commit to user
BAB IILANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Krisis Finansial Global tahun 2008
Menjelang akhir triwulan III-2008, perekonomian Indonesia
dihadapkan pada suatu babak baru, yaitu runtuhnya stabilitas
perekonomian global yang seiring dengan meluasnya krisis finansial global.
Krisis finansial global muncul sejak bulan Agustus tahun 2007, yaitu pada
saat salah satu bank terbesar di Perancis BNP Paribas pada tanggal 9
Agustus 2007 mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas yang terkait
dengan kredit perumahan berisiko tinggi Amerika Serikat (subprime
mortgage). Pembekuan inilah yang memicu gejolak di pasar finansial dan
akhirnya merambat ke seluruh dunia. Di penghujung triwulan III-2008,
intensitas krisis semakin membesar seiring dengan bangkrutnya Lehman
Brothers bank investasi terbesar di Amerika Serikat. Hal tersebut juga
diiringi semakin parahnya kesulitan keuangan di beberapa lembaga
keuangan berskala besar di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang.
Mengutip pada Outlook Economi Indonesia di Bank Indonesia, Krisis
keuangan dunia tersebut juga berimbas pada perekonomian Indonesia,
baik di pasar modal maupun pasar uang. IHSG pada bulan desember
2008, ditutup pada level 1.335,4, posisi asing di SUN tercatat Rp. 87,4
triliun, menurun bila dibandingkan pada bulan September 2008 yang
mencapai Rp. 104,3 triliun. Bersamaan dengan itu, nilai tukar rupiah
Dampak dari krisis keuangan global tersebut salah satunya juga
dirasakan oleh sekor perbankan di Indonesia. Sektor perbankan
merupakan sektor yang rentan terhadap risiko karena sektor ini
berhubungan dengan tingkat kepercayaan atas pengembalian dana di
masa mendatang. Di tengah situasi ketidakpastian tersebut, memicu
adanya keketatan likuiditas dan mendorong perbankan untuk cenderung
menahan likuiditasnya. Peningkatan risiko likuiditas ini tidak hanya
dikarenakan imbas dari krisis keuangan global, namun juga karena
tingginya pertumbuhan kredit sampai dengan bulan Oktober 2008. Selain
itu pelemahan nilai tukar rupiah, juga meningkatkan risiko perbankan.
2. Deregulasi Pemerintah
Krisis finansial global yang berimbas di Indonesia khususnya di
sektor perbankan, menjadi perhatian bagi pemerintah dan Bank Indonesia.
Pemerintah dan Bank Indonesia mengeluarkan serangkaian kebijakan
sebagai respon terhadap krisis tersebut untuk mempermudah akses bank
umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terhadap fasilitas pendanaan,
antara lain dinaikannya jaminan dana nasabah dari Rp. 100 juta menjadi
Rp. 2 miliar oleh Lembaga Penjamin Simpanan, kemudian adanya
perubahan dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (dikutip dari OEI pada
www.bi.go.id).
3. Kondisi Perbankan pada Tahun 2008
Dunia perbankan Indonesia pada tahun 2008 bisa dikatakan sebagai
yang bermula pada pengumuman pembekuan sekuritas terkait kredit
perumahan oleh BNP Paribas yang kemudian di penghujung triwulan
III-2008, dengan bangkrutnya Lehman Brothers bank investasi terbesar di AS.
Runtuhnya stabilitas perekonomian tersebut juga berdampak pada
Indonesia, salah satunya sektor perbankan, sehingga bank sangat
berhati-hati dalam memberikan kredit dan memicu adanya keketatan likuiditas
serta mendorong perbankan untuk cenderung menahan likuiditasnya.
Namun, di luar masalah kisis finansial global tersebut, masalah lain juga
muncul, yaitu gagalnya Bank Century.
Pada tanggal 13 November 2008, Bank Century mengalami keadaan
tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabahnya hingga akhirnya
pada tanggal 14 November 2008 manajemen Bank Century mengajukan
permohonan untuk mendapatkan fasilitas pendanaan darurat. Berdasarkan
data Bank Indonesia per-tanggal 31 Oktober 2008, Bank Indonesia
menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Century telah
-3,52%, hingga akhirnya Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal yang
akan dilikuidasi dan diserahkan pada Lembaga Penjamin Simpanan.
Gagalnya Bank Century tersebut semakin memperparah kondisi
perbankan Indonesia pada tahun 2008, sehingga membuat kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan Indonesia menjadi turun, akibatnya
masyarakat akan enggan untuk menyimpan dana yang dimiliki pada
bank-bank. Hal yang paling dikhawatirkan adalah terjadinya Banks Rush, yaitu
para nasabah bersama-samaan menarik dana yang dimilikinya dengan
4. Bank Asing di Indonesia
Bank asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri,
baik milik swasta asing atau pemerintah asing, kepemilikannya dimiliki oleh
pihak luar negeri (Kasmir, 2002). Masuknya bank asing pada perbankan
Indonesia kembali aktif sekitar tahun 1968 untuk mendorong sistem
perbankan nasional. Alasan lain dibukanya kesempatan bank asing untuk
beroperasi di Indonesia terkait dengan kebutuhan akan modal asing.
Partisipasi asing tersebut masuk dalam bentuk pembukaan kantor cabang
bank asing yang sampai dengan saat ini masih berdiri. Pembukaan kantor
cabang bank asing mengacu pada Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 32/37/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan
Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri.
Menurut Rajdeep Sengupta (2007), bahwa dalam kegiatan
operasionalnya bank-bank asing cenderung lebih banyak meminjamkan
kepada perusahaan besar dan mengabaikan usaha kecil dan menengah.
Hal tersebut sangat kuat sekali terjadi pada negara berkembang.
B. PENELITIAN TERDAHULU
1 Enrica Detrgiache dan Poonam Gupta (2006)
Penelitian ini membandingkan kinerja bank asing dan bank domestik di
Malaysia saat krisis Asia pada tahun 1998-1999. Bank asing memiliki
kinerja yang lebih baik daripada bank domestik dalam menghadapi masa
krisis, terutama dalam kapitalisasi, profitabilitas, dan interest margin. Bank
mengandalkan dukungan dari bank induknya selama krisis, termasuk
likuidasi dan suntikan modal atau dana likuid di pasar internasional. Di sisi
lain, bank domestik memperoleh dukungan dari pemerintah saat bank
mengalami tekanan selama krisis Asia terjadi, seperti adanya dana
talangan atau kebijakan yang mempermudah bank domestik.
2 Stjin Claessens, Asli demirguc-kunt, hary huzinga. (2001)
Penelitian ini menggunakan 7900 pengamatan bank dari 80 negara pada
periode 1988-1995 untuk meneliti tingkat dan pengaruh kehadiran asing di
pasar perbankan domestik dan menyelidiki bagaimana marjin bunga
bersih, overhead, pajak yang dibayar, dan profitabilitas berbeda antara
bank asing dan domestik. Mereka menemukan bahwa bank asing memiliki
keuntungan yang lebih tinggi dari perbankan domestik di negara
berkembang, tetapi sebaliknya adalah kasus untuk negara-negara maju.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa peningkatan kehadiran bank asing
dikaitkan dengan penurunan profitabilitas dan marjin untuk domestik.
3 Sheng-Hung Chen dan Chien-Chang Liao (2011)
Bank asing lebih menguntungkan dibandingkan bank domestik ketika
mereka beroperasi di host country dimana sektor perbankan kurang
kompetitif dan ketika bank induk di negara asal sangat menguntungkan.
4 De Haas, R dan Van Lelyvald, I. (2006)
Bank asing lebih banyak mengandalkan dana internal dari bank induk.
tentang stabilitas keuangan mereka di negara-negara berkembang.
Pertama, pertumbuhan kredit operasi tergantung pada situasi keuangan
bank induk, yang terutama dari negara-negara maju. Kedua,
ketergantungan anak perusahaan bank asing di pasar antar bank mungkin
sangat mempengaruhi likuiditas, yang terjadi selama krisis keuangan.
5 Rainer Haselmann (2006)
Haselman berpendapat bahwa bank asing bersaing dengan bank-bank
domestik di segmen pasar yang sama. Selain itu, bank asing cenderung
mengikuti strategi jangka panjang dan dengan demikian memberikan
kontribusi untuk stabilisasi pasar kredit.
6 Neeltje Van Horen (2007)
Van Horen memberikan bukti kuat dominasi efek persaingan dari
keberadaan bank asing yang mengarah pada penurunan profitabilitas dan
biaya overhead bank komersial domestik. Temuan ini, yang
mengungkapkan bahwa kehadiran bank asing memberikan tekanan
kompetitif untuk bank-bank domestik, menyiratkan bahwa bank asing dapat
berfungsi sebagai kekuatan kompetitif yang efektif, mengurangi kelebihan
keuntungan yang diperoleh oleh bank domestik dan bank domestik menarik
untuk memperbarui teknologi produksi dan teknik untuk meningkatkan
7 Valeriya Dinger (2009)
Bank-bank asing memainkan peran untuk menstabilkan sistem perbankan
di negara berkembang. Peran menstabilkan ini dapat dikaitkan dengan
akses bank transnasional untuk diversifikasi sumber lebih likuiditas.
Pertama, peneliti melihat kepemilikan aset likuid bank asing, menunjukkan
tetapi dalam krisis lebih tinggi dibandingkan dengan bank domestik. Kedua,
kehadiran bank asing secara signifikan mengurangi risiko kekurangan
likuiditas agregat di negara berkembang.
C. HIPOTESIS
Berdasarkan artikel Enrica dan Gupta (2006), maka diperoleh hipotesis
sebagai berikut:
H1 = Kinerja bank asing lebih baik daripada bank domestik pada
periode sebelum krisis finansial global 2008.
H2 = Kinerja bank asing lebih baik daripada bank domestik pada
periode sesudah krisis finansial global 2008.
H3 = bank asing mengalami perubahan kinerja pada sebelum dan
sesudah krisis finansial global 2008.
H4 = bank domestik mengalami perubahan kinerja pada sebelum dan
sesudah krisis finansial global 2008.
H5 = bank asing memiliki kinerja yang lebih baik daripada bank
D. MODEL PENELITIAN
Berdasarkan hipotesis di atas, maka muncul alur kerangka pemikiran
penelitian sebagai berikut ini :
Gambar II.1
Bagan Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
domestik. Selanjutnya, penulis menyelidiki perbandingan kinerja bank asing dan
bank domestik pada jangka waktu tertentu serta perubahan kinerja dari sebelum