• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK DALAM WISATA BUDAYA DI KOTA SOLO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK DALAM WISATA BUDAYA DI KOTA SOLO"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat – syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi

Disusun Oleh :

Istiqomah

D.0305042)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pariwisata memang cukup menjanjikan sebagai primadona ekspor karena beberapa ciri positifnya. Misalnya saja, meskipun terjadi kelesuan perdagangan komoditas, ternyata pariwisata tetap mampu menunjukkan keberadaannya yang kian meningkat. Sangatlah beralasan jika Indonesia menaruh harapan yang besar pada pariwisata sebagai komoditas ekspor yang mampu menggantikan peran migas, karena Indonesia memiliki potensi pariwisata yang begitu besar, baik dari segi alam ataupun sosial budaya.

(3)

nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan, dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa. Pariwisata bukanlah suatu kegiatan yang beroperasi dalam ruang hampa. Pariwisata sangat terkait dengan masalah sosial, politik, okonomi, keamanan, ketertiban, keramahtamahan, kebudayaan, dan seterusnya termasuk berbagai institusi sosial yang mengaturnya ( Nyoman S. Pendit, 1990 ).

(4)

pembangunan itu dilakukan sesuai konsep people centred development (Korten, 1987 ). Jadi manusia bukan sekedar faktor produksi. Seringkali pariwisata mempertemukan dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dalam norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya. Pertemuan manusia dengan latar sosial budaya yang berbeda akan menghasilkan berbagai proses akulturasi, dominasi, asimilasi, adopsi, adaptasi, dan seterusnya dalam kajian hubungan antar budaya yang tentu saja merupakan salah satu isu sentral dalam sosiologi. Pariwisata bersifat sangat dinamis, sehingga setiap saat memerlukan analisa dan kajian yang lebih mendalam. Sebagai suatu aktifitas yang dinamis, sehingga pembangunan pariwisata memerlukan kajian terus menerus, yang dinamis juga sehingga bisa memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar ( Pitana dan Gayatri, 2005: 5 ).

Dari waktu ke waktu, aspek sosiologis dalam pembangunan pariwisata semakin mendapat perhatian karena semakin meningkatnya kesadaran bahwa pembangunan pariwisata tanpa pertimbangan yang matang dari aspek sosial justru akan membawa malapetaka bagi masyarakat, khususnya daerah pariwisata. Sehingga harus seimbang antara pembangunan material dan non material (Pendit, 1990 ).

(5)

pelayanan yang tidak profesional dan berakibat pada batalnya kunjungan biasanya menjadi alasan wisatawan kecewa. Wisatawan asing biasa rawan penipuan, kurang diperhatikan, salah urus, dibanding dengan wisatawan domestik. Jaminan kepuasan hanya dapat diperoleh apabila pelayanan yang diterima memang sesuai dengan apa yang dijanjikan dan standar yang diharapkan.

Umumnya, dalam usaha peningkatan kepariwisataan terdapat unsur penting yang perlu di perhatikan yaitu perlunya mengetahui selera atau keinginan wisatawan sepanjang tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa atau daerah. Faktor penunjang untuk memenuhi selera wisatawan selain menyediakan fasilitas-fasilitas yang memadai seperti: akomodasi yang baik, restaurant, angkutan wisata

( transportation ), atraksi atau obyek wisata hal lain yang tak kalah pentingnya adalah: keramah - tamahan masyarakat, kebersihan lingkungan, keamanan dan keselamatan wisatawan perlu diperhatikan (Gromang, 2003: 17 )

Solo yang telah diresmikan menjadi Kota Budaya menjadi semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik ataupun manca. Dengan slogan barunya, yakni “ The Spirit of Java “, Kota Solo gencar melakukan pemasaran obyek wisatanya. Dengan menggelar berbagai event bertajuk pengenalan budaya yang dimiliki, Kota Solo terus memperbaiki berbagai sarana dan prasarana untuk wisatawan yang berkunjung ( Analisis Pasar Pariwisata Soloraya, 5 Juni 2007 ).

(6)

mulai popular lagi. Tulisan huruf Jawa dipakai dalam penulisan nama tempat –

tempat kantor pemerintah ataupun tempat umum lainnya.

Meskipun bukan ibukota provinsi, namun Solo berstatus sebagai kota besar dan menjadi salah satu kota budaya di Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakatnya mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa, tingkah laku, serta tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan tradisinya. Penduduk Solo juga mengadopsi kehidupan modern, seperti banyaknya hotel berbintang, kafe, pub, bar, dan diskotik ( Visit Solo YEAR 2008 ).

Seiring adanya kehidupan modern, di Kota Solo juga terdapat bangunan kuno peninggalan sejarah yang menambah kaya asset budaya. Maka dari itu tidak berlebihan jka Kota Solo disebut sebagai “Kota Budaya”

Tabel 1.

Jumlah Wisatawan Domestik yang Berkunjung di Kota Solo

TAHUN Jumlah

Wisatawan Domestik yang Berkunjung ke Solo

2006 915.610

2007 1.006.989

2008 1.029.003

(7)

Melihat tabel di atas, setelah tahun 2006 wisatawan yang datang ke Solo

terlihat meningkat. Hal ini memperlihatkan bahwa Kota Solo semakin mendapat

prioritas wisatawan untuk dikunjungi. Dalam harian Suara Merdeka 19 Maret

2009, Walikota Solo, Joko Widodo mengatakan bahwa Kota Solo tidak

mempunyai sumber daya alam sebagai dasar pertumbuhan pariwisata, tapi Kota

Solo mempunyai potensi besar dalam bidang budaya untuk membangkitkan

pariwisata di Kota Solo.

Dengan berdasarkan pada jurnal internasional yang berisi :

“The spaces of tourism are constructed, more or less consciously, to fulfil or attempt to fulfil, such expextation tgrough representations and consumption of goods and services as well as the cultural assets and activities to be found at a destination or en route (Journal of Tourism Consumption and Practice, 2009).”

Dimana mempunyai arti kurang lebih :

“ Ruang lingkup kepariwisataan dibangun secara sadar supaya memenuhi atau usaha untuk memenuhi seperti harapan yang kuat akan gambaran dan konsumsi barang dan jasa sebaik kekayaan budaya dan kegiatan yang ditemukan ditempat tujuan dalam suatu perjalanan”.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini yang menarik untuk dikaji adalah “ Perilaku

(8)

B. Perumusan Masalah

:

Dari latar belakang yang telah dikemukakantersebut, didapat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja motivasi Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik dalam Wisata Budaya di Kota Solo ?

2. Bagaimana Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik dalam Wisata Budaya di Kota Solo ?

C. Tujuan Penelitian

:

Tujuan penelitian diarahkan untuk mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang diambil. Adapun penelitian ini mempunyai tujuan, antara lain :

1. Untuk syarat kelulusan study S1 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Untuk mengetahui motivasi Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik dalam Wisata Budaya di Kota Solo.

3. Untuk mengetahui perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota Solo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan ungkapan peneliti terhadap hasil penelitian. Penelitian ini mempunyai manfaat untuk:

(9)

2. Menambah pengetahuan tentang motivasi dan perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota Solo.

E. Landasan Teori

:

1. Batasan Konsep

a. Pariwisata

Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah, tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan – wisatawan serta pengunjung lainnya ( Robert McIntosh dan Shasikant dalam Tourism, Principles, Practices, Philosophies, 1980 ). Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, pariwisata merupakan sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi ; pelancongan. Pariwisata juga diartikan sebagai perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu yang pendek ke tujuan di luar tempat dimana mereka biasa hidup, dan bekerja dan kegiatan mereka selama tinggal di tempat tujuan itu ( oleh AJ. Burkat, dan S.Medlik dalam Tourism, Past, Present, and Future ).

b. Konsumsi

(10)

Masyarakat Konsumsi, 2006: 73 ). Menurut Smelser dalam Sosiologi Ekonomi, konsumsi adalah kepuasan yang didapat oleh konsumen dari pemakaian barang atau jasa.

c. Perilaku

Perilaku dapat didefinisikan secara singkat berupa suatu keadaan jiwa atau berfikir dan sebagainya dari seseorang untuk memberikan respon atau tanggapan terhadap situasi di luar subyek tersebut. Respon atau tanggapan ini ada dua macam, yaitu perilaku aktif yang dilakukan dengan tindakan, dan perilaku pasif yang tak terlihat, dan bukan merupakan tindakan (Soekanto 1990: 7 ).

(11)

sarana fisik, sosio – budaya, dan sebagainya sehingga proses terbentuknya perilaku ini dapat diilustrasikan seperti bagan berikut :

Bagan 1.

