KAJIAN PENERAPAN METODE RISK BASED INSPECTION
dalam kaitannya dengan manajemen penuaan agar instalasi nuklir dapat dioperasikan dengan selamat. Pendeteksian dan kategorisasi SSK diperlukan dalam metode RBI. Program pendeteksian dan kategorisasi ini harus berisikan daftar semua SSK utama dari suatu instalasi nuklir yang rentan terhadap penuaan dan analisis yang didasarkan pada proses penuaan mekanis. Proses metode RBI ini terdiri atas suatu kajian resiko dari SSK, kemudian menentukan ruang lingkup dan frekwensi inspeksi. RBI bertujuan agar inspeksi hanya fokus pada SSK yang berada pada area yang memiliki nilai resiko tinggi, sehingga inspeksi pada SSK daerah yang berada pada daerah rendah akan dikurangi bahkan dihilangkan dari program inspeksi yang normal. Hal ini akan berdampak pada pengurangan biaya inspeksi dan perawatan. Keselamatan dalam pengoperasian instalasi nuklir akan meningkat dan umur instalasi akan menjadi lebih panjang.Kata kunci: Penuaan, RBI, Instalasi Nuklir, SSK
ABSTRACT
Assessment on the Application of Risk Based Inspection Method to Safety Inspection of Nuclear Installations. Risk Assessment of Component, Structure and System (CSS) is an important part of nuclear installations maintenance plan, especially when it comes to ageing. Ageing is defined as a general process in which characteristics of components, systems and structures gradually change with time or use. There is a need to evaluate and assess the effect of aged components on safety. The detection and categorization of CSS need to be performed in RBI methodology. The ageing detection programme should include a list of all systems and main components of the nuclear installation and an analysis of their susceptibility to ageing based on the ageing mechanisms.. The RBI process consists of performing a risk assessment of the CSS, then determining inspection frequencies and scopes. The RBI objective is to ensure that the focus of inspection is in areas with high risk, while inspection in areas with low risk will be reduced or excluded from the normal inspection program and, therefore, will result in a significant inspection and maintenance cost reduction and an increase on the operational safety and remaining life of nuclear installation.
Keywords: Ageing, RBI, Nuclear Installation, Component, Structure and System (CSS)
_______________________
1. PENDAHULUAN :
Sekarang ini, kajian tentang resiko dari sistem, struktur dan komponen (SSK) merupakan
bagian yang penting dari perencanaan perawatan suatu instalasi nuklir, terutama yang
telah mengalami penuaan (ageing). Penuaan merupakan suatu proses perubahan
karakteristik dan performance yang terjadi pada sistem, struktur dan komponen (SSK)
instalasi nuklir seiring dengan berjalannya waktu atau usia pemakaian. Proses penuaan
yang terjadi pada instalasi nuklir ini perlu dievaluasi secara terpadu dalam kaitannya
dengan manajemen penuaan agar instalasi nuklir dapat dioperasikan dengan selamat.
Sementara itu, secara umum semua instalasi nuklir mempunyai ketentuan persyaratan
keselamatan yang berkaitan dengan penuaan, baik dalam desain, pembangunan,
pengoperasian dan perpanjangan umur operasi.
Keselamatan instalasi nuklir adalah suatu kondisi yang harus selalu tercapai dalam
pengelolaan suatu instalasi nuklir pada saat pembangunan, pengoperasian hingga
selesai proses dekomisioning. Keselamatan instalasi nuklir terkait erat dengan
keandalan, sistem, struktur dan komponen (SSK) instalasi nuklir. Setiap SSK instalasi
nuklir pasti mengalami penuaan sehingga menyebabkan penurunan tingkat keandalan
sistem.
Untuk itu perlu adanya suatu metode inspeksi yang menggunakan resiko ( risk ) sebagai
dasar prioritasnya dan usaha memanage suatu program inspeksi. Dalam pengoperasian
suatu instalasi nuklir, suatu resiko yang relatif memiliki prosentase besar biasanya ada
pada beberapa komponen peralatan. Metode Risk Based Inspection (RBI) membolehkan
perubahan inspeksi dan perawatan untuk memelihara suatu SSK yang memiliki resiko
tinggi dan berusaha untuk menurunkan resikonya tersebut. Metode RBI merupakan
kombinasi dari metode, ruang lingkup dan frekwensi inspeksi dari suatu SSK, untuk
menentukan optimalisasi SSK.
2. METODOLOGI SISA UMUR :
Dalam mengukur suatu kondisi instalasi nuklir dan berapa usia operasinya perlu adanya
suatu kombinasi analisa, perhitungan, pengujian uji tak merusak ( termasuk di dalamnya
pengukuran ketegangan - strain measurements ) dan pemilihan SSK yang tepat,
sehingga kita dapat memperkirakan kerusakan yang akan terjadi. Untuk kerusakan yang
tidak dapat diperkirakan seperti yang disebabkan oleh panas yang berlebih, parameter
statis dan atau dinamis yang digunakan sebagai dasar perhitungan, merupakan suatu
Suatu dasar yang penting untuk mendapatkan hasil yang akurat adalah analisa terhadap
data-data operasional instalasi nuklir (misal ; temperatur, tekanan) dan pengalaman
selama mengoperasikannya. Suatu pendekatan kajian yang terintegral tentang
kapabilitas dan keamanan instalasi nuklir dapat dilakukan bila hubungan antara beban
operasional dan status SSK serta data-data desainnya ada dan lengkap (terutama
gambar desain) terutama diperoleh melalui pengujian dan inspeksi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kajian tersebut maka dapat dilakukan tindakan
koreksi dalam bentuk perbaikan program inspeksi maupun perawatan, sehingga
keselamatan instalasi nuklir akan tercapai.
3. PENYELEKSIAN DAN KATEGORISASI SSK :
Pendeteksian dan kategorisasi SSK diperlukan dalam metode RBI ini. Program
pendeteksian dan kategorisasi ini harus berisikan daftar semua SSK utama dari suatu
instalasi nuklir yang rentan terhadap penuaan dan analisis yang didasarkan pada proses
penuaan mekanis. Kategorisasi SSK harus berdasarkan pada faktor keselamatan,
kemampuan untuk diperbaiki atau di pindahkan ( repairability or replaceability ).
Penyeleksian dan kategorisasi SSK yang rentan penuaan ini dilakukan pada saat proses
desain. SSK dan material harus diseleksi untuk meminimalkan efek penuaan. Proses
penyeleksiaan minimal harus mengandung unsur 1)Tingkat kehandalan terhadap
keselamatan, 2) Kondisi operasional (tekanan, temperatur, paparan radiasi, kimiawi dll.)
3) Jenis material (besi karbon, stainless steel), 4) Mode operasi, 5) Persyaratan uji dan
perawatan, 6) Perkiraan umur operasi, dan 7) Kemudahan untuk diganti / dipindahkan.
4. KAJIAN RISK BASED INSPECTION ( RBI )
RBI adalah suatu sistem yang menggunakan kebolehjadian dari kegagalan suatu SSK
dan konsekwensi dari kegagalan SSK tersebut. Kebolehjadian dan konsekwensi tersebut
diformulasikan menghasilkan suatu resiko yang diperkirakan akan terjadi (risk estimated)
Tabel 1 :Kategorisasi SSK – Faktor Mekanis
- Catu daya listrik darurat X X X
- Sistem pemadam kebakaran X X
- Crane X X X
- Handling dan Storage X X
-Transfer casks/elemen bakar X X X X
Dimana, kebolehjadian adalah kebolehjadian kegagalan SSK dalam satu tahun, dan
penyebab dari kegagalan tersebut diketahui. Konsekwensi dari kegagalan SSK
merupakan tingkat kerusakan yang akan terjadi atau besarnya biaya yang ditimbulkannya
untuk itu perlu diketahui mode dari kegagalan tersebut (bagaimana kegagalan tersebut
terjadi dan dampak apa yang timbul dari kegagalan tersebut).
