• Tidak ada hasil yang ditemukan

WANITA SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "WANITA SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

WANITA SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA : Antara Peran dan Aktualisasi Diri Wanita I. Pendahuluan

Perkembangan pesat yang terjadi pada era modernisasi ini membawa pengaruh pada berbagai bidang. Setiap individu dituntut untuk mampu mengimbangi perubahan tersebut, tak terkecuali pada wanita. Apabila pada masalalu tugas wanita hanya untuk melayani suami dan anak sepenuhnya, serta harus tunduk patuh pada semua perkataan suami tanpa mengindahkan apa saja hak yang seharusnya menjadi hak wanita. Maka saat ini peran wanita sudah banyak ‘naik kelas’ dibanding pada masa lampau (Ken, 2003:5). Saat ini sudah banyak wanita yang mampu dan berani untuk memperjuangkan haknya, hak untuk mandiri, hak untuk mengaktualisasikan diri, dan hak untuk ikut serta dalam mencari nafkah serta terlibat ke sektor yang lebih luas. Banyak wanita yang sudah bekerja diluar rumah, membiayai diri sendiri tanpa bergantung pada orang lain, dan turut mempunyai suara di ranah publik, baik pada sektor pendidikan, politik maupun ekonomi.

Namun, tidak serta merta setelah adanya pergeseran peran wanita dewasa ini menjadikan peran utama wanita sebagai seorang ibu dan istri menjadi ditinggalkan. Seorang ibu mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu keluarga, baik peranannya bagi suami maupun anaknya (Pujosuwarno, 1994:44). Harus terdapat keseimbangan antara perannya sebagai ibu dan juga pemenuhan haknya sebagai wanita. Dewasa ini wanita lebih punya banyak pilihan-pilihan yang membuatnya tidak terkekang hanya dalam satu pilihan saja, termasuk ketika masih ada yang memilih menjadi ibu rumah tangga. Hal itu jelas bukan berarti wanita tersebut masih terkungkung dengan pikiran masa lalu, namun ini terjadi karena wanita memilih.

(2)

diberikan oleh seorang ibu. Selain untuk penanaman dan pembentukan karakter bagi anak, peran ibu rumah tangga sangat besar bagi kelangsungan keluarganya. Ibu ibarat manajer yang mengurus segala hal dirumah, mulai dari pembelanjaan rumah tangga, makanan, hingga berbagai kebutuhan lainnya diatur oleh seorang ibu.

Pilihan menjadi ibu rumah tangga pada era ini justru menjauhkan dari streotipe miring tentang ibu rumah tangga. Karena pada kenyataannya menjadi ibu rumah tangga tidak akan membuat wanita ketinggalan jaman, namun justru akan dapat mengikuti tren yang ada dengan hal-hal baru sebagai pembelajaran untuk keluarganya. Adanya wanita yang memilih menjadi ibu rumah tangga kebanyakan justru mempunyai hubungan yang baik dengan suaminya, pembagian peran dan kerja dalam rumah tangga bisa didiskusikan dengan baik karena ibu rumah tangga lebih mempunyai waktu yang luwes. Hal ini serupa seperti yang dikatakan Talcott Parsons (1902-1979) dan Parsons dan Bales yang berpendapat bahwa

“Keluarga adalah sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran suami dan istri untuk saling melengkapi dan saling bantu membantu satu sama lain. karena itu peranan keluarga semakin penting dalam masyarakat modern terutama dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Keharmonisan hidup yang dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga.”

Teori yang turut mendukung pembagian peran antara suami istri juga terdapat dalam Teori fungsionalis. Teori ini menggambarkan masyarakat sebagai suatu sistem dengan banyak aspek seperti; agama, pendidikan, struktur politik, sampai mengenai rumah tangga. Keterkaitan antara satu dengan yang lainnya sangat diperlukan agar sebuah sistem masyarakat ini dapat berjalan sesuai fungsinya masing-masing. Teori ini pun turut memandang pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki sebagai cara untuk menjalankan sebuah sistem, dalam hal ini sebuah rumah tangga. Dari pembagian kerja tersebut tentulah ada pembedaan peran antara perempuan dan laki-laki. Talcott Parsons sebagai pencetus teori ini menempatkan peran perempuan dan laki-laki pada bagian yang berbeda dengan kesepakatan antara keduanya.

(3)

waktu yang beliau olah sendiri, maka beliau dapat mengikuti berbagai kegiatan diluar rumah untuk mengaktualisasikan dirinya tanpa harus mengesampingkan keluarga.

