i
STRATEGI PENGUATAN UMKM TERINTEGRASI BERBASIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DI JAWA TIMUR
Di Susun Oleh:
Azhar Syahida (145020500111011/2014) Wimpi Gea Seprina Putri (145020501111047/2014) Ilham Juney Rahman (145020301111014/2014)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ii
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul :
Integrated Small Medium Enterprises Cluster: Strategi Penguatan UMKM Terintegrasi Berbasis Keunggulan Komparatif Di Jawa Timur
2. Subtema :
Strategi Penguatan UMKM Dalam Menghadapi Ekonomi ASEAN
3. Nama KetuaTim
a. Nama Lengkap : Azhar Syahida
b. NIM : 145020500111011
c. Universitas : Universitas Brawijaya 4. Nama Anggota 1
a. Nama Lengkap : Wimpi Gea Seprina Putri
b. NIM : 145020501111047
c. Universitas : Universitas Brawijaya 5. Nama Anggota 2
a. Nama Lengkap : Ilham Juney Rahman
b. NIM : 145020301111014
c. Universitas : Universitas Brawijaya
6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap : Arief Hoetoro, Ph.D.
b. NIP : 19700920 199512 1 001 c. Alamat Rumah : Perum Bumiasri Thp. 3 Blok 1/02 d. dan No. Telp/Hp : 085235269884
Malang, 31 Januari 2016
Mengetahui,
Ketua Pelaksana Kegiatan
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur tak lupa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kemapuan berfikir dengan baik serta hidayahNya yang senantiasa
mengiringi penulis, sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Integrated Small
Medium Enterprises Cluster: Strategi Penguatan UMKM Terintegrasi Berbasis
Keunggulan Komparatif Di Jawa Timur” ini bisa selesai dengan tepat waktu.
Selanjutnya, karya tulis ilmiah ini dibuat guna mengikuti kompetisi Andalas
Accounting National Events (ACCOUNTS) 2016. Tak lupa penulis ucapkan
banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya tulis ilmiah ini, adapun pihak-pihak yang telah membantu penulis tersebut
adalah:
1. Orang tua penulis yang tak kenal lelah selalu memberikan dukungan dan doa,
sehingga karya tulis ini bisa diselesaikan.
2. Dosen pembimbing yang selalu memberikan masukan dan bimbingan.
3. Teman teman penulis yang selalu mendukung dan memberikan inspirasi serta
ide ide kreatif yang mendukung karya tulis ilmiah ini.
4. Pihak pihak lain yang turut terlibat dalam terselesainya karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis yang dibuat ini masih banyak sekali
kekurangan-kekurangan yang menjadi kekurangan penulis. Oleh karena itu, penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas kekurangan ini,
dan penulis bersedia dan sangat mengharapkan kritik dan saran. Agar kedepanya
karya karya tulis yang penulis buat bisa lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap
karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Malang, 31 Januari 2016
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 UMKM Dalam Perekonomian Indonesia ... 7
2.1.1 Lembaga Trading House Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur ... 7
2.1.1.1 Tujuannya Trading House secara spesifik adalah : ... 8
2.1.1.2 Jasa layanan Trading House ... 8
2.2 Diamond Porter : Model Klaster Sebagai Pengukuran Daya Saing ... 8
2.3 Quality Management System : Strategi Peningkatan Mutu UMKM ... 9
BAB III METODE PENULISAN ... 11
3.1 Jenis Penulisan dan Pendekatan Penulisan ... 11
3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 11
3.3 Teknik Analisis Data ... 12
BAB IV PEMBAHASAN ... 13
4.1 Identifikasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Jawa Timur ... 13
4.2 Pemetaan UMKM Basis antar Kawasan di Jawa Timur ... 15
4.3 Keunggulan Komparatif: Strategi Penciptaan Klaster UMKM terintegrasi 20 4.3.1 Klaster UMKM Dinamis yang Integratif ... 24
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar
Tahun 2012-2013 ... 1
Tabel 2. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2012-2013 ... 2
Tabel 3. Kontribusi UMKM di Jawa Timur Terhadap PDRB Tahun 2011 (Milyar) ... 3
Tabel 4. UMKM Jawa Timur Tembus Ekspor ... 13
Tabel 5. Locationt Quotient Perikanan Di Jawa Timur Periode 2010-2014 ... 16
Tabel 6. Location Quotient Tanaman Pangan Di Jawa Timur Periode 2010-2014 ... 16
Tabel 7. Location Quotient Tanaman Hortikultura Di Jawa Timur Periode 2010-2014... 17
Tabel 8. Location Quotient Peternakan Di Jawa Timur Periode 2010-2014 ... 17
Tabel 9. Locationt Quotient Industri Pengolahan Di Jawa Timur Periode 2010-2014... 18
Tabel 10. Location Quotient Perdagangan Besar dan Eceran Di Jawa Timur Periode 2010-2014 ... 19
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Poter’s Diamond Model ... 9
Gambar 2. Konsep Model Standar ISO 9001... 10
Gambar 3. Konsep Integrated Small Medium Enterprises... 15
Gambar 4. Klaster UMKM Bahan Baku di Jawa Timur ... 18
Gambar 5. Klaster UMKM Pengolahan/Produksi di Jawa Timur ... 19
Gambar 6. Klaster UMKM Perdagangan/Pemasaran di Jawa Timur ... 20
Gambar 7. Faktor-Faktor Penentu Daya Saing ... 21
Gambar 8. Skema Standar Quality management System Pada Klaster UMKM di Jawa Timur... 23
Gambar 9. Pola Klaster Dinamis yang Integratif ... 24
Gambar 10. Langkah Strategis Implementasi Integrated SME ... 25
vi
Integrated Small Medium Enterprises Cluster: Strategi Penguatan UMKM Terintegrasi Berbasis Keunggulan Komparatif Di Jawa Timur
Oleh:
Azhar Syahida1, Wimpi Gea Seprina Putri2, Ilham Juney Rahman3
Ilmu Ekonomi, Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya,
azharsyhd@gmail.com1, wimpigea@gmail.com2, rahmanjuney@gmail.com3 Jalan MT. Haryono No. 165 Malang 65145
Telp. 0341-555 000, Fax. 0341-553834
ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk membahas strategi pengembangan klaster UMKM berbasis keunggulan komparatif. UMKM di Jawa Timur merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Jawa Timur. Terbukti di tahun 2011 sumbangan PDRB sektor ini mencapai 53,4%. Sumbangan yang besar ini tentu harus ditingkatkan dan dipertahankan. Disatu sisi, UMKM Jawa Timur harus mengadapi perdangan bebas ASEAN, sehingga menjadi sebuah kebutuhan untuk menciptakan klaster UMKM antar kawasan yang dinamis dan terintegrasi. Oleh karena itu, penulisan ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan data sekuder dan diimplementasikan melalui tahap-tahap berikut: pertama, pemetaan klaster berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient. Dimana didapat nilai rata-rata LQ>1 sebagai klaster kawasan basis: Klaster UMKM Bahan Baku (perikanan: 39,4%, pangan: 57,8%, hortikultura:31,5%, Peternakan: 84%), Klaster UMKM Pengolahan: 23,6%, dan klater UMKM Perdagangan/Pemasaran: 81,5%; kedua, pengintegrasian klaster dengan pendekatan klaster Diamond’s Porter; ketiga, penguatan dan peningkatan mutu klaster dinamis dengan strategi Quality Management System yang menggunakan pendekatan “Requirement” dan “satisfaction” konsumen. Dengan demikian, dapat dikembangkan dan diwujudkan kekuatan kelembagaan yang mendukung terwujudnya value chain, knowledge spillover, literasi teknologi yang kemudian mendatangkan kemudahan inovasi UMKM serta menciptakan collective efficiency bagi UMKM di Jawa Timur.
Kata Kunci: Integrated Small Medium Enterprises, Klaster, Keunggulan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbincangan terkait pembangunan ekonomi nasional tidak bisa lepas dari
pondasi ekonomi yang digunakan. Mochammad Hatta dalam hal ini sering
menyatakan bahwa perekonomian Indonesia dibangun dari rakyat dengan semangat
gotong-royong. Semangat ini pula yang kemudian memunculkan geliat sektor
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang dewasa ini menjadi
basis ekonomi nasional. Terbukti dari data BPS dalam Binarto (2013) pada tahun
2012 UMKM mampu menyerap tenaga kerja baru sebanyak 2,32 juta orang atau
setara dengan 97,8% dari lapangan kerja baru yang diciptakan UMKM dan usaha
besar di tahun 2011. Penyerapan ini cukup signifikan mengingat sektor ini
didominasi sektor informal yang mudah untuk dimasuki oleh tenaga kerja.
Berbicara mengenai lapangan pekerjaan, sudah jelas disebutkan bahwa
perekonomian Indonesia didominasi oleh sektor usaha mikro yang memegang
kuantitas terbesar di Indonesia (lihat tabel 1). Dalam hal ini, Binarto (2013)
menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja yang cukup besar semakin
memperkuat inovasi-inovasi pengembangan usaha kecil. Selain itu, inovasi ini pula
yang secara implisit meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia tanpa
terpengaruh oleh problematika ekonomi dan moneter global mengingat UMKM
adalah salah satu local wisdom ekonomi Indonesia.
Tabel 1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar Tahun 2012-2013
Mengacu pada tabel 1, Usaha Besar yang dianggap memiliki potensi
perputaran ekonomi paling besar ternyata hanya mampu menyerap kuantitas tenaga
kerja yang sedikit. Jika dibandingkan dengan Usaha mikro, maka perbandingannya
bisa mencapai ±1:30. Usaha Besar bahkan juga kalah dengan usaha menengah yang
perkembangannya di Indonesia juga semakin pesat. Hal ini menunjukkan bahwa
peran UMKM di Indonesia sangat besar dan tentu harus mendapat preferensi
khusus dari pemerintah terkait.
Pada sisi lain, UMKM adalah satu-satunya sektor yang mampu bertahan
dalam krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan 2008 (krisis
financial global) yang menjadi salah satu mimpi buruk perjalan historis
perekonomian Indonesia. Ketika itu, seluruh sendi ekonomi Indonesia lumpuh total
sehingga tidak mampu berputar akibat krisis tersebut. Bahkan Usaha Besar yang
dianggap memiliki perputaran rantai ekonomi yang lebih tinggi pun juga tidak bisa
terhindar dari krisis ini. Ketahanan UMKM ini disebabkan karena dalam proses
produksinya tidak bergantung pada bahan baku impor melainkan menggunakan
bahan baku lokal yang tidak terdepresiasi dengan dollar sehingga dengan hal ini
UMKM mempunyai peranan strategis dalam struktur perekonomian nasional
(Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur, 2014).
Tabel 2. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2012-2013
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM, 2013 (diolah)
Mengacu pada tabel 2, kuantitas usaha mikro memang mendominasi, maka
tidak mengherankan jika penyerapan tenaga kerja terbesar juga berasal dari sektor
ini. Sumbangan besar sektor mikro ternyata tidak hanya di Indonesia saja, seperti
halnya di India misalnya, UKM menyumbang 32% dari total ekspor dan 40% dari
Sementara itu, jika berbicara mengenai UMKM Jawa Timur maka tak ubahnya
membicarakan peran UMKM pada level nasional. Hal ini dikarenakan kuantitasnya
yang juga mendominasi perekonomian Jawa Timur. Menurut Dinas Koperasi dan
UMKM Jawa Timur (2014) hingga 2013 dan sensus BPS pada tahun 2012
menunjukkan bahwa jumlah UMKM di Jawa Timur mencapai 6,8 juta. Jumlah
UMKM ini dapat menjadi potensi sekaligus ancaman bagi perekonomian Jawa
Timur. Dikatakan demikian karena berkembang atau tidaknya UMKM tersebut
akan berdampak pada perekonomian Jawa Timur dan kesejahteraan masyarakat
pada khususnya.
Tabel 3. Kontribusi UMKM di Jawa Timur Terhadap PDRB Tahun 2011 (Milyar)
Sumber: BPS Jawa Timur dalam Widyani (2013) *ADHB: Atas Dasar Harga Berlaku
**ADHK: Atas Dasar Harga Konstan
Kuantitas UMKM yang besar di Jawa Timur secara eksplisit memberikan
sumbangan ekonomi yang tinggi. Sumbangan kontribusi UMKM terhadap
perekonomian Jawa Timur terlihat dari tabel 3, bahwa UMKM Jawa Timur mampu
menyumbang lebih dari ½ PDRB Jawa Timur. Hal ini menjadi bukti bahwa UMKM
memiliki peran besar dalam pembentukan PDRB, sekaligus dalam pembentukan
PDRB Per Kapita Jawa Timur (Widyani, 2013).
Peran besar UMKM Jawa Timur terhadap perekonomian Jawa Timur tentu
menjadi fakta yang menguntungkan. Namun demikian, sebagaimana disampaikan
sebelumnya bahwa kuantitas yang cukup besar bisa menjadi ancaman bagi
problematika serius terhadap ekonomi Jawa Timur. Setidaknya ada dua
problematika besar, yaitu: (1) belum ada integrasi antar kawasan, padahal hal ini
sangat dibutuhkan di era Asean Economic Community (AEC); (2) UMKM kesulitan
dalam memenuhi rantai produksi (terkait bahan baku) hingga pemasaran.
Pertama, UMKM Jawa Timur belum memiliki integrasi antar-kawasan.
Tebukti bahwa di Jawa Timur saat ini belum ada regulasi terkait UMKM
terintegrasi dan progresif. Tyas dan Safitri (2015) menyebutkan bahwa pada era
MEA ini seluruh sektor perekenomian akan terintegrasi se-Asia Tenggara. Konsep
perekonomian ini tentu harus didukung dengan konsep UMKM klaster yang
terintegrasi secara dinamis dan progresif, karna jika tidak akan menjadi ancaman
yang serius dalam ekonomi Jawa Timur. Integrasi klaster UMKM ini sangat
dibutuhkan guna mewujudkan mekanisme networking sehingga mendukung
kapabilitas inovasi dan skala usaha UMKM Jawa Timur (Hoetoro, 2013).
Hoetoro (2013) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa UMKM di Jawa
Timur belum ada regulasi klaster dinamis. Padahal menurutnya klaster dinamis dan
integratif ini akan menciptakan “collective efficiency” yang kemudian bisa
mengurangi disparitas antar kawasan. Akan tetapi, hal ini belum ditemukan dalam
regulasi UMKM Jawa Timur yang kemudian berakibat pada kesulitan dalam rantai
produksi hingga pemasaran (problematika kedua).
BPS mengidentifikasikan bahwa kesulitan bahan baku adalah salah satu
permasalahan krusial dari UMKM (Hadiyati, 2010). Sebagaimana kita ketahui
bahwa bahan baku yang digunakan untuk proses produksi akan sangat
mempengaruhi kualitas yang dihasilkan oleh para pelaku usaha. Dengan
ketimpangan bahan baku ini menyebabkan perbedaan produktivitas antar kawasan.
Sebagai contoh, UMKM yang membutuhkan bahan hasil pertanian di Kota
Surabaya sangat kesulitan untuk mendapatkannya, jika mendapatkan pun pasti
dengan harga yang mahal, hal ini berbeda dengan UMKM di Kabupaten Lamongan
yang dengan mudah mendapatkan kebutuhan bahan baku dari sektor pertanian.
Perbedaan ini akan menyebabkan perbedaan kualitas dan harga komoditas
yang dihasilkan oleh UMKM antar kawasan. Contoh lain adalah yang dialami oleh
para pelaku usaha Tempe dan Tahu di Jember. UKM tempe dan tahu di Jember ini
dikarenakan pelonjakan harga. Hal ini juga dirasakan oleh industri susu (Tempo,
24/07/2012).
Pada sisi lain, aspek pemasaran juga menjadi problematika bagi UMKM Jawa
Timur. Sebagaimana Hadiyati (2010) juga menyatakan bahwa pemasaran adalah
salah satu aspek yang menjadi pemasalahan utama UMKM. Padahal jika melihat
iklim ekonomi saat ini, diperlukan konsep serta model rantai produksi hingga
pemasaran yang tepat guna mendukung perkembangan UMKM di Jawa Timur.
Ishak dalam Sudaryanto et al (2014), miskinnya informasi UMKM dalam aspek
pemasaran menyebabkan UMKM tidak dapat mengarahkan pengembangan
usahanya secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya pun mengalami
stagnasi. Dengan demikian, secara eksplisit hal ini menyebabkan rendahnya posisi
tawar dari UMKM di Jawa Timur.
Dinamika UMKM Jawa Timur yang memiliki potensi dalam sumbangan
perekonomian sekaligus juga menjadi ancaman perekonomian Jawa Timur harus
segera untuk dilakukan tindakan nyata dari pihak terkait. Didasarkan permasalahan
diatas, maka diperlukan sebuah konsep terkait UMKM terintegrasi sehingga
mampu menciptakan klaster dinamis yang progresif bagi UMKM Jawa Timur. Oleh
karena itu penulisan ini berusaha memberikan gagasan terkait strategi penguatan
UMKM terintegrasi berbasis keunggulan komparatif masing-masing kawasan di
Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Belum adanya klaster UMKM yang dinamis dan progresif menjadi
problematika utama bagi UMKM Jawa Timur, sehingga dibutuhkan sebuah konsep
terkait regulasi UMKM Jawa Timur agar bisa mendukung perekonomian Jawa
Timur. Oleh karena itu, penulisan ini berfokus untuk membahas rumusan masalah
yang tertuang dalam pernyataan berikut:
1. Bagaimana Integrated Small Medium Enterprises Cluster: strategi penguatan
UMKM terintegrasi berbasis keunggulan komparatif mampu menjadi solusi atas
permasalahan UMKM di Jawa Timur sekaligus menciptakan klaster UMKM
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan ini berfokus
untuk mengetahui pernyataan berikut:
1. Mengetahui cara dan konsep Integrated Small Medium Enterprises Cluster:
strategi penguatan UMKM terintegrasi berbasis keunggulan komparatif dalam
menciptakan solusi atas permasalahan UMKM di Jawa Timur sekaligus
menciptakan klaster UMKM yang dinamis dan progresif.
1.4 Manfaat
Ekspektasi dari penulisan ini adalah timbulnya kebermanfaatan yang tertuang
dalam dua aspek penting, yaitu:
1. Aspek Akademis
Penulisan ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber informasi bagi
para akademisi yang sedang melakukan penelitian atau pengembangan konsep
terkait klaster UMKM terintegrasi, khususnya kawasan Jawa Timur.
2. Aspek Praktis
Pada tataran praktis, penulisan ini diharapkan bisa menjadi salah satu rujukan
serta bahan pertimbangan oleh regulator, dalam hal ini pemerintah Jawa Timur,
agar dalam prosesnya bisa sesuai dengan harapan masyarakat dan memberikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 UMKM Dalam Perekonomian Indonesia
Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berdasarkan UU No. 28 Tahun
2008 secara umum merupakan usaha yang dimiliki secara perorangan maupun
bebentuk badan usaha bersifat produktif dengan memiliki ketentuan masing-masing
sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Digolongkan sebagai
Usaha mikro memiliki kriteria total aset bersih tidak lebih dari 50 juta rupiah dan
tidak termasuk aset tetap, serta berpendapatan tidak lebih dari 300 juta rupiah per
tahun. Sedangkan, usaha kecil memiliki kriteria total aset antara 50 juta sampai
dengan 500 juta rupiah dan tidak termasuk aset tetap, serta berpendapatan berkisar
antara 300 juta rupiah sampai dengan 2,5 miliyar rupiah per tahun. Sementara itu,
usaha menenengah memiliki kriteria total aset bersih antara 500 juta rupiah sampai
dengan 10 miliyar rupiah dan tidak termasuk aset tetap, serta berpendapatan antara
2,5 miliyar rupiah sampai dengan 50 miliyar rupiah per tahun.
Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa eksistensi umkm di
Indonesia tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan. Tahun 2012 UMKM di
Indonesia berjumlah 56.534.592 unit, sedangkan tahun 2013 berjumlah 57.895.711
unit. Sementara itu, kontribusi terhadap PDRB harga berlaku tahun 2012 dan 2013
masing-masing sebesar 4.869.568,1 miliyar rupiah dan 5.440.007,9 miliyar rupiah. Rifa’i (2013) mengatakan bahwa keberadaan umkm di Indonesia penting sekali untuk ditingkatkan karena berkontribusi pada penurunan jumlah pengangguran. Hal
ini dibuktikan dengan data Kementerian Koperasi dan UKM yakni peningkatan
jumlah tenaga kerja pada sektor ini dari tahun 2012 sampai 2013 sebesar
107.657.509 orang menjadi 114.144.082 orang.
2.1.1 Lembaga Trading House Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur (2014), Trading House adalah
lembaga yang berfungsi melakukan mediasi pengembangan Produk, kemasan dan
Pemasaran berbagai produk UMKM di Jawa Timur. Institusi ini adalah institusi
resmi yang didirikan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur untuk
dan UMKM anggotanya yang secara sistemik menjembatani para produsen dengan
akses pasar yang lebih luas.
2.1.1.1 Tujuannya Trading House secara spesifik adalah:
(1) Memediasi antara produsen dengan calon buyer potensial, khususnya buyer
non ritel; (2) Memfasilitasi pengembangan jaringan usaha dengan pasar dalam
negeri maupun pasar ekspor; (3) Memberikan konsultasi dan bimbingan teknis
sesuai kebutuhan kepada podusen dan atau trader dari kalangan KUMKM anggota
trading house, serta menyampaikan informasi tentang dinamika dan trend pasar,
kualitas produk serta kemasan dalam rangka mendapatkan pasar non ritel
khususnya maupun secara ritel; (4) Memfasilitasi kebutuhan KUMKM anggota
trading house dalam rangka mengakses teknologi produksi, distribusi dan
pemasaran serta menjembatani berhubungan dengan sumber pendanaan.
2.1.1.2 Jasa layanan Trading House
Tim Pengelola Trading House juga memberikan Jasa layanan yang
pelaksaannya secara bertahab sesuai sumber daya yang tersedia antara lain : (1)
Penelitian pasar; (2) Identifikasi calon pembeli; (3) Negosiasi penjualan; (4)
Jaringan pemasaran; (4) Teknologi dan pengemasan; (5) Penyediaan bahan baku;
(7) Informasi pasar luar negeri; (6 )Pembinaan dan pengembangan; (8) Akses
permodalan
2.2 Diamond Porter : Model Klaster Sebagai Pengukuran Daya Saing
Widyatustik et al (2010), Mendefinisikan klaster (Diamons Klaster) sebagai
suatu wilayah konsetrasi industri atau instusi lain yang saling berhubungan terhadap
sektor tertentu. Artinya, industri atau institusi lain dari hulu hingga hilir terhubung
satu sama lain baik industri besar maupun industri kecil. Tahun 1990, M. Porter
mengembangkan sebuah teori mengenai kemampuan daya saing suatu negara baik
secara nasional maupun regional yang diilustrasikan seperti sebuah berlian
(Viederyte, 2014). Widyatustik et al (2010) menyebutkan teori ini dibangun atas
beberapa variabel determinan atau penentu dimana antara satu dengan yang lainnya
saling berhubungan yakni kondisi faktor/input, kondisi permmintaan, industri
Gambar. 1 Poter’s Diamond model
Sumber : Porter (1990) dalam Viederyte (2014)
Viederyte (2014), kondisi faktor disini meliputi keadaan infrastruktur,
kapasitas tenaga kerja, dan lembaga riset/pendididikan. Kondisi permintaan akan
mempengaruhi bagaimana industri dalam klaster untuk lebih berinovasi dengan
diikuti identifikasi pemahaman konsumen terhadap perusahaan agar supaya
menjaga kepercayaan konsumen. Kondisi organisasi, strategi perusahaan mengarah
pada persaingan jika terdapat perusahaan yang sama pada satu klaster. Namun, hal
ini akan membuat perusahaan lebih menciptakan terobosan-terobosan baru agar
berbeda dengan pesaingnnya. Sehingga, intensitas persaingan dalam pasar akan
lebih dinamis. Sementara itu, dukungan dan keterkitan industri akan menciptakan
kemudahan dalam pertukaran pengetahuan dan teknologi, sehingga akan tercipta
layanan dan produk baru (Zhang et al, 2006) dalam (Viederyte, 2014). Dalam
penggunaan model ini tetap memperhitungkan beberapa pertimbangan, salah
satunya adalah peran pemerintah dianggap tidak terlalu besar (Wiyadi, 2009).
2.3 Quality Management System : Strategi Peningkatan Mutu UMKM
Rezaei et al (2011), Quality Management System (QMS) memiliki kaitan
erat dengan persaingan di dalam suatu pasar. Sementara itu, (Priede, 2012)
merupakan salah satu alat atau model yang digunakan perusahan dalam rangka
peningkatan kemampuan daya saing. Pengertian lain QMS adalah suatu proses yang
dilakukan perusahaan untuk meningktkan daya saingnya dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan melalui evalusi/perbaikan secara berkelanjutan meliputi
produk, pelanggan, jasa, serta proeses dan lingkungannya (Nasution, 2003:15) Government Organitation, Strategy,
Structure and rivalry
Factor Condition Demand Condition
dalam mintje, (2013). QMS juga berhubungan dengan sertifikasi kelayakan
operasional ISO 9001. Sebagaimana Priede (2012) mengatakan “quality
management and ISO 9001 is still important object of research”.
Department Of Trade and Industry Of UK menguraikan bahwa pada ISO 9001
mengklasifikasikan ketentuan-ketentuan QMS yang digunakan perusahaan. Hal ini
tergambar pada (gambar. 2)
Gambar. 2 Konsep Model Standar ISO 9001
Sumber : Departement Of Trade and Industry, UK
Dalam model ini meliputi :
1. Quality Management System: Ketentuan Umum dan Dokumentasi
Ketentuan
2. Management Responsbility: Komitmen Jajaran Manajerial, Terkonsentrasi
Pada Pelanggan, Kualitas Kebijakan, Perencanaan, Bertanggung Jwawb,
Berwewenang, dan Berkomunikasi, Meninjau Jajaran Manajerial
3. Resource Management: Ketersediaan Sumber Daya, Sumberdaya Manusia,
Infrastruktur, Lingkungan Kerja
4. Product Realisation: Perencanaan Perwujudan Produk, Proses Hubungan
dengan Pelanggan, Desain dan Pengembangan, Pembelian, Produksi dan
Pengoperasian Layanan, Pengendalian Penilaian dan Pengawasan
5. Penilaian, Analisis, dan Peningkatan, Aspek Umum, Perencanaan,
Pengawasan dan Penilaian, Pengendalian Bukan Penyesuaian Produk,
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penulisan dan Pendekatan Penulisan
Penulisan karya tulis ini melakukan studi kasus yang mendalam di Provinsi
Jawa Timur, yakni dengan menggunakan penulisan deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti
dari subyek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain
(Indiarto, 1999). Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah
kuantitatif.
3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder. Data
sekunder yaitu sumber data penulisan yang diperoleh secara tidak langsung melalui
media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain. Data sekunder umumnya
berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan (Indiarto,
1999).
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Studi pustaka
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian;
2. Dokumenter,
studi dokumentasi dilakukan dengan jalan membaca laporan-laporan penulisan
sebelumnya serta artikel yang diakses dari internet, buku maupun jurnal yang
sesuai dengan permasalahan. Pada metode ini penulis hanya memindahkan data
yang relevan dari suatu sumber atau dokumen yang diperlukan;
3. Diskusi,
yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan pembicaraan dan pertukaran
pikiran dengan orang-orang yang berkompeten dengan obyek yang sedang
diteliti guna memecahkan masalah tertentu; dan
4. Intuitif-Subjektif
merupakan perlibatan pendapat penulis atas masalah yang sedang dibahas.
3.3 Teknik Analisis Data
Menurut Tarigan, (2005:82) Location Quotient merupakan suatu perbandingan
tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya
peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Definisi lain dari LQ adalah sebuah
analisis pendekatan ekonomi sebagai langkah awal mengetahui peranan suatu
sektor yang memicu pertumbuhan ekonomi dengan segala kelebihan dan
kekurangannya (Hendayana, 2004). Secara umum penggunaan variabel dalam LQ
terdapat dua variabel, yakni tingkat pendapatan atau nilai tambah dan kuantitas
lapangan kerja. Dalam (Tarigan, 2005:82) variabel tingkat pendapatan dapat
dibentuk suatu formula, sebagai berikut : 𝑥𝑖 𝑃𝐷𝑅𝐵
𝑋𝑖 𝑃𝑁𝐵 ⁄
Keterangan : xi = Nilai tanbah sektor i di suatu daerah
PDRB = Produk domestik regional bruto daerah tersebut
Xi = Nilai tambah sektor i secara nasional
PNB = Produk nasional bruto atau GNP
Penyebutan ruang lingkup nasional dapat diartikan sebagai daerah
induk/atasan. Apabila objek kajian membandingkan kabupaten dengan provinsi,
maka wilayah provinsi sebagai daerah induk/atasan. Sementara itu, apabila hasil
LQ > 1 peranan sektor kajian (x) lebih besar daripada sektor lain secara nasional.
Begitu pula sebaliknya, jika LQ < 1 peranan sektor tersebut lebih kecil dari sektor
lain secara nasional (Tarigan, 2005:82). Metode ini memiliki perhitungan yang
sederhana dan tidak rumit sesuai bagi penulis untuk menganalisa bagaimana
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Jawa Timur
Perbincangan mengenai potensi UMKM selalu menyisahkan beberapa
persoalan positif dan negatif. Pada perspektif positif, UMKM di Jawa Timur
mencapai 4,2 juta unit, yang mana terdiri dari 85,09% usaha mikro; 14,19% usaha
kecil; 0,57% usaha menegah dan hanya 0,15% berupa usaha besar (Wahyudiono,
2012). Jumlah UMKM yang besar ini mampu menyumbang, PDRB Jawa Timur
mencapai 53,4% atau setara dengan Rp 415,7 triliyun (BPS, dalam Widyani, 2013),
sehingga tidak mengherankan jika sejauh ini UMKM selalu memiliki peran
strategis bagi perekonomian Jawa Timur.
Tabel 4. UMKM Jawa Timur Tembus Ekspor
Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur dalam Widyani (2013)
Mengacu pada tabel 4, UMKM di Jawa Timur sudah mampu menembus pasar
luar negeri (ekspor). Dalam Artian, secara implisit sektor UMKM di Jawa Timur
sudah mampu dan mapan (mandiri) secara produksi, distribusi hingga akses pasar.
secara makro dapat terlihat bahwa sektor ini memiliki potensi dan peran penting
terhadap perekonomian Jawa Timur. Sementara itu, dari perspektif negatif, potensi
besar sektor ini harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Dinas
Koperasi dan UMKM Jawa Timur serta dinas terkait agar potensi UMKM yang ada
saat ini mampu dikembangkan dan dimaksimalkan dengan baik, sehingga Provinsi
Jawa Timur memiliki karakteristik perekonomian yang unggul.
Pengembangan potensi UMKM di Jawa Timur harus melalui analisis
kebutuhan. Karena, UMKM adalah sektor yang memiliki karakteristik unik. Hal ini
senada dengan ungkapan Wahyudiono (2012) yang menyebutkan bahwa sektor
UMKM lebih banyak dikerjakan dalam lingkup sektor informal. Sektor informal
tentu mempermudah dalam proses penyerapan tenaga kerja, sehigga pada satu sisi
UMKM memiliki ruang gerak yang lebih dinamis dan efisien. Hal ini tentu
memudahkan pengembangan UMKM kearah industrialisasi yang ekspektasinya
mampu mempercepat perputaran ekonomi Jawa Timur.
Strategi dan konsep yang dibutuhkan oleh sektor ini adalah manajemen yang
integratif. Manajemen yang integratif dirasa sangat mampu mengembangkan
UMKM diseluruh kawasan di Jawa Timur. Karena di era ekonomi bebas ini
diperlukan integrasi antar kawasan untuk mengurasi disparitas kawasan. Dalam hal
ini Bank Indonesia (2008) menyebutkan bahwa klaster UMKM adalah salah satu
solusi alternatifnya:
“Pendekatan klaster juga mampu menstimulasi inovasi melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar pelaku dalam hubungan hulu-hilir serta mendorong peningkatan keterkaitan sosial dan peningkatan keahlian masing-masing anggota klaster.” (BI, 2008)
Perlunya pengembangan klaster UMKM yang integratif menjadi faktor yang
harus disegerakan. Selain itu, diperlukan adanya pengembangan UMKM basis atau
pengembangan UMKM berdasarkan keunggulan komparatif suatu kawasan. Hal ini
dilakukan guna mendapatkan efisiensi tertinggi dari UMKM yang ada di Jawa
Timur. Melalui pendekatan Location Quotient (LQ) bisa diketahui dengan baik
potensi basis setiap kawasan yang ada di Jawa Timur. Oleh karena itu, strategi yang
dilakukan dalam konsep Integrated Small Medium Enterprises (SME) adalah
potensi antar kawasan, sehingga tercipta spesialisasi yang terintegrasi yang
kemudian mampu menciptakan efisiensi kolektif (gambar 3).
Gambar 3. Konsep Integrated Small Medium Enterprises (SME)
Sumber: Ilustrasi Penulis
Konsep Integrated SME ini menggunakan basis keunggulan komparatif (basis)
setiap kawasan yang ada di Jawa Timur. Ekspektasinya akan menciptakan
spesialisasi setiap kawasan dan menimbulkan efisiensi usaha. Mengacu pada
Gambar 3, ditunjukkan bahwa setiap kawasan (kabupaten/kota) mengembangkan
UMKMnya yang kemudian berintegrasi dengan kawasan lain melalui layanan
Trading House. Mekanismenya, Trading House ini berperan aktif dalam
pengintegrasian antar Kawasan. Integrasi ini tentu akan menghasilkan “collective
eficiency” antar UMKM di seluruh Jawa Timur.
4.2 Pemetaan UMKM Basis Antar Kawasan di Jawa Timur
Tambunan dalam Sudaryanto et al (2014), tingkat daya saing perdagangan
suatu kawasan dengan kawasan yang lain sangat ditentukan dari dua faktor, yaitu
faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan
kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, Tambunan menjelaskan bahwa
faktor keunggulan komparatif lebih bersifat alamiah. Sifat alamiah ini menjadi
sebuah keniscayaan bahwa setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sudah
pasti memilikinya, sehingga hal ini bisa menjadi salah satu strategi analisis untuk
Analisis perspektif Location Quotient adalah salah satu pendekatan yang
digunakan untuk mengetahui potensi sektor basis setiap Kawasan di Jawa Timur.
Dalam perhitungan ini, dilakukan perhitungan dengan tiga basis utama klaster,
yaitu pada tahap input suplai, tahap produksi/pengolahan dan tahap
pemasaran/perdagangan. Hal ini dilakukan sesuai dengan pendekatan klaster
Diamont Porter, yang mana terdiri dari klaster inti, pendukung dan terkait.
Tabel 5. Location Quotient Perikanan di Jawa Timur Periode 2010-2014 No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ
1 Kab. Pacitan 1,62 9 Kab. Bangkalan 1,85
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah)
Tabel 6. Location Quotient Tanaman Pangan di Jawa Timur Periode 2010-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah)
Hasil perhitungan LQ diatas (Tabel 5) menunjukkan bahwa 39,4%
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki sektor basis sub sektor perikanan.
Sementara itu pada tabel 6 terdapat 22 kabupaten/kota di Jawa Timur bisa menjadi
basis tanaman pangan (padi dan palawija). Nilai location quotient tanaman pangan No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ
mencapai 57,8%. Pemilihan kawasan basis dilihat dari nilai LQ > 1 yang artinya
adalah basis. Selain itu, perspektif rantai nilai (value chain) menunjukkan bahwa
kawasan ini sudah memenuhi syarat, karena dari hulu hingga hilir sudah mampu
secara baik.
Tabel 7. Location Quotient Tanaman Hortikultura di Jawa Timur Periode 2010-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah)
Tabel 8. Location Quotient Peternakan di Jawa Timur Periode 2010-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah)
Tabel 7, menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki nilai LQ pada sub sektor
hortikultura mencapai 31,5%, sedangkan pada tabel 8 menunjukkan nilai LQ
sebesar 84% pada sub sektor peternakan. Sebagaimana kawasan-kawasan basis
sebelumnya, bahwa kawasan ini juga sudah memenuhi value chain, sehingga sangat
tepat digunakan sebagai sektor basis UMKM klaster bahan baku.
No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ 1 Kab. Ponorogo 1,52 7 Kab. Magetan 1,52
Gambar 4. Klaster UMKM Bahan Baku di Jawa Timur
Sumber: Olahan Penulis
Mengacu pada gambar 4, ditunjukkan bahwa yang menjadi pusat pusat dari
bahan baku pertanian secara umum adalah kawasan kawasan tersebut. Hal ini
didasarkan pada hasil perhitungan location quotient. Adapun demikian, kawasan
ini dikembangkan sebagai UMKM yang berfokus pada produksi bahan baku,
khususnya dari sektor pertanian, peternakan dan perikanan.
Tabel 9. Location Quotient Industri Pengolahan di Jawa Timur Periode 2010-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah)
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa klaster UMKM ini terbagi
menjadi tiga tahap, maka pada tahap industri pengolahan adalah klaster kawasan
basis pengolahan dari UMKM produksi bahan baku. Didasarkan tabel 9 diatas,
diketahui bahwa nilai LQ Jawa Timur untuk sektor ini mencapai 23,6% atau
berjumlah 9 kabupaten/kota. 9 kawasan ini akan menjadi pusat klater untuk
memperkuat value chain UMKM di Jawa Timur. Sementara itu, yang akan menjadi
perantara antara klaster UMKM Bahan Baku dengan UMKM Pengolahan adalah No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ
1 Kab. Blitar 2,98 6 Kab. Tuban 1,10
salah satu layanan Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur yaitu Trading
House.
Gambar 5. Klaster UMKM Pengolahan/Produksi di Jawa Timur
Sumber: Olahan Penulis
Gambar 5, ditunjukkan lokasi kawasan yang menjadi basis dari klaster UMKM
Pengolahan. Sebagaimana pada klaster sebelumnya, pemilihan kawasan ini
didasarkan pada hasil perhitungan LQ dan yang memiliki nilai LQ>1. Adapun
demikian, pada tahap pemasaran, klaster UMKM pengolahan ini akan berintegrasi
kembali pada klaster UMKM pemasaran/perdagangan berikut ini:
Tabel 10. Location Quotient Perdagangan Besar dan Eceran di Jawa Timur Periode 2010-2014
No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ 1 Kab. Pacitan 1,28 18 Kab. Magetan 1,25 2 Kab. Ponorogo 1,24 19 Kab. Ngawi 1,25 4 Kab. Tulungagung 1,02 20 Kab. Lamongan 1,00 5 Kab. Blitar 1,07 21 Kab. Bangkalan 1,05 6 Kab. Kediri 1,00 22 Kab. Sampang 1,22 7 Kab. Malang 1,05 23 Kab. Pamekasan 1,12 8 Kab. Lumajang 1,06 24 Kab. Sumenep 1,09 9 Kab. Jember 1,06 25 Kota Blitar 1,20 10 Kab. Banyuwangi 1,10 26 Kota Probolinggo 1,11 11 Kab. Bondowoso 1,05 27 Kota Pasuruan 1,13 12 Kab. Situbondo 1,04 28 Kota Mojokerto 1,00 13 Kab. Probolinggo 1,10 29 Kota Batu 1,14 16 Kab. Mojokerto 1,07 30 Kab. Nganjuk 1,27 17 Kab. Jombang 1,00 31 Kab. Madiun 1,25 Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (Diolah)
Tabel 10 menunjukkan bahwa hampir semua kawasan di Jawa Timur
Terbukti dari tabel 10 didapatkan bahwa nilai LQ pada sektor ini mencapai 81,5%.
Artinya, hampir keseluruhan kabupaten/kota memiliki demand konsumen yang
cukup tinggi, selain pada fasilitas dan sarana prasarana pemasaran/perdagangan
yang memadai.
Gambar 6. Klaster UMKM Perdagangan/Pemasaran di Jawa Timur
Sumber: Olahan Penulis
Gambar 6, dapat dilihat lokasi-lokasi basis perdagangan besar dan perdagangan
eceran. Mungkin jika berbicara perdagangan eceran secara alamiah setiap kawasan
memilikinya. Akan tetapi, kawasan ini merupakan klaster prioritas yang akan
menjadi pioner dalam pengembangan yang lebih maju kearah akses pasar dan
informasi pemasaran yang akuntabel.
4.3 Keunggulan Komparatif: Strategi Penciptaan Klaster UMKM terintegrasi Analisis menggunakan pendekatan location quotient adalah untuk mengetahui
keunggulan komparatif suatu kawasan. Hal ini senada dengan Hendayana (2004)
yang menyatakan bahwa teknik LQ mengarah pada identifikasi spesialisasi
kegiatan ekonomi atau konsentrasi ekonomi untuk mendapatkan leading sector
suatu kegiatan ekonomi (industri). Kawasan basis yang kemudian dijadikan sebagai
klaster pioner bagi kawasan lain yang memiliki potensi sama akan mampu
mendorong produktivitas. Dikarenakan pada skema klaster tidak hanya dibangun
dari hadirnya industri, tetapi industri harus saling terkait berdasarkan value chain,
sehingga dapat digambarkan bahwa klaster adalah sebuah organ sistem saling
terkait (Lestari, 2010).
Para pelaku (stakeholder) dalam suatu klaster biasanya dikelompokkan kepada
industri inti, industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan konsumen
antar kawasan yang ada di Jawa Timur, dalam hal ini berdasarkan hasil LQ.
Sementara itu, untuk menciptakan UMKM yang berdaya saing, maka dibutuhkan
analisis yang dilihat dari empat perpektif, yaitu: faktor input, industri pendukung,
kondisi permintaan dan kondisi persaingan (Widyastutik, 2010). Keempat faktor ini
saling terkait dan sangat mempengaruhi kinerja UMKM klaster.
Gambar 7. Faktor-Faktor Penentu Daya Saing
Sumber: Porter dalam Lestari, 2010
Selain empat faktor tersebut, Porter juga menyebutkan pentingnya faktor
keterlibatan pemerintah, dalam hal ini lembaga Trading House yang merupakan
lembaga resmi dari Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur yang berperan aktif
untuk menghubungkan antara klaster bahan baku, pengolahan hingga perdagangan.
Disisi lain, Porter juga menyatakan terkait peluang pentingnya menciptakan sumber
daya yang berkualitas tinggi (Lestari, 2010). Jika ditelisik lebih jauh maka hal ini
didukung oleh skema klaster UMKM yang berbasis pada unggulan lokal
(keunggulan komparatif). Sebagaimana juga teori klasik (Adam Smith)
menyebutkan spesialisasi akan meningkatkan output produksi (Deliarnov, 2014).
Adapun Analisis keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor Input: pemetaan yang dilakukan berdasarkan perhitungan LQ
sebelumnya tentu akan meningkatkan efisiensi dari UMKM di Jawa Timur
untuk mengembangkan kegiatan ekonominya. Informasi pemetaan ini bisa
dijadikan bahan acuan masing-masing kabupaten/kota untuk menciptakan
memperhitungkan kemampuan alam suatu kawasan untuk menyumbang
perekonomian kawasan tersebut, sehingga pemetaan UMKM menjadi tiga sub
terminal tersebut mampu menciptakan efisiensi produksi dan meningkatkan
produktivitas. Begitupun dengan SDM yang juga akan menciptakan
spesialisasi kerjanya sendiri.
2. Industri Pendukung: pada analisis ini, skema linkage dengan lembaga
Pemerintah sebagai penghubung antar klaster (Trading House) akan
memberikan layanan dan jasa konsultasi. Layaknya Business Development
service (BDS), lembaga Trading House ini juga memberikan layanan pada
peningkatan value added produk UMKM di Jawa Timur, sehingga UMKM
klaster berdasarkan basis tadi secara umum mampu mengalami peningkatan
baik secara ekonomi ataupun posisi tawar.
3. Kondisi Permintaan dan Peluang Permintaan: pemetaan klaster yang sudah
dilakukan memberikan jawaban atas kondisi demand yang ada di masyarakat.
Industri pengolahan tidak akan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku
produksi. Karena sudah gamblang dijelaskan diatas. Begitupun dengan industri
perdagangan yang mendapatkan pasokan dari klaster pengolahan. Sebaliknya
pun demikian, klaster bahan baku mendapatkan konsumen yang stabil karena
klaster sudah berpoduksi sesuai dengan basis masing-masing kawasan.
4. Kondisi Persaingan: perpektif yang digunakan jika menganalisis kondisi
persaingan adalah “integrasi”. Sebagaimana konsep awal dari integrated SME,
bahwa UMKM yang terintegrasi akan meningkatkan daya saing dan menciptakan “collective efficiency” (Hoetoro, 2013). Maka sebuah keniscayaan bahwa UMKM di Jawa Timur mampu menciptakan jaringan yang
kuat baik antar sektor maupun antar kawasan diseluruh Jawa Timur.
Analisis melalui empat faktor oleh Porter diatas akan mampu memberikan gambaran kedepan terkait “future expectation” dari konsep Integrated SME ini. Seiring berjalannya waktu, klaster pemetaan yang sudah dipetakan sebelumnya
akan tumbuh dan berkembang dan akan terjadi peningkatan spesialisasi dan
kerjasama dalam klaster. Anggota klaster akan mulai mengorganisir diri untuk
jasa-jasa tertentu seperti pembelian bersama, branding, periklanan, distribusi atau
kemudian sangat membutuhkan adanya manajemen untuk menjaga dan
meningkatkan mutu (quality) masing-masing klaster UMKM. Maka dari itu,
perlunya penerapan Quality Management System (QMS) :
Gambar 8. Skema Standar Quality Management System Pada Klaster UMKM di Jawa Timur
Sumber: Olahan Penulis
Konsep pengembangan mutu klaster UMKM dilakukan guna menjaga
eksistensi UMKM dalam perekonomia Jawa Timur. Sebagaimana kita ketahui
bahwa UMKM merupakan representasi dari perekonomian Jawa Timur, sehingga
perlu untuk dioptimalkan dan dikelola dengan baik. Persaingan ekonomi di era
MEA ini menuntut segala bentuk usaha berada dalam performa terbaik. Artinya,
iklim dalam pasar persaingan modern saat ini sangat ketat dan tinggi. Skema
gambar diatas berusaha menjawab permasalahan ini.
Untuk menjaga daya saing dan mutu UMKM, dibutuhkan “requirements” konsumen. Analisis ini untuk menjaga kestabilan pemasaran dari produk UMKM Jawa Timur, selanjutnya adalah “Product Realisation”. Pada aspek ini, UMKM klaster memproduksi sesuai dengan analisis kebutuhan konsumen, sedangkan pada ranah “improvement”, adalah tahap pengembangan yang kemungkinan terbesar pasti berada pada UMKM Klster Pengolahan/produksi. Selain itu, pada ranah ini tentu juga dilihat “satisfaction” dari konsumen, agar ketika produk tersebut dikembangkan sesuai dengan permintaan konsumen. Dan pada ranah terakhir
kebutuhan dari pasar. Dengan demikian, melalui skema QMS ini diharapkan klaster
UMKM yang sudah terintegrasi dengan baik akan mampu mengembangkan mutu
dan mewujudkan collective efficiency antar kawasan di Jawa Timur.
Klaster UMKM Dinamis yang Integratif
Perbaikan manajemen kelembagaan UMKM yang integratif adalah
keniscayaan yang menjadi prioritas utama, sehingga pada tahap ini UMKM yang
sudah membentuk klaster akan saling berintegrasi guna mencapai collective
efficiency serta menciptakan manajemen integratif di Provinsi Jawa Timur. Strategi
ini dinilai sangat strategis mengingat pada tahap tertentu klaster akan bersifat
integratif, meningkatkan daya saing, efisiensi biaya dan pada akhirnya akan
berdampak pada pengembangan ekonomi wilayah (Bappenas, 2006; Departemen
Perindustrian, 2005; BBPT, 2003; JICA, 2004 dalam BI, 2008). Pengembangan
klaster yang sama tentu akan meningkatkan knowledge spillover yang kemudian
mempermudah literasi teknologi.
Gambar 9. Pola Klaster Dinamis yang Integratif
Mengacu pada gambar diatas, dicontohkan bahwa Klaster UMKM bahan
baku adalah Kab. Lamongan (Pangan), Kota Surabaya (Perikanan), Kota Blitar
(Peternakan), dan Kota Batu (Hortikultura). Keempat kawasan ini saling
berintegrasi dengan ditunjukkan oleh garis putus-putus berwarna merah. Kemudian
klaster Pengolahan di contohkan oleh Kab. Pasuruan dan klaster perdagangan
dicontohkan Kabupaten Magetan. Dari klaster bahan baku kemudian bermitra
dengan klaster pengolahan dan yang terakhir adalah pada tahap perdagangan
Dengan demikian, spesialisasi setiap kawasan dengan basis keunggulan komparatif
ini akan mengurangi opportunity cost dari UMKM di Jawa Timur sehingga
menciptakan efisiensi usaha tertinggi. Namun demikian, untuk
mengimplementasikan strategi ini dibutuhkan sinergitas stakeholder serta
langkah-langkah implementasi. Adapun berikut adalah langkah-langkah strategis Implementasi
Integrated SME:
Gambar 10. Langkah Strategis Implementasi Integrated SME
Sumber: PKKP, 2012
Sesuai dengan penjelasan PKKP (2012) bahwa pada tahap awal untuk
mengembangkan sebuah klaster adalah dengan inisiasi. Pada tahap ini perlu adanya
concern dan kepeloporan untuk menciptakan prakarsa klaster UMKM Jawa Timur
ini. Selain itu, PKKP juga menyebutkan pentinganya eksplorasi/analisis, pemetaan
dan diagnosis dari perekonomian guna mendukung pengklasteran. Tahap kedua,
penyusunan kerangka ini berkaitan dengan kelembagaan kolaborasi dan struktur
oprasional yang diantaranya meliputi penguatan kelembagaan dan menghipun
stakeholder terkait.
Tahap ketiga, implementasi dari kerangka kerja yang meliputi mobilisasi
sumberdaya dan pelaksanaan aktivitasnya serta melakukan pengelolaan yang
sinergis. Sedangkan pada tahap keempat, adalah tahap evaluasi dan perbaikan.
Sebagaimana diketahui bahwa sistem inovasi adalah proses pembelajaran sehingga
evaluasi harus dirancang sebagai bagian integral dari strategi inovasi klaster ini.
Berdasarkan langkah strategis diatas, pada dasarnya proses tersebut adalah proses
yang berkesinambungan (PKKP, 2012). Dengan demikian, ekspektasi dari
implementasi konsep ini adalah:
Gambar 11. Ekspektasi Integrated SME
Inisiatif Penyusunan
Kerangka Implementasi
pemantauan, evaluasi dan
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
UMKM di Jawa Timur yang merupakan lokomotif perekonomian Jawa Timur
menjadi fokusan utama penulisan ini. Pengembangan klaster dinamis yang
integratif adalah konsep utama yang diusung dalam penulisan ini, sehingga
kesimpulan dari penulisan ini adalah:
1. Penguatan UMKM berbasis keunggulan komparatif dapat diwujudkan dengan
memetakan UMKM basis antar kawasan yang sudah ditentukan melalui hasil
perhitungan location quotient (LQ). Dimana, nilai LQ>1 menjadi kawasan basis
atas komoditas tertentu.
2. Mekanisme penguatan klaster yang integratif dilakukan dengan model analisis Diamond’s Porter, yang mana melalui analisis ini bisa didapat hubungan antar klaster bahan baku, pengolahan/produksi dan perdagangan/pemasaran, sehingga
konsep klaster dinamis bisa diwujudkan dengan baik.
3. Seiring berjalannya waktu, kompleksitas klaster membutuhkan peningkatan
mutu dan pengembangan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu klaster,
digunakan pendekatan Quality Management System, yang mana strategi ini
berpedoman pada “requirement” dan “satisfaction” dari konsumen. Dengan
demikian, kualitas dan mutu klaster tetap terjaga diera perdagangan bebas ini.
4. Klaster UMKM berbasis keunggulan komparatif ini mampu menghasilkan value
chain, knowledge spillover, literasi teknologi yang kemudian mempermudah
inovasi UMKM dan pada akhirnya terwujud collective efficiency.
5.2 Saran
Adapun saran dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan ada penulisan/penelitian yang lebih mendalam terkait klaster
UMKM berbasis keunggulan komparatif di Jawa Timur.
2. Kepada Pemerintah diharapkan bisa menjadikan penulisan ini sebagai salah satu
rujukan dalam pengambilan kebijakan.
3. Perbaikan, kritik, dan saran sangat penulis tunggu dan harapkan agar dalam
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Menurut Lapangan Usaha. Surabaya: BPS
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha. Surabaya: BPS
Bank Indonesia. 2008. Percepatan Pertumbuhan Sektor Rill Melalui Kegiatan Pengembangan Klaster UMKM. Jakarta: Non Publikasi
Binarto, Raymond dan Ardianti, Retno. 2013. Analisa Modal Sosial dan Entrepreneurial Leadership Pengusahan Mikro Kecil di Jawa Timur. Agora Vol. 1, No. 3
Budiono, Puguh. 2015. Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Bojonegoro (Studi di Desa Ngringinejo Kecamatan Kalitidu dan Desa Kadungprimpen Kecamatan Kanor). Jurnal Politik Muda, Vol. 4, No. 1, Januari-Maret 2015, 116-125
Deliarnov. 2014. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi Ketiga. Depok: Grafindo Persada.
Dinas koperasi dan Usaha Kecil dan Menegah. 2014. Rencana Strategis (Renstra) tahun 2009-2014. Surabaya: Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur
Hadiyati, Ernani. 2010. Kajian Pendekatan Pemasaran Kewirausahaan dan Kinerja Penjualan Usaha Kecil. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 11, No.2, September: 183-192.
Hendayana, Rachmat. 2004. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Hoetoro, Arif. 2013. Model Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui Pendekatan Clustering yang Dinamis dan Integratif. Malang: Universitas Brawijaya
Indiarto, Nur dan Supomo, Bambang.Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE. 1999.
Kementerian Koperasi dan UKM. 2013. Perkembangan Data Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2012-2013. Jakarta: Kementerian RI
Lestari, Etty Puji. 2013. Penguatan Ekonomi Industri Kecil dan Menengah Melalui Platform klaster Industri. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Vol. 6, No. 2, September 2010, 146-157
Mintje, Nastiti. 2013. Pengaruh TQM, Sistem Penghargaan dan Sistem Pengukuran Kinerja Terhdap Manajerial Pada PT Air Manado. Jurnal EMB, Vol. 1, No. 3, September 2013. Hal 52-62
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 1 ayat 2. Jakarta, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 3. Jakarta, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
PKKP. 2012. Laporan Kemajuan Penguatan Klaster Industri Agro di Kabupaten Malang. Malang: PKKP
Priede., Jenis. 2012. Implementation Quality Management System ISO 9001 In The World And Its Strategic Necessity. www.sciencedirect.com: Procedia, Social and Behavioral sciences 58, (2012), 1466-1475
Rezaei. A.R., Celik. T., Baalousha. Y. 2011. Performance Measurement In A Quality Management System. www.sciencedirect.com: Scientica Iranica, Transaction E: Industrial Engineering 18 (2011) 742-752
Rifa'i, Bachtiar. 2013. Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Krupuk Ikan dalam Pengembangan Program Labsite Pemberdayaan Masyarakat Desa Kedung Rejo Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Kebijakan dan Manajemen Publik, Vol. 1, No. 1, Januari 2013
Sriyana, Jaka. 2010. Strategi Pengembangan usaha Kecil dan Menengah (UKM) : Studi Kasus di kabupaten bantul. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif.
Sudaryanto, Dkk. 2014. Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas Asean. Jurnal Penelitian
Tempo. 2012. Perusahaan Tahu dan Tempe Jember Mulai Kelimpungan. www.bisnistempo.com [diakses tanggal 25/01/2016]
Tyas, Ari Anggarani dan Safitri, Vita Intan. 2015. Penguatan Sektor UMKM sebagai Strategi Mengahadapi MEA 2015. Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol. 5, No.1, Mei
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 1 ayat 2. Jakarta, Presiden Republik Indonesia
Viederyte, Rasa., Didziokas, Rimantas., 2014. Cluster Models, Factors, and Characteristic For The Competitive Advantage Of Lithuanian Maritime sector. Economics and Management : 2014. 19 (2). ISSN 2029-9338 (online)
Widyani, Wanda Marsa. 2013. Pentinnya Pola Kemitraan Dalam Rangka Meningkatkan Peran dan Kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Jawa Timur Periode 2006-2011. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2, No. 2
Wahyudiono. 2012. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai Kekuatan Ekonomi Di Provinsi Jawa Timur. Artikel Ilmiah: Non Publikasi.
Widyastutik., dkk, 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Klaster UMKM Alas Kaki Di Kota Bogor Yang Berdaya Saing. Jurnal Manajemen dan Agribisnis, Vol. 7, No. 1 Maret 2010
Wiyadi, 2009. Pengukuran Indeks Daya Saing Industri Kecil Menengah (IKM) Di Jawa Tengah. Jurnal Siasat Bisnis. Vol 13, No. 1, April 2009 Hal: 77-92
LAMPIRAN
Prodi/Jurusan : Ekonomi Islam, Ilmu Ekonomi
No. HP : 085712297226
Email : Azharsyhd@gmail.com
Riwayat Pendidikan
- TK ABA Aisyiyah Glagahagung 2000-2002 - SD Muhammadiyah 12 Glagahagung 2002-2008 - MTS Muallimin Muhammadiyah YK 2008-2011 - MA Muallimin Muhammadiyah YK 2011-2014 - Universitas Brawijaya 2014-sekarang Karya yang Pernah Ditulis
1. Pembiayaan Keuangan Mikro Syariah dan Industri Kreatif berbasis Mahasiswa Muslim dengan Memanfaatkan Dana Infaq Masjid
2. Program Linkage BMT-BUMDes Berbasis Multiple Netwoking dalam Penyediaan Business Development Service (BDS) sebagai Bentuk Pengembangan One Village One Product (OVOP) untuk Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Desa
3. Program Linkage BMT-BUM Desa Berbasis People Center Development (PCD) Sebagai Bentuk Optimalisasi Competitive Advantage dalam Pengembangan Desa Berdaya Saing di Desa Buah Naga Glagahagung, Kabupaten Banyuwangi
4. RURAL AGRICULTURE ECONOMIC : Inovasi Business Development Service dalam Strategi Capacity Building Kelompok Tani Jeruk Guna Mewujudkan Desa Bulurejo, Kabupaten Banyuwangi yang Inovatif
5. Sumberasri Dragon Village (SRI IS GONE) : Strategi Capacity Building Sharia Cooperation dalam Implementasi Ecotourism di Desa Buah Naga Sumberasri, Kabupaten Banyuwangi
Prestasi yang Pernah di Raih
1. Juara 1 Olimpiade Ekonomi Islam Nasional, di Universitas Gunadharma Depok
2. Juara 1 LKTI National Economic Events, di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
3. Juara 1 LKTI Diponegoro Economic Festival 2015, di Universitas Diponegoro Semarang
Biodata Anggota 1
Nama : Wimpi Gea Seprina Putri
TTL : Medan, 6 September 1996
NIM : 145020501111047
Prodi/Jurusan : Ekonomi Islam, Ilmu Ekonomi
No. HP : 085785040376
Email : wimpigea@gmail.com
Riwayat Pendidikan
- TK Aisyiyah 06 Pekanbaru 2000-2002
- SD Negeri 06 Talang Mandi , Pekanbaru 2002-2008
- SMP Negeri 1 Medan 2008-2011
- SMAS IT Mutiara Kota Duri 2011-2014
- Universitas Brawijaya 2014-sekarang
Karya yang Pernah Ditulis
1. Sumberasri Dragon Village (SRI IS GONE) : Strategi Capacity Building Sharia Cooperation dalam Implementasi Ecotourism di Desa Buah Naga Sumberasri, Kabupaten Banyuwangi
Prestasi yang Pernah Diraih
1. Juara 2 LKTI SEASON Institut Pertanian Bogor
2. Juara 1 Menulis Cerpen se FEB Universitas Brawijaya
3. Juara 2 Menulis Cerpen Nasional “99 Wajah”
Biodata Anggota 2
Nama : Ilham Juney Rahman TTL : Malang, 01 Juni 1995 NIM : 145020301111014
Prodi/Jurusan : Ekonomi Islam, Ilmu Ekonomi
No. HP : 083129751091
Email : rahmanjuney@gmail.com
Riwayat Pendidikan
- SD Negeri 06 Sumberpucung 2002-2008
- SMP Negeri 2 Mataram 2008-2011
- SMA Negeri 1 Mataram 2011-2014
- Universitas Brawijaya 2014-sekarang
Karya yang Pernah Ditulis
1. Sumberasri Dragon Village (SRI IS GONE) : Strategi Capacity Building Sharia Cooperation dalam Implementasi Ecotourism di Desa Buah Naga Sumberasri, Kabupaten Banyuwangi
Prestasi yang Pernah Diraih