Bagan Terbentuknya Perilaku

( Sumber :Snehandu, 1983 )

Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis tindakan, yaitu:

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni mengetahui adanya situasi dan rangsangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yakni tantangan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar.

3. Perilaku dalam bentuk praktek atau tindakan, yakni perbuatan yang jelas terhadap adanya rangsangan dari luar. (Notoatmojo, 1990:1 ).

(12)

Menurut Purwodarminto dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku adalah perbuatan atau tingkah laku. Di samping itu, Soekidjo Notoatmojo mengartikan perilaku sebagai suatu keadaan jiwa atau berpikir dari seseorang untuk memberi respon atau tanggapan terhadap situasi di luar obyek tersebut.

Tidak mudah untuk menguraikan timbulnya perilaku yang ada pada diri individu, karena faktor yang mempengaruhi sangat banyak, setiap perilaku yang memperlihatkan individu ada maknanya sehingga dalam rangka menampilkan apa yang diinginkannya individu akan berperilaku tertentu. Dalam kehidupan sehari – hari, tidak semua arti atau makna yang terkandung dalam perilaku tersebut dapat dimengerti oleh semua pihak. Perilaku tertentu sebenarnya terdapat motif tertentu pada diri seseorang, atau rangsangan atau pembangkit bagi terjadinya suatu perilaku tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan tertentu yang ada pada individu tersebut (Notoatmojo, 1990:1 ).

d. Wisatawan

(13)

“ Setiap orang yang mengunjungi daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari daerah yang dikunjungi” ( Pitana dan Gayatri, 2005 ).

Menurut Smith ( 1977 ), wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur, dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain.

e. Perilaku Wisatawan

Adanya pariwisata karena wisatawan, sehingga kajian terhadap wisatawan merupakan salah satu fokus dalam sosiologi pariwisata. Pembahasan mengenai wisatawan ditinjau dari aspek sosiologis meliputi motivasi wisatawan, ciri social ekonomi, tujuan kunjungan, lama tinggal aktivitas yang dilakukan di daerah tujuan wisatawan, perilaku wisatawan, tingkat kepuasan dan sebagainya.

Berdasarkan perilaku wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata,

Gray ( 1970 ) membedakan wisatawan menjadi dua, yaitu :

(14)

2. Wanderlust tourist, yakni wisatawan yang perjalanan wisatanya didorong oleh motivasi untuk mendapatkan pengalaman baru, atau kebudayaan baru, juga mengagumi keindahan alam yang belum pernah dilihat. Wisatawan seperti ini lebih tertarik pada daerah tujuan wisata yang mampu menawarkan keunikan budaya atau pemandangan alam yang mempunyai nilai pembelajaran yang tinggi. Dari pengertian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa perilaku wisatawan adalah perbuatan atau tingkah laku setiap orang yang mengunjungi daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari daerah yang dikunjungi.

f. Konsumsi Wisatawan

Konsumsi wisatawan diartikan sebagai kepuasan yang didapat oleh setiap orang yang mengunjungi daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari daerah yang dikunjungi dengan pemakaian barang ataupun jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya.

g. Wisata Budaya

(15)

Keyes dan Van Berghe ( 1984 ) dalam Kabut Institut, Kamis 16 April 2009

mengatakan bahwa, “ Wisata budaya adalah wisata dengan atraksi primer, yakni keeksotisan budaya penduduk kota dengan berbagai artefak ( pakaian, arsitektur, bangunan, teater, musik, tari, dan seni ).

h. Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik

Perilaku konsumsi wisatawan domestik merupakan perbuatan atau tingkah laku setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam melakukan perjalanan pariwisata yang memanfaatkan kekayaan budaya yang potensial untuk dikembangkan.

2. Tinjauan Pustaka

“ Tourism is an industry build on distinctions between strangers and friends, with inherent potentials for both oppression and empowerment. Critical cosmopolitan theory offers ideas that give us hope for the progressive potential of tourism to transform differences into equity” (Byrne Swain, Margaret. 2009)

Kurang lebih mempunyai arti sebagai berikut :

“ Pariwisata merupakan industri yang dibangun pada perbedaan antara asing dan familier, dengan potensi dasar untuk penindasan dan pemberdayaan. Kritik teori kosmopolitan menawarkan gagasan yang memberi kita harapan untuk peningkatan potensi pariwisata utuk mengubah perbedaan menuju persamaan “.

(16)

yang dimiliki. Berbagai macam jenis pariwisata, salah satunya adalah pariwisata budaya. Pariwisata budaya pada dasarnya merupakan bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan kekayaan budaya yang potensial untuk dikembangkan (Kristiani, 2007). Perjalanan wisata menjadi sumber pengalaman, menghasilkan rekaman tentang berbagai hal atau peristiwa yang unik, menggembirakan, membahagiakan, dan semua hal yang menyentuh perasaan wisatawan yang tesimpan dan terkenang di dalam hatinya. Semua yang dirasakan dibagi juga pada keluarga, kerabat, teman, dan kelompok masyarakatnya ( dalam Journal of Tourism Research, 1996, Vol. I, 1 ). Wisatawan yang datang berkunjung di suatu daerah membuat peremintaan akan hasil daerah setempat meningkat. Misalnya saja permintaan akan barang kerajinan, handicraft, souvenir, serta barang yang khas dari daerah tersebut, seperti kain tenun, sulaman, minuman ataupun makanan khas daerah tersebut.

(17)

konteks ini, perilaku wisatawan adalah kebutuhan manusia yang sedang dalam perjalanan mencari kesenangan, jauh dari tempat tinggalnya, dan semata- mata sebagai konsumen di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya.

Secara umum, kebutuhan manusia itu bertingkat, dimulai dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi, dan selalu tidak ada batas serta bersifat sangat relatif. Dan disinilah kompleksnya melayani atau menyediakan kebutuhan konsumsi wisatawan. Bertolak dari asumsi dasar bahwa wisatawan adalah orang asing yang sedang melakukan perjalanan nikmat, maka secara garis besar, konsumsi wisatawan adalah : a. Konsumsi informasi. Informasi merupakan pintu utama wisatawan masuk

ke daerah tujuan wisata. b. Konsumsi jasa transportasi

c. Konsumsi akan makan dan minum ( foods and beverages )

d. Konsumsi akan sesuatu yang unik, spesifik, indah, menyejukkan, belum pernah dilihat ataupun dirasakan ditempat lain.

(18)

d. Konsumsi akan kesan yang menyenangkan, sehingga mendorong wisatawan untuk mengabadikannya, baik dalam bentuk fotografi, video, atau yang lain (Prabowo, 2003).

3. Landasan Teori

Menurut George Ritzer, dalam upaya menganalisis perkembangan sosiologi dan perspektif paradigma, ia merumuskan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Dalam suatu paradigma tertentu terdapat persamaan pandanngan tentang apa yang menjadi pokok persoalan dari cabang ilmu itu dan kesamaan metode serta alat yang digunakan untuk analisis.

Paradigma merupakan konsensus terluas yang terdapat pada cabang ilmu pengetahuan yang membedakan antara komunitas ilmuwan atau sub komunitas satu dengan yang lainnya. Paradigma membagi, merumuskan dan menghubungkan eksemplar, teori, metode serta seluruh pengmatan yang terdapat dalam metode itu (Ritzer, 192 : 1-11 ).

Klasifikasi paradigma menurut George Ritzer:

(19)

b.Paradigma Definisi social, yang mempunyai tiga teori, yaitu:Teori Aksi, Teori interaksionisme Simbolik, Teori Fenomenologi.

c. Paradigma Perilaku social, yang mempunyai dua teori, yaitu: Teori

Behavioral Sociology, TeoriExchange.

Di dalam penelitian ini, mendasarkan pada paradigma perilaku sosial. Paradigma ini memusatkan perhatian pada tingkah laku individu yang berlangsung dalam lingkungan dimana menimbulkan akibat atau perubahan pada tingkah laku berikutnya. Jadi terdapat hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan actor (George Ritzer, 1992:84).

Sedangkan teori yang digunakan berdasar Paradigma Perilaku Sosial adalah Teori Behavioral Sociology. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkunngan aktor dengan tingkah laku aktor. Teori ini berusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi itu melalui akibat-akibat yang mengikutinya kemudian. Dimana akibat dari tingkah laku masa lalu mempengaruhi tingkah laku di masa sekarang. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu disebabkan karena adanya pengaruh dari lingkungan sekitar individu ( Ritzer, 1992 : 86 ).

(20)

lingkungan. Menurut penganut teori perilaku sosial ( BF. Skiner ), obyek sosiologi yang konkrit realitas adalah perilaku manusia yang tampak, serta kemungkinan pengulangannya ( Behavior man and contingencies of reinforcement ) (Ritzer, 1985 : 82 ). Teori perilaku sosial (behavioralsocial) dibangun dalam rangka menerapkan prinsip – prinsip psikologi perilaku ke dalam sosiologi.

Kajian mengenai perilaku wisatawan dapat dilihat dari motivasi wisatawan melakukan perjalanan pariwisata. Motivasi merupakan hal yang mendasar dalam studi tentang wisatawan, dan pariwisata, karena motivasi merupakan penggerak dalam proses perjalanan wisata, meskipun motivasi

seringkali tidak disadari sepenuhnya oleh wisatawan itu sendiri (

Sharpley, 1994: Wahab, 1975 ).

(21)

Baudrillard berusaha mendekonstruksikan subyek obyek yang lebih umum lagi dengan konsep konsumsi. Seseorang tidak membeli apa yang ia butuhkan, tapi membeli apa yang kode sampaikan padanya. Di dalam konsumsi yang dilandasi oleh nilai tanda dan citra daripada nilai guna (utilitas), logika yang mendasarinya bukan lagi logika kebutuhan ( need ) melainkan logika hasrat ( desire ).

Obyek adalah tanda, ia lebih sebagai tanda ( sign value ) daripada nilai guna atau nilai tukar. Sesuatu dibeli sebagai gaya ekspresi dan tanda, prestise, kemewahan, serta kekuasaan ( Kellner,1994;4 ). Konsumsi dalam masyarakat modern bukan mencari kenikmatan, bukan pula kenikmatan memperoleh dan menggunakan obyek yang dicari, tapi lebih pada perbedaan.

(22)

memiliki uang, dapat membeli apa yang diinginkan, baik itu karena motivasi kebutuhan, kondisi keuangan, dan juga gaya hidup.

F. Kerangka Berfikir

Bagan 2. Bagan Kerangka Berfikir

Karakter Informan

Analisa

Motivasi Perilaku Konsumsi

Perilaku Konsumsi Wisatawan : a. Konsumsi informasi

b. Konsumsi jasa transportasi

c. Konsumsi akan makan dan minum ( foods and beverages ) d. Konsumsi jasa akomodasi

e. Konsumsi akan sesuatu yang unik (souvenir)

(23)

Pariwisata merupakan fenomena perjalanan orang – orang dari tempat asalnya ke tempat lain dengan tujuan bersenang – senang (pleasure), dan untuk memanfaatkan waktu luang (leisure), memerlukan layanan yang dapat menggantikan apa yang biasa dinikmati di tempat tinggal mereka kesehariannya (Suradnya, 2006). Dari sinilah awal perilaku konsumsi wisatawan muncul. Perilaku konsumsi wisatawan terletak pada kegiatan atau aktivitas yang dilakukannya. Dalam konteks ini, perilaku wisatawan adalah kebutuhan manusia yang sedang dalam perjalanan mencari kesenangan, jauh dari tempat tinggalnya, dan semata- mata sebagai konsumen di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya.

Perilaku konsumsi wisatawan dikaji dengan berdasarkan pada teori sosiologi konsumsi. Baudrillard menjelaskan bahwa dalam sebuah dunia yang dikontrol oleh kode, persoalan konsumsi memiliki sesuatu yang berkenaan dengan kepuasan atas apa yang umumnya dikenal sebagai “ kebutuhan “. Kebutuhan diciptakan berasal dari pembagian subyek dan obyek palsu. Ide kebutukan tersebut diciptakan untuk menghubungkan mereka. Sehingga, pergulatan - pergulatan berdasarkan penegasan satu sama lain subyek dan obyek ( Ritzer, 2003 : 238 ).

(24)

orang asing yang sedang melakukan perjalanan nikmat, maka secara garis besar, Konsumsi wisatawan adalah :

a. Konsumsi informasi.

b. Konsumsi jasa transportasi dan akomodasi.

c. Konsumsi akan makan dan minum ( foods and beverages )

d. Konsumsi akan sesuatu yang unik, spesifik, indah, menyejukkan, belum pernah dilihat ataupun dirasakan ditempat lain.

e. Konsumsi belanja.

f. Konsumsi akan kesan yang menyenangkan, sehingga mendorong wisatawan untuk mengabadikannya.

G. Definisi Konseptual

(25)

bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari daerah yang dikunjungi.

Perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota Solo merupakan perbuatan atau tingkah laku setiap orang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ketika melakukan kegiatan pariwisata dengan memanfaatkan kekayaan budaya yang ada di Kota Solo.

H. Metode Penelitian :

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini memilih lokasi atau tempat penelitian di Kota Solo. Hal

ini dilakukan dengan alasan sebagai berikut : a. Kota Solo sebagai Kota Budaya

b. Banyaknya wisatawan yang datang di Kota Solo

c. Penulis dapat memperoleh data dan bahan yang dibutuhkan untuk penelitian di daerah tersebut.

2. Jenis Penelitian

(26)

uraian gejala sosial yang terjadi dan tampak pada masalah yang telah diambil.

Dengan menghasilkan data deskriptif yang berupa kata – kata, gambar, tanda, simbol, dan lain sebagainya yang diperlukan peneliti. Dimana jenis penelitian ini akan dapat menangkap berbagai informasi kualitatif secara deskripsi yang lebih bermakna daripada sekedar pernyataan jumlah ataupun frekuensi dalam bentuk angka.

3. Sumber Data

Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Data tersebut meliputi :

a. Data Primer adalah informasi yang diperoleh peneliti langsung dari sumber – sumber primer, yakni dari informan. Informan atau narasumber dalam penelitian ini adalah para wisatawan lokal yang berkunjung di Kota Solo, petugas yang ada di obyek wisata di Solo, para pedagang yang berjualan di sekitar obyek wisata di Solo.

(27)

Dalam penelitian ini data sekunder didapat dari BPS (Badan Pusat Statistik), Dinas Pariwisata Seni dan Budaya (Disparsenibud) Kota Solo, dan juga data dari beberapa Hotel di Kota Solo. Data sekunder dipakai dalam penelitian ini karena dapat membantu peneliti dalam menghemat waktu dan tenaga.

4. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dari penelitian ini yakni Wisatawan domestik, para pedagang di daerah tujuan wisata, petugas di obyek wisata, dan Dinas terkait. Teknik Pengambilan Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah Convenience Sampling ( Moleong, 1997 ). Pengambilan sampel yang dilakukan semata – mata dengan cara memilih siapa saja yang dapat diraih pada saat penelitian diadakan untuk dijadikan respondennya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Wawancara Mendalam ( Indepth Interview )

(28)

pelaku wisata, yang telah diambil secara sampling. Dalam penelitian ini, dipakai metode wawancara mendalam ( indepth interview ), dimana selain menyusun pedoman wawancara, penulis mengembangkan lagi pertanyaan kepada para informan agar peneliti mendapat data untuk menulis hasil penelitian dengan tepat sasaran pada perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota Solo.

b. Observasi Langsung Dalam observasi langsung ini, peneliti sebagai pengamat yang hadir ke

lokasi penelitian untuk mengamati berbagai kegiatan dan peristiwa yang terjadi di lokasi penelitian.

c. Dokumen

Dokumen dalam penelitian ini berarti pengambilan data dari dokumen atau catatan yang berhubungan dengan penelitian. Peneliti mengumpulkan data situasi atau keadaan di lokasi penelitian dari pihak yang bersangkutan.

6. Validitas Data

(29)

sama digali dari berbagai sumber. Selain itu, trianggulasi metode yang berarti data yang sama dicari dengan metode yang berbeda untuk validitas data penelitian ini.

Bagan 3. Bagan Teknik Trianggulasi Teknik Trianggulasi Sumber

Data Interview Narasumber I

Narasumber II

Narasumber III

Teknik Trianggulasi Metode

Wawancara Narasumber

Data Observasi Kegiatan

Dokumentasi

( Sutopo, 2002 : 78-80 ) 7. Teknik Analisa Data

(30)

keterkaitanya sesuai dengan tujuan peneli tian. Untuk lebih rincinya :

a. Reduksi Data

Reduksi berlangsung terus – menerus selama penelitian berlangsung di lapangan. Kegiatan awalnya berupa proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. b. Penyajian Data

Setelah penelitian berlangsung, dan menghasilkan sejumlah data, kemudian data tersebut diedit lagi supaya penyajiannya lebih praktis, dan mudah diterima khalayak.

c. Menarik Kesimpulan ( verifikasi )

Dalam menarik kesimpulan, dapat juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dengan merefleksi kembali apa yang telah kembali ditemukan serta bertukar pikiran untuk memperoleh kebenaran intersubjektif, sehingga makna – makna yang muncul dari data dapat diuji kebenaran, dan kekokohannya yang merupakan

(31)

Bagan 4.

TEKNIK ANALISA DATA MODEL INTERAKTIF

Pengumpulan Data

Reduksi Data Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan / Verivikasi

(32)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Umum Kota Surakarta

1. Sejarah Kota Surakarta

Sejarah kelahiran Kota Surakarta (Solo) dimulai pada masa pemerintahan Raja Paku Buwono II di Kraton Kartosuro. Pada masa itu terjadi pemberontakan Mas Garendi (Sunan Kuning) dibantu kerabat-kerabat Keraton yang tidak setuju dengan sikap Paku Buwono II yang mengadakan kerjasama dengan Belanda. Salah satu pendukung pemberontakan ini adalah Pangeran Sambernyowo (RM Said) yang merasa kecewa karena daerah Sukowati yang dulu diberikan oleh keraton Kartosuro kepada ayahandanya dipangkas. Karena terdesak, Paku Buwono mengungsi ke daerah Jawa Timur (Pacitan dan Ponorogo). Dengan bantuan pasukan Kumpeni dibawah pimpinan Mayor Baron Van Hohendrof serta Adipati Bagus Suroto dari Ponorogo pemberontakan berhasil dipadamkan. Setelah tahu Keraton Kartosuro dihancurkan Paku Buwono II lalu memerintahkan Tumenggung Tirtowiguno, Tumenggung Honggowongso, dan Pangeran Wijil untuk mencari lokasi ibu kota Kerajaan yang baru.

(33)

Bengawan Solo- sebagai daerah yang terasa tepat untuk membangun istana yang baru. Sejak saat itulah, desa sala segera berubah menjadi Surakarta Hadiningrat.

Melihat perjalanan sejarah tersebut, nampak jelas bahwa perkembangan dan dinamika Surakarta (Solo) pada masa dahulu sangat dipengaruhi selain oleh Pusat Pemerintahan dan Budaya Keraton (Kasunanan dan Mangkunegaran), juga oleh kolonialisme Belanda (Benteng

Verstenburg). Sedangkan pertumbuhan dan persebaran ekonomi melalui Pasar Gedhe (Hardjonagoro) (www.wisata solo.com).

Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi pemerintahan Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendirisekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran. Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan ketetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor historis sebelumnya, tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta (www.surakarta.co.id)

2. Keadaan Alam Kota Surakarta

(34)

dilalui oleh Sungai Pepe, Sungai Anyar, dan Sungai Jenes yang semuanya bermuara di Bengawan Solo. Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa sehingga Bengawan Solo adalah salah satu kebanggaan yang dimiliki oleh Kota Solo.

Kota Surakarta terletak di daerah Provinsi Jawa Tengah bagian selatan dan merupakan penghubung antara daerah Provinsi Jawa Tengah bagian Timur dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah ini berbatasan dengan daerah – daerah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo

Secara astronomi, Kota Surakarta terletak antara 110 0 45 ‘ 15 “ dan

(35)

pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik kedua gunung api yang telah disebutkan di atas.

3. Luas Kota Surakarta

Kota Surakarta memiliki luas sekitar 44 km2 atau kurang lebih 4.404,06 ha. Dengan luas sebesar itu, kota ini terbagi dalam lima (5) kecamatan, yaitu : Banjarsari, Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, dan Jebres. Karena wilayah kota Surakarta adalah perkotaan, maka sebagian besar wilayahnya diperuntukkan untuk perumahan, perusahaan, dan jasa. Sekitar 61% luas wilayahnya digunakan untuk perumahan, 10% wilayahnya digunakan untuk usaha di bidang jasa, serta 7% untuk kawasan perusahaan. Sisa wilayah yang ada sekitar 22 % diperuntukkan untuk taman kota sebesar 1%, lapangan olah raga 1 %, area pemakaman 2 %, sawah 4 %, tegalan 2 %, lahan kosong 1 %, industri 2 %, lain – lain kurang lebih 9 %.

(36)

B. Keadaan Demografi Penduduk Kota Surakarta

Penduduk merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kemajuan suatu daerah. Pengetahuan mengenai kondisi dan potensi penduduk di suatu daerah bermanfaat sebagai bahan dalam pertimbangan pengambilan kebijakan oleh pemerintah kota sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat Jumlah penduduk yang besar apabila dimanfaatkan secara optimal akan bermanfaat bagi pembangunan suatu daerah. Namun sebaliknya, apabila penduduk yang berjumlah besar itu kurang dimanfaatkan dan mempunyai kualitas yang rendah, maka akan menimbulkan berbagai kendala di daerah tersebut.

Tabel 2. Jumlah Jumlah Penduduk Kota Surakarta

Sumber : BPS Kota Surakarta ( diolah dari hasil Susenas 2007 )

Menurut Data BPS yang diolah dari hasil Susenas 2007, jumlah penduduk Kota Surakarta di tahun 2003 adalah 497.234 dengan penduduk laki-laki sebanyak 242.951 dan perempuan 254.643. Rasio jenis kelamin sebesar 95,27. Ini

Tahun Jenis Kelamin Jumlah Rasio Jenis

Laki-laki Perempuan Kelamin

(37)

berarti bahwa stiap 100 orang perempuan terdapat 95 orang pria. Penduduk Kota Surakarta tersebar dalam 5 (lima) kecamatan, yakni :

1.Kecamatan Banjarsari 2.Kecamatan Serengan 3.Kecamatan Jebres 4.Kecamatan Laweyan 5.Kecamatan Pasar Kliwon

Menurut Surakarta Dalam Angka 2007 ( BPS Kota Surakarta ), penduduk Kota Surakarta di tahun 2007 mencapai 515.372. Ini berarti ada pertumbuhan penduduk sebanyak 18.138 terhitung dari tahun 2003.

C. Keadaan Sosial – Ekonomi Kota Surakarta

1. Sosial

(38)

di wilayah ini masih mempertahankan rasa toleransi, saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Dari hasil pengamatan, dapat dijelaskan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang masih mempertahankan semangat gotong royong, dan kegiatan selamatan. Gotong royong merupakan aktivitas kerjasama yang sifatnya spontan, suka rela, dan tanpa pamrih. Hal ini dilaksanakan dengan sendirinya atas kesadaran individu. Kegiatan selamatan diadakan untuk memperingati putaran kehidupan seseorang, misalnya saja acara “mitoni“ diadakan utuk selamatan bulan ke-tujuh usia kandungan seseorang. Setelah lahir, diperingati upacara sepasar, untuk lima (5) hari setelah kelahiran bayi yang dikandung.

2. Ekonomi

(39)

D. Keadaan Pariwisata Budaya Kota Surakarta

Kota Surakarta yang sangat dikenal dengan sebutan Kota Solo merupakan sebuah kota yang menjadi jantung budaya Jawa. Sosok Keraton yang menjadi simbol budaya Jawa, saat ini masih kokoh, dan eksis baik secara fisik, komunitas maupun ritualnya. Pariwisata Kota Solo banyak berkaitan dengan sejarah, budaya, serta ritual Keraton. Solo yang telah diresmikan menjadi Kota Budaya menjadi semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik ataupun manca. Dengan slogan barunya, yakni “ The Spirit of Java “, Kota Solo gencar melakukan pemasaran obyek wisatanya. Dengan menggelar berbagai event bertajuk pengenalan budaya yang dimiliki, Kota Solo terus memperbaiki berbagai sarana dan prasarana untuk wisatawan yang berkunjung ( Analisis Pasar Pariwisata Soloraya, 5 Juni 2007 ). Bentuk riil budaya yang hampir hilang dimakan zaman misalnya saja batik, kini mulai popular lagi. Tulisan huruf Jawa dipakai dalam penulisan nama tempat – tempat kantor pemerintah ataupun tempat umum lainnya.

Dengan adanya perkembangan pariwisata yang begitu pesat tersebut, timbullah berbagai fasilitas pariwisata untuk menunjang eksistensi pariwisata di Kota Surakarta. Faktor penunjang industri pariwisata yang ada di Kota Surakarta meliputi : hotel, restoran, biro perjalanan ( travel agent ), toko cinderamata (

(40)

Hotel merupakan salah satu hal penting dalam dunia kepariwisataan yang menjadi pelengkap khususnya dalam hal menyediakan tempat sementara bagi wisatawan smelakukan perjalanan wisata yang diinginkan. Tak jarang pula fasilitas hotel menjadi faktor penarik bagi wisatawan dan mempunyai pern yang cukup besar dalam meningkatkan jumlah tamu yang berkunjung.

TabeBanyaknya Tamu yang Menginap di Hotel di Surakarta tahun 2007

(41)

Menurut tabel tersebut, baik wisatawan domestik ataupun manca tidak menggunakan jasa hotel kelas bintang lima, dan pondok wisata. Sebagian besar wisatawan menghuni hotel bintang kelas empat (4).

2. Restoran

(42)

3. Biro perjalanan ( travel agent )

Suatu daerah yang berkembang menjadi daerah industri pariwisata memerlukan pelayanan transportasi yang terorganisir dengan pengelolaan yang teratur, disiplin, serta dengan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan. Tuntutan seperti ini mendorong munculnya biro perjalanan yang khusus berfungsi melayani wisatawan dalam perjalanan menuju daerah tujuan wisata yang diinginkan.

Biro perjalanan ( travel agent ) ini mempunyai fungsi antara lain, penjualan tiket, sarana pengangkutan ( darat, laut, dan udara ) dan karcis hiburan lainnya, serta malakukan pemesanan ( reservation ) kamar hotel, pertunjukkan, atraksi wisata atau hiburan lainnya ( A, Yoeti, 1983 : 226 ) 4. Toko cinderamata ( souvenir shop )

(43)

5. Jasa pemandu ( guide )

Salah satu bidang jasa yang sangat mendukung guna melayani wisatawan adalah jasa pemandu ( guide ). Maka dari itu, dalam melayani wisatawan, pemandu harus memiliki kemampuan, dan pengetahuan yang memadai, terutama tentang keadaan, sejarah, dan lokasi daerah tujuan wisata tersebut. Kota Surakarta terapat beberapa macam pemandu wisata, baik yang mempunyai licensi, atau legal, dan ada juga pemandu liar yang berkeliaran di daerah tujuan wisata. Jasa pemandu ( guide ) yang beroperasi di Kota Surakarta mestinya juga memiliki pengetahuan budaya, terutama budaya Jawa. Misalnya pemandu wisata yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta telah mengenal betul sifat, dan karakter budaya Jawa, Solo khususnya.

6. Obyek Wisata

(44)

Budaya. Selain itu, berbagai acara yang menonjolkan budaya memperkuat sebutan itu.

Bentuk Warisan Budaya :

a. Keraton Kasunanan Surakarta

Keraton Kasunanan Surakarta dibangun oleh Paku Buwono II pada tahun 1745M. Sebelumnya, ibukota keraton berada di Kartosuro, yang berjarak kurang lebih 12km arah barat kota Surakarta. Secara fisik, bangunan keraton Kasunanan Surakarta terdiri dari bangunan inti dan lingkungan pendukungnya seperti Gapura ( pintu gerbang ) yang disebut Gladag pada bagian utara dan Pamurakan pada bagian selatan. Kemudian ada dua alun – alun di sebelah utara dan sebelah selatan Keraton Kasunanan. Juga terdapat Masjid Agung dan Pasar Batik yang terkenal, yaitu Pasar Klewer.

Di Keraton Kasunanan Surakarta terdapat Art Gallery yang menyimpan berbagai macam benda bersejarah yang mempunyai nilai seni dan sejarah yang tinggi. Beberapa koleksi yang ada antara lain Kereta Kencana, Senjata – senjata peninggalan sejarah, wayang kulit, dan beberapa peninggalan zaman dulu.

(45)

wisatawan, baik wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik (wisatawan nusantara).

Apabila memasuki kompleks Keraton dari arah utara melalui Alun-alun Utara, maka akan menjumpai beberapa bagian bangunan, yakni :

1. Pintu gerbang Kori Brojonolo. Di sini terdapat bangsal kecil, seperti bangsal Brojonolo, dan bangsal Wisomarto. Di sini juga terdapat ruang tempat lonceng serta dua (2) buah gedung yang membujur utara – selatan, tempat penjagaan prajurit berkuda (Ngebrak).

2. Pintu Gerbang Kori Kamandungan, Bangsal Kamandungan, lukisan lambing Kerajaan Jawa Sri Makuta Raja, Baleroto (tempat berhenti kendaraan), sebuah cermin besar, bangunan Jawa Semorokoto, dan Narcukunda.

(46)

Ketika memasuki pelataran Kedhaton melewati Kori Simanganti, terdapat sebuah “Kedhaton Jawa” lengkap. Ke arah barat terlihat bangunan Jawa berbentuk Limasan Jubang yang disebut Maligi, yakni tempat untuk mengkhitankan putera Susuhunan. Pendopo besar berbentuk Joglo Pengrawit yang disebut Sasonosewoko, bangsal Paningrat, Sasono Ponosedya (ruang duduk Susuhunan saat menyaksikan pertunjukkan wayang kulit dan latihan Bedoyo Serimpi), dan Sasono Hondrowino, tempat menerima tamu-tamu penting atau acara jamuan makan bersama. Selain itu, masih ada lagi sebuah serambi yangdigunakan sebagai tempat berkumpul atau Paseban para Pangeran Putra, Pangeran Sentono, dan Riyo Nginggil menantikan Miyos dalem. Di sebelah Timur Kedhaton terdapat tiga buah bangunan yaitu bangunan menbujur utara selatan berbentuk limas an “kelabang anyander jubangan”. Kedua bangunan lainnya adalah bangsal Pradonggo (tempat gamelan), dan Bangsal Bujono (tempat menjamu para pendamping tamu agung).

(47)

b. Puro Mangkunegaran

Puro Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757 oleh Rden Mas Said yang lebih dikenal sebagaiPangeran Samber Nyawa, setelah penandatanganan Perundingan Salatiga pada 13 Maret 1757. Raden Mas Said kemudian menjadi Pangeran Mangkunegoro I.

Seiring dengan perjalan waktu, Puro Mangkunegaran telah berubah fungsi, dari Pusat pemerintahan Kerajaan menjadi pusat budaya. Kini, Puro Mangkunegaran menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang menarik di Kota Solo. Istana Mangkunegaran mulai dibuka untuk umum sebagai obyek wisata sejak tahun 1968. Bagi para wisatawan yang ingin menginap di lingkungan Istana, sejak tahun 1975 telah dibangun sebuah hotel persisi di sebelah barat daya Istana, yang bernama Mangkunegaran Palace Hotel. . Wisatawan yang menginap di hotel itu dapat menyaksikan pentas kesenian di pendapa yang berlangsung setiap malam. Arsitektur Istana Mangkunegaran bangunannya seperti model rumah atau bangunan tradisional Jawa. Bangunan Istana Mangkunegaran sendiri sesungguhnya terdiri dari dua bagian utama, yakni :

1. Pendopo

(48)

Gamelan pusaka tersebut berusia kurang lebih 200 tahun dimainkan pada hari – hari tertentu untuk mengiringi latihan tari tradisional. Selain itu, terdapat gamelan “Upacara, Munggang, Cerobalen, dan Kodok Ngorek”, yang sering ditabuh pada upacara-upacara tertentu. Upacara itu adalah penobatan, perkawinan, khitanan, dan kedatangan tamu-tamu penting.

2. Dalem Agung

(49)

c. Kampung Batik Kauman

Kauman yang dahulu disebut Pakauman merupakan kampoeng kuno yang mempunyai seni dan kebudayaan yang khas seperti seni batik, seni hadrah, dan seni gamelan. Dengan rumah – rumah kuno yang berasrsitektur Jawa ( Joglo ) maupun kolonial Belanda bahkan gabungan arsitektur antara bentuk rumah Jawa - Belanda menjadikan Kauman sebagai salah satu daerah tujuan wisata ( DTW ) budaya di Kota Solo yang unik.