II. Pembahasan

Saya berkesempatan mewawancarai figur ibu yang mendedikasikan hidupnya untuk menjadi ibu rumah tangga, meski dengan riwayat pendidikan yang mengundang banyak tawaran di dunia kerja. Pendidikan yang sudah beliau tempuh bisa dibilang diatas rata-rata bagi kebanyakan ibu rumah tangga, gelar pasca sarjananya beliau raih bahkan setelah mempunyai 2 anak dari pernikahannya. Sosok istimewa ini bernama Nina, beliau lahir di Yogyakarta, 4 September 1965 dan berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya dengan cumlaude di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1990 dalam rentang waktu 4 tahun saja. Ibu dari 4 orang anak, yakni Lintang (19 tahun), Girindra (15 tahun), Kania (11 tahun), dan Yayik (8 tahun) ini tidak pernah merasa menyayangkan pendidikan yang berhasil ia selesaikan dengan baik meski sekarang kesehariannya lebih banyak dirumah dan merawat anak-anak.

“tidak ada yang perlu disayangkan. Saya justru punya kebanggan tersendiri, karena menjadi ibu rumah tangga yang punya pendidikan akan dapat membimbing anaknya dengan lebih baik”

Begitu katanya ketika beliau ditanya apakah tidak sayang melewatkan banyak kesempatan berkarir yang ibu Nina sendiri membidanginya dengan baik. Beliau akan lebih menyayangkan apabila melewatkan proses tumbuh kembang anak-anaknya tanpa bisa mendampinginya, itulah alasan mengapa tidak masalah baginya menjadi ibu rumah tangga dan merelakan segala kesempatan menjadi wanita karier. Meski memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, bukan berarti bu Nina tidak pernah bekerja. Pengalaman kerja sudah pernah ia rasakan tepat setelah dirinya lulus dari perguruan tinggi. Seperti umumnya mahasiswa setelah lulus, ibu Nina juga mempunyai keinginan untuk mengaplikasikan apa yang telah ia pelajari, dan hal itu beliau wujudkan dengan bergabung menjadi supervisor disebuah perusahaan jasa. Pekerjaan itu bu Nina tekuni hampir satu tahun sampai akhirnya anak pertama buah pernikahannya dengan bapak Wahyu lahir, lalu beliau memilih untuk berhenti dari pekerjaannya dan fokus mengurus anak dan rumah tangga.

(4)

tipe pengatur yang otoritas menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sang istri. Kontrol rumah tangga yang biasanya dikuasai mutlak oleh pihak suami untuk pasangan ini tidak berlaku, setiap keputusan diambil setelah didiskusikan bersama. Setelah menikahpun bu Nina masih diperbolehkan bekerja. Menurut bu Nina, kedua belah pihak baik suami maupun istri seharusnya sedari awal memang sudah punya konsep tanggung jawab masing-masing peran. Hal inilah yang dipraktekkan oleh pasangan ini, sehingga membuat keduanya menjadi pasangan yang kompak dan jauh dari adanya perasaan tidak setara.

Berbicara masalah konsep bekerja bagi perempuan, bu Nina mempunyai pendapat sendiri mengenai hal ini. Menurutnya perempuan yang bekerja selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup juga untuk mengaktualisasikan diri mereka. Bu Nina tidak sependapat dengan pernyataan bahwa wanita tempatnya dirumah, hanya untuk melayani dan mengurus keluarga. Karena meski ibu Nina sendiri juga merupakan ibu rumah tangga tapi menurutnya hal itu bukanlah keharusan yang cenderung dipaksakan, tapi lebih pada pilihan tiap individu dan wanita tetap mempunyai hak atas tiap keputusannya. Berbeda halnya ketika wanita sudah berkeluarga, tentunya mereka sudah punya prioritas untuk suami dan anaknya, namun bukan berarti wanita dapat dikekang dan dilarang untuk mengaktualisasikan dirinya. Dengan kata lain, wanita dapat berkegiatan untuk mengaktualisasikan dirinya dengan tetap memprioritaskan keluarga. Seperti yang dijalani ibu Nina selama ini.

Tanpa diminta, bapak Wahyu suami dari ibu Nina turut bergabung dengan obrolan kami, ketika dimintai pendapatnya mengenai wanita yang bekerja beliau menanggapi bahwa wanita tentu mempunyai haknya yang tidak seharusnya dilarang, selama bisa membagi prioritas dengan baik bapak Wahyu merasa tidak selalu wanita harus dirumah saja. Hal itu juga yang dilakukan terhadap sang istri, beliau jarang mengeluh atau menegur jika istrinya ingin pergi merawat diri, karena pak Wahyu sendiri mengerti istri juga perlu waktu untuk dirinya sendiri setelah mengurus rumah tangga. Namun bapak Wahyu juga tetap mempunyai aturan dalam keluarganya yang tentu sudah disepakati bersama, sehingga jarang terlibat dalam adu argumen apalagi perselisihan. Mengenai aktivitas ibu Nina pun pak Wahyu secara gamblang menyatakan;