Tujuan dari RBI :
- Mencari unit-unit operasi yang memiliki resiko tinggi di suatu instalasi
- Memperkirakan suatu nilai resiko pada setiap SSK dalam suatu pengoperasian
instalasi
- Membuat prioritas SSK berdasarkan resiko yang terukur
- Mendesain suatu program inspeksi
- Memanajemen resiko dari suatu kegagalan SSK secara sistimatik
Tingkatan dari Kajian RBI :
RBI adalah sebuah proses kombinasi antara kemungkinan kegagalan dari suatu SSK dan
konsekwensinya secara kualitatif dan kuantitatif untuk menentukan suatu skala prioritas
berbasiskan resiko total. Tiga buah tingkatan RBI telah dibuat oleh API untuk
memprioritaskan tingkatan dari tiap-tiap SSK.
Tingkatan I Kualitatif :
Melakukan proses pembuatan peringkat SSK ke dalam suatu matrik 5 x 5. Pada tahapan
ini dilakukan pemeringkatan SSK, mudah dan hasilnya cepat didapat, tetapi hasil
pemeringkatan resiko pada tingkat I ini agak konservatif. Analisis pada tingkatan 1 ini
merupakan langkah awal dalam melakukan pencarian resiko suatu SSK.
Tingkatan II Semi-Kuantitatif,
Merupakan metode penentuan tingkatan resiko dari tiap-tiap komponen SSK dalam suatu
proses unit. Pada tahapan ini dilakukan pengkategorisasian SSK yang lebih akurat,
peringkat resiko konservatif yang berlebihan dari tingkat I dihindari, dan digunakan matrix
5 x 5 untuk menggambarkan hasil analisis resiko. Pada tingkat II ini analisa lebih akurat,
Tabel 2 : Matrix Resiko Kualitatif
• Kemungkinan gagal 1 - 5 ( kerusakan/tahun )
• Konsekwensi A - E ( luasan area yang rusak - cm
2)
• Tingkat Resiko ( Rendah, Menengah, dan Tinggi )
K
Lebih detail dan lebih akurat dari tingkatan II, pada tingkatan ini dilakukan perhitungan
dan penentuan nilai konsekwensi, nilai kemungkinan kegagalan dan nilai spesifik dari
resiko untuk tiap-tiap SSK dalam suatu unit proses. Analisa realibilty dan keuangan juga
dilakukan. Pada tingkatan III ini bisa terjadi kenaikan peringkat dari peringkat awal yang
ditentukan pada analisa tingkatan II
Proses RBI
Proses RBI ini terdiri atas suatu kajian resiko dari SSK, kemudian menentukan ruang
lingkup dan frekwensi inspeksi. Blok diagram yang simpel menggambarkan perencanaan
inspeksi berdasarkan atas analisa resiko ( Kualitatif, Semi-kualitatif atau kuantitatif )
adalah sebagaimana berikut :
File Data SSK Instalasi Nuklir
Pengumpulan data dan informasi tentang SSK bertujuan untuk mendapatkan gambaran
yang menyeluruh tentang instalasi nuklir dan didasarkan pada desain awal. Langkah
awal yang cepat adalah melakukan kategorisasi SSK berdasarkan atas tiga faktor
utama yaitu keselamatan, kemampuan untuk diperbaiki atau di pindahkan (repairability or
replaceability) dan desain data awal khususnya ketebalan dan temperatur operasional.
Gambar 1 : Kuantitatif RBI
Gambar 2 : RBI Proses
Kajian resiko berupa penetapan status dan mengantisipasi kondisi dari SSK dengan
mengajukan pertanyaan sebagaimana berikut :
- Apakah telah terjadi degradasi material ?
- Apakah kemungkinan degradasi material akan terjadi ? Berapa besarnya ?
- Apakah konsekwensinya dari degradasi tersebut ?
Sejarah SSK – Perawatan dan Inspeksi Yang Telah Dilakukan :
Langkah selanjutnya menetapkan resiko dari SSK yang merupakan kombinasi dari
kemungkinan kegagalan SSK dan konsekwensi yang timbul dari kegagalan tersebut.
