commit to user
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Skripsi
Skripsi
Oleh : Haris Ady Saputra
K 2307028
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh : Haris Ady Saputra
K 2307028
Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari :
Tanggal :
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari :
commit to user
v ABSTRAK
Haris Ady Saputra. IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2011.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi profil miskonsepsi yang
dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis.
Penelitian miskonsepsi ini mengikuti paradigma penelitian kuantitatif
yang bersifat noneksperimental yaitu metode deskriptif. Populasi penelitian
adalah siswa SMA kelas X. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive
sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 3
Surakarta yang terdiri dari 328 siswa dan seluruh siswa kelas X SMAN 5
Surakarta yang terdiri dari 243 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa
diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi
berbentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan sedangkan teknik analisis
data yang digunakan adalah statistik deskriptif .
Dari hasil tes identifikasi miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa siswa
SMA N 3 Surakarta dan siswa SMA N 5 Surakarta teridentiikasi memiliki
miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Adapun profil miskonsepsi
yang dimiliki oleh siswa SMA N 3 Surakarta dengan persentase rata-rata siswa
tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30% adalah sebagai berikut: 1). Model konsumsi
arus, siswa beranggapan bahwa arus berkurang setiap melewati lampu atau
hambatan; 2). Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 3). Batere dianggap
sebagai sumber arus tetap; 4). Adanya pemikiran sequential reasoning; 5).
Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 6). Miskonsepsi tentang
beda potensial. Sedangkan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 5
Surakarta dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30%
adalah sebagai berikut: 1). Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 2). Batere
dianggap sebagai sumber arus tetap; 3). Adanya pemikiran sequential reasoning;
4). Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 5). Miskonsepsi tentang
commit to user
vi ABSTRACT
Haris Ady Saputra. IDENTIFICATION OF TENTH HIGH SCHOOL STUDENTS’ MISCONCEPTIONS ABOUT DYNAMICS ELECTRIC ACADEMIC YEAR 2010/2011. Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education of Sebelas Maret Surakarta University. July 2011.
The purpose of this research is to identify the ownership of profile
student’s misconceptions on the subject of Dynamics Electric
This misconceptions’s research follows quantitative research paradigm.
The population research was the tenth high school student. The research used
purposive sampling technique. The sample in this research were all of SMA N 3 Surakarta’s student who were consisted of 328 students and all of SMA N 5 Surakarta’s student who were consisted of 243 students. Research data about students misconceptions was derived from the research instrument in the form of
the test device identification misconceptions shaped by reason of objective tests
have been determined whereas data analysis technique which was used is
descriptive statistic.
From the test identification of misconceptions results, can be concluded
that the students from both SMA N 3 Surakarta and SMA N 5 are identificated
having misconceptions about dynamic electricity. The profile of SMA N 3 Surakarta’s students with percentage of the average misconceptions of each tipe above 30% as follows: 1). Current consumption model, current is consumed by
resistors or bulb; 2). Batteries are regarded as current sources; 3). Batteries are
constant current sources; 4) Sequential reasoning; 5). Misconceptions about circuit’s model; 6). Misconceptions about voltage’s concept, whereas the profile of SMA N 5 Surakarta’s students with percentage of the average misconceptions of each tipe above 30% as follows: 1). Batteries are regarded as current sources;
2). Batteries are constant current sources; 3) Sequential reasoning; 4).
Misconceptions about circuit’s model; 5). Misconceptions about voltage’s
commit to user
vii MOTTO
“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?” Jadilah hamba yang selalu bersyukur dan berserah diri pada-Nya. (QS. Ar-Rahman : 13)
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Makalah Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Orangtua ku, Ibu Siti Nur Anisah dan Bapak
Suyono yang telah memberikan doa dan maaf
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi
ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat
dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd., M.Si.,Ph.D. Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini.
3. Bapak Supurwoko, M.Si. Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Y. Radiyono. Selaku Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan
P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
5. Bapak Ahmad Fauzi, S.Pd., M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Sahabat-sahabatku Fisika 2007 untuk segala dukungan, persahabatan, dan
bantuannya.
Penulis menyadari skripsi yang telah dikerjakan ini masih banyak
kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
d. Pentingnya Belajar Konsep ………...
commit to user
xi
c. Miskonsepsi………...
1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya...
2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran
untuk mengatasinya...
b. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus
Konstan...
1) Penelitian Cohen, Eylon, dan Ganiel………...
2) Penelitian Van Den Berg...…………
3) Peneltian Huseyin dan Sabri...
c. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber
Arus...
1) Penelitian Engelhardt dan Beichner.………...
2) Penelitian Purba dan Depari...………
d. Miskonsepsi tentang Local Reasoning...
1) Penelitian Shipstone………...
2) Penelitian McDermott dan Shaffer...
e. Miskonsepsi tentang Sequential Reasoning...
4. Teknik Menghilangkan Miskonsepsi Mengenai Listrik...
a. Menyesuaikan Urutan Silabus dengan Cara
commit to user
xii
BAB III METODE PENELITIAN………....
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….……...
1. Tempat Penelitian ………
2. Waktu Penelitian………..………
B. Jenis dan Desain Penelitian...………..……
C. Sampel Penelitian...……
D. Teknik Pengumpulan Data……....………..
E. Validitas Instrumen...……….………..
F. Analisis Data...………...………..
1. Tahap Persiapan………….………...
2. Tahap Tabulasi Data………...
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian...
G. Prosedur Penelitian ………..………..
BAB IV HASIL PENELITIAN ………
A. Hasil Analisis Data Penelitian………..…...
1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta...
a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi………....
b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi...
2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta...
a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi………...
b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi...
B. Hasil Analisis Data Penelitian………..…...
1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta...
a. Model Konsumsi Arus...
b. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus...
c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap...
d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning...
e. Miskonsepsi Tentang Bentuk/Topologi Rangkaian....
f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial...
2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta...
commit to user
xiii
b. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus...
c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap...
d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning...
e. Miskonsepsi Tentang Bentuk/Topologi Rangkaian....
f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial... BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …….………
A. Kesimpulan ………..………..…...
B. Implikasi ……. ………..………...
C. Saran ………..…
DAFTAR PUSTAKA ………..………
LAMPIRAN ………..………...
67
70
75
81
84
89
89
89
90
91
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep ………... 14
Table 2.2 Faktor-faktor Penyebab Miskonsepsi ………. 15
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Pemahaman Siswa ………... 29
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Jawaban Miskonsepsi Paling Tinggi dan Paling Rendah... 30 Tabel 3.3 Contoh Tabel Persentase Rata-rata Siswa yang Miskonsepsi Tiap Tipe
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Train Analogy yang dikembangkan oleh Duphin & Joshua……... 21
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Dalam Penelitian……... 24
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penelitian ………..…… 93
Lampiran 2 Materi Ajar... 94
Lampiran 3 Kisi - kisi soal... 103
Lampiran 4 Soal Tes Identifikasi Miskonsepsi Listrik Dinamis...………... 104
Lampiran 5 Kunci Jawaban ………... 118
Lampiran 6 Lembar Jawaban ………. 119
Lampiran 7 Persebaran Jawaban Siswa ……….. 120
Lampiran 8 Persentase Jawaban Siswa ……….. 124
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengalaman hidup dan intuisi yang dimiliki anak terhadap fenomena
alam tertentu akan membentuk suatu konsepsi yang digunakan oleh anak untuk
menafsirkan peristiwa alam yang ada di sekitarnya. Konsepsi bisa dipandang
sebagai tafsiran tiap anak terhadap suatu konsep ilmu tertentu. Misalnya, ketika
anak TK ditanya mana yang benar : Bumi mengelilingi Matahari atau Matahari
mengelilingi Bumi, maka dengan tegas si anak berkata bahwa Mataharilah yang
mengelilingi Bumi karena pengalaman hidup si anak dengan mata kepalanya
sendiri melihat bahwa Matahari terbit dari timur, terus bergerak di atas Bumi dan
akhinya terbenam di barat. Anak selama perkembangan usianya terus membangun
dan mengonstruk pengetahuan yang ada di sekitarnya. Selama waktu itu anak
sudah membangun konsep-konsep di dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya,
cara manusia melihat, dan sebagainya, walaupun anak tersebut mungkin tidak
menggunakan istilah-istilah itu dan tidak menyadari apa sedang dibangun dalam
kepalanya. Oleh sebab itu, konsepsi siswa sulit untuk diubah sebab konsepsi
tersebut merupakan hasil dari sekian tahun perkembangan. Setelah menerima
pendidikan di sekolah, ternyata seringkali kerangka konsep yang telah dibangun
oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang benar.
Tampak jelas bahwa siswa dan mahasiswa bukanlah suatu tabula rasa atau kertas kosong yang bersih, yang dalam proses pembelajaran akan ditulisi oleh guru atau dosen mereka. Siswa atau mahasiswa, sebelum mengikuti proses pembelajaran formal di sekolah sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelumnya. Konsep yang mereka bawa itu dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi juga dapat tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Di sinilah pentingmya pendidikan formal. (Suparno, 2005: 2-3)
Selanjutnya, kerangka konsep siswa yang salah tersebut akan disebut sebagai
miskonsepsi. Istilah miskonsepsi digunakan karena lebih mudah dimengerti baik
commit to user
Banyak hal yang bisa memicu terjadinya miskonsepsi tidak hanya sebatas
pada faktor siswa ataupun guru, bisa saja buku teks yang jadi pegangan penuh
dengan miskonsepsi ataupun pengalaman hidup yang sudah mendarah daging.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konsteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru yang berelasi dengan siswa kurang baik. Konteks, seperti budaya dan bahasa sehari - hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa (Suparno, 2005: 29)
Miskonsepsi terjadi pada semua bidang sains, seperti Bologi, Kimia,
Fisika dan Astronomi. Tidak ada bidang sains yang luput dari dalam hal
miskonsepsi. Banyak penelitian dilaksanakan untuk mencari atau mengungkap
miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa. Wandersee, Mintzes, dan Novak, dalam
Suparno (2005: 11) menjelaskan bahwa konsep alternative terjadi dalam semua
bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai konsep alternatif bidang Fisika, ada 300
yang meneliti tentang miskonsepsi dalam Mekanika, 159 tentang Listrik, 70
tentang Panas, Optika, dan Sifat-sifat materi, 35 tentang Bumi dan Antariksa serta
10 studi mengenai Fisika Modern.
Bersamaan dengan gencarnya penelitian mengenai miskonsepsi
kelistrikan, Osborne dalam Van den Berg (1991: 63) mewawancarai siswa SD di
Amerika Serikat yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan.
Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne
menemukan empat model mengenai arus listrik, yaitu “arus dari satu kutub saja sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub
bertabrakan dan menyalakan lampu, arus semakin berkurang karena digunakan
oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap”.
Pada tahun 1983, Cohen, Eylon dan Ganiel dalam Italo Testa (2007: 61)
commit to user
jawaban benar siswa hanya 40% sedangkan dari guru kurang dari 50%. Cohen
dkk. menemukan bahwa banyak siswa yang salah dalam menafsirkan hubungan
antara beda potensial, arus dan hambatan. Siswa beranggapan, “Jika arus sama dengan nol maka beda potensial juga nol”. Selain itu siswa juga beranggapan, “Batere sebagai sumber arus konstan”
Shipstone dalam Italo Testa (2007: 62) menguji pemahaman siswa yang
berumur 15 - 17 yang sebelumnya telah mendapatkan pelajaran listrik dengan
sampel 1250 siswa dari lima negara di Eropa. Hasilnya sangat mengejutkan hanya
27% yang benar dalam menjawab. Banyak dari siswa yang beranggapan, “Lampu
menghabiskan arus listrik”.
Patricia (1992: 259) juga menemukan adanya kebingungan dari guru
manakala mereka ditunjukkan rangkaian paralel yang berbeda – beda. Banyak dari guru yang tidak konsisten menentukan lampu yang paling terang manakala posisi
rangkaian paralel dimodifikasi. Padahal pengubahan rangkaian paralel tersebut
tidak berpengaruh terhadap daya lampu yang diserap
Pada tahun 2007, Husyein dan Sabri (mengembangkan instrument
miskonsepsi dengan literatur dari Shipstone) menemukan adanya miskonsepsi
siswa di Turki. Banyak dari siswa tersebut yang beranggapan bahwa batere
merupakan sumber arus tetap dan arus akan berkurang jika melewati suatu
rangkaian (model konsumsi).
Beberapa data penelitian di atas, menunjukkan siswa masih mengalami
kesukaran dalam memahami tentang konsep - konsep kelistrikan dan hal inilah
yang memicu terjadinya miskonsepsi. McDermort dan Shaffer (1992) menyatakan
bahwa siswa sering mendefinisikan konsep antara arus, tegangan, energi dan daya
secara tidak tepat dan saling tertukar. Meskipun ada beberapa siswa yang bisa
mendifinisikan konsep secara benar namun mereka mengalami kebingungan
manakala konsep-konsep tersebut diaplikasikan dalam rangkaian listrik.
McDermort juga mengungkapkan bahwa banyak siswa yang sukar memahami
konsep kelistrikan karena siswa sendiri jarang diajak bereksperimen di
laboratorium, sedangkan guru di dalam pengajaran hanya memberikan contoh
commit to user
mengaplikasikan konsep formalnya dalam rangkaian nyata. Meskipun listrik
adalah pelajaran yang sangat abstrak dan rawan dengan miskonsepsi, guru bisa
menggunakan analogi untuk membantu pamahaman siswa mengenai konsep
kelistrikan seperti yang dilakukan Dupin & Joshua dalam Italo Testa (2007: 121)
dengan train analogi-nya.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa contoh hasil penelitian miskonsepsi
pada beberapa konsep fisika yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa
adanya kemungkinan miskonsepsi juga terjadi pada siswa SMA di Indonesia.
Konsep yang dipilih untuk diteliti adalah Listrik Dinamis sebab konsep arus dan
tegangan termasuk dalam penelitian yang mendapat sorotan dari para ahli selain
itu Listrik Dinamis merupakan bahan ajar Fisika untuk kelas X SMA sehingga
dari hasil peneltian tersebut bisa diketahui sejauh mana konsep tersebut telah
dikuasai oleh siswa X SMA mengingat konsep tersebut juga telah diajarkan pada
tingkatan SMP
Dengan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka penulis bermaksud
untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kepemilikan
miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis pada siswa SMA kelas X
Adapun judul penelitian tersebut adalah “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Listrik Dinamis Kelas X SMA Tahun Ajaran 2010-2011 ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata konsep yang telah dibangun
oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar.
2. Siswa mengalami kesukaran dalam memahami tentang konsep-konsep
kelistrikan dan hal inilah yang memicu terjadinya miskonsepsi
3. Penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat terdiri berbagai hal,
seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara
commit to user
4. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya
penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru yang
berelasi dengan siswa kurang baik
5. Miskonsepsi yang dimiliki siswa harus diungkap.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di
atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini
dapat mencapai tujuan, ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan
masalah tersebut adalah mengungkap dan mengidentifikasi profil miskonsepsi
yang dimiliki siswa pada konsep Listrik Dinamis
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut di atas,
dirumuskan permasalahan tentang : Bagaimanakah profil miskonsepsi yang
dimiliki oleh siswa SMA kelas X pada pokok bahasan Listrik Dinamis ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil miskonsepsi yang dimiliki
oleh siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis.
F. Manfaat Penelitian
Sebagai studi alamiah, studi ini memberi sumbangan konseptual utamanya
kepada pendidikan Fisika, di samping juga kepada studi pembelajaran Fisika.
Sebagai studi pendidikan Fisika yang aplikatif, studi memberikan urunan
substansial kepada lembaga pendidikan formal maupun para guru/ siswa yang
commit to user 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang
fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran Fisika di sekolah.
Perencanaan pembelajaran Fisika yang akan dibuat diharapkan relevan dan dapat
digunakan untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi.
2. Manfaat Praktis
Pada tataran praktis, penelitian ini memberikan sumbangan kepada
lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada guru dan calon
guru Fisika agar memperhatikan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelum
memberikan konsep baru agar tidak terjadi miskonsepsi.
Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan
commit to user
demikian ini, disebabkan oleh banyaknya perbuatan-perbuatan yang dapat disebut
sebagai belajar. Banyak kegiatan-kegiatan yang hampir setiap orang menyetujui
bahwa kegiatan tersebut sebagai belajar, misalnya mendengarkan berita dari radio,
menghafalkan puisi, berlatih menari dan sebagainya.
Belajar bukan suatu kegiatan untuk menghafal dan mengingat, belajar
merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku
pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, dan
tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya kreasi, daya
penerimaannya dan aspek-apek lain dari individu tersebut.
Cronbach (1954: 47) dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Jadi menurut Cronbach, belajar yang sebaik- baiknya adalah dengan mengalami; dan dengan mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya. Sesuai dengan pendapat ini adalah pendapatnya Harold Spears. Spears (1955: 94) menyatakan bahwa adalah
belajar untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu,
mendengarkan dan mengikuti arah. Senada dengan apa yang dikemukakan Cronbach diatas itu ialah pendapat McGeoh yang menyatakan bahwa belajar adalah hasil dari latihan (Tim Belajar dan Pembelajaran I, 1993: 5)
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial
maupun aktual. Perubahan – perubahan itu, berbentuk kemampuan-kemampuan
baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan), serta
perubahan-perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang
commit to user
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar yang dirangkum
dari Slameto (2010: 54-69) sebagai berikut:
a) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu sendiri. Faktor ini berupa:
(1) Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah meliputi dua hal yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.
(2) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang meskipun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
(3) Faktor Psikologis
Faktor ini adalah perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, berpikir intelegensi dan lain-lain.
b) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor ini berupa:
(1) Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
(2) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, metode belajar dan tugas rumah.
(3) Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor
yang mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor tersebut berasal dari dalam diri
siswa sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal). Faktor -faktor
tersebut sangat berpengaruh terhadap proses belajar dan prestasi belajar siswa.
b. Konsep
Van den Berg (1991: 8) menyatakan “Konsep adalah benda-benda,
kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol”. Sedangkan Dahar (1989: 80) menyatakan “Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu
kelas objek-objek, kejadan-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan,
commit to user
dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia
berpikir.
Mulyati (2005: 53) menyebutkan ada lima tipe konsep yaitu konsep
afirmatif, konjungtif, disjungtif, kondisional, dan bikondisional. Kelimanya
menjadi dasar bagi belajar konsep. Tiga konsep pertama sering dijumpai dalam
kehidupan sehari - hari sedangkan dua konsep terakhir lebih sulit dipahami.
Kelima tipe konsep tersebut yaitu :
1) Konsep afirmatif adalah konsep yang menunjukkan bahwa suatu obyek atau peristiwa memiliki suatu nilai spesifik dalam suatu dimensi partikuler. Misalnya, konsep angka rata - rata adalah “suatu angka atau sembarang angka yang tepat dibagi oleh dua”
2) Konsep konjungtif adalah konsep yang mempertemukan dua kondisi simultan, misalnya konsep kelaikan umur agar dapat dipilih menjadi seorang presiden
3) Konsep disjungtif adalah konsep yang satu atau lain kriteria, tetapi tidak keduanya harus dipertemukan. Misalnya, konsep peraturan beberapa tingkat sekolah menggunakan ketentuan pelamaran
4) Konsep kondisional adalah konsep yang dapat dikenali dari susunan gramatikal “jika..., maka...”. Misalnya, konsep seorang pramubakti yang penuh perhatian adalah “jika sebuah gelas minum telah kosong, maka pramubakti yang penuh perhatian akan segera mengisi kembali gelas tersebut”
5) Konsep bikondisional adalah konsep yang memiliki obyek ditiadakan dari keanggotaan kategorinya (mengambil kesamaan dari yang berbeda). Misalnya, konsep kepantasan perilaku adalah : “merupakan suatu kepantasan untuk tertawa hanya jika sesuatu lucu dalam perkataan atau tindakan”
Pengembangan konsep-konsep melalui satu seri tingkatan. Tingkat-
tingkat itu dimulai dari hanya mampu menunjukkan suatu contoh dari suatu
konsep hingga dapat menjelaskan sepenuhnya atribut-atribut konsep. Semua
konsep tidak dapat dicapai pada tingkat yang sama. Sebagai contoh, sebagian
orang dapat menjelaskan secara sempurna atribut-atribut dari konsep buku.
Meskipun penjelasan-penjelasan setiap orang berbeda, namun setiap orang
tersebut masih dapat mengkomunikasikan definisi secara kuat mengenai konsep
buku. Menurut Dahar (1989: 88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep
commit to user
1) Tingkat Konkret. Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, seorang siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.
2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya.
3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu itu ekuivalen. Dalam operasi mental ini siswa berusaha untuk mengabstraksi kualitaskualitas yang sama yang dimilki oleh objek -objek tersebut
4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.
c. Belajar Konsep
Siswa sering menghafalkan definisi konsep tanpa memperhatikan
hubungan antara konsep dengan konsep yang lain. Hal inilah yang membuat
konsep baru tersebut tidak masuk dalam jaringan konsep yang telah ada dalam
kepala siswa, tetapi konsepnya berdiri sendiri tanpa hubungan dengan konsep
lainnya, padahal arti konsep sebenarnya berasal dari hubungan dengan
konsep-konsep lain.
Menurut Gagne, belajar konsep merupakan satu bagian dari suatu
hierarki dari delapan bentuk belajar. Gagne membedakan tipe belajar ke dalam
delapan jenjang dan jenjang keenam serta ketujuh berhubungan dengan belajar
konsep. Beberapa butir pemikiran Gagne mengenai belajar konsep dalam Mulyati
commit to user
1) Belajar konsep berpedoman juga pada komponen Stimulus dan Respon,
tetapi tidak seperti pendapat Pavlov dan teman-temannya.
2) Belajar konsep mengisyaratkan bahwa kelakuan manusia pada dasarnya
dikendalikan suatu aturan dan yang berfungsi mengatur adalah intelek atau akal
3) Berhubungan dengan kegiatan mengingat, belajar bersifat merumuskan kembali dan menggunakan dalam situasi baru
4) Dalam merumusakan pengajaran berdasar b
elajar konsep, hendaknya diperhatikan bahasa anak-anak atau perkembangan bahasa anak yang dijabarkan ke dalam berbagai tujuan instruksional
Sedangkan Dahar (1989: 82) mengemukakan teori belajar konsep ditinjau
dari dua pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan Perilaku. Perbedaan utama antara belajar konsep dan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep, anak yang belajar memberikan satu respons terhadap sejumlah stimulus yang berbeda, jadi bukan memberikan satu respons terhadap satu stimulus. Stimulus-stimulus itu berbeda dalam beberapa atribut, tetapi stimulus-stimulus itu mempunyai satu atau lebih atribut yang sama. Tugas anak atau siswa adalah untuk mengasosiakan satu respons dengan atribut - atribut yang sama di antara stimulus-stimulus itu
2) Pendekatan kognitif. Pada pendekatan ini memusatkan pada proses perolehan, sifat dan bagaimana konsep-konsep disajikan dalam struktur kognitif
Sementara itu dalam buku Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi (Van den
Berg, 1991: 11) dijelaskan bahwa mengajar konsep agar siswa dapat :
1) Mendefinisikan konsep yang bersangkutan.
2) Menjelaskan perbedaan konsep yang bersangkutan.
3) Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep lain.
4) Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan
menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah
menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)
yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain sehingga
diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan demikian konsep baru yang
masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri sendiri melainkan satu kesatuan dan
commit to user
Oleh karena itu, perlu diciptakan kondisi dalam suatu situasi yang dapat
membantu manusia dalam mempelajari konsep. Nasution (2000: 163) berpendapat
bahwa belajar konsep dapat dibantu dan dipercepat dengan bantuan instruksi
verbal, diantaranya adalah :
1) Lebih dahulu diajarkan benda-benda yang mengandung konsep yang
akan dipelajari. Stimulus itu diberikan berturut-turut dalam waktu yang pendek jaraknya (kontinuitas). Setiap kali guru bertanya, “Apa ini?” sebagai stimulus dengan mengharapkan respons “sudut”
2) Guru menanyakan konsep itu dalam situasi-situasi yang belum dihadapi
anak lalu ditanyakan, “Apa ini?” atau “Dimana sudutnya?” Bila respon salah dapat diperbaiki
3) Kemudian anak dihadapkan pada berbagai situasi yang baru yang mengandung konsep itu dan menanyakan rangkaian verbal yang belum pernah dipelajari siswa. Bila dalam situasi-situasi baru ini anak dapat memberikan respons yang tepat, maka ini merupakan bukti bahwa siswa tersebut telah memahami konsep yang diberikan
4) Dalam proses belajar diperlukan reinforcement, yakni anak
diberitahukan bila jawabannya benar.
d. Pentingnya Belajar Konsep
Belajar akan sangat terhambat jika tidak dilandasi oleh suatu konsep,
misalnya hanya dengan beberapa contoh, anak dapat memahami suatu konsep
yang kemudian dapat dipergunakannya dalam situasi yang tidak terbatas
jumlahnya. Anak tidak lagi terikat pada stimulus tertentu. Anak dengan
perantaraan intruksi verbal baik lisan ataupun tertulis dapat berkomunukasi
dengan orang lain melalui perantaraan konsep yang menimbulkan konsep yang
sama di antara pendengarnya. Dahar dalam Mulyati (2005: 59) menyebutkan ada
beberapa keuntungan yang diperoleh dari belajar konsep, yaitu :
1) Mengurangi beban berat memori karena kemampuan manusia dalam
mengkategorisasikan berbagai stimulus terbatas
2) Konsep-konsep merupakan batu - batu (building blocks) pembangun berpikir
3) Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses - proses mental yang lebih
tinggi untuk merumuskan prinsip - prinsip dan generalisasi - generalisasi
commit to user 2. Miskonsepsi a. Konsepsi
Van den Berg (1991: 10) menyatakan “Konsepsi adalah tafsiran
perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misalnya, inti konsep dari proses rotasi dan
revolusi bumi yang benar adalah bumi mengelilingi matahari. Tetapi, banyak anak
yang mempunyai konsepsi yang berbeda, mereka dengan tegas menjawab bahwa
Mataharilah yang mengelilingi Bumi karena tiap hari mereka melihat bahwa
Matahari terbit dari timur, terus bergerak ke atas Bumi dan akhirnya terbenam di
barat dan hal ini terus-menerus terjadi. Anak dengan tegas meyimpulkan bahwa
Matahari mngelilingi bumi sedangkan Bumi ini diam. Padahal, menurut teori
ilmiah konsepsi tersebut tidak benar
b. Prakonsep
Van den Berg (1991: 10) menyatakan, “Prakonsep adalah konsepsi yang
dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal”.
Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki
pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa
sebelum mengikuti pelajaran Listrik Dinamis, mereka sudah berpengalaman
dengan peristiwa-peristiwa kelistrikan (arus, hambatan, tegangan ataupun
tersetrum listrik). Oleh karena itu, mereka sudah mengembangkan banyak
konsepsi misalnya mengenai arah arus ataupun kecepatan arus listrik yang belum
tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsepsi yang tidak benar jika tidak
diperhatikan guru maka akan mengganggu dalam proses pembelajaran
c. Miskonsepsi
1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya
Suparno (2005: 8) menyatakan, “Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli”. Misalnya, siswa berpendapat bahwa pada saat seseorang mendorong mobil dan mobil tersebut
belum bergerak maka tidak ada gaya yang bekerja pada mobil tersebut. Padahal
tidak demikian, meskipun mobil tidak bergerak pada mobil tersebut tetap terjadi
commit to user
“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman
antar konsep” (Van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep
(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa terdapat hubungan yang tidak benar
antara konsep-konsep sehingga menimbulkan respon yang yang salah.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan
pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan pengertian akan konsep,
penggunaan konsep yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan
hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Abraham, Grzybosky, Renner dan Marek (1992: 112) membagi derajat
pemahaman konsep menjadi tiga kategori yaitu kategori tidak memahami,
kategori miskonsepsi, dan kategori memahami. Pengelompokan tersebut secara
lengkap pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
commit to user
3. Memahami - memahami sebagian
- memahami konsep
Sedangkan sebab-sebab terjadinya miskonsepsi secara lebih lengkap,
Suparno (2005: 53) menyatakan faktor penyebab miskonsepsi fisika dibagi
menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks, konteks,
dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan pada
Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Faktor - Faktor Penyebab Miskonsepsi
Sebab
Utama Sebab Khusus
Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik,
reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa
Pengajar Tidak menguasai bahan, tidak memberi waktu siswa untuk
mengungkapkan gagasan, relasi guru - siswa jelek
Buku Teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, buku teks tidak disertai pedoman penggunaan, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep sebagai daya tarik belajar
Konteks Pengalaman siswa keliru, bahasa sehari-hari berbeda, teman
diskusi yang salah, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru)
Cara mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk
matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak
commit to user
2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya Van den Berg (1991: 17) mengungkapkan berbagai fakta mengenai
miskonsepsi yaitu :
Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki, seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus, soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali, sering terjadi regresi yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi, dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari, siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi, siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi.
Berdasarkan fakta tersebut, Van den Berg (1991: 22) juga menyimpulkan
beberapa saran untuk mengatasi miskonsepsi, antara lain :
Mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa dari literatur dan pekerjaan siswa, menyadari dalam diri pengajar ada miskonsepsi atau tidak, mencoba menggunakan demonstrasi, menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi dasar dan prasyarat untuk materi lain, mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan.
3. Penelitian yang Relevan a. Miskonsepsi tentang Konsumsi Arus
1) Penelitian Shipstone
Shipstone dalam Italo Testa (2007: 61) meneliti pemahaman siswa
mengenai usia 15 - 17 tahun yang telah mendapat palajaran dasar - dasar konsep
listrik. 1250 siswa dari lima negara Eropa (Inggris, Perancis, Belanda, Swedia dan
Jerman Barat) dengan teknik kuesioner. Hasi penelitian menunjukkan profil
miskonsepsi siswa masih sama meskipun ada perbedaan bahasa dan sistem
pendidikan. Hanya 27% yang menjawab benar. Kebanyakan siswa masih
menganggap bahwa arus dikonsumsi dalam suatu rangkaian.
2) Penelitian Van Den Berg
Van Den Berg (1991: 63) meneliti miskonsepsi mengenai arus dan
tegangan listrik di Salatiga. Sampel yang diambil terdiri siswa 110 siswa SMA
dan 66 mahasiswa dengan instrumen pilihan ganda. Hasil penelitian menunjukkan
commit to user
melewati lampu. Proporsi jawaban benar antara siswa dan mahasiswa hanya 24%
dan 35%.
3) Penelitian Bryan dan Stuessy
Bryan dan Stuessy dalam Italo Testa (2007: 63) meneliti miskonsepsi
tentang konsep listrik dengan mengambil sampel 51 guru fisika. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan suatu “hukum” yang merupakan pemikiran guru. Banyak guru yang menganggap bahwa terangnya suatu lampu bergantung dari
jumlah lampu dalam rangkaian tersebut, tanpa memperhatikan secara detail
rangkaian lampu yang digunakan.
4) Penelitian Huseyin dan Demircy
Huseyin dan Demircy (2007: 733) meneliti profil miskonsepsi tentang
konsep listrik guru fisika di Turki. Sampel yang diambil 25 guru fisika dari
berbagai provinsi ( 22 pria dan 3 wanita) dengan usia 26 - 49 tahun dan dengan
pengalaman mengajar 5 sampai 24 tahun. Instrumen miskonsepsi yang digunakan
adalah tes objektif dengan alasan terbuka. Hasilnya sangat mengecewakan hanya
17 orang yang menjawab dengan alasan benar sementara itu 6 orang menjawab
tanpa menuliskan alasan dan 1 orang menjawab salah
b. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus Konstan 1) Penelitian Cohen, Eylon dan Ganiel
Cohen dkk. dalam Italo Testa (2007: 60) meneliti kepemilikan
miskonspsi guru dan siswa tentang rangkaian listrik sederhana. Sampel yang
diambil yaitu 25 guru fisika dan 145 murid SMA dengan instrumen tes objektif
dan wawancara. Guru dan siswa ditanya mengenai dua lampu yaitu lampu A dan
lampu B dan satu batere yang masing - masing dipasang paralel satu sama lain,
kemudian lampu A dicabut. Banyak guru dan siswa yang beranggapan bahwa
lampu B menjadi lebih terang karena arus yang semula menuju ke lampu A
mengalir ke B. Persentasi jawaban benar hanya 10 % untuk siswa dan 4% untuk
guru
2) Penelitian Van Den Berg
Van Den Berg (1991: 65) dalam penelitian di Salatiga juga mendapatkan
commit to user
yang mengalir dari batere besarnya selalu tetap sehingga jika semula ada dua
lampu dan batere yang dipasang paralel satu sama lain kemudian salah satu lampu
dicabut maka lampu yang masih berada dalam rangkaian akan lebih terang karena
mendapatkan arus lebih banyak
3) Penelitian Huseyin dan Sabri
Huseyin dan Sabri (2007: 103), membuat instrumen test miskonsepsi
tentang listrik dengan nama CAT (Conceptual Understanding Test), menggunakan
literatur soal dari Shipstone (1988). Sampel yang diambil sebanyak 76 siswa SMA
di Balikesir, Turki. Dalam penelitiannya, sekitar 36.8 % siswa beranggapan
bahwa batere sebagai sumber arus tetap dan berkurang pada setiap percabangan
rangkaian paralel
c. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus 1) Penelitian Engelhardt dan Beichner
Pada tahun 2004, Engelhardt dan Beichner meneliti kepemilikan
miskonspsi siswa dan mahasiswa tentang rangkaian listrik DC sederhana. Sampel
yang diambil yaitu 1135 siswa yang terdiri dari 454 siswa SMA dan 681
mahasiswa dengan instrumen tes objektif. Hasil penelitian menunjukkan baik
siswa maupun mahasiswa beranggapan bahwa batere yang dipasang paralel
mempunyai daya lebih besar karena menghasilkan arus yang lebih besar.
Persentasi jawaban yang miskonsepsi yaitu 32% dari jumlah total sampel. Van
den Berg (1991) dalam penelitiannya di Salatiga juga menyimpulkan bahwa
banyak siswa dan mahasiswa yang beranggapan bahwa batere yang dipasang
paralel menghasilkan arus lebih besar. Persentase jawaban benar hanya sedikit
yaitu 36% siswa SMA dan 36% untuk mahasiswa
2) Penelitian Purba dan Depari
Pada tahun 2008, Purba dan Depari (2008) dengan mengembangkan
instrumen literatur Van den Berg, menemukan hampir 68% mahasiswa D3 Teknik
Elektro UPI menganggap bahwa arus listrik akan bertambah manakala batere
disambung secara paralel. Sampel yang diambil adalah 22 mahasiswa tingkat I
commit to user d. Miskonsepsi tentang Local Reasoning
1) Penelitian Shipstone
Penelitian Shipstone dalam Italo Testa (2007: 72) tentang local reasoning
dari 1250 siswa dari lima negara eropa (Inggris, Perancis, Belanda, Swedia dan
Jerman Barat) menyimpulkan banyak siswa yang beranggapan bahwa rangkaian
paralel selalu identik dengan bentuknya yang geometri, sehingga manakala
ditampakkan bentuk modifikasi rangkaian paralel yang lain, siswa tampak
bingung. Lokal reasoning berhubungan dengan kecenderungan siswa untuk fokus
pada suatu titik tertentu dalam rangkaian listrik sehingga mengabaikan pengaruh
perubahan terhadap seluruh komponen dalam rangkaian.
2) Penelitian McDermott dan Shaffer
Penelitian McDermott (1992: 999) dalam upaya perbaikan kurikulum
fisika, menyimpulkan bahwa masih banyak siswa yang kesulitan dalam
memahami tipe rangkaian paralel, karena siswa cenderung fokus pada titik
percabangan rangkaian paralel yang simetri. Istilah paralel lebih dianggap sebagai
bentuknya yang simetri daripada konsep Listrik Dinamisnya
e. Miskonsepsi tentang Sequential Reasoning
Van Den Berg (1991: 64) menyatakan, “masih banyak siswa yang
beranggapan bahwa perubahan dalam suatu komponen hanya berpengaruh terhadap komponen yang terletak sesudahnya”. Siswa cenderung berpikir lokal, tidak menyadari bahwa perubahan tersebut dapat berpengaruh terhadap seluruh
komponen dalam rangkaian. Kemudian dalam penelitian upaya perbaikan
kurikulum, McDermot (1992) menyatakan “Ketika ada perubahan dalam suatu
rangkaian listrik, siswa hanya fokus pada komponen yang mengalami perubahan,
tidak berpikir secara holistik bahwa adanya perubahan dalam rangkaian listrik
dapat berpengaruh terhadap komponen lain”. Siswa berpikir bahwa komponen -
komponen dalam rangkaian listrik tersebut tidak berpengaruh satu sama lain. Hal
inilah yang disebut dengan sequential reasoning.
4. Teknik Menghilangkan Miskonsepsi Mengenai Listrik.
Banyaknya penelitian yang menunjukkan miskonsepsi listrik, membuat
commit to user
(1991:18) menyatakan “Ada enam cara untuk mengatasi masalah miskonsepsi
yaitu menyesuaikan silabus dengan cara berpikir siswa, konflik kognitif, analogi,
interaksi pasangan, meta learning dan demonstrasi”. Namun dalam mengatasi
miskonsepsi listrik tidak semua cara tersebut bisa digunakan. Beberapa cara yang
sering digunakan oleh para ahli yaitu :
a. Menyesuaikan Urutan Silabus dengan Cara Berpikir Siswa
Di negara Belanda, Pieter Licth dan rekan - rekannya mengembangkan
bahan pengajaran yang yang bertolak dari terangnya lampu dalam berbagai
jenis rangkaian. Terangnya lampu adalah variabel yang mutlak, yang nyata
daripada arus yang abstrak. Melalui terangnya lampu silabus beralih ke energi
dan baru kemudian ke arus dan beda potensial. Pendekatan ini telah di
ujicobakan di 10 sekolah di negeri Belanda dengan hasil yang lebih
memuaskan daripada urutan tradisional
b. Konflik Kognitif
Jaringan konsep sebenarnya merupakan suatu “teori” atau model yang digunakan siswa untuk menyelesaikan soal dan masalah Fisika. Seandainya
konsepsi siswa mengenai hubungan antara potensial dan arus salah, maka
dalam banyak soal yang menyangkut hubungan tersebut siswa akan salah.
Seperti teori ilmuwan dalam fisika, “teori siswa” juga dapat diuji.
Misalnya siswa dihadapkan dengan suatu masalah, disuruh meramalkan yang
terjadi. Kemudian sesudah ramalan, guru atau siswa menguji ramalan dalam
demonstrasi di depan kelas. Jika hasil tidak cocok dengan ramalan tadi, siswa
menghadapi konflik kognitif yang dapat menghasilkan perubahan jaringan
konsep dalam otak siswa (perubahan struktur kognitifnya). Dalam konsep
listrik, banyak siswa yang punya miskonsepsi bahwa arus dikonsumsi dalam
lampu, maka mereka meramalkan bahwa arus yang masuk lampu lebih besar
daripada arus yang keluar, ternyata besarnya sama. Dengan demikian maka
commit to user c. Analogi
John Clement yang termasuk “pendiri” penelitian miskonsepsi pada awal
tahun 70-an, mengemukakan salah satu cara penggunaan analogi dalam
mengajar.
Dalam cara analogi suatu keadaan Fisika yang sulit dimengerti atau yang penyelesaiannya sulit diterima (“tak masuk akal”) dianalogikan dengan keadaan lain yang lebih nyata yang menjadi „jangkar‟ dalam otak untuk “mengikat” konsepsi baru. Misalnya dalam konsep listrik, Dupin dan Joshua
dalam Italo Testa (2008: 120) mengembangkan train analogy untuk
menerangkan konsep dalam listrik. Di dalam train analogy diibaratkan
rangkaian kereta api yang didorong dengan gaya konstan dan dihambat
geraknya oleh rel (hambatan listrik) dengan gaya gesek yang konstan sehingga
rata - rata kecepatan alir dari setiap gerbong sama di setiap titik. Siswa yang
merasa lelah karena harus mempertahankan gerak kereta api dengan konstan
diibaratkan energi dalam batere.
Gambar 2.1 Train Analogy yang Dikembangkan oleh Duphin & Joshua
Keterangan lengkap mengenai train analogy dideskripsikan dalam tabel
berikut :
Tabel 2.3 Keterangan Konsep Listrik Dalam Train Anaogy
No Analogi kereta api (train analogy) Konsep listrik
1 Gerbong kereta Elektron
2 Pergerakan gerbong kereta Pergerakan
elektron
commit to user tiap satuan waktu
4 Gesekan mekanik pada rel Hambatan listrik
5 Dorongan pada kereta Batere
6 Kelelahan otot yang dirasakan Energi yang
terpakai dari batere
7 Getaran pada gerbong dan panas yang ditimbulkan
karena gesekan gebong dengan rel
Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami
konsep, yang dalam hal ini adalah konsep siswa yang berbeda dengan konsep para
ahli.
Identifikasi diberikan dengan cara memberikan tes diagnostik. Tes
diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta
didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Penekanan tes diagnostik adalah
pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar. Hasil tes diagnostik memberikan
informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami
oleh peserta didik.
Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan wawancara, peta
konsep, tes objektif dengan alasan terbuka, tes esai tertulis dan diskusi dalam
kelas.
Tes objektif beralasan adalah suatu cara yang ditempuh antara lain
dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain dimana kedua item
commit to user
Dengan cara ini siswa dianggap benar atau bisa mengerjakan soal jika pilihan dan
alasannya benar.
Tes objektif beralasan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan
pemahaman siswa dalam artian mengetahui jalan pikiran siswa untuk sampai pada
jawaban yang benar. Dengan memperhatikan alasan yang dipilih merupakan dasar
untuk memilih jawaban yang benar, sehingga apabila siswa belum betul-betul
menguasai materi yang diujikan maka siswa tersebut tidak mempunyai
kemungkinan yang benar untuk menebak.
Tes objektif beralasan selain digunakan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi, juga merupakan salah satu alat evaluasi yang luas, objektif dalam
memberikan skor dan segera dapat diketahui hasilnya. Dengan kata lain, tes
objektif beralasan adalah alat evaluasi yang efektif dan efisien untuk
mengidentifikasi miskonsepsi. Suparno (2005: 124) menyatakan beberapa peneliti
mengunakan tes objektif beralasan dengan alasan untuk lebih memudahkan dalam
commit to user B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir dalam Penelitian Konsep
Tes Konsep Produk Fisika
Memahami Miskonsepsi
Profil Miskonsepsi Siswa Jawaban sesuai dengan
konsepsi para ahli
commit to user
25 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Surakarta dan SMA N 5 Surakarta
Sampel yang diambil adalah seluruh siswa kelas X SMA N 3 Surakarta di kelas
X-1, X-2, X-3, X-4, X-5, X-6, X-7,X-8, X-9 dan X-10 dan seluruh siswa kelas X
SMA N 5 Surakarta yang terdiri dari 9 kelas, namun karena ada distorsi saat tes
berlangsung, data yang diambil hanya dari 7 kelas.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011
dimulai pada bulan Februari sampai dengan Juli 2011. Adapun jadwal Penelitian
dapat dilihat pada lampiran 1.
B. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian miskonsepsi ini mengikuti paradigma penelitian kuantitatif
yang bersifat noneksperimental yaitu metode deskriptif. Penelitian deskriptif
ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena apa adanya.
Penggambaran kondisi bisa individual atau kelompok, dan menggunakan angka -
angka.
Penelitian miskonsepsi ini menggunakan desain penelitian studi kasus
dalam arti penelitian difokuskan pada fenomena miskonsepsi Listrik Dinamis saja
yang diperdalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya misalnya,
metode pembelajaran yang digunakan ataupun buku-buku yang digunakan.
Penelitian miskonsepsi ini akan menghasilkan deskripsi tentang fenomena
miskonsepsi Listrik Dinamis yang terjadi
C. Sampel Penelitian
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling. Populasi
commit to user
siswa kelas X SMAN 3 Surakarta yang terdiri dari 328 siswa dan seluruh siswa
kelas X SMAN 5 Surakarta yang terdiri dari 243 siswa
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan
data-data yang dibutuhkan dan dapat diolah menjadi suatu data yang dapat
disajikan sesuai dengan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Dalam
penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Penyusunan
instrumen tes didahului dengan konsultasi kepada dosen yang berpengalaman
mengajar listrik dinamis dan dilengkapi dengan kajian literatur untuk mengetahui
konsep mana saja yang sering salah dipahami. Literatur yang digunakan adalah
jurnal-jurnal penelitian dan artikel-artikel yang berkaitan dengan miskonsepsi
listrik dinamis.
Teknik tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan. Tes yang digunakan berbentuk tes objektif beralasan
karena lebih efektif dan efisien. Suparno (2004: 124) menyatakan bahwa beberapa
peneliti dalam mengungkap miskonsepsi siswa menggunakan pertanyaan pilihan
ganda digabungkan dengan alasan tertentu sehingga siswa lebih praktis memilih
alasan - alasan yang sudah dipilihkan. Tes objektif beralasan lebih dipilih dengan
alasan lebih mudah dalam menganalisis
E. Validitas Instrumen
Validitas yang digunakan dalam instrumen tes ini adalah validitas isi
(content validity). Untuk menguji validitas isi dapat dilakukan dengan
membandingkan antara isi instrumen dengan materi yang diteskan. Pada
penelitian ini, sebelum pengambilan data, penulis melakukan pengujian terhadap
validitas tes listrik dinamis yang sudah dibuat. Pengujian validitas isi instrumen
tes listrik dinamis yaitu dilakukan dengan konsultasi dosen pembimbing yang ahli
commit to user F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif. Sugiyono
(2008: 207) menyatakan statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau
generalisasi. Penyajian data hasil tes miskonsepsi dilakukan dengan perhitungan
persentase, tabel ataupun diagram
Langkah-langkah analisis secara garis besar ditunjukkan pada Gambar
3.1
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data
1. Tahap Persiapan
Tahapan pertama dalam analisis data adalah persiapan. Pengumpulan
data atau informasi tentang kepemilikan miskonsepsi dilaksanakan melalui tes
diagnosis miskonsepsi yang berbentuk tes objektif dengan alasan yang ditentukan.
Data yang diperoleh melalui tes inilah yang kemudian diolah menjadi data
kuantitatif yang didukung data kualitatif, berupa pendeskripsian profil
miskonsepsi pada diri siswa pada pokok bahasan listrik dinamis. Kegiatan dalam
tahap persiapan antara lain:
Persiapan
Tabulasi Data
commit to user
1. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisis untuk pengolahan data
lebih lanjut.
2. Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrument pengumpulan
data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrument barangkali ada yang
terlepas atau sobek).
3. Mengecek macam isian data. Jika di dalam instrument termuat sebuah atau
beberapa item yang tidak dikehendaki peneliti, padahal item yang diharapkan
tersebut merupakan variabel pokok, maka item perlu didrop.
2. Tahap Tabulasi Data
Pada tahap tabulasi data, penulis mengolah data hasil tes identifikasi
miskonsepsi dan mengelompokkan jawaban siswa menurut klasifikasi derajat
pemahaman siswa, kemudian data hasil jawaban dikelompokkan lagi sesuai
dengan tipe miskonsepsi yang diteskan dalam soal
Berikut adalah pengkategorian jawaban siswa menurut Abraham,
Grzybosky, Renner dan Marek (1992: 112) yang disusun dalam instrumen tes
konsep listrik dinamis
a. Jawaban mahasiswa termasuk kategori tidak memahami bila:
1) Jawaban benar, namun tidak memberikan penjelasan atas jawaban
tersebut.
2) Menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan atau tidak jelas
3) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan
dengan pertanyaan.
b. Jawaban mahasiswa termasuk kategori memahami bila:
1) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami
sudah benar.
2) Jawaban benar, namun penjelasan jawaban menunjukkan hanya sebagian
konsep yang dipahami dan tidak menunjukkan adanya miskonsepsi.
c. Jawaban mahasiswa termasuk kategori miskonsepsi bila:
commit to user
2) Jawaban benar, namun penjelasan jawaban bertentangan dengan konsepsi
para ahli
3) Jawaban dan penjelasan menunjukkan adanya miskonsepsi.
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian
Tahap analisis berikutnya yaitu penerapan data sesuai dengan pendekatan
penelitian. Pada tahap penerapan data, data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan rumus-rumus atau aturan-aturan yang ada, sesuai dengan
pendekatan penelitian atau desain yang diambil.
Data yang didapat dari hasil tes penelitian dianalisis dengan cara statistik
deskriptif dan didukung data deskriptif profil miskonsepsi siswa. Langkah yang
dilakukan adalah menganalisis per item soal untuk diambil kesimpulan berupa
data kuantitatif persentase miskonsepsi tiap kategori miskonsepsi listrik dinamis
yang didukung deskripsi data profil miskonsepsi siswa.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah
sebagai berikut:
a. Menghitung persentase jawaban siswa tiap item soal
1) Kategori memahami
Persentase memahami : x 100%
2) Kategori miskonsepsi
Persentase memahami : x 100%
3) Kategori tidak memahami
Persentase memahami :
x
100%b. Membuat tabel frekuensi dan persentase hasil jawaban tes miskonsepsi
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
No
Soal
Memahami Miskonsepsi Tidak memahami
frekuensi % frekuensi % frekuensi %
1
commit to user
c. Pembuatan diagram derajat pemahaman siswa berdasarkan persentase hasil
jawaban tes miskonsepsi
d. Menganalisis distribusi jawaban tiap tipe soal miskonsepsi, yaitu
1) Membuat tabel persentase jawaban miskonsepsi paling tinggi dan paling
rendah dari tiap tipe soal miskonsepsi
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Jawaban Miskonsepsi Paling Tinggi dan Paling Rendah
2) Membuat tabel persentase rata-rata siswa yang mengalami miskonsepsi
tiap tipe soal miskonsepsi
Tabel 3.3 Contoh Tabel Persentase Rata-rata Siswa yang Miskonsepsi Tiap Tipe Soal Miskonsepsi
No. Tipe Soal Miskonsepsi Persentase Rata- rata
Siswa Miskonsepsi
1 Model Konsumsi Arus
2 Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus
3 Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap
e. Pembahasan soal miskonsepsi tiap soal dan tipe miskonsepsi berdasarkan data
commit to user G. Prosedur Penelitian
Secara operasional penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Persiapan
Meliputi : Pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan
proposal, permohonan ijin, dan perakitan instrumen.
b. Tahap Pelaksanaan
Meliputi pelaksanaan pengambilan data di lapangan yang ditunjuk sebagai
tempat penelitian
c. Tahap Penyelesaian
commit to user
32 BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisis Data Penelitian
Data yang dideskripsikan berupa hasil jawaban tes miskonsepsi dan
distribusi jawaban siswa sebagai subjek penelitian, untuk setiap item soal tes
miskonsepsi tersebut. Sebagai langkah awal yang dilakukan untuk analisis
deskriptif ini adalah memeriksa dan mengelompokkan jawaban mahasiswa dalam
tiga kategori yaitu memahami, tidak memahami, dan miskonsepsi.
1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta
Dari 30 item soal, soal kemudian dikelompokkan berdasarkan tipe
miskonsepsi yang terjadi pada listrik dinamis. Jawaban siswa baik memahami,
miskonsepsi dan tidak memahami dinyatakan persen
a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
Tabel 4.1 Tabel Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi Siswa SMAN 3 Surakarta Kelas X tentang Listrik Dinamis Tiap Item Soal
No.
Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
2. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus
4 53 16,15 216 65,85 59 18
5 39 11,89 230 70,12 59 18
7 87 26,52 126 38,41 115 35,07
8 47 14,32 200 60,97 81 24,71
No
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
3. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap
9 53 16,15 239 72,86 36 10,99
commit to user
15 12 3,65 272 82,92 44 13,43
16 1 0,30 269 82,01 58 17,69
17 5 1,54 199 60,67 328 37,79
No
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
5. Miskonsepsi Tentang Bentuk / Topologi Rangkaian
28 14 4,26 184 56,09 130 39,65
29 18 5,48 143 43,59 167 50,93
30 43 13,10 169 51,52 116 35,38
No.
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Jumlah seluruh siswa SMA N 3 Surakarta yang mengikuti tes adalah 328
siswa
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada
semua soal yang diujikan. Selanjutnya, untuk memudahkan dalam menganalisis