• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang D 902007007 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang D 902007007 BAB IV"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 4

Komunitas Makam Gunung Brintik

Semarang

Sejarah Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang

Pada mulanya wilayah Gunung Brintik atau lebih tepat dikatakan bukit di wilayah pegunungan Bergota itu “kosong”. Gunung M uria yang saat ini berada di Kabupaten Kudus untuk lereng selatan dan lereng Utara adalah wilayah Kabupaten Jepara, pada jaman dahulu merupakan Pulau M uria.

Ada tanda-tanda, sudah sejak jaman kerajaan-kerajaan tertua di Jawa, M ataram Hindhu sekitar abad ke-4 sampai ke-7 dan sekitar abad ke-8/9 yaitu masa Sanjaya-wamsa dan Syaelen-drawamsa daerah itu sering dilewati para pelaku perjalanan jarak jauh. Ada tanda-tanda perahu juga berlabuh di “Teluk Bergota” ditepi Gunung Brintik. Lokasi Gunung Brintik, ini pada saat penelitian dilakukan berada di wilayah RW 3 Kampung W onosari Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang.

M enurut cerita masyarakat setempat, nama Gunung Brintik berasal dari nama seorang wanita yang dimakamkan disitu yaitu Nyai Brintik. Di kemudian hari dinamakan Gunung Brintik, karena ada makam Nyai Brintik. Berdasar wawancara 8 M aret 2010 dengan Pak Yanto, Bu Umi, Pak Rochmad Bu Yati, Bu Yohana (nama samaran):

(2)

penduduk di sekitar Bergota. Berdasarkan cerita, Nyai Brintik telah mengucap janji bahwa semua warga Bergota mulai dari daerah Kalisari hingga Randusari merupakan keturunan dari Nyai Brintik. Penduduk Bergota sekarang ini yang merupakan keturunan dari penduduk asli masih mempercayai kesaktian dari Nyai Brintik.

Karena itu nama Gunung Brintik diambil dari nama seorang penguasa kerajaan yang dulu berdiri di daerah tersebut, yakni bernama Nyai Brintik. Karena tempat tersebut berada di dataran tinggi, sehingga dianggap menyerupai gunung. Seiring berjalannya waktu daerah tersebut dialihfungsikan menjadi Tempat Pemakaman Umum Kota Semarang, meskipun masih ada penduduk yang tinggal di daerah tersebut….”

Sumber : Ali, Mohamad dalam Daldjuni, Nathan 1976: 36-46

Gambar 4.1

Peta Geohistory Gunung Brintik sekitar abad ke-10

(3)

Bergota) dan merupakan bagian dari M ataram kuno. Pada akhir abad sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.

Daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) merupakan bagian dari kerajaan M ataram Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan mesjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu). Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. M enurut beberapa orang yang telah lebih dari 10 tahun tinggal di Gunung Brintik dalam wawancara dengan Pak Parman, Pak Rudi, Bu W aluyo (nama samaran) tanggal 20 April 2010 menceritakan:

(4)

yang di pusat kota jadi ujung dari Bukit Bergota adalah Gunung Brintik itu, dan ada lembah ada puncak lagi namanya Bukit Mugas. Cerita rakyatnya memang dulu menjadi pusat Pandaran I. Yang ada di Gunung Brintik hanya petilasan dan didatangi orang-orang untuk bertapa. Gunung Brintik dulu adalah pulau, ketika masa-masa itu yg namanya daerah gedung batu masih laut. Gunung Brintik dahulu adalah pulau/pantai.”

Kabupaten Semarang pertama kali didirikan oleh Raden Kaji Kasepuhan (dikenal sebagai Ki Pandan Arang II) pada tanggal 2 M ei 1547 dan disahkan oleh Sultan Hadi-wijaya. Kata "Semarang" konon merupakan pemberian dari Ki Pandan Arang II, ketika dalam perjalanan ia menjumpai deretan pohon asam (Bahasa Jawa: asem) yang berjajar secara jarang (Bahasa Jawa: arang-arang), sehingga tercipta nama Semarang. Tanggal 2 M ei 1547 bertepatan dengan peringatan maulid Nabi M uhammad SAW , tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H disahkan oleh Sultan Hadiwijaya setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Tanggal 2 M ei kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang.

Pembuatan jalan, perumahan, pusat perdagangan dan pasar seperti misalnya Pasar Johar yang juga berada di pinggir Kali Semarang, erat kaitannya dengan mobilitas sosial geografis dan aktivitas ekonomi Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang. Dalam W ijanarka. (2007) dikaji perkembangan Kota Semarang. Data diperoleh dari peta-peta Semarang mulai yang tertua hingga terbaru dan pengamatan lapangan. Peta-peta Semarang tersebut meliputi peta Semarang tahun 1695, 1719, 1741, 1800, 1811, 1813, I825, 1847, 1866, 1892, 1909, 1941, dan 1946. Dengan mengkaji perkembangan Kota Semarang tersebut disimpulkan bahwa perkembangan Kota Semarang terbentuk karena: 1). Kali Semarang; 2). Jalur tradisional; 3). Pola diagonal; dan 4). Pola kontur tanah. Kegiatan Komunitas M akam Gunung Brintik saat ini sangat berkaitan dengan alasan-alasan tersebut.

(5)

Awal mula. Kota Semarang berada di kawasan yang sekarang menjadi kawasan Pasar Johar yang juga di pinggir Kali Semarang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam peletakan unit-unit rumah tinggal, Thomas Karsten merupakan konseptor dalam hal ini.

Kabupaten Semarang secara definitif ditetapkan berdasarkan UU Nomor 13 tahun 1950 tentang pembentukan kabupaten-kabupaten dalam lingkungan provinsi Jawa Tengah).

Pada masa Orde Baru, tahun 1969, gencar dilakukan pembangunan seiring dengan “M odernisasi Desa” yang dikumandang-kannya. Saat itu saya siswa SM P St.Yoris Semarang. Ada sepenggal syair lagu yang sering dinyanyikan dalam setiap upacara yang mengerahkan pelajar dengan mengambil lokasi upacara di Tugu M uda, begini syair itu:

“…Desaku sumber hidup Negara, wajib kubangun scara baru, tuk menentukan hari depan, bagi nusa dan bangsa….”.

Pada saat itu berbagai lagu diciptakan untuk membangkitkan semangat membangun di Jawa Tengah umumnya dan Semarang pada khususnya. Seniman kondang kota Semarang “Ki Narto Sabdo” ikut juga menyemarakkan gelora semangat pembangunan itu dengan lagu Jawa :

“ …Ayo ayo…kanca tilingana…kanca miyarsakno…enggal katindakno. Desa kuwi wus kuno wus mesti…tansah dadi obyek ning sak iki ganti…M odernisasi desa pembangunan desa …ya tegese kuwi co…kudu dadi subyek melu nemtokake ing bab politik ekonomi lan sosial ……..”

(6)

pinggiran (pinggir kali Semarang, pingggir Jl. Dr. Sutomo, dan masyarakatnya di pinggir berbagai kegiatan di kawasan Tugu muda itu).

Peta dan Kondisi Kependudukan W ilayah Gunung Brintik

Sumber : data primer tahun 2013

Gambar 4.2

Citra Satelit W ilayah Gunung Brintik dan Sekitarnya Tahun 20131

Areal pemukiman makam Gunung Brintik dapat dilokalisir menjadi empat lokal:

1. Hampir sepertiga wilayah itu berada di lereng dan dataran dekat dengan Tugu M uda dimanfaatkan untuk bangunan Gereja dan sekolah milik Yayasan Pangudi Luhur, SM P Dominico Savio, dan TK/SD Bernardus. Di lingkungan Gereja ada bangunan pelayanan kesehatan Yayasan Sosial Soegijapranata, dan Unit Penjahitan.

1 W ilayah Pemakaman Gunung Brintik berada di antara Kuburan

(7)

2. Areal M akam berpenghuni jarang (rencana menjadi RT 10 (kondisi awal tahun 2010).

3. Areal pemukiman padat penghuni berbatasan dengan areal makam Bergota di dekat RS. Dr. Karyadi Semarang.

4. Areal tepian dan di atas sungai di antara Gunung Brintik dan Jl. Dr. Sutomo.

Ada empat kelompok penduduk areal makam Gunung Brintik ini:

1. Areal M akam berpenghuni jarang (rencana menjadi RT 10) Komunitas yang bertempat tinggal di lereng puncak kearah tenggara ini sebagian besar belum memiliki KTP. Gunung Brintik termasuk di dalam RW 03, Kampung W onosari. Penduduk secara umum, dari RT 01 sampai RT 09 ditambah rencana RT 10 kurang lebih 400 KK. Cukup padat, setiap RT rata-rata 40 KK lebih. RT 04 yang sangat padat , lebih dari 57 KK. Gunung Brintik mulai RT 06 sampai RT 10.

M ata pencaharian yang paling banyak dilakukan mereka di daerah puncak Gunung Brintik paling banyak secara umumnya

serabutan, mulai dari yang paling sederhana pengemis, kemudian

sampai dengan buruh yang secara pasti tidak setiap hari. Buruh pembuat bunga, tukang becak juga ada. Hanya sangat sedikit yang punya pekerjaan tetap baik swasta maupun PNS bahkan di atas itu tidak ada PNS, jadi semua serba serabutan. Yang di puncak itu penduduknya keluar masuk tetapi semua punya KTP

(8)

penduduk disitu dan relatif jarang ada yang pindah. Alamatnya RT bukan jalan apa, nomer berapa (karena dimakam) tetap ada nomernya. Yang pasti ada RT dan RW .

2. Areal pemukiman padat penghuni berbatasan dengan areal makam Bergota di dekat RS Dr.Karyadi Semarang.

Kawasan ini telah cukup lama berdiri, mereka telah mampu mengangkat dirinya dari lapisan paling bawah, dan banyak yang survive. Ada PNS, ada Guru, Dosen, pedagang dan menetap di kawasan itu. M ereka telah memiliki KTP. M enurut mantan Ketua RT I :

”...Setiap bantuan selalu ada kerjasama dengan pihak RT dan RW seijin lurah dan biasanya sudah dikoordinasikan dalam pertemuan dengan RT dan RW . Beberapa LSM ataupun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembinaan memang sebenarnya sudah dijelaskan di forum RW . M ereka punya program dan kemudian dari RW , RT akan menyetujui dan kemudian baru mereka dari pihak luar melakukan kegiatan.” (wawancara tanggal 10 M ei 2010)

Dari pengamatan yang saya lakukan, keluarga itu dan beberapa keluarga yang lain memang walaupun mereka telah sekolah tinggi dan secara ekonomi agak mapan secara umum masih bertempat tinggal disana. Ada keluarga yang sudah di perumahan Puri Anjasmoro masih juga rumah di Kawasan Gunung Brintik masih dipertahankan. M otivasi terbesarnya adalah ikatan keluarga dan ketenangan. W alapun di ling-kungan yang secara geografis berat karena memang lereng-lereng, namun motiviasi spiritual semacam itu ada. Kebersamaan, ketenangan disamping memang akses untuk keluar dan sebagainya memang praktis karena memang di pusat kota. W alaupun tadi pekerjaannya serabutan tapi bisa dikatakan mereka juga mendapat semuanya katakanlah tidak pernah ada yang kelaparan M ereka mendapatkan semua yang dibutuhkannya.

(9)

dikatakan sebagai karyawan atau pegawai, mereka serabutan tapi setiap hari ada pekerjaan. Bagi yang pekerja tetap mungkin ada suatu penilaian bahwa ketika mempunyai ekonomi yang cukup lumayan dan hidup di kampung dia merasa menjadi orang penting sehingga merasa persaingan ekonomi tidak tinggi. Barangkali merasa lebih tenang ketika lingkungan ekonomi tidak terlalu tinggi. M ereka tidak kemrungsung, merasa tidak bersaing bahkan mereka menjadi ”golongan” seperti orang yang dihargai. Itu kenyamanan sosial. Selain itu anggota keluarga mereka keluarga sebagian besar umumnya ”jadi”.

