter dengan ukuran 0,2 µm.

Kemudian dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan 70-90% etil

atau isopropil alkohol. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan

cairan disinfektan pada endoskopi saluran cerna dan mengurangi

(29)

commit to user

4) Pengeringan

Endoskopi saluran cerna dikeringkan dengan udara bertekanan

setelah disterilisasi dan sebelum disimpan. Pengeringan merupakan

salah satu cara untuk mencegah transmisi penyakit melalui air akibat

adanya air yang menggenang di endoskopi saluran cerna (Rutala dan

Weber, 2004; Greenwald, 2007).

5) Penyimpanan

Endoskopi saluran cerna disimpan dalam lemari yang terjaga dari

kontaminasi. Endoskopi saluran cerna digantung dengan posisi vertikal

untuk membantu proses pengeringan (Rutala dan Weber, 2004;

Greenwald, 2007).

Endoskopi saluran cerna harus dalam keadaan steril apabila

digunakan dalam proses operasi, meskipun secara umum endoskopi

saluran cerna hanya membutuhkan teknik disinfeksi tingkat tinggi.

Untuk mencapai keadaan steril diperlukan prosedur tambahan dalam

proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna. Setelah

dilakukan disinfeksi tingkat tinggi, endoskopi saluran cerna dikirim ke

bagian sterilisasi alat operasi untuk dilakukan proses sterilisasi.

Endoskopi saluran cerna yang telah disterilisasi kemudian diletakkan

dalam kontainer steril tertutup dan dibawa ke ruang operasi. Peralatan

aksesoris seperti botol air dan tabung harus melalui proses autoklaf

(30)

commit to user

b. Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi

Prosedur disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD

Dr. Moewardi memiliki tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah,

lendir, dan sisa bekuan protein yang melekat pada endoskopi saluran

cerna baik yang di dalam lumen maupun di luar lumen sehingga bebas

dari mikroorganisme. Proses ini tidak hanya bersih, tetapi mampu

membunuh bakteri, virus/fungi, dan parasit serta mikroorganisme baik

secara kimiawi maupun mekanik.

Skop endoskopi saluran cerna dapat didisinfeksi dengan cairan

disinfektan tingkat tinggi, yaitu cairan yang mempunyai spektrum luas

dalam aktivitasnya untuk membunuh bakteri serta virus dalam beberapa

menit. Tahap disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna yang

dilakukan di RSUD Dr. Moewardi meliputi pembersihan secara manual,

pembilasan, disinfeksi, pembilasan akhir, pengeringan, dan penyimpanan.

Prosedur tersebut lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran 1.

c. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

Menurut Association for Professionals in Infection Control and

Epidemiology (APIC), infeksi eksogen di endoskopi saluran cerna

berkaitan dengan proses disinfeksi tingkat tinggi (Association for

Professionals in Infection Control and Epidemiology, 2011). Hal ini

(31)

commit to user

Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas disinfeksi tingkat

tinggi endoskopi saluran cerna adalah sebagai berikut:

1) Pemilihan Metode Disinfeksi Tingkat Tinggi

Pemilihan metode disinfeksi tingkat tinggi dengan mesin

otomatis dapat mengurangi kemungkinan terjadinya transmisi hingga

11% keluhan dibandingkan dengan metode disinfeksi tingkat tinggi

secara manual yaitu 67% atau semi-otomatis yaitu 60%. Hal ini

dikarenakan mesin otomatis memiliki validasi untuk volume dan

tekanan air, suhu, pH, waktu paparan dan, dosis disinfektan, sedangkan

metode manual tidak memiliki standar yang pasti (Zuhlsdorf et al.,

2002). Penggunaan mesin otomatis juga tetap dapat menjadi masalah

apabila proses awal secara mekanik seperti predisinfeksi, pencucian,

pembilasan, maupun pemasangan dan pelepasan alat tidak sesuai

prosedur (Martiny et al., 2004).

2) Teknik Pencucian Manual

Pencucian merupakan cara efektif untuk mengurangi

mikroorganisme. Teknik pencucian yang tidak menyeluruh dapat

menjadi penyebab transmisi penyakit, misalnya tidak membersihkan

tabung bagian dalam, tanpa deterjen, tidak diulang hingga 2 atau 3

kali, tidak memastikan bahwa semua bagian endoskopi saluran cerna

terendam dalam deterjen, atau tidak mengalirkan deterjen ke dalam

(32)

commit to user

3) Pemilihan dan Penggunaan Disinfektan

Pemilihan disinfektan yang digunakan untuk proses disinfeksi

tingkat tinggi sangat mempengaruhi kondisi endoskopi saluran cerna.

Setiap unit memiliki kebijakan untuk menentukan disinfektan yang

akan digunakan. Setiap disinfektan tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing seperti yang dijelaskan dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Disinfektan

Disinfektan Kelebihan Kekurangan

(33)

commit to user

Selain pemilihan disinfektan yang digunakan, teknik yang

diterapkan dalam proses disinfeksi tingkat tinggi juga mempengaruhi

efektivitas disinfeksi tingkat tinggi. Cara penggunaan disinfektan yang

dapat menyebabkan proses disinfeksi tingkat tinggi menjadi tidak

efektif antara lain tidak memastikan bahwa semua bagian endoskopi

saluran cerna terendam disinfektan dan waktu perendaman yang terlalu

singkat (Barbosa et al., 2010).

4) Proses Pembilasan

Hanya mencuci bagian luar dan tidak membilas bagian dalam

menjadi salah satu penyebab proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi

saluran cerna menjadi tidak efektif (Barbosa et al., 2010). Air yang

digunakan untuk membilas dalam metode disinfeksi tingkat tinggi

mesin otomatis juga dapat menjadi masalah tersendiri. Air yang

digunakan seperti air kran merupakan air yang tidak bebas kuman. Air

tersebut dapat menjadi media pertumbuhan bakteri sehingga

menyebabkan kontaminasi ulang pada endoskopi saluran cerna

(MacKay et al., 2002).

5) Prosedur Pengeringan

Proses pengeringan dapat mempengaruhi efektivitas disinfeksi

tingkat tinggi endoskopi saluran cerna. Penggunaan bahan pengeringan

maupun cara pengeringan hanya mengeringkan bagian luar dan tidak

menggunakan udara bertekanan menjadi penyebab proses disinfeksi

(34)

commit to user

6) Teknik Penyimpanan

Menurut Czech Hygiene Authorities, endoskopi saluran cerna

yang telah disimpan selama 12 jam harus dilakukan proses disinfeksi

tingkat tinggi ulang (Czech Hygiene Authorities, 1999). Kondisi almari

yang tidak kering, tidak bersih, dan tidak didesain dengan ventilasi

khusus, maupun peletakan endoskopi saluran cerna tidak dalam

keadaan vertikal dapat menjadi penyebab lain proses disinfeksi tingkat

tinggi menjadi tidak efektif (Pineau et al., 2008).

7) Pengetahuan dan Keterampilan Petugas Endoskopi Saluran Cerna

Petugas yang melakukan tindakan dengan endoskopi saluran

cerna maupun melakukan proses disinfeksi tingkat tinggi harus

memiliki kompetensi dan pengetahuan mengenai penggunaan bahan

kimia terkait biologis, kimia, dan lingkungan. Setiap petugas yang

melakukan tindakan dengan endoskopi saluran cerna hendaknya

memakai peralatan sebagai proteksi seperti sarung tangan, jas lab,

penutup mata, dan masker. Petugas yang tidak melakukan proteksi diri

dapat menjadi salah satu jalur transmisi penyakit (Barbosa et al.,

(35)

commit to user B. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

(36)

commit to user C. Hipotesis

Proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr.

(37)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan

pendekatan cross sectional yaitu suatu pendekatan dimana observasi hanya

dilakukan satu kali pada saat yang sama (Taufiqurrohman, 2008).

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi dan Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012.

C.Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah endoskopi saluran cerna RSUD Dr.

Moewardi setelah dilakukan proses disinfeksi tingkat tinggi baik melalui

proses penyimpanan 24 jam maupun tanpa melalui proses penyimpanan.

2. Besar Sampel

Besar ukuran sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30 subjek

penelitian. Penentuan ini berdasarkan beberapa pertimbangan termasuk

biaya, tenaga, dan waktu.

D.Teknik Sampling

Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik convenience

sampling, yaitu pengambilan sampel tanpa didasari sistematika tertentu.

(38)

commit to user

Sampel diambil karena terjangkau untuk dijadikan subjek dalam penelitian

hingga mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan (Taufiqurrohman, 2008).

E.Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

F.Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna

2. Variabel Terikat : Jumlah dan pola bakteri

3. Variabel Luar :

a. Terkendali : Suhu inkubasi

b. Tak terkendali : Kualitas udara, suhu ruangan, kelembaban udara

Inkubasi 37oC, 24 jam Endoskopi saluran cerna

Usap endoskopi pada bagian flexible tip dengan cotton swab seluas 31,4cm2

Pengecatan gram Disinfeksi tingkat tinggi

Inkubasi 37oC, 24 jam

Media Identifikasi

Pola Bakteri

Nutrient agar plate

Hitung koloni

(39)

commit to user G.Definisi Operasional Varibel Penelitian

1. Disinfeksi Tingkat Tinggi

Disinfeksi tingkat tinggi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna yang sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran

cerna di RSUD Dr. Moewardi. Disinfeksi tingkat tinggi tersebut dibedakan

menjadi dua kelompok yaitu dengan melalui proses penyimpanan selama 24

jam maupun tanpa melalui proses penyimpanan.

Skala : Nominal

Kategori : a. Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dengan proses

penyimpanan 24 jam.

b. Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna tanpa

melalui proses penyimpanan.

2. Jumlah Bakteri

Jumlah bakteri dihitung dari ada tidaknya koloni bakteri pada hasil

usapan endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi.

Skala : Nominal

Kategori : a. Ada bakteri

b. Tidak ada bakteri

3. Pola Bakteri

Pola bakteri dilihat apabila ditemukan koloni bakteri dari hasil usapan

(40)

commit to user H.Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini, alat dan bahan yang diperlukan adalah sebagai

berikut: 1) Tabung reaksi; 2) Cotton swab; 3) Sarung tangan steril; 4) Masker;

5) Inkubator; 6) Oshe jarum; 7) Oshe kolong; 8) Pipet; 9) Cawan petri; 10)

Object glass, 11) Cat Gram; 12) Rak tabung; 13) Mikroskop; 14) Lampu

spiritus; 15) NaCl; 16) Nutrient agar plate; 17) Media identifikasi.

I. Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel

Sampel diambil dari usap endoskopi saluran cerna. Usap dilakukan

terhadap endoskopi saluran cerna yang sudah disimpan selama 24 jam

maupun endoskopi saluran cerna yang langsung dipakai ulang tanpa proses

penyimpanan. Usapan dilakukan menggunakan kapas lidi steril pada bagian

flexible tip seluas 31,4cm2. Setelah itu sampel ditanam di Nutrient agar plate

dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

2. Penghitungan Koloni

Apabila terdapat pertumbuhan bakteri, koloni bakteri yang ditemukan

di Nutrient agar plate dihitung secara manual.

3. Pengecatan Gram

Bila terdapat pertumbuhan bakteri di media pertumbuhan, dilanjutkan

proses pewarnaan Gram untuk mengetahui sifat bakteri apakah termasuk

(41)

commit to user

4. Identifikasi Bakteri

Bakteri yang telah diketahui sifat Gramnya dilakukan identifikasi.

Bakteri Gram negatif dapat ditanam di media KIA, SIM, Urea agar, dan

Simon Citrat. Bakteri Gram positif dapat dilakukan uji katalase dan

koagulase, serta penanaman di media MSA khususnya untuk Staphylococcus

sp, sedangkan bakteri batang Gram positif tidak dilakukan identifikasi.

Setelah penanaman, media identifikasi diinkubasi selama 24 jam pada suhu

37oC dan diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat biokimianya (Brooks, 2008).

J. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif

dilakukan untuk menggambarkan keseluruhan data yang diteliti. Analitik

dilakukan menggunakan uji Chi Square yang diolah dengan program Statistical

Program for Social Science (SPSS) versi 17 untuk mengetahui hubungan

efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna setelah

(42)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini sampel diambil dari usap endoskopi saluran cerna RSUD

Dr. Moewardi yang telah mengalami proses disinfeksi tingkat tinggi. Jumlah

sampel yang diambil yaitu sebanyak 30 sampel. Sampel tersebut dibedakan

menjadi dua kelompok yaitu 14 sampel usap endoskopi saluran cerna setelah

disinfeksi tingkat tinggi serta mengalami proses penyimpanan 24 jam, dan 16

sampel usap endoskopi saluran cerna setelah disinfeksi tingkat tinggi tanpa

melalui proses penyimpanan.

Tabel 4.1 Sebaran Sampel Menurut Sumber Pengambilan Sampel

Usap endoskopi saluran cerna N %

Tanpa penyimpanan 16 53,3

Setelah penyimpanan 24 jam 14 46,6

Total 30 100

Tabel 4.1 menunjukkan sebaran sampel menurut sumber pengambilan.

Perbedaan sumber pengambilan memiliki hubungan dengan pertumbuhan bakteri.

Hubungan antara sumber pengambilan sampel dengan pertumbuhan bakteri diuji

menggunakan uji Chi Square seperti pada tabel 4.2.

(43)

commit to user

Tabel 4.2 Sebaran Sampel Menurut Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan bakteri

tanpa penyimpanan terdapat 13 sampel disinfeksi tingkat tinggi efektif dan 3

sampel tidak efektif. Pada usap endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan dari

14 sampel didapatkan 3 sampel efektif dan 11 sampel tidak efektif. Hasil dari

tabel 4.2 memenuhi syarat untuk dilakukan uji Chi Square dengan rancangan tabel

2 x 2 karena tidak ada nilai expected yang kurang dari 5.

Hasil analisis Chi Square menunjukkan nilai p value < 0,005. Nilai yang

dipakai adalah nilai Pearson Chi Square yaitu 0,001. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penyimpanan endoskopi

saluran cerna selama 24 jam dengan efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi

saluran cerna RSUD Dr. Moewardi.

Hasil penghitungan OR menunjukkan nilai OR adalah 15,9 dengan IK 95%

2,7 – 95,2 yang berarti OR dapat terletak antara 2,7 – 95,2. Dengan demikian,

(44)

commit to user

mengalami penyimpanan 24 jam akan memiliki risiko 15,9 kali lebih besar untuk

ditemukan pertumbuhan bakteri.

Pada sampel ditemukan pertumbuhan jumlah jenis bakteri yang berbeda.

Sebaran sampel berdasarkan jumlah jenis bakteri dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Sebaran Sampel Positif Menurut Jumlah Jenis Bakteri

Jumlah jenis bakteri

Usap endoskopi saluran cerna Total

Tanpa penyimpanan Setelah penyimpanan %

Tunggal 3 8 11 78,6%

Campuran 0 3 3 21,4%

14 100%

Tabel 4.3 memperlihatkan pada 3 sampel positif usap endoskopi saluran

cerna tanpa penyimpanan ditemukan jenis bakteri tunggal tanpa ada bakteri

campuran. Jenis bakteri campuran ditemukan pada sampel usap endoskopi saluran

cerna setelah penyimpanan yaitu sebanyak 3 sampel dan jenis bakteri tunggal

sebanyak 8 sampel dari total 11 sampel positif. Dengan demikian dari 14 sampel

positif ditemukan 11 sampel dengan jenis bakteri tunggal yaitu sebanyak 78,6%

dan 3 sampel dengan jenis bakteri campuran yaitu sebanyak 21,4%.

Selanjutnya dilakukan proses pengecatan Gram dari koloni bakteri yang

ditemukan untuk mengetahui sifat Gram positif atau negatif. Sebaran sifat bakteri

(45)

commit to user

Tabel 4.4 Sebaran Sampel Positif Menurut Pengecatan Gram

Pengecatan Gram

Usap endoskopi saluran cerna Total

Tanpa penyimpanan Setelah penyimpanan %

Positif 3 11 14 100%

Negatif 0 0 0 0%

14 100%

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 3 sampel positif usap endoskopi saluran

cerna tanpa penyimpanan didapatkan hasil pengecatan Gram berupa bakteri Gram

positif. Pada usap endoskopi saluran cerna dengan penyimpananan didapatkan 11

sampel bakteri Gram positif dari seluruh sampel. Dengan demikian hasil

pengecatan Gram untuk sampel positif didapatkan bakteri Gram positif sebanyak

100%.

Setelah itu dilakukan uji identifikasi dari koloni bakteri yang tumbuh untuk

mengetahui spesies bakteri. Sebaran spesies bakteri yang ditemukan dapat dilihat

pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Sebaran Sampel Positif Menurut Spesies Bakteri

Spesies Bakteri Usap endoskopi saluran cerna

Tanpa penyimpanan Setelah penyimpanan

Bacillus sp 1 9

Staphylococcus aureus 2 2

Staphylococcus non-aureus 0 2

(46)

commit to user

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa pada sampel positif usap endoskopi

saluran cerna tanpa penyimpanan didapatkan 1 sampel positif Bacillus sp dan 2

sampel positif Staphylococcus aureus. Pada sampel positif usapan endoskopi

saluran cerna dengan penyimpanan didapatkan 9 sampel positif Bacillus sp, 2

sampel positif Staphylococcus aureus, 2 sampel positif Staphylococcus

(47)

commit to user BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa jumlah sampel yang dapat

digambarkan yaitu sebanyak 30 sampel usap endoskopi saluran cerna. Sampel

terbagi menjadi dua kelompok yaitu 14 sampel usap endoskopi saluran cerna

setelah disinfeksi tingkat tinggi serta mengalami proses penyimpanan 24 jam dan

16 sampel usap endoskopi saluran cerna setelah disinfeksi tingkat tinggi tanpa

melalui proses penyimpanan. Adanya perbedaan jumlah sampel di setiap

kelompok dipengaruhi oleh teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu

convenience sampling. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan tanpa didasari

sistematika tertentu dimana sampel diambil karena terjangkau untuk dijadikan

subjek dalam penelitian hingga mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan

(Taufiqurrohman, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 sampel usap endoskopi saluran

cerna setelah penyimpanan didapatkan 78,6% (11/14) sampel positif ditemukan

koloni bakteri. Dari 16 sampel yang diambil dari usap endoskopi saluran cerna

tanpa penyimpanan didapatkan 18,8% (3/16) sampel positif.

Secara teori, endoskopi saluran cerna merupakan alat semi-critical sehingga

membutuhkan proses disinfeksi tingkat tinggi dimana dapat menghilangkan

bakteri, virus, jamur, tanpa mampu menghilangkan spora bakteri (Cotton dan

Williams, 2008; Spicer, 2008). Ditemukannya koloni bakteri pada usap endoskopi

saluran cerna RSUD Dr. Moewardi menunjukkan bahwa proses disinfeksi tingkat

(48)

commit to user

tinggi belum mampu menghilangkan bakteri. Proses disinfeksi tingkat tinggi

dikatakan efektif apabila mampu menghilangkan mikroorganisme kecuali spora

(Zuhlsdorf et al., 2002). Dengan demikian proses disinfeksi tingkat tinggi

endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi dapat dikatakan belum efektif.

Proses disinfeksi tingkat tinggi masih dikatakan efektif apabila yang

ditemukan hanya spora bakteri tanpa mikroorganisme yang lain. Spora lebih

resisten dibandingkan mikroorganisme lain karena dinding spora bersifat

impermeabel dan asam ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan

yang lebih tinggi terhadap disinfektan. Spora dapat hilang apabila dilakukan

proses sterilisasi dengan panas bertekanan seperti autoklaf yaitu pada suhu di atas

100oC pada tekanan 15 lb/sq selama 15 menit (Brooks et al., 2008; Goering et al.,

2008). Karena proses disinfeksi endoskopi saluran cerna tidak menggunakan

autoklaf dan hanya sebatas disinfeksi tingkat tinggi, maka spora bakteri masih

dapat ditemukan pada endoskopi saluran cerna.

Adanya bakteri pada usap endoskopi saluran cerna dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Association for Professionals in Infection Control and

Epidemiology (APIC) menyebutkan bahwa infeksi eksogen pada endoskopi

saluran cerna dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya pencucian manual,

disinfektan yang lemah, pembilasan, pengeringan, dan penyimpanan (Association

for Professionals in Infection Control and Epidemiology, 2011).

Dari berbagai tahapan disinfeksi tingkat tinggi, proses pencucian manual

endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi sudah dilakukan sesuai dengan

(49)

commit to user

pembilasan sesuai prosedur memiliki kemungkinan kecil terjadinya kontaminasi

bakteri pada endoskopi saluran cerna.

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh yaitu pemilihan disinfektan.

Proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi

menggunakan cidex opa dengan kandungan ortho-phthalaldehid 5,75% sebagai

bahan disinfektan. Larutan ini mulai digunakan sejak RSUD Dr. Moewardi

menyediakan pelayanan endoskopi saluran cerna. Penggunaan disinfektan dengan

jenis yang sama dalam jangka waktu lama dapat menjadi penyebab resistensi

bakteri terhadap disinfektan. Ortho-phthalaldehid dapat tetap digunakan selama 2

tahun apabila disimpan pada suhu 15 – 30oC dalam keadaan masih tertutup.

Apabila botol sudah dibuka, ortho-phthalaldehid mampu bertahan hingga 75 hari

(Johnson and Johnson Company, 2010).

Adanya kontaminasi pada endoskopi saluran cerna dapat disebabkan oleh

penggunaan disinfektan dalam jangka waktu lama. Selain itu dapat dipengaruhi

oleh faktor penyimpanan yang dapat mengurangi efektivitas larutan disinfektan.

Untuk mengantisipasi adanya resistensi bakteri terhadap disinfektan yang sudah

lama digunakan dapat dilakukan penggantian disinfektan dengan memperhatikan

parameter pH dan konsentrasi. Penggunaan disinfektan tersebut dilakukan dengan

mempertimbangkan suhu dan lama paparan. Beberapa bahan disinfektan yang

biasa digunakan untuk proses sterilisasi dan disinfeksi endoskopi saluran cerna

selain ortho-phthalaldehid adalah glutaraldehid, hidrogen peroksida, asam

parasetik, dan kombinasi hidrogen peroksida dengan asam parasetik (Greenwald,

(50)

commit to user

Faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap efektivitas disinfeksi tingkat

tinggi endoskopi saluran cerna adalah proses penyimpanan. Berdasarkan hasil uji

Chi Square diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara angka

pertumbuhan bakteri usap endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan 24 jam

dengan tanpa melalui proses penyimpanan. Setelah disimpan selama 24 jam

endoskopi saluran cerna dapat memiliki risiko 15,9 kali lebih besar untuk terkena

kontaminasi mikroorganisme. Tingginya angka pertumbuhan bakteri pada usap

endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan kemungkinan disebabkan oleh

proses penyimpanan yang kurang adekuat.

Penyimpanan endoskopi saluran cerna dilakukan dengan cara

menggantungkan endoskopi saluran cerna dengan posisi vertikal dalam lemari

dengan ventilasi khusus (Rutala dan Weber, 2004; Greenwald, 2007).

Penyimpanan endoskopi saluran cerna yang tepat dapat membantu mengurangi

pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan penelitian Rejchart et al. (2004)

diketahui bahwa tidak ada peningkatan jumlah kontaminasi bakteri pada

endoskopi saluran cerna setelah mengalami proses penyimpanan hingga 5 hari,

sedangkan proses penyimpanan endoskopi saluran cerna selama 24 jam di RSUD

Dr. Moewardi telah memberikan hubungan yang signifikan terhadap pertumbuhan

bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyimpanan endoskopi saluran cerna

RSUD Dr. Moewardi belum adekuat.

Adanya bakteri setelah penyimpanan endoskopi saluran cerna RSUD Dr.

Moewardi selama 24 jam dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut penelitian

(51)

commit to user

bersih, dan tidak didesain dengan ventilasi khusus, maupun peletakan endoskopi

tidak dalam posisi vertikal dapat mengurangi sterilitas endoskopi saluran cerna.

Gambar 5.1 Penyimpanan endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi Penyimpanan endoskopi saluran cerna di RSUD Dr. Moewardi sudah

dilakukan dengan cara menggantung vertikal. Kondisi lemari juga sudah bersih

dan kering. Namun lemari penyimpanan belum didesain dengan ventilasi khusus.

Proses penyimpanan endoskopi saluran cerna juga dibalut dengan kassa.

Kemungkinan kassa yang digunakan bukan merupakan kassa steril dapat menjadi

salah satu faktor penyebab kontaminasi endoskopi. Oleh karena itu dibutuhkan

sarana dan prasarana yang lebih mendukung proses penyimpanan endoskopi

saluran cerna sehingga dapat menjaga efektivitas disinfeksi. Sesuai dengan

rekomendasi dari Czech Hygiene Authorities, endoskopi saluran cerna yang telah

mengalami proses penyimpanan lebih dari 12 jam dapat dilakukan proses

sterilisasi dan disinfeksi ulang sebelum digunakan pada pasien (Czech Hygiene

Authorities, 1999).

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa dari jumlah sampel positif

(52)

commit to user

campuran pada usap endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan. Pada usap

endoskopi saluran cerna tanpa penyimpanan didapatkan ketiga sampel positif

terdiri dari jenis bakteri tunggal. Adanya jenis bakteri campuran pada usap

endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan kemungkinan dipengaruhi oleh

proses penyimpanan.

Semua bakteri yang ditemukan bersifat Gram positif. Hasil penelitian ini

serupa dengan hasil penelitian Alfa et al. (2011) yang melakukan penelitian

terhadap 20 sampel usap endoskopi saluran cerna. Dari 20 sampel ditemukan 18

sampel dengan bakteri Gram positif, 1 sampel Gram negatif, dan 1 jamur.

Ditemukannya bakteri Gram positif pada usap endoskopi saluran cerna

sesuai dengan teori sifat bakteri. Bakteri Gram positif memiliki lapisan

peptidoglikan yang tebal (20-80 nm). Peptidoglikan memiliki struktur

polisakarida dan asam amino yang bersifat sangat polar sehingga bakteri memiliki

lapisan hidrofilik yang tebal. Struktur ini menyebabkan bakteri bersifat resisten

terhadap asam empedu sehingga bakteri Gram positif masih dapat ditemukan di

sistem saluran pencernaan (Goering et al., 2008).

Pada usap endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan ditemukan Bacillus

sp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus non-aureus, dan Clostridium sp. Pada

usap endoskopi saluran cerna tanpa penyimpanan ditemukan Bacillus sp dan

Staphylococcus aureus. Ditemukannya bakteri pada endoskopi saluran cerna

RSUD Dr. Moewardi memiliki kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan

Ribeiro et al. pada tahun 2004. Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya

(53)

commit to user

Eschericia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Enterococcus

faecalis, Candida sp dan Pseudomonas aeruginosa (Ribeiro et al., 2004)

Bacillus sp adalah bakteri batang berspora yang bersifat Gram positif

dengan letak spora berada di tengah. Bacillus dapat bertahan lama dalam bentuk

spora yang dorman. Adanya Bacillus dalam usap endoskopi saluran cerna

dimungkinkan karena terdistribusinya spora dorman Bacillus di udara (Toy et al.,

2008).

Genus Bacillus memiliki lebih dari tujuh puluh spesies. Dua spesies penting

yang patogen bagi manusia adalah Bacillus anthracis dan Bacillus cereus,

sedangkan spesies lain bersifat oportunistik dan jarang menyebabkan penyakit.

Bacillus anthracis dapat menyebabkan pustula maligna, anthrax pneumonia, dan

anthrax intestinal. Bacillus cereus sering menyebabkan keracunan makanan

(Spicer, 2008; Goering et al., 2008).

Staphylococcus sp adalah bakteri berbentuk kokus Gram positif dengan

posisi bergerombol seperti anggur. Staphylococcus aureus merupakan spesies

Staphylococcus sp yang memiliki enzim koagulase dan mampu meragi manitol.

Pada media MSA Staphylococcus aureus akan meragi manitol sehingga media

berubah warna dari merah menjadi kuning, sedangkan Staphylococcus non-aureus

akan tetap berwarna merah (Nath dan Revankar, 2006; Harvey et al., 2007).

Staphylococcus sp merupakan bakteri oportunistik. Staphylococcus aureus

dapat menyebabkan berbagai macam infeksi seperti lesi kulit, pneumonia,

mastitis, phlebitis, meningitis, keracunan makanan, dan infeksi saluran kemih.

(54)

commit to user

pencernaan. Ditemukannya Staphylococcus sp pada usap endoskopi saluran cerna

kemungkinan disebabkan adanya kontak dengan flora normal. (Vesterlund et al.,

2006; Bhalla et al., 2007).

Clostridium sp merupakan bakteri batang Gram positif penghasil spora

dengan letak spora di salah satu ujung. Bakteri ini tersebar di tanah dan saluran

pencernaan manusia maupun hewan. Adanya Clostridium sp dalam usap

endoskopi saluran cerna kemungkinan karena adanya kontaminasi Clostridium

yang berasal dari saluran pencernaan manusia (Kumala, 2004; Prasetyo, 2004).

Terdapat lebih dari sembilan puluh spesies Clostridium sp. Spesies yang

berhubungan dengan patogen pada manusia antara lain Clostridium perfringens,

Clostridium tetani, Clostridium difficile, dan Clostridium botulinum. Clostridium

perfringens merupakan flora normal di usus manusia dan hewan, namun dapat

menyebabkan keracunan makanan dan enteritis nekrotikan. Clostridium tetani

menyebabkan penyakit tetanus. Clostridium difficile merupakan flora normal

usus, namun dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial seperti kolitis akibat

penggunaan antibiotik. Clostridium botulinum menyebabkan penyakit botulism

akibat mengonsumsi makanan berkaleng (Ferreira, 2003; Toy et al., 2008).

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Spora yang ditemukan tidak

diketahui apakah berada dalam bentuk sel vegetatif atau bentuk spora pada

endoskopi saluran cerna. Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna masih

dikatakan efektif apabila yang ditemukan pada endoskopi saluran cerna adalah

bentuk spora bakteri dan bukan bentuk sel vegetatif. Hal ini dikarenakan proses

(55)

commit to user

tingkat tinggi endoskopi saluran cerna akan dikatakan tidak efektif jika terdapat

sel vegetatif bakteri yang mampu menghasilkan spora pada hasil usapan (Brooks

et al., 2008; Goering et al., 2008).

Penelitian ini juga belum dapat menjelaskan secara pasti bagaimana bakteri

tersebut dapat ditemukan pada usap endoskopi saluran cerna. Berbagai

kemungkinan sumber kontaminasi dipaparkan berdasarkan tinjauan pustaka. Oleh

karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk memastikan sumber

Gambar

Tabel 2.1 Daya Hambat Disinfeksi terhadap Mikroorganisme .....................
Gambar 5.1 Penyimpanan Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr.
Tabel 2.1 Daya Hambat Disinfeksi terhadap Mikroorganisme
Tabel 2.2 Variasi Endoskopi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Air Conditioning Air laut dingin (5°C) yang digunakan dalam OTEC memberi peluang dalam penyediaan jumlah yang besar untuk digunakan sebagai pendingin ruangan sebuah

As stipulated in Indonesia’s 2012 Universal Periodic Review (UPR), CERD sent a letter to Indonesian government in the same year asking ‘…regarding the measures

Pengaruh Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) Bermedia Meqip pada Pembelajaran Kubus dan Balok Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Gugus

Pemberian nutrisi buatan sendiri dan media tanam pasir terbukti memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman selada yaitu ditandai dengan

Gula sederhana dapat langsung digunakan oleh khamir, sedangkan pati dapat dengan mudah dikonversi dahulu menjadi glukosa oleh enzim atau asam, kemudian difermentasi oleh

Tidak setiap organisasi lingkungan dapat mengatasnamakan lingkungan hid up, melainkart harus memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya persyaratan sebagaimana

Pernyataan tersebut dikuatkan pula dengan hasil analisis pendahuluan aktivitas antioksidan dengan metode KLT menggunakan pereaksi semprot asam fosfomolibdat yang menunjukkan

Jumlah spot yang terbentuk dapat digunakan untuk membandingkan konsentrasi etanol yang lebih baik dalam proses perolehan kembali oligosakarida pada saat preparasi