Kampung Kauman dahulu adalah pemasok batik di Kota Solo, terutama Keraton dan meluas hingga ke seluruh tanah air. Hal ini bisa dilihat dari sisa bentuk rumah – rumah sekarang yang mempunyai tempat untuk memproduksi batik (pabrik) dan toko – toko untuk memajang hasil produksinya. Produk batik khas Solo adalah batik tulis klasik motif kuno atau pakem. Namun sekarang produk batiknya berupa multi produk tapi masih didominasi batik tulis klasik yang dimodifikasi.

d. Kampung Batik Laweyan

(50)

untuk melestarikan seni batik, dalam era kakinian Kampung Laweyan didesain sebagai kampoeng Batik terpadu dengan memanfaatkan lahan seluas kurang lebih 24 Ha yang terdiri dari tiga (3) blok. Konsep pengembangan terpadu dimaksudkan untuk memunculkan nuansa batik dominan yang secara langsung akan mengantarkan para pengunjung pada keindahan seni batik. Di antara ratusan motif batik yang dapat ditemukan di Kampung Batik Laweyan, misalnya jarik dengan motif Tirto Tejo, dan Truntun merupakan ciri khas utama batik Laweyan. Spray dan garment

dengan motif warna abstrak adalah seni pendukung yang melengkapi koleksi batik Laweyan. Kampung batik Laweyan juga dilengkapi dengan fasilitas untuk memberikan pendidikan dan pelatihan untuk belajar membatik tanpa batasan jumlah orang yang belajar, dan asih bersifat sosial. Pengelolaan kampung batik Laweyan diorientasikan untuk menciptakan suasana wisata dengan konsep “rumahku adalah galeriku”. Artinya rumah memiliki fungsi ganda sebagai showroom sekaligus rumah produksi.

(51)

(Prajurut Untung Suropati), Langgar Merdeka, Langgar Makmoer, dan rumah H. Samanhudi (pendiri Sarekat Dagang Islam) dapat ditemukan di wilayah Laweyan. Laweyan juga terkenal dengan bentuk bangunan khususnya arsitektur rumah para juragan batik yang dipengaruhi arsitektur tradisional Jawa, Eropa, Cina, dan Islam. Bangunan – banguna tersebut dilengkapi dengan pagar tinggi atau “beteng” yang menyebabkan terbentuknya gang-gang sempit yang spesifik seperti kawasan Town Space. Kelangkapan khasanah seni dan budaya Kampung batik Laweyan tersebut menjadi sebab tingginya frekuensi kunjungan wisatawan dari dinas, dan institusi pendidikan, swasta, dan juga mancanegara.

e. Gedung Wayang Orang Sriwedari

(52)

f. Museum Radya Pustaka

Museum Radya Pustaka merupakan suatu museum yang berisi peninggalan sejarah masa lalu Yang terletak di sebelah timur Kawasan Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari, tepatnya di depan Gedung kantor Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Surakarta. Di Museum terdapat barang – barang yang dulunya dipakai para kerabat Keraton. Misalnya saja meja makan beserta alat makan, senjata, lesung atau alat penumbuk padi, dan juga buku-buku zaman sejarah. Adapun koleksi wayang kulit dan arca peninggalan sejarah masa lampau yang kini masih dirawat. Dalam gedung museum terdapat perpustakaan yang menyimpan buku – buku kasusastraan baik dalam bahasa Jawa Kuno ataupun Bahasa Belanda. dimana pengunjung dapat menambah pengetahuan tentang hasil karya pujangga zaman sejarah, dan referensi tentang museum ini.

g. Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari

(53)

Sriwedari. Lokasinya yang berada di tengah-tengah Kota Solo, berdampingan dengan Museum Radya Pustaka membuat daerah tujuan wisata satu ini mudah dicapai dengan berbagai angkutan, baik tradisional ataupun modern.

Menurut sejarah, THR Sriwedari dulunya adalah taman rekreasi keluarga Istana Raja Kasunanan. Tapi, sekarang taman ini telah mengalami perubahan yang cukup besar, sehingga menjadi lokasi hiburan yang terbuka untuk umum, yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Di sekitar taman ini dibangun gedung bioskop, rumah makan, arena permainan anak, serta toko-toko souvenir (souvenir shop). Meskipun telah ditambah dengan fasilitas hiburan modern, namun Sriwedari tak mau meninggalkan sosok tradisionalnya. Di sana masih tampak keberadaan Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari yang menampilkan pementasan wayang orang, drama, nyanyian, dan tari tradisional setiap malamnya. Pementasan ini juga bermaksud menyampaikan ajaran tradisi leluhur, terutama tentang Mahabarata, dan Ramayana.

(54)

h. Monumen Pers

Dalam sejarah, nama Solo cukup dikenal sebagai salah satu basis perjuangan pemuda, dan seluruh rakyat Indonesia yang menentang kehadiran kaum Kolonialis di bumi nusantara. Barangkali Solo sebagai pusat dua buah kerajaan di Jawa, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dan Puro Mangkunegaran, menjadikan lebih memiliki basis masa dibandingkan dengan Yogyakarta yang juga pusat Kerajaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Puro Pakualaman. Kota Solo masih kalah peran, terutama dalam hal perjuangan fisik. Akan tetapi eksistensi dan kehidupan Kota Solo tetap tidak dapat dipisahkan dari sejarah. Solo ternyata telah menghasilkan banyak catatan sejarah, baik perjuangan fisik, ataupun nonfisik. Salah satu peristiwa sejarah adalah, bahwa Solo adalah kota kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

(55)

Koran harian, Mingguan, majalah, dan bulletin dari penerbit-penerbit. Untuk menanganinya, di Monumen Pers Nasional kini telah ada seksi khusus, yaitu seksi laboratorium, dan seksi dokumentasi. Di sana pula dapat dijumpai ruang perpustakaan yang menyimpan ribuan buku, dan juga surat kabar. Pengelolaan Monumen Pers Nasional Solo beserta segala isinya ditangani oleh Yayasan Pengelola Sarana Pers Nasional dengan Departemen Penerangan RI sebagai instansi penanggung jawab.

i. Taman Satwa Taru Jurug

(56)

Misalnya saja pasir, dan lumpurnya untuk bahan bangunan, dan pembuatan batu bata. Sementara airnya dijadikan sebagai bahan baku sejumlah instansi perusahaan daerah air minum. Di sekitar pinggir Bengawan Solo inilah Taman Satwa Taru Jurug berada.

Taman Satwa Taru Jurug sebagai satu-satunya kebun binatang di Kota Solo ini mempunyai beragam koleksi aneka binatang dan tanaman. Misalnya Burung Cendrawasih, Kakaktua, Panda, Badak bercula, gajah, dan juga binatang lainnya. Setelah melewati loket, pengunjung dapat langsung menyaksikan berbagai koleksi tersebut. Adapun pengunjung juga dapat berfoto bersama koleksi binatang yang ada atau menggunakan jasa andong yang ada di dalam obyek wisata tersebut. Terkadang, di taman ini juga menyajikan hiburan sirkus.

j. Malam 1 Suro

(57)

k. Sekaten

(58)

Berbagai warisan budaya yang berupa bangunan, ataupun acara-acara yang masih menonjolkan nilai budaya dan tradisi tersebut menarik wisatawan untuk berkunjung ke Kota Solo. Baik wisatawan asing ataupun wisatawan domestik, mereka ingin melihat keadaan Kota Solo ini.

Tabel 4.

Banyaknya Pengunjung Obyek Wisata di Kota Surakarta

(59)
(60)

BAB III

PEMBAHASAN

Kota Solo yang semakin ramai dengan wisatawan yang berkunjung maka gencar pula melakukan berbagai event yang yang bertajuk pengenalan budaya yang dimiliki. Meskipun tidak mempunyai potensi alam yang dapat diandalkan, namun Kota Solo mempunyai warisan budaya yang masih terjaga. Nilai budaya yang masih melekat terlihat dengan banyaknya daerah tujuan wisata (DTW) budaya yang dimiliki, dan juga masih ada kesenian dan budaya yang dapat dipertontonkan. Karena itulah, jenis wisata yang ada di Kota Solo adalah wisata budaya.

Setiap wisatawan yang berkunjung mempunyai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi ketika berada di Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) tersebut. Kebutuhan hidup yang berbeda manjadi hal yang menarik untuk dibahas. Seseorang yang berperilaku tentunya mempunyai motivasi sendiri untuk melakukannya. Hal ini yang menjadi latar belakang perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota Solo.

A. Profil Responden

1. Topan Triawan (24 th)

(61)

dan menikmati suasana Solo dalam perjalanannya dari Jakarta ke Madiun, Jawa Timur. Memakai Hotel RIO untuk memenuhi kebutuhan akomodasinya karena selain dekat dengan Pura Mangkunegaran, ia juga pernah ke sana sebelumnya. Mengetahui daerah Tujuan Wisata yang ada di Kota Solo dari pamphlet yang diberikan pihak hotel. Membeli souvenir yang menjadi ciri khas Kota Solo.

2. Tutik Suwarno ( 46 th )

Seorang pekerja swasta, berasal dari Ujung Pandang dengan pendapatan rata – rata Rp 3.500.000,00 tiap bulan. Berkunjung ke Kota Solo bersama suami, anak, dan pembantu rumah tangganya dalam rangka menjenguk kekuarga besar, dan untuk refreshing. Memakai Hotel Mawar Indah untuk memenuhi kebutuhan akomodasinya. Menggunakan mobil rental yang disediakan hotel untuk sarana transportasi. Mengetahui daerah Tujuan Wisata yang ada di Kota Solo dari saudara, orang tua, dan teman yang pernah berkunjung ke Kota Solo. Cinderamata untuk oleh – oleh yang dicari adalah sesuatu yang khas kota Solo.

3. Pardi Hendrawan ( 55 th )

Seorang wiraswasta, berasal dari Kudus, Jawa Tengah dengan pendapatan rata – rata di atas Rp 3.000.000,00 tiap bulannya. Berkunjung ke Kota Solo bersama istri, dan kedua anaknya untuk melihat – lihat suasana Kota Solo, dan

(62)

strategis, dan harga terjangkau. Dari pengalaman pribadinya saat berkunjung ke Solo sebelumnya, dan dari acara yang ditayangkan di televisi, ia mengetahui daerah tujuan wisata yang ada. Ia memilih memakai mobil pribadi sebagai sarana transportasi karena masih akan melanjutkan perjalanannya ke kawasan Tawangmangu. Belum mempunyai rencana untuk kembali mengunjungi Kota Solo karena keterbatasan waktu luang yang dimiliki.

4. Sriyatun (42 th )

Seorang pegawai Dinas Perhubungan di Jakarta Timur dengan pendapatan rata – rata Rp 2.000.000,00 tiap bulan. Berkunjung ke Kota Solo bersama suami dan kedua orang anaknya untuk mengisi liburan dan mengunjungi saudara yang tingal di Solo. Ia memilih menginap di rumah saudaranya, karena selain menghemat pengeluaran, ia juga mempunyai banyak saudara yang tinggal di Solo. Untuk sarana transportasi, ia membawa mobil pribadi dari rumah, dan menyewa sopir supaya dapat bepergian tanpa terpancang waktu. Mengetahui daerah Tujuan Wisata yang ada di Kota Solo dari orang tua, dan juga saudara – saudara.

5. Sulastri ( 24 th )

(63)

temannya untuk melihat Solo International Performing Art (SIPA), suatu pertunjukkan seni dan budaya yang digelar di Halaman Puro Mangkunegaran. Untuk sarana transportasi, ia mengendarai kendaraan pribadi. Ia tidak menggunakan jasa akomodasi karena memang tidak bermalam di Kota Solo. Membeli souvenir yang berhubungan dengan acara itu (SIPA), dan mengabadikan

moment itu dengan HP miliknya. Selain itu, dia juga sering berkunjung ke Kota Solo untuk berwisata belanja di Pusat Grosir Solo ( PGS ) dan juga Pasar Klewer. Dia mengetahui tempat tersebut setelah membaca Harian Solopos di kolom Lensa Bisnis.

B. Profil Informan

1. Budi Purwadi, staf Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Solo

(64)

C. MOTIVASI PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK

DALAM KUNJUNGANNYA KE KOTA SOLO

Dalam melakukan sebuah perilaku, seseorang mempunya hal yang melatarbelakanginya. Dalam hal ini, wisatawan domestik mempunyai hal yang melatarbelakangi sehingga ia melakukan perilaku konsumsi dalam hal ini, hal – hal yang menjadi latar belakang tersebut menjadi motivasi. Dalam melakukan perilaku konsumsi, wisatawan domestik dalam melakukan wisata budaya di Kota Solo mempunyai motivasi yang mendukung, antara lain :

1. Kebutuhan

Kebutuhan merupakan faktor penyebab yang mendasari lahirnya perilaku seseorang, dalam hal ini wisatawan. Kebutuhan yang paling kuat pada saat tertentu akan menjadi pendorong atau motivator yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku kearah tercapainya tujuan. Sama halnya dengan individu pada umumnya, makan dan minum merupakan kebutuhan wisatawan yang paling utama. Hal ini dapat dilihat bahwa di beberapa daerah sampai beberapa Negara, pengeluaran wisatawan terbesar jatuh ke sektor ini (Wahab, 1992).

(65)

Tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok setelah makan dan minum. Bepergian jauh dari tempat tinggalnya sehari – hari memaksa wisatawan untuk memenuhi kebutuhan ini dengan memanfaatkan jasa penginapan, hotel atau yang lain. Seperti yang dikatakan Topan Triawan :

“ Karna tadi nyampe Solo sudah siang, jadi nginep semalem di Hotel RIO, besok pagi baru berangkat ke Madiun.”

Hal senada juga diungkapkan Pardi Hendrawan :

“ Saya sekeluarga menginap di Hotel ini memang karena kebutuhan. Saya sendiri tidak kuat jika harus menyetir mobil jarak jauh. “

Berbeda dengan wisatawan yang tidak membutuhkan hotel untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal sementara, mereka menginap di tempat saudara atau kerabat yang tinggal di Solo. Seperti yang dialami Sriyatun :

“ Menginap di rumah saudara, karna selain untuk menghemat pengeluaran banyak juga saudara yang tinggal di Solo. “

Lain halnya dengan wisatawan yang tidak menggunakan jasa akomodasi karena wisatawan tersebut memang tidak bermalam dalam perjalanan pariwisatanya. Misalnya saja Sulastri, yang ditemui di keramaian pertunjukkan SIPA beberapa waktu lalu :

“ Di Solo cuma sehari, tu aja habis pertunjukkan ni langsung pulang, jadi ya ga pake nginep.”

(66)

berkembangnya jasa pariwisata, khususnya bagi para wisatawan yang datang dari luar daerah. Beragamnya tempat wisata di solo, membuat wisatawan memerlukan banyak waktu untuk dapat menikmati pesona wisata Solo secara keseluruhan. Hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Pesona Wisata Solo yang dapat dinikmati dari mulai pagi hingga malam, mampu menghadirkan sesuatu yang khas dan dapat menarik perhatian wisatawan untuk tinggal lebih lama di Solo. Dari hal tersebut, tentunya jasa akomodasi berupa penginapan atau hotel beserta fasilitas lainnya yang disediakan merupakan jasa pendukung yang juga sangat penting bagi berkembanya potensi pariwisata di kota Solo.

2. Kondisi Keuangan

(67)

“ Menginap di rumah saudara, karna selain untuk menghemat pengeluaran banyak juga saudara yang tinggal di Solo. “

Hal senada juga disampaikan Pardi Hendrawan :

“ ………. Harga yang tidak terlalu mahal dengan melihat fasilitas yang diberikan, serta lokasi di pinggir jalan raya tidak membuat kami repot mencari tempat penginapan. “

Karena hanya mereka sendiri yang mengetahui kemampuan mereka dalam mengkonsumsi sesuatu, informan juga melihat kondisi keuangan mereka masing – masing. Sehingga motivasi perilaku konsumsi yang mereka lakukan itu adalah berdasar pada kondisi keuangan.

3. Gaya Hidup

Masyarakat kelas atas mengekspresikan identitas mereka dengan mengkonsumsi barang atau jasa yang dapat membedakan mereka dengan masyarakat kelas bawah. Mereka mengkonsumsi sesuatu yang mempunyai merk tertentu. Pernyataan ini didukung pernyataan Sriyatun :

“ Belum sempat cari souvenir lagi, tapi kami sekeluarga sudah memesan pakaian sarimbit dari Batik Danar Hadi, karna coraknya yang bagus, bahannya nyaman dipakai, dan juga merk yang sudah terkenal berkelas dari dulu, jadi ga perlu ragu lagi sama kualitasnya.”

(68)

Gaya hidup yang menunjuk pada kepekaan konsumen baru diidentifikasi sebagai karakter konsumsi modern. Melalui gaya hidup, para konsumen dianggap membawa kesadaran atau kepekaan yang lebih tinggi terhadap konsumsi.

Selain kepuasan terhadap keunikan wisata solo, keragaman kuliner, serta berbagai jenis wisata belanja, ternyata ada satu hal yang menunjukkan stratifikasi wisatawan, yaitu gaya hidup. Hal tersebut menjadi suatu pengaruh yang besar bagi wisatawan untuk menentukan tempat wisata yang sesuai dengan kemampuan mereka. Namun keragaman strata tersebut, bukanlah menjadi suatu masalah bagi jasa wisata di Solo, karena Solo memiliki keragaman, yang dapat memenuhi kebutuhan semua strata wisatawan.