“kegiatannya Mama selama ini ngga pernah mengesampingkan keluarga, jadi kenapa dilarang. Kalo saya lagi ngga ada kegiatan kadang saya juga ikut”

(5)

tangga memang mengharuskan bu Nina untuk mengurus semua keperluan baik untuk suami maupun anaknya. Setiap pagi setelah menyiapkan semua keperluan untuk keempat anaknya yang masih sekolah dan untuk suaminya, beliau mengantar 4 buah hatinya bergiliran. Ibu Nina sudah biasa menyetir mobil untuk kesehariannya, hal ini membuktikan bahwa wanita sudah seharusnya memiliki keahlian-keahlian yang biasanya menjadi ranah lelaki, bukan untuk menyainginya, tapi hal ini diperlukan sebagai ibu rumah tangga yang memang harus serba bisa. Setelah mengantar anak sekolah maka itulah saat ibu Nina mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Setiap 3 kali seminggu beliau mempunyai jadwal rutin untuk yoga, hal ini merupakan salah satu aktivitas bu Nina untuk tetap bisa memanjakan dirinya.

Wanita serba bisa satu ini juga tetap dapat berpartisipasi dalm kegiatan-kegiatan diluar rumah. Ibu Nina sudah lama bergabung dalam yayasan anak-anak berkebutuhan khusus dan masih ikut aktif dalam pengajian ibu-ibu yang diikutinya. Menjadi ibu rumah tangga tidak lantas menjauhkan ibu Nina dari kehidupan sosialnya. Beliau sangat bersyukutr mempunyai suami setoleran bapak Wahyu yang tidak mengekang dirinya. Berbagai kegiatan yang diikuti ibu Nina memberikan banyak pembelajaran untuk dirinya sendiri, dengan bersosialisasi beliau mendapatkan pelajaran dari kehidupan orang lain. ibu Nina sendiri mengaku bahwa dirinya adalah orang yang suka bersosialisasi dan bergabung dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Karena hal itu akan semakin banyak membuat dirinya paham akan lingkungan sekitar, yang bisa dijadikannya pelajaran untuk kemudian diterapkan dalam keluarganya.

Kehadiran seorang ibu diantara anak-anaknya tentu akan membuat hubungan anak dan ibu semakin erat. Hal itu juga lah yang dialami oleh ibu Nina. Keseharian beliau yang selalu berada dirumah membuat Lintang, Girindra, Kania, dan Yayik terbiasa dekat dan terbuka kepada ibunya, apapun akan mereka ceritakan kepada sang Ibu. Hal ini tentu membantu pola asuh dan komunikasi kepada anak-anaknya, yang otomatis menjauhkan dari sifat tertutup anak yang justru berbahaya. Kedekatan seorang ibu pada anaknya bisa membentuk sang anak menjadi pribadi yang lebih percaya diri, tidak heran ketika anak sulung ibu Nina berhasil menjadi siswa yang terpilih mengikuti pertukaran pelajar ke luar negeri.

“jelas lebih seneng mama dirumahlah... Mama sih jarang marah meski suka ngomel, tapi itu karna mama khawatir. Lintang pengen jadi kayak mama, selalu dirumah. Jadi ngga bingung kalo ada apa-apa, soalnya ada mama”

(6)

ada disisinya. Bu Nina sendiri membiasakan anaknya untuk selalu bercerita pada dirinya dan hal itu terbukti telah berhasil membangun kebiasaan pada putra putrinya untuk terbuka pada ibu Nina. Hal ini bukan berarti wanita atau ibu yang bekerja tidak mampu melakukan hal ini, ibu Nina sendiri berpendapat wanita atau ibu yang bekerja pun akan tetap bisa dekat dengan anaknya asalkan mampu memperhatiakn sang anak meski tidak berada dekat dengan si anak. “sebenarnya mau bekerja atau tidak, untuk dekat dengan anak yaa pinter-pinter ibunya ngejaga

hubungan sama anaknya”.

Perbedaan yang akan muncul antara ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja akan terlihat dalam diri si anak saat besar. Umumnya saat anak-anak yang saat kecilnya merasakan perhatian sang ibu karena selalu berada dirumah akan lebih percaya diri dan menjadikan sang ibu (untuk anak perempuan) sebagai role model bagi dirinya, artinya si anak ingin seperti sang ibu ketika dewasa nanti. Begitu pula apabila anak lelaki, ia akan menjadikan ibunya patokan untuk pendampingnya kelak.

Menjadi ibu rumah tangga yang baik adalah apa yang wanita ini impikan, dan hal itu pun dicontohkan dari orangtuanya, terutama ibu bu Nina. Kesehariannya sebagai ibu rumah tangga kadang kala menimbulkan kerinduan untuk kembali bekerja. Normalnya sebagai seorang manusia, bu Nina juga kadang ingin kembali bekerja, namun bersamaan dengan itu beliau sudah tidak mau jauh dari keluarganya. Inilah pilihan. Bukan masalah apa yang ingin kita capai, tapi apa yang membuat kita nyaman dan bahagia.

“saya sudah memilih untuk ada dirumah setiap anak-anak saya pulang, selalu ada saat mereka butuhkan, dan kebahagiaan itu saya dapatkan ketika saya menjadi ibu rumah tangga.”

(7)

sebisa mungkin beliau menghabiskan waktu dengan keluarga, salah satunya seperti contoh sebelumnya.

III. Penutup

Diujung obrolan kami, ibu Nina menyampaikan bahwa pendidikan yang tinggi walau hanya menjadi seorang ibu rumah tangga tetap perlu dan penting karena akan mempengaruhi pola pikir dan pola pengasuhan kepada anak-anak dan keluarganya. Tidak ada istilah “sayang sekolah tinggi kalo cuma mau jadi ibu rumah tangga”, karena pada dasarnya menjadi ibu rumah tangga tidak hanya berkutat di dapur dan dalam hal mengurus anak. Lebih dari itu, menjadi ibu rumah tangga berarti harus siap untuk mengatur semua hal dikeluarganya dan hal itu tidak dapat dilakukan jika seorang wanita tidak mempunyai dasar pendidikan yang baik. Pendidikan juga akan mempengaruhi pola pemikiran dalam pengasuhan anak, mana yang dapat diajarkan sesuai dengan usianya dan mana yang tidak, selain itu urusan rumah tangga juga memerlukan kepandaian dalam pengaturan uang untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, ada skala prioritas yang harus ibu pahami. Pemikiran untuk menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan dalam setiap problem dalam rumah tangga pun membutuhkan bekal pendidikan yang baik. Jadi jelas bahwa menjadi ibu rumah tangga tidak sesederhana yang dipikirkan. Setiap ibu harus mempunyai bekal pendidikan yang baik karena akan sangat berpengaruh pada pola pengasuhan dan pengaturan dalam rumah tangga.

(8)

wanita harus berpendidikan agar anak-anaknya mendapat pola pengasuhan yang lebih baik dan pengelolaan rumah tangga juga dapat terurus dengan bekal ilmu yang mumpuni.

Daftar Pustaka

Astuti, Asri Wahyu. 2013. Peran Ibu Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Fakih, Mansour Dr. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (cetakan ketujuh).

Megawangi, Ratna. 1999. “Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender”. Bandung: Mizan.

Puspitawati, Herien. 2013. Fungsi Keluarga, Pembagian Peran dan Kemitraan Gender dalam Keluarga. Bogor: Institut Pertanian Bandung.

Widaningsih, Lilis. 2010. Relasi Gender dalam Keluarga: Internalisasi Nilai-Nilai Kesetaraan dalam Memperkuat Fungsi Keluarga. Jawa Barat: Dinas Pendidikan.

(9)

TUGAS AKHIR SEMESTER MATA KULIAH STUDI GENDER WANITA SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA :

Antara Peran dan Aktualisasi Diri Wanita Dosen pengampu : Dra. Tuty Gandarsih MRS., M.S.

Oleh:

Hilyatina Dhiya’ul Qonita R.

12/335104/SA/16585

JURUSAN ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris dan mengetahui secara lebih mendalam mengenai seberapa jauh mekanisme Good Corporate Governance (GCG)

Streptococcus thermophilus dapat memanfaatkan sumber karbon lain pada susu kacang hijau, namun untuk menghasilkan yoghurt dengan kandungan asam laktat yang tinggi laktosa tetap

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dengan pelaksanaan pemantauan pertumbuhan balita dengan kartu menuju sehat

Fisiologi, Genetik, dan Molekuler Adaptasi Terhadap Intensitas Cahaya Rendah: Pengembangan Varietas Unggul Kedelai sebagai Tanaman Sela.. Lembaga Penelitian dan

Hasil penelitian menunjukkan karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa,

8] Seefeld, K., Linder, E., (2007) Statistics Using R with Biological Examples, University of New Hampshire, Durham, NH Department of Mathematics &..

ADLN - Perpustakaan Universitas

Pembimbing penulisan skripsi saudara Rudi Wahyudi, NIM: 20402108078, Mahasiswa Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN