• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT II TERAPI EMPIRIS CANDIDEMIA PAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REFERAT II TERAPI EMPIRIS CANDIDEMIA PAD"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT II

TERAPI EMPIRIS CANDIDEMIA PADA PASIEN NEUTROPENI DAN

NON NEUTROPENI

Oleh:

Fitrinilla Alresna

1306399733

Pembimbing :

Dr. dr. Widayat Djoko Santosa, SpPD, KPTI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN Presentasi Referat

Terapi empiris candidemia pada pasien neutropeni dan non-neutropeni

Oleh :

dr. Fitrinilla Alresna

PPDS Ilmu Penyakit Dalam Tahap II

NPM 1306399733

Telah disetujui untuk dipresentasikan di RSUPN Cipto Mangunkusumo

Pada bulan Desember 2016

Pembimbing,

(3)

PERYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa referat berikut ini dengan judul:

Terapi empiris candidemia pada pasien neutropeni dan non-neutropeni

Saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai plagiarisme atas karya ilmiah ini, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Jakarta, Februari 2016

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...2

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...3

BAB I PENDAHULUAN...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7

BAB III KESIMPULAN...17

(5)

BAB I PENDAHULUAN

Infeksi jamur atau mikosis semakin dikenal sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien rawat inap di rumah sakit terutama yang imunokompromis. Infeksi jamur pada manusia dibagi menjadi infeksi jamur endemik dan infeksi jamur invasif. Penyebab infeksi jamur invasif yang cukup banyak adalah Aspergillus spp., Pneumocystis jiroveci, Cryptococcus spp, dan Candida spp. Candida dan Aspergillus merupakan penyebab terbanyak dari infeksi jamur invasif. Candidiasis menjadi penyebab yang terbanyak dan mewakili sekitar 10% infeksi nosokomial pada pasien di ruang rawat intensif.1

Candidiasis invasif dapat bermanifestasi pada berbagai organ. Candidemia merupakan manifestasi klinis candidiasis invasif yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 68-90%. Selain itu candidiasis invasif juga dapat bermanifestasi menjadi peritonitis (7-30%), infeksi intra abdomen yang lain (hati dan limpa), endokarditis serta menginfeksi otak dan mata.2,3 Penelitian

yang dilakukan oleh Wahyuningsih dkk di ruang rawat Perinatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dari tahun 2001-2003 mendapatkan bahwa C. tropicalis merupakan spesies Candida tersering yang menyebabkan candidemia.4 Meningkatnya insidens candidemia

dalam dekade terakhir bukan saja disebabkan oleh semakin membaiknya perangkat diagnostik, namun juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah faktor-faktor risiko untuk terjadinya candidemia.5

Berdasarkan studi-studi yang sudah dilakukan, penggunaan kateter intravena, antibiotik spektrum luas, steroid, obat imunosupresan, nutrisi parenteral total, diabetes mellitus, dialisis dan pasca prosedur bedah merupakan faktor risiko untuk terjadinya candidemia.6-8

Secara garis besar manifestasi dari candidiasis dapat berupa candidemia atau candidiasis pada organ dalam. Saat ini diagnosis candidemia ditegakkan dengan menggunakan kultur darah. Ada kesulitan di sini karena tidak semua candidiasis pada organ dalam menimbulkan candidemia sehingga pemeriksaan pada biakan menjadi negative sehingga kultur darah mempunyai beberapa kekurangan yaitu hanya memberikan hasil positif pada sebagian kecil pasien dan butuh beberapa hari untuk identifikasi spesies.9 Kesulitan dalam mendiagnosis candidemia ini akan berdampak

(6)
(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Candidiasis invasif merupakan infeksi jamur sistemik yang disebabkan oleh spesies Candida, yang dapat mengacu pada infeksi Candida di aliran darah (candidemia) atau komplikasinya seperti endophtalmitis, endokarditis, dan meningitis.10-12

2. Epidemiologi

Saat ini insidens infeksi jamur invasif yang disebabkan oleh spesies Candida semakin meningkat. Spesies yang paling banyak menyerang manusia adalah Candida albicans, Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, dan Candida krusei.5 Candida

auris saat ini muncul sebagai salah satu spesies Candida yang multi-drug resistant yang paling sering ditemukan akibat infeksi yang didapat dari RS.13 Di Amerika Serikat, distribusi

spesies Candida pada 1.206 kasus candidemia 50.7% C. albicans, 17.4% C. parapsilosis, 16.7 C. glabrata, 10.2% C. tropicalis, 2.1% C. lusitanae, 1.6% C. krusei.14 Nucci dkk, pada suatu

studi candidemia di Amerika Latin, menemukan bahwa dari 672 kasus candidemia, spesies yang paling sering ditemukan adalah C. albicans (37.6%), lalu diikuti oleh C. parapsilosis (26.5%), C. tropicalis (17.6%), C. guilliermondii (6.5%), C. glabrata (6.3%), dan C. krusei (2.7%).15 Di amerika utara dan selatan, spesies Candida non-albicans ditemukan pada lebih

dari 50% kultur darah, dengan yang terbanyak adalah C. glabrata dan C. parapsilosis. Sedangkan di eropa, C. albicans merupakan spesies yang paling sering ditemukan. Saat ini terdapat juga peningkatan frekuensi dari spesies Candida non-albicans sebagai penyebab dari Candidemia, yaitu C. glabrata, C. tropicalis, C. krusei dan C. parapsilosis.16 Penelitian di

Indonesia yang dilakukan oleh Wahyuningsih dkk di ruang rawat Perinatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dari tahun 2001-2003 mendapatkan bahwa C. tropicalis merupakan spesies Candida tersering yang menyebabkan candidemia.4

(8)

kegagalan dengan terapi antibiotik, pada pemeriksaan kultur darah didapatkan hasil positif pertumbuhan candida.4

Dikarenakan meningkatnya penggunaan profilaksis fluconazole, terjadi pergeseran epidemiologi dari Candida albicans (CA) ke spesies non albicans (NAC). NAC berpotensi menjadi permasalahan karena tingkat resistensi yang tinggi terhadap fluconazole

3. Patofisiologi

Candidemia merupakan manifestasi klinis candidiasis invasif yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 68-90%. Selain itu candidiasis invasif juga dapat bermanifestasi menjadi peritonitis (7-30%), infeksi intra abdomen yang lain (hati dan limpa), endokarditis, menginfeksi otak dan mata. Faktor risiko utama untuk terjadinya candidemia adalah penggunaan kateter intravaskuler, kemoterapi intensif, penggunaan antibiotik spektrum luas, penggunaan alat-alat medik yang invasif, transplantasi organ, HIV (human immunodeficiency virus), populasi lanjut usia, kolonisasi di mukosa, neutropenia, prosedur bedah (terutama operasi di daerah abdomen) dan nutrisi parenteral total.8

Zaoutis dkk melakukan studi kasus kontrol mencoba untuk mancari faktor risiko pada 101 pasien anak di ruang perawatan intensif yang mengalami candidemia. Dari studi tersebut didapatkan faktor risiko yang bermakna adalah pemakaian kateter vena sentral, nutrisi parenteral total, keganasan, pemakaian vankomisin dan antibiotik anaerob selama > 3 hari dalam 2 minggu terakhir. Pasien-pasien yang mempunyai ≥ 3 faktor risiko tersebut dengan kombinasi yang berbeda, akan mempunyai risiko 10-46% untuk menjadi candidemia. Selain itu dari studi ini juga didapatkan angka mortalitas 30 hari pada pasien candidemia adalah 44% sedangkan pada pasien kontrol adalah 14%.19

(9)

Toll like receptors (TLRs) akan mengenali struktur dinding sel fungal (mannan) dan akan menginduksi produksi dari sitokin proinflamasi, seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin (IL) 1. Interferon (IFN) gamma memediasi respons dari sel T helper 1 untuk memproduksi immunoglobulin anti-Candida yang spesifik, yang mempunyai fungsi untuk mencegah dan membersihkan infeksi Candida.9

Prosedur invasif, seperti kateter intravaskuler, pembedahan di saluran cerna dan kemoterapi yang menyebabkan mukositis, akan menyebabkan terputusnya barrier kulit dan mukosa dan ditambah dengan status imun pejamu yang rendah akan memfasilitasi invasi lokal dari Candida dan selanjutnya dapat menyebabkan candidemia. Meningkatnya lama perawatan akan meningkatkan risiko untuk terjadinya candidemia, karena semakin lama perawatan, maka akan semakin banyak pula tindakan invasif yang dilakukan terhadap pasien tersebut. Penggunaan nutrisi parenteral total juga dapat menyebabkan imunosupresi sehingga risiko untuk terjadinya candidemia pada pasien-pasien yang mendapat nutrisi parenteral total akan meningkat. Pemakaian ventilator mekanik dapat menyebabkan bertambahnya fokus kolonisasi Candida di saluran napas.8

4. Diagnosis

Berdasarkan European Organization for Research and Treatment of Cancer/Invasive Fungal Infections Cooperative Group and the National Institute of Allergy and Infectious Diseases Mycoses Study Group (EORTC/MSG), diagnosis jamur invasif dikelompokkan menjadi proven, probable dan possible.20

Suatu infeksi jamur invasif dikatakan proven jika :

 Pada pemeriksaan histopatologi, sitopatologi atau pemeriksaan mikroskop langsung pada spesimen yang diambil dari bagian tubuh yang normalnya steril melalui prosedur aspirasi jarum halus atau biopsi menunjukkan adanya jamur.

 Pada pemeriksaan kultur jaringan yang diambil melalui prosedur yang steril pada bagian tubuh yang normalnya steril ditemukan pertumbuhan jamur, dan pemeriksaan kultur jaringan ini harus diambil pada bagian tubuh yang secara klinis atau radiologis dicurigai terdapat infeksi jamur.

 Pada pemeriksaan kultur darah ditemukan pertumbuhan jamur.

(10)

Suatu infeksi jamur invasif dikatakan probable jika didapatkan adanya faktor pejamu, kriteria klinis dan kriteria mikologis. Sedangkan suatu infeksi jamur invasif dikatakan possible jika hanya didapatkan adanya faktor pejamu dan kriteria klinis tanpa adanya kriteria mikologis.

Faktor pejamu :

 Adanya neutropenia (< 0,5x109 neutrofil/liter atau < 500 neutrofil/mm3) selama > 10 hari sebelum terjadinya infeksi jamur.

 Menerima transplantasi sel punca allogenik.

 Pemakaian steroid lama (minimal 0,3 mg/kg/hari prednisone atau ekuivalennya) selama > 3 minggu.

 Pemakaian obat imunosupresan sel T, seperti siklosporin, penghambat TNF alfa, antibodi monoklonal spesifik (seperti alemtuzumab), atau analog nukleosida selama 90 hari sebelumnya.

 Penyakit imunodefisiensi yang diturunkan, seperti penyakit granulomatosa kronik. Kriteria klinis :

 Infeksi jamur di saluran napas bawah, adanya 1 dari 3 tanda berikut pada pemeriksaan CT-Scan, yaitu kavitas, tanda air-crescent atau konsolidasi dengan atau tanpa tanda halo.

 Trakeobronkitis adanya ulserasi, nodul, pseudomembran, plak atau skar pada pemeriksaan bronkoskopik.

 Infeksi sinonasal, pada pemeriksaan pencitraan didapatkan tanda sinusitis, ditambah dengan adanya 1 dari 3 gejala berikut, yaitu nyeri akut yang terlokalisir, ulkus nasal dengan skar hitam atau adanya perluasan sinus paranasal menembus tulang.

 Infeksi sistem saraf pusat, adanya 1 dari 2 tanda berikut, yaitu terdapat lesi fokal pada pemeriksaan pencitraan atau adanya penyangatan meningeal pada MRI atau CT Scan.

 Candidiasis diseminata, adanya 1 dari 2 tanda berikut, yaitu adanya bull’s-eye lesion pada hati atau limpa atau adanya eksudat progresif pada retina, yang terjadinya setelah episode candidemia dalam 2 minggu sebelumnya.

Kriteria mikologis :

(11)

 Pemeriksaan tidak langsung (deteksi antigen atau komponen dinding sel jamur)

 Aspergilosis dengan mempergunakan deteksi galaktomanan di plasma, serum, sekret bronkoalveolar atau cairan otak.

 Infeksi jamur invasif selain kriptokokus dan zigomikosis, dengan mempergunakan deteksi beta-D-glukan di serum.

Diagnosis candidemia

(12)

komplikasi yang berisiko tinggi dan mempunyai angka diagnostik yang rendah, terutama pada pasien-pasien yang sudah menerima terapi antifungal empirik.9

5. Tatalaksana a. Terapi empirik

Terapi empirik adalah terapi antifungal yang diberikan pada pasien-pasien yang mempunyai risiko tinggi infeksi jamur dan terdapat adanya demam yang persisten dan refrakter. Pemberian terapi empirik ini bertujuan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas akibat candidemia, karena keterlambatan dalam memberikan terapi antifungal dapat meningkatkan angka mortalitas pada pasien candidemia.9,21 Terapi empiric juga harus

dipertimbangkan pada pasien-pasien sakit kritis dengan factor risiko untuk terjadinya candidiasis invasive dimana tidak ada penyebab lain dari demam, dan harus berdasarkan pendekatan klinis terhadap factor risiko, pemeriksaan penunjang untuk membuktikan candidiasis invasive (seperti beta-D-glucan), dan/atau data kultur dari tempat yang tidak steril. Faktor risiko untuk munculnya candidiasis invasive antara lain, kolonisasi Candida, derajat beratnya penyakit, paparan terhadap antibiotic spectrum luas, operasi besar dalam kurun waktu dekat, operasi intraabdominal, necrotizing pancreatitis, dialysis, nutrisi parenteral, penggunaan kortikosteroid, dan pemasangan CVC.10

Terapi empirik perlu juga diberikan pada pasien-pasien sepsis yang sudah mendapatkan antibiotik definitif namun tidak juga memberikan respons perbaikan klinis. Dalam memberikan terapi antifungal empirik, para klinisi harus mengkombinasikan faktor risiko dan kolonisasi untuk mengidentifikasi pasien-pasien mana yang benar-benar membutuhkan dan memperoleh manfaat dengan pemberian terapi antifungal. Terapi antijamur empirik harus segera diberikan pada pasien yang memiiki factor risiko diatas dan memiliki klinis syok sepsis.9,10,21

Manfaat pemberian terapi preemptive atau terapi empirik untuk pasien dewasa yang berisiko untuk terjadi candidemia atau candidiasis invasif masih banyak menjadi perdebatan terutama dalam penentuan populasi pasien mana saja yang mungkin mendapatkan manfaat masih belum jelas disebutkan.10

(13)

di rumah sakit tersebut infeksi Candida didominasi oleh spesies yang resisten terhadap flukonazol seperti C. glabrata dan C. krusei maka pilihan agen antifungalnya adalah ekinokandin. Setelah agen antifungal diberikan harus ada evaluasi terhadap respos klinis maupun mikologis. Agen antifungal dapat disesuaikan setelah ada hasil kultur resistensi yang diambil dari bagian tubuh yang steril, misal darah atau peritoneum. Hasil kultur yang menunjukkan hasil negatif harus dicatat tanggalnya, karena terapi antifungal harus dilanjutkan sampai setelah 14 hari setelah hasil kultur negatif tersebut. Pasien-pasien yang respons kliniknya baik dan kondisinya stabil dapat diganti obat antifungalnya dari injeksi ke oral.21

Ada berbagai macam rekomendasi yang saat ini dapat digunakan dalam menentukan terapi empirik pada pasien

- Pada pasien nonneutropenia, pemberian terapi empirik sama dengan pemberian antijamur pada pasien candidemia, penggunaan echinocandin intravena, seperti caspofungin loading dose 70 mg dilanjutkan 5 mg per hari, micafungin 100 mg/hari, anidulafungin loading dose 200 mg dilanjutkan 100 mg per hari dapat digunakan pada pasien-pasien sakit kritis dengan faktor risiko terjadinya candidiasis invasif, atau didapatkan nilai positif untuk pertanda candidiasis invasif dan/atau kultur Candida positif dari lokasi yang tidak steril, dan tidak didapatkan sumber infeksi lain sebagai penyebab demam.10

- Pemberian fluconazole loading dose 800 mg/hari dilanjtkan 400 mg per hari, dapat dipertimbangkan sebagai altenatif untuk pasien yang belum pernah terpapar dengan pengobatan azole dan hasil kultur tidak menunjukkan kolonisasi Candida yang resisten terhadap azole (IDSA), serta dapat diberikan pada pasien-pasien di ICU dimana kondisi demam tidak perbaikan setelah penggunaan antibiotik spektrum luas dan skor APACHE II > 16.22

- Penggunaan amfoterisin B, 3-5 mg/kg perhari dapat dijadikan alternatif jika terdapat intoleransi terhadap agen antijamur lain.10

- Untuk pasien-pasien di ICU yang hasil kultur sputumnya positif Candida, maka penggunaan antifungal jenis lain dapat digunakan.10

(14)

hasil kultur menunjukkan hasil negatif, maka penghentian pemberian antijamur harus dipertimbangkan.10

- Terapi empirik antijamur diberikan secara rutin pada pasien neutropenia yang disertai demam dan memiliki faktor risiko untuk terjadinya candidemia atau kandidiasi invasif lainnya.10

Berdasarkan studi yang melibatkan 270 pasien ICU dewasa dengan keluhan demam walaupun sudah diberikan antibiotik spektrum luas, pemberian fluconazole empirik tidak memperbaiki outcome pasien jika pasien tersebut tidak memiliki klinis yang berat. Dalam studi tersebut, subjek penelitian secara acak diberikan fluconazole 800 mg/hari vs plasebo intravena selama 2 minggu. Keberhasilan keluaran dinilai dari adanya perbaikan demam, tidak adanya infeksi jamur invasif, tidak ada toksisitas yang muncul, dan tidak diperlukan pengobatan antijamur sistemik lainnya. Hasil yang didapatkan pada studi ini dengan membandingkan pemberian fluconazole vs plasebo :

- Keberhasilan terapi sebesar 36% vs 38% (tidak signifikan) - Perbaikan demam 51% vs 57% (tidak signifikan)

- Terbukti candidiasis invasive 5% vs 9% (tidak signifikan)

- Efek samping obat (sehingga intervensi dihentikan) 5% vs 7% (tidak signifikan) - Pemberhentian karena abnormaltas fungsi hati 2% vs 4% (tidak signifikan)

Studi tersebut mengeksklusi populasi yang berisiko tinggi untuk terjadinya infeksi jamur invasif, seperti pasien dengan neutropenia, pasien dengan HIV AIDS dg CD4 < 0.5 x 109

sel/L, resipien transplant organ atau sum-sum tulang, dan pasien-pasien dengan luka bakar.23

(15)

Satu studi multicentre yang menggunakan pasien-pasien ICU dalam intervensinya memberikan terapi empirik antijamur, menunjukkan tidak terdapat perbedaan pemberian fluconazole secara empirik dibandingkan dengan placebo. Candidiasis invasif tetap terjadi pada 9 pasien yang mendapatkan fluconazol, dan 11 pasien pada pasien yang diberikan plasebo, tidak berbeda bermakna.25 Studi multicenre lain (EMPIRICUS) yang melibatkan

260 pasien sakit kritis dan nonneutropenia yang ditemukanya kolonisasi Candida pada beberapa lokasi, gagal organ multiple, dan sepsis yang didapatkan di ruang rawat ICU, terapi empirik dengan micafungin selama 14 hari juga tidak menunjukkan perkembangan infection-free survival dalam 28 hari namun dapat menurunkan laju infeksi jamur yang baru.26

Rekomendasi terapi definitif untuk pasien dewasa yang diketahui candidemia atau candidiasis invasif pun bervariasi,

- Rekomendasi IDSA 201610

 Echinocandin intravena merupakan terapi initial pilihan dibandingkan golongan azoles, dikarenakan aktivitas bakterisidalnya, profil keamanannya yang baik, dan semakin meningkatnya jumlah spesies Candida yang resisten terhadap golongan azoles

 Pilihan terapinya meliputi: micafungin intravena 100 mg per hari, anidulafungin intravena 200 mg loading dose dilanjutkan 100 mg intravena per hari, caspofungin 70 mg intravena loading dose dilanjutkan 50 mg intravena per hari.

 Echinocandin bukan merupakan pilihan untuk infeksi Candida pada organ mata, sistem saraf pusat, atau saluran kemih, karena penetrasinya yang buruk

 Fluconazole merupakan alternatif pilihan untuk pasien-pasien yang tidak sakit kritis dimana kemungkinan resistensi terhadap fluconazole sangat kecil. Dosis yang diberikan yaitu 800 mg per oral (12 mg/kgBB) atau loading dose intravena, dilanjutkan 400 mg (6 mg/kgBB) per oral atau intravena perhari. Golongan ini merupakan pilihan untuk infeksi Candida yang menyerang sistem saraf pusat dan saluran kemih.

- Rekomendasi ATS 2011 dan ESCMID 201222

(16)

 Echinocandin, seperi micafungin 100 mg intravena, digunakan untuk klinis pasien yang lebih berat atau pasien neutropenia, infeksi C. glabrata, dan pasien yang baru saja mendapat terapi golongan azole.

 Echinocandin dapat digantikan dengan fluconazole pada pasien-pasien non neutropeni yang dicuriga candidemia

- Durasi terapi yang dianjurkan untuk candidemia adalah selama 14 hari setelah kultur darah menunjukkan hasil negatif untuk pertama kalinya, dan menunjukkan perbaikan gejala dan anda pada pasien yang tanpa komplikasi

b. Resistensi antijamur27

Profil resistensi terhadap antibiotik antara lain:

- C. glabrata memiliki data resistensi yang tinggi terhadap fluconazole dan echinocandin - Resistensi intrinsik terhadap golongan azoles juga ditemukan pada C. krusei

- Berkurangnya sensitifitas terhadap golongan azoles ditemukan pada C. glabrata, C. parapsilosis

- Variasi pola resistensi terhadap C. albicans bergantug pada karakteistik pasien dan geografis

- C. lusitaniae kemungkinan besar resisten terhadap amfoterisin B

Profil resistensi lain yang dianalisis pada 1.077 kasus candidemia yang berhasil dilakukan kultur darah:

- Resisten terhadap fluconazole ditemukan pada 0.8% C. albicans, 2.9% C. parapsilosis, 4.9% C. tropicalis, dan 100% C. glabrata

- Resisten terhadap voriconazole didapatkan pada spesies C. albicans sebesar 0.6%, C. krusei 5%, C. parapsilosis 7.6%, dan C. tropicalis 9.8%

(17)

BAB III KESIMPULAN

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bassetti M, Righi E. Overview of fungal infections–the Italian experience. Semin Respir Crit Care Med. 2015 Oct;36(5):796–805.

2. Zarrin M, Mahmoudabadi AZ. Invasive candidiasis in review article. Jundishapur Journal of Microbiolgy 2009; 2(1): 1-6.

3. Colombo AL, Nucci M, Park BJ, Nouer SA, Arthington-Skaggs B, da Matta DA, et al. Epidemiology of Candidemia in Brazil: a Nationwide Sentinel Surveillance of Candidemia in Eleven Medical Centers. Journal of Clinical Microbiology, Aug. 2006, p. 2816–2823.

4. Wahyuningsih R, Rozalyani A, El Jannah SM, Amir I, Prihartono J. Candidemia pada neonatus yang mengalami kegagalan terapi antibiotik. Maj Kedokt Indon 2008;58:110-5. 5. Sahni V, Agarwal SK, Singh NP, Anurada S, Sikdar S, Wadhwa A, Kaur R. Candidemia

An Under-recognized Nosocomial Infection in Indian Hospitals. JAPI July 2005; Vol. 53: 607-11.

6. Paphitou NI, Ostrosky-Zeichner L, Rex JH. Rules for identifying patients at increased risk for candidal infections in the surgical intensive care unit: approach to developing practical criteria for systematic use in antifungal prophylaxis trials. Med Mycol. 2005 May;43(3):235-43.

7. Ostrosky-Zeichner L, Sable C, Sobel J, Alexander BD, Donowitz G, Kan V, et al. Multicenter retrospective development and validation of a clinical prediction rule for nosocomial invasive candidiasis in the intensive care setting. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2007 Apr;26(4):271-6.

8. Arora D, Anand N, Goya G, Kumar R, Gupta P, Sarita. Prevalence and Risk Factor of Candida in Cases of Candidemia in a Tertiary Care Hospital. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 2011; Vol 3, Issue I: 157-59

9. Eggimann, Bille J, Marchetti O. Diagnosis of invasive candidiasis in the ICU. Annals of Intensive Care 2011, 1:37.

10. Pappas PG, Kauffman CA, Andes DR, et al. Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 2016 Feb 15;62(4):e1-e50 full-textdidiasis in the ICU. Annals of Intensive Care 2011, 1:37.

11. Pappas PG. Antifungal clinical trials and guidelines: what we know and do not know. Cold Spring Harb Perspect Med. 2014 Nov 3;4(11):a019745

12. Delaloye J, Calandra T. Invasive candidiasis as a cause of sepsis in the critically ill patient. Virulence. 2014 Jan 1;5(1):161-9.

13. Centers for Disease Control and Prevention. Global emergence of invasive infections caused by multidrug-resitant yeast Candida auris. CDC 2016

14. Strollo S, Lionakis MS, Adjemian J, Steiner CA, Prevots DR. Epidemiology of hospitalizations associated with invasive candidiasis, United States, 2002-2012. Emerg Infect Dis. 2016 Jan;23(1):7-13.

(19)

16. Zaragoza R, Peman J. The Diagnostic and Therapeutic Approach to Fungal Infections in Critical Care Settings. Advances in Sepsis 2008; Vol 6 (3): 90-8.

17. Arendrup MC, Bruun B, Christensen JJ, Fuursted K, Johansen HK, Kjaeldgaard P, et al: National surveillance of fungemia in Denmark (2004 to 2009). J Clin Microbiol 2011, 49:325-334.

18. Gon Calves SS, Souza ACR, Chowdhary A, Meis JF, Colombo AL. Epidemiology and molecular mechanisms of antifungal resistance in Candida and Aspergillus. Mycoses. 2016;59(4):198–219

19. Zaoutis TE, Prasad PA, Localio AR, Coffin SE, Bell LM, Walsh TJ, Gross R. Risk Factors and Predictors for Candidemia in Pediatric Intensive Care Unit Patients: Implications for Prevention. Clinical Infectious Diseases 2010; 51(5):e38–e45

20. Pauw BD, Walsh TJ, Donnelly JP, Stevens DA, Edwards JE, Calandra T, et al. Revised Definitions of Invasive Fungal Disease from the European Organization for Research and Treatment of Cancer/Invasive Fungal Infections Cooperative Group and the National Institute of Allergy and Infectious Diseases Mycoses Study Group (EORTC/MSG) Consensus Group. Clinical Infectious Diseases 2008; 46:1813–21.

21. Bassetti M, Mikulska M, Viscoli C. Bench-to-bedside review: Therapeutic management of invasive candidiasis in the intensive care unit. Critical Care 2010, 14:244

22. Cornely OA, Bassetti M, Calandra T, et al; ESCMID Fungal Infection Study Group. ESCMID guideline for the diagnosis and management of Candida diseases 2012: nonneutropenic adult patients. Clin Microbiol Infect. 2012 Dec;18 Suppl 7:19-37

23. Schuster MG1, Edwards JE Jr, Sobel JD, Darouiche RO, Karchmer AW, Hadley S et.al.

Empirical fluconazole versus placebo for intensive care unit patients: a randomized trial. Ann Intern Med. 2008 Jul 15;149(2):83-90.

24. Kanji JN1, Laverdière M, Rotstein C, Walsh TJ, Shah PS, Haider S. Treatment of invasive

candidiasis in neutropenic patients: systematic review of randomized controlled treatment trials. Leuk Lymphoma. 2013 Jul;54(7):1479-87.

25. Schuster MG, Edwards JE Jr, Sobel JD, et al. Empirical fluconazole versus placebo for

intensive care unit patients: a randomized trial. Ann Intern Med 2008; 149:83.

26. Timsit JF, Azoulay E, Schwebel C, et al. Empirical Micafungin Treatment and Survival

Without Invasive Fungal Infection in Adults With ICU-Acquired Sepsis, Candida Colonization, and Multiple Organ Failure: The EMPIRICUS Randomized Clinical Trial. JAMA 2016; 316:1555.

27. Alexander BD1, Johnson MD, Pfeiffer CD, Jiménez-Ortigosa C, Catania J, Booker R.

Increasing echinocandin resistance in Candida glabrata: clinical failure correlates with presence of FKS mutations and elevated minimum inhibitory concentrations. Clin Infect Dis. 2013 Jun;56(12):1724-32

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola pertumbuhan dan kondisi cumi-cumi yang terdapat di Perairan Banyuasin, sehingga menghasilkan informasi yang dapat

Stres merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien yang dirawat di rumah sakit maupun keluarganya, apalagi sakitnya karena salah satu anggota

Jika kita memperhatikan definisi ibadah yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya, maka ibadah itu sangat luas tidak terbatas hanya shalat, zakat,  puasa, haji

Apabila didasarkan pada batasan pengertian tentang pornografi, tindak pidana pornografi dapat diberi batasan yang lebih konkret, yakni perbuatan dengan wujud dan

Anda mungkin akan terdorong untuk berbelanja lebih kerana kemudahan pinjaman dan kad kredit yang ditawarkan oleh institusi kewangan. Pinjaman mempunyai kadar faedah yang tertentu dan

IPK Kategori 1 2 3 4 4.3 Menentukan konstanta pegas dari hasil  pengukuran Jika siswa melaksanakan 1 kegiatan dari seluruh kegiatan  berikut ini:  Siswa membaca  panduan

Pada tahap ini diawali dengan pengenalan kegiatan permainan pola suku.. kata dengan media kartu huruf kepada siswa, dilanjutkan dengan penyusunan langkah sesuai RKH yang digunakan