Gaya hidup yang berbeda juga terlihat dari cara seseorang mengisi waktu luangnya. Seperti dikatakan Pardi Hendrawan :

“ Kami sekeluarga masih ingin melakukan perjalanan kesini lagi jika ada waktu longgar. Susah mencari waktu luang yang bersamaan, Karena kami sibuk dengan urusan masing – masing. “

(69)

D. PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN

Menghayati arti pariwisata kiranya akan menjadi lebih dalam dan luas jika elemen waktunya yakni waktu senggang ( leisure time ) juga diperhatikan. Waktu senggang dan pariwisata merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pariwisata merupakan elemen aktivitas atau kegiatan, sedangkan waktu senggang adalah elemen waktunya. Pariwisata hanya dilakukan dalam waktu senggang. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, pariwisata merupakan fenomena perjalanan orang – orang dari tempat asalnya ke tempat lain untuk bersenang – senang ( pleasure ), dan untuk memanfaatkan waktu luang ( leisure ). Dampak dari pengertian tersebut adalah bahwa orang – orang yang sedang melakukan perjalanan tersebut memerlukan layanan yang dapat menggantikan apa yang biasa mereka nikmati dalam kehidupan sehari – hari. Dari sinilah awal perilaku konsumsi wisatawan muncul.

(70)

pengertian dasar perilaku konsumsi wisatawan di atas, maka secara garis besar perilaku konsumsi wisatawan meliputi :

1. Konsumsi informasi.

Kebutuhan akan informasi ini harus dipenuhi dengan tingkat akurasi yang baik, dan terpercaya, karena informasi merupakan pintu utama wisatawan dalam berkunjung ke daerah tujuan wisata (DTW) pilihannya. Seperti yang diungkapkan Topan Triawan (24 th), ia mendapatkan informasi kawasan Night Market Ngarsopuro dari hotel yang ia tempati.

“ Dari leaflet yang disediakan hotel, saya jadi mengetahui kalau sekarang di Kota Solo ada Night Market di depan Puro Mangkunegaran yang menjual barang – barang khas Solo, misalnya ja, batik-batik, wayang hiasan dinding, hiasan kolam yang unik, miniature alat transportasi yang terbuat dari kayu, dan masih banyak lagi………”

Wisatawan yang menginap di hotel bisa mendapatkan informasi mengenai tempat – tempat yang ada di kota Solo dengan media berupa leaflet yang disediakan hotel, misalnya saja tempat-tempat penginapan di wilayah Solo, rumah makan, daerah tujuan wisata ( DTW ), kantor polisi, sampai rumah sakit, semua tercantum dalam katalog yang disediakan pihak hotel.

Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan dari pihak hotel, yaitu Riyadi :

(71)

Konsumsi informasi yang dimaksud juga dapat diperoleh wisatawan melalui beberapa media lain yang mudah didapatkan. Media tersebut dapat diperoleh dari media massa daerah, seperti di Koran Solopos. Pada kolom lensa bisnis dan juga pada kolom Soloraya hari ini, pembaca dapat mengetahui tempat belanja, dan juga event yang digelar di Kota Solo. Pada surat kebar tersebut, memaparkan berbagai tempat wisata di Solo baik itu wisata belanja maupun wisata yang berhubungan dengan seni daerah. Hal tersebut seperti pernyataan dari Sulastri, salah satu informan berikut ini :

Saya mengetahui PGS setelah membaca Koran Solopos di kolom Lensa Bisnis. Saya biasanya ke Solo beli baju – baju batik di PGS atau Klewer. Soalnya kan pusatnya batik-batik murah disana, jadi mendingan saya carinya langsung ke Solo. Kalau perjalanan naik motor kan tidak sampai satu jam juga sudah sampe. Kadang saya juga sama temen atau keluarga, sekalian main “.

Media lain yang bisa didapat dengan mudah adalah televisi yang menjadi sarana wisatawan untuk mendapatkan informasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan, yaitu Pardi Hendrawan yang berasal dari Kudus :

“ Dari pengalaman pribadi, juga dari salah satu acara televisi, tepatnya kapan saya lupa, menayangkan seluk beluk Kota Solo. Dari situlah saya ajak keluarga coba mengenal Kota Solo ini.”

(72)

seperti yang diungkapkan Bapak Budi Purwadi, salah satu staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo :

“ Kami bekerja sama dengan Badan Informasi dan Komunikasi, Pemkot Kota Solo menyediakan leaflet – leaflet yang menyajikan seluk-beluk daerah tujuan wisata (DTW) Kota Solo.”

Merupakan hal yang penting bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki staf yang professional untuk menjalin kerjasama dengan media masa tidak hanya pada waktu tertentu saja, tapi juga untuk jangka panjang sehingga mendapat dukungan dan perhatian media masa. Menginformasikan segala sesuatu yang terkait dengan pariwisata tidak hanya menjadi tugas bagi dinas atau pihak terkait, masyarakat juga merupakan media terluas yang dapat menyampaikan informasi baik kepada saudara, teman, kerabat, sampai pada orang lain. Karena umumnya wisatawan mendapat informasi tentang Kota Solo dari orang tua, saudara, teman, atau kerabat mereka, seperti yang dikatakan Tutik Suwarno :

“ Saya mendapat info – info tentang Kawasan wisata yang Kota Solo dari orang tua saya, saudara, dan juga teman yang pernah berkunjung ke sini. Dari cerita – cerita mereka menjadi referensi bagi kami dalam kunjungan kali ini.”

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Sriyatun, :

(73)

Informasi yang didapat wisatawan menjadi pegangan dalam berkunjung di suatu daerah. Karena itulah informasi tentang keadaan suatu daerah sangat penting diketahui seseorang dalam perjalanannya di suatu daerah .

2. Konsumsi belanja akan sesuatu yang unik

Semakin lama wisatawan menikmati suatu obyek wisata, berarti kepuasannya pada tempat yang dikunjunginya akan semakin besar, dan itulah yang dicarinya. Ketika wisatawan tersebut kembali ke tempat asalnya, bahkan saat mereka sudah mulai kembali pada rutinitasnya, kesan tersebut hendaknya dapat tetap bertahan sehingga dalam angan – angan mereka dapat merasakan lagi pesona obyek wisata yang pernah ia kunjungi. Hal seperti ini dapat dicapai dengan selalu mengingatkan wisatawan kepada apa yang telah disaksikan dan dinikmatinya. Salah satu caranya adalah mengikatkan kesan itu pada obyek – obyek yang dapat dibawa pulang, dan tidak cepat rusak. Sehingga setiap kali ia melihat benda itu, ia akan teringat kembali kepada apa yang pernah disaksikan, dan dinikmatinya. Inilah yang biasanya disebut dengan cinderamata atau souvenir. Seperti yang dikatakan Sulastri :

“ Membeli kaos dan pin SIPA, biar inget pernah meliat pertunjukkan seperti ini. Tadi dah liat – liat ke Ngarsopuro, tapi ntar mau ke sana lagi buat beli batik, dan hiasan dinding.Kalau diluar acara kayak gini, ya saya biasanya malah cari kebutuhan batik di PGS, saya suka belanja di Solo, Batiknya beragam. Modelnya juga bagus-bagus. Kalau ke Solo, saya pasti belanja khasnya Kota Solo.”

Gambar

Tabel 1. Jumlah Wisatawan Domestik yang Berkunjung di Kota Solo
Tabel 2. Jumlah Jumlah Penduduk Kota Surakarta
Tabel 4.

Referensi

Dokumen terkait

Kajian tingkat keberhasilan sambungan pada penerapan teknologi sambung samping tanaman kakao di

Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah maka masalah dalam penelitian ini dibatasi yaitu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui

éling Mangka Éling menunjukan bahwa penyair mengharapkan segeralah bertaubat dan kembalilah kejalan yang benar. Hidup di dunia ini jangan sampai tersesat dalam melangkah

Sejalan dengan argumentasi kami terkait keberadaan Pancasila sebagai identitas konstitusi, Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa hanya, dari kurang lebih sebanyak 21

Menurut Munir (2008:177) bahwa teknologi komputer bukan semata- mata masalah teknis atau masalah program untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam sistem pendidikan,

Pada tugas akhir ini digunakan metode Normalized Sum-Squared Differences (NSSD) untuk menghitung jumlah orang lewat baik masuk dan keluar sehingga dapat

Oleh karna itu, judul yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata

Penegak hukum, tidak semuanya, hanya berdiri pada landasan mekanistiknya yang melihat fungsinya hanya sebagai penindak terhadap setiap bentuk pelanggaran, bukan