Sumber : Data Primer Tahun 2010

Gambar 4.3

Deretan Rumah di Lereng Barat Gunung Brintik M enghadap Jl. Dr. Sutomo Semarang

(10)

3. Areal tepian sungai di antara Gunung Brintik dan Jl.Dr.Sutomo bagian selatan

Sumber : Data Primer Tahun 2010

Gambar 4.4

Kios Pedagang dan Jasa di tepian sungai dan jalan

M enurut penuturan mantan Ketua RT I dalam wawancara tanggal 4 Januari 2010:

“……..Awalnya dulu disitu ,saya tahun 2000 di tempat RT 01, kebetulan kalau di lingkungan bawah istilah secara umum, pendatang lebih banyak dan penduduk asli yang awal membuka lingkungan itu memang di bawah sementara di atas itu berupa relokasi. Relokasi dari para gelandangan, kemudian orang-orang yang memang dipindahkan dari tempat lain kemudian dikola oleh pihak yayasan Soegiyapranata dan diberikan semacam rumah-rumah sederhana itu awalnya tahun 80 an informasinya dan dari situlah kemudian tempat-tempat lain ditempati oleh para pendatang yang mempunyai pekerjaan serabutan.”

(11)

Sumber: data primer tahun 2010

Gambar 4.5

PKL Jl. Dr. Sutomo

Ada dua kelompok usaha. Pertama, kelompok kios-kios bunga yang dianggap sebagai pedagang kaki lima (PKL) mulai gang lima sampai delapan, kemudian antara gang lima sampai gang satu namanya pedagang dan jasa, jadi ada warung-warung mulai gang lima sampai satu. Sebagian besar bertempat tinggal di sana, sementara antara gang lima sampai delapan tidak bertempat tinggal di kios itu. Sore tutup. Ada Kopaja (Koperasi Pedagang dan Jasa) yang satu lagi koperasi PKL. M ereka ada iuran, ada pengurusnya sehingga kalau kelurahan akan berhubungan ya dengan pengurusnya M ereka beriuran juga untuk jaga keamanan sehingga setiap malam ada HANSIP (Pertahanan Sipil) yang berjaga jaga di pos HANSIP gang 5 yang dibiayai warga termasuk Kopaja dan PKL melalui RT setempat.

M odal Komunitas (Community Capital) Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang

Komunitas M akam Gunung Brintik memiliki modal komunitas

(Community Capital) untuk survive dan memiliki strategi

(12)

digunakan untuk dapat berhasil mengatasi kemiskinan di Gunung Brintik .

M odal komunitas berupa; moral/spiritual (spiritual capital) M odal ekonomi (economic capital), M odal M anusia (human capital), modal intelektual (intelektual capital), modal emosional (emotional

capital termasuk ketabahan /adversity Capital), serta modal moral, dan

modal kesehatan. M odal tersebut dapat dikelompokkan seperti yang disampaikan oleh Jeffrey Sachs (2005) sebagai berikut: Human

capital-kesehatan, nutrisi, dan keahlian dibutuhkan setiap orang untuk menjadi produktif secara ekonomi; Business capital: teknologi atau permesinan, berbagai fasilitas, alat-alat transportasi bermotor sangat diperlukan dalam pertanian, industri dan jasa; Infrastructure capital: pembangunan jalan-jalan, air dan sanitasi, bandara dan pelabuhan, dan sistem telekomunikasi, adalah penting demi produktivitas bisnis;

Natural capital. Sumber daya alam; Public institutional capital: hukum

komersial, sistem yudisial, berbagai pelayanan dan kebijakan pemerintah dibutuhkan menjadi penopang pembagian kerja yang penuh damai dan makmur; Knowledge capital: pengetahuan saintifik dan teknologi dapat meningkatkan produktivitas dalam bisnis dan mempromosikan physical dan natural capital.

(13)

Ada beberapa sumur umum yang dibangun oleh RW yang kemudian disalurkan ke beberapa warga, jadi ada pengurus sumur umum yang mengatur pembayaran tiap bulan. Ada juga warga yang memang membuat sumur sendiri kemudian disalurkan dan membayar, airnya bagus dan ada tetangga saya sumur saya tidak begitu bagus tetapi tetangga di rumah pakde saya itu sumur yang dibangun Belanda sangat bagus cuma bedanya air yang dibuat Belanda sangat dalam, yang mencarikan sumur umum semacam orang pintar zaman dulu sehingga tidak boleh ditutup jadi ada beberapa sumur salah satunya di Pojok rumah keluarga besar istri mantan Ketua RT I.

Pada jaman dulu ada peminta-minta yang kadang-kadang agak kasar, membarut/menggores kendaraan dan lain-lain. Sekarang keliatannnya itu tidak ada lagi. Pada kawasan ada beberapa kepedulian masyarakat sekitar, misalnya yayasan PS GARAM , Yayasan Penyelenggara Illahi, Yayasan Pangudi Luhur, dan Yayasan Sosial Sugiyopranoto

(14)

Yayasan Pendidikan Pangudi Luhur, menjadi satu Yayasan dengan yayasan pengelola SM P Dominico Savio

Perkembangan yang positif terjadi karena adanya kepedulian sosial, penanaman nilai-nilai sopan santun dan seterusnya, seperti contohnya Pak Rom yang relatif berhasil dan dari kawasan situ yang sedikit banyaknya memberikan supporting, keliatannya memang benar ada pengaruh dari nilai-nilai sopan santun, tata krama keikutsertaan handarbeni di kawasan itu sehingga banyak orang-orang yang singgah di puncak tadi itu (maksudnya Puncak Gunung Brintik) yang gelandangan, pengemis sekarang ada perubahan tingkah laku menjdi lebih baik.

(15)
(16)

ngantornya tidak selalu disitu jadi di dinas kalau tidak salah di pertamanan dan pemakaman, yang sekarang dinas pemakaman tapi kan gabungan dengan dinas pertamanan kalau tidak keliru dan itu sebenarnya statusnya pegawai itu. Cuma kantornya di Bergota jadi kalau bicara tingkat kehadiran ya karena pekerja di lingkungan sendiri ya relatif selalu ada tetapi tidak di tempat, tidak di kantor tetapi di rumah dan itu memang beberapa ada yang dapat pensiun.”

Ada semacam penanaman nilai-nilai katakanlah moral, spiritual, sikap yang membuat ketenangan. Ada semacam istilah eman-eman kalau harus meninggalkan kampung, ada nilai spiritual, ada semacam senang, ketenangan, kecocokan.

Gambar

Gambar 4.3 Deretan Rumah di Lereng Barat Gunung Brintik Menghadap Jl. Dr.
Gambar 4.4 Kios Pedagang dan Jasa di tepian sungai dan jalan

Referensi

Dokumen terkait

Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Pemetaan Jalur Angkutan Kota Semarang Menggunakan

Stasiun Tawang tahun 1868, merupakan stasiun kereta api besar tertua di Indonesia setelah Semarang Gudang dan diresmikan pada tanggal 19 Juli 1868 untuk jalur.. Semarang Tawang

Sedangkan untuk pemilihan jaringan bisnis, dibina entrepreneur batik di kota Semarang dengan supplier dari kota Pekalongan dengan pertimbangan bahwa di kota

Pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah di Kota Semarang

Pemerintah kota Semarang memang telah membuatkan tempat untuk berdagang atau menjual jasa bagi para PKL, yaitu di Kokrosono dan pasar Waru, hanya saja di dua lokasi

Pertama , tentang penetapan tanggal 07 September didasarkan pada peninjauan fakta sejarah bahwa pada tanggal 07 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberikan hak yang sama

Selain sering mengikuti event balap kususnya grastrack, Komunitas ini juga sering mengikuti event trabas di sekitaran Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga, hal ini untuk

It consists of five movements which are Empat Penari, Simpang Lima Kota Semarang, Gado-gado Semarang, Malu-malu Kucing, and Jangkrik Genggong.. The motif of each movement