Analisa kemungkinan kegagalan merupakan kegiatan memperkirakan probabilitas dan
efek kegagalan mekanik berdasarkan :
- Sejarah SSK
- Sejarah yang sama atau SSK yang identik dalam kondisi operasionalnya
Sejarah instalasi nuklir merupakan suatu masukkan – kejadian operasional dan
perawatan- yang digunakan bersamaan dengan data desain awal :
- Untuk operasional :
o Parameter operasional ( seperti tekanan dan temperatur )
o Kecelakaan dalam pengoperasian, kegagalan operasi dan perbaikan
o Kondisi dari instalasi nuklir (total jam operasi – MWDay )
- Untuik perawatan :
o Review terhadap SSK yang diganti dan diperbaiki
o
Review terhadap geometri SSK yang mengalami pergantian danperbaikan.
- Untuk Inspeksi :
o
Hasil uji tidak merusak (NDE – Non Destructive Examine) merupakan halyang sangat penting karena dari data tersebut kita dapat melakukan
perhitungan sisa umur dari SSK suatu instalasi nuklir.
o Mengukur ketebalan dinding tangki reaktor, pipa-pipa sistem pendingin
primer dengan ultrasonik
o
Pengujian metalurgi dengan metode replika.o
Mengukur tegangan dengan strain gageso
Uji merusak (Destructive Examine) seperti failure analysis, isostresscreep testing
o Hasil dari NDE dan DE ini merupakan masukkan yang sangat penting
untuk mengevaluasi dan mengkaji umur dari instalasi nuklir.
Analisa konsekwensi melakukan perhitungan dampak dari kegagalan SSK dengan cara :
- Memperkirakan laju buangan dan besarnya buangan berdasarkan :
o Perbedaan tekanan
o Metode pendeteksian kebocorran
o Kemampuan isolasi
- Memperkirakan outcome dari buangan tersebut berdasarkan :
o Besarnya buangan
o Komposisi material yang dibuang
o Dampak terhadap lingkungan sekiitar dari buangan tersebut
o Dampak terhadap operasional instalasi nuklir
Data dari kemungkinan kegagalan SSK dan konsekwensinya dapat dikombinasikan
mengahsilkan suatu nilai resiko untuk tiap-tiap SSK. Faktor resiko tersebut dapat
dibuatkan tingkat resikonya dan digunakan untuk membuat rencana inspeksi.
Kajian Kemungkinan Kegagalan SSK :
Faktor-faktor yang dilihat dalam kajian kemungkinan kegagalan adalah :
-
Batas desain : Batas desain yang mengakibatkan kegagalan dalam operasisuatu SSK
-
Penurunan mutu material : sifat-sifat mekanis dari material yang mengalamipenurunan akan menurunkan batas desain (kebocoran dinding liner, temperatur
yang tinggi, efek biologi, kerusakan mekanik)
-
Beban lebih : beban operasi akan mengakibatkan penurunan batas keselamatanyang mengakibatkan kegagalan.
-
Probabilitas dari kegagalan : menetapkan metode penentuan nilai kegagalanUntuk metode kuantitatif proses evaluasi dimulai dengan melihat jawaban pertanyaan
tentang banyaknya kegagalan (frekwensi kegagalan) suatu SSK. Nilai ini dimodifikasi
dengan faktor yang berhubungan dengan SSK (FE) dan faktor keselamatan (FM). Nilai FE
diambil dari beberapa item seperti tipe kerusakan, efektivitas inspeksi, kondisi, desain
dan fabrikasi, proses kontrol dan manajemen keselamatan. Nilai FM merupakan dampak
potensial pada integritas mekanikal suatu SSK terhadap semua proses. Faktor FE dan FM
diperoleh dari suatu sistem penilaian berdasarkan hasil kuesioner dari pekerja radiasi
instalasi nuklir atau buku kerja / log book.
Kemungkinan kegagalan / tahun = Frekwensi kegagalan x FE x FM .
Faktor SSK (FE) = Fungsi penilaian S
-
Faktor teknik tergantung pada fluks netron, debit air primer, penguranganketebalan, dll.
- Faktor universal tergantung pada kondisi instalasi nuklir, udara, seismik dll.
- Faktor mekanik tergantung pada kompleksitas, standar yang digunakan,
umur instalasi, daya reaktor saat beroperasi, tekanan operasi, temperatur
operasi, vibarasi dll.
- Faktor proses tergantung pada rencana perawatan, rencana operasional,
kestabilan proses, reshuffling bahan bakar dll.
Faktor sistim manajemen ( FM ): tergantung pada sistem manajemen (kepemimpinan dan
administrasi informasi keselamatan proses, proses analisis hazard, prosedur operasi,
jaminan mutu dll.)
Kajian Konsekwensi :
Pengukuran kuantitatif dari konsekwensi kegagalan SSK didasarkan pada suatu proses
bertahap untuk menentukan besarnya biaya yang ditimbulkan akibat paparan radiasi
yang keluar, kerusakan lingkungan dan kerugian yang disebabkan oleh terhenti proses
produksi.
-
Mode kegagalan : kebocoran radiasi, keluarnya produk fissi, pecahnya pipasistem pendingin primer.
- Limbah : cair, padat, dan penyimpanannya
-
Kuantitatif RBI (menetapkan metode besarnya konsekwensi ) phase, durasi, api,luasan area yang terkena dampak dll.
Pemeringkatan Resiko :
Dalam proses ini mengikuti suatu logika dimana data spesifik suatu SSK sangat
menentukan dalam mengukur besarnya kemungkinan terjadinya kegagalan dan
konsekwensi dari kegagalan tersebut, yang mana menentukan pula besarnya resiko yang
akan ditimbulkannya. Laporan akhir RBI untuk setiap SSK tidak hanya besarnya urutan
peringkat resiko melainkan juga memberikan gambaran bagi pihak Badan Pengawas
(BAPETEN) SSK mana yang perlu mendapat perhatian khusus dan bagi pihak instalasi
akan melakukan tindakan preventif perawatan untuk menurunkan resiko SSK tersebut.
RBI adalah benar-benar manajemen berdasarkan resiko dimana RBI fokus pada
pengurangan resiko melalui kegiatan inspeksi. RBI merupakan suatu metode yang
terintegrasi, dimana pihak instalasi akan berusaha menurunkan resiko yang akan terjadi
pada SSK, dengan kata lain program inspeksi yang telah ada akan diubah. Hal ini akan
berakibat pula pada sistem manajemen keselamatan dan prosedur mengalami
perubahan dan perbaikan, pihak instalasi nuklir akan melakukan tindakan pemasangan
sistem keselamatan, sistem pendeteksian paparan radiasi, dan segala sesuatu yang
akan menurunkan konsekwensi yang ada. RBI sebagai suatu alat manajemen untuk
menurunkan resiko melalui perubahan kegiatan dan metode inspeksi.
Keuntungan RBI :
-
Memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja-
Menghapus kegiatan-kegiatan inspeksi yang tidak perlu – interval inspeksiberdasarkan resiko dari SSK. Tim inspektur akan akan fokus pada SSK yang
berada pada area resiko tinggi
- Penghematan biaya – SSK yang tidak memiliki masalah selama instalasi mulai
beroperasi dan problem antisipasi akan diinspeksi dalam jangka waktu yang lebih
lama
- Informasi yang diperoleh dari inspeksi pada satu SSK dapat digunakan untuk
menentukan jangka waktu dan ruang lingkup inspeksi pada satu SSK yang sama
dan tipikal
-
Program RBI adalah program yang dinamis; resiko selalu diperbarui setelahinspeksi atau bila SSK nya sama, perubahan kondisi proses atau kejadian jika
informasi baru merupakan informasi yang layak untuk dipertimbangkan.
Beberapa hal tersebut akan mengakibatkan perubahan frekwensi dan ruang
lingkup inspeksi.
- Metode yang digunakan untuk menentukan jangka waktu dan ruang lingkup
didokumentasikan dan dapat digunakan lagi.
- RBI merupakan metode yang realibilitas dan dapat diaplikasikan dengan Code /
Standard dan peraturan yang berlaku
- Meningkatkan kemampuan dan memperpanjang umur instalasi nuklir.
- Optimalisasi jadwal perbaikan dan pergantian peralatan.
Kelemahan RBI :
– Harus ada menggunakan data / informasi yang lengkap. Bila data / informasi
5. KESIMPULAN :
RBI merupakan suatu metode yang baik untuk mengukur optimalisasi dari kombinasi
frekwensi kegiatan dan ruang lingkup inspeksi. RBI bertujuan agar inspeksi hanya fokus
pada SSK yang berada pada area yang memiliki nilai resiko tinggi, sehingga inspeksi
pada SSK daerah yang berada pada daerah rendah akan dikurangi bahkan dihilangkan
dari program inspeksi yang normal. Hal ini akan berdampak pada pengurangan biaya
inspeksi dan perawatan. Keselamatan dalam pengoperasian instalasi nuklir akan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Risk-Informed Inspection of Nuclear Power Plants, Jerry H. Phillips, PhD, PE,Idaho National Laboratory, December 8, 2005, NASA Risk Management
Conference.
2.
API RP 580, API Recommended Practice 580, Risk-Based Inspection, FirstEdition
Edition: 1, Downstream Department, American Petroleum Institute , 01-May-2002
3.
International Atomic Energy Agency, , Management of research reactor agein,IAEA-TECDOC-792, Vienna 1995.
4.
Pendekatan Untuk Manajemen Penuaan RSG-GAS, Mohammad DhandhangPurwadi, Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor Riset (PPTR)-BATAN, Sigma
Epsilon Agustus, 2004.
5. Evaluating the condition & remaining life of older power plants, Eyckmans Marc -
Product Manager, Laire Charles- Product Manager, D'ambros Laurent –
Engineer, LABORELEC - BELGIUM - Failure analysis & Material assessment in
DISKUSI DAN TANYA JAWAB
Penanya: Haendra ( DP2IBN BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Apakah RBI telah diterapkan di Indonesia?
b.Apa hubungan antara tingkatan I, II, III?
Jawaban:
a.
Iya telah diterapkan terutama di Oil dan Gas Company. Saya berusaha akanmenerapkannya di bidang nuklir. Di luar negeri RBI telah diterapkan untuk Nuclear
Power Plant.
b.Tingkat I, II, dan III merupakan proses berkelanjutan dari RBI dimana pada tingkat I
dibuatkan peningkatan resiko untuk dilanjutkan dengan inspeksi dan hasil dari
inspeksi tersebut dijadikan bahan untuk masuk ketingkat II dan dibuatkan
pemeringkatannya begitu selanjutnya.
Penanya: Hendayun ( PTNBR )
Pertanyaan:
a.Range Nilai Risk ( Quantitatif ), Untuk memberikan keterangan?
b.Otomalisasi Proses, Untuk memberikan keterangan?
Jawaban:
a.Range Nilai Risk didasarkan pada berbagai parameter terutama database
kegagalan SSK merupakan hal yang penting sekali, dimana dari database tersebut
kita dapat mengetahui SSK tersebut apakah sering mengalami kegagalan atau
tidak? Apabila sering maka SSK tersebut memiliki resiko yang besar.
b.Untuk otomalisasi proses RBI perlu adanya code atau program yang khusus ( Api
atau Tiskchuk ).
Penanya: Sudjatmi K. A ( PTNBR BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Komponen mana saja yang diinvestivigasi oleh RBI?
Jawaban:
Penanya: Deputi PI ( BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Kenapa tidak diterapkan oleh BAPETEN?
Jawaban:
a.Bapeten belum menerapkan RBI ini dikarenakan RBI memerlukan data – data yang
akurat misalnya: kondisi operasi, sistem manajemen, kajian ( PSA/ PHA ), database
kegagalan SSK, dll. Data tersebut belum di miliki oleh BAPETEN.
Penanya: Nurrohmah ( PTKMR BATAN )
Pertanyaan:
a.Apa tidak ada bahasa Indonesia nya? Untuk RBI kok pakai bahasa asing?
Jawaban: