• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN KINERJA KEPEMIMPINAN WASIT BOLA VOLI DITINJAU

DARI PERBEDAAN GENDER PROPOSAL TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Olahraga

Oleh

Debi Krisna Irawan NIM 1502308

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

2015 ABSTRAK

(2)

mengetahui apakah terdapat korelasi antara ketiga variabel tersebut atau tidak. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif yang menggambarkan bagaimana hubungan antara ketiga variabel.

Pengambilan data dengan metode ini hanya satu kali, yaitu memberikan perlakuan (treatment) yang berupa pengisian angket dan lembar penilaian, lalu jawaban dari responden langsung diolah untuk selanjutnya menjadi data hasil penelitian.

Hasil penelitian berdasarkan beberapa kajian teori yang didapatkan menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kecerdasan emosional dan kinerja kepemimpinan wasit bola voli bila ditinjau dari perbedaan gendernya. Kesimpulan sementara yang diperoleh sebelum dilakukan penelitian yang sebenarnya ialah terdapat hubungan keterkaitan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan kinerja kepemimpinan wasit bola voli bila ditinjau dari perbedaan jenis kelamin atau gender.

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pertandingan maupun perlombaan dalam olahraga, tidak terkecuali para pengadil di lapangan atau yang lebih kita kenal dengan sebutan wasit/juri. Menurut Pranata Hadi (2012: 5) dalam Ridwan (2015:16) menyatakan “Ketertiban pertandingan dan keteraturan kompetisi sangat ditentukan oleh kualitas wasit.”

Selain itu, setiap orang yang melakukan suatu pekerjaan tentulah memerlukan kecerdasan emosional untuk mencapai keberhasilan dari

pekerjaan (kinerja), seperti yang diungkapkan oleh Goleman (1999:31) dalam Maharsi (2009:32) “Kecerdasan (IQ) dan Kecerdasan Emosi (EQ) merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, namun kecerdasan emosilah yang lebih berperan untuk menghasilkan kinerja yang cemerlang.” Lebih lanjut Umar (2011:6) menyatakan bahwa:

“Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi

(3)

karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ).”

Selanjutnya Steers, Porter, dan Bigley (1996) dalam Situmorang (2011:3) menyimpulkan bahwa “gaya kepemimpinan perempuan lebih demokratik dibanding pria dalam lingkungan organisasi yang sama.” Lebih tegas Kusumawati (2007:41) menyebutkan:

“Meskipun demikian terdapat beberapa perbedaan dalam gaya

kepemimpinan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan cenderung mengambil gaya kepemimpinan yang lebih demokratis. Mereka mendorong partisipasi, berbagai kekuasaan dan informasi, serta berupaya meningkatkan harga diri pengikutnya. Mereka lebih suka memimpin lewat keterlibatan dan mengandalkan kharisma, kepakaran, kontak, dan keterampilan antar pribadi mereka untuk mempengaruhi orang lain. tetapi laki-laki lebih besar kemungkinan untuk

menggunakan suatu gaya komando dan pengendalian direktif. Mereka mengandalkan otoritas formal posisi mereka sebagai pangkalan dari pengaruh mereka.”

Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah dipaparkan di atas, penulis menilai ketiga aspek tersebut perlu diteliti. Jika ketiga aspek tersebut terbukti mempengaruhi satu dengan yang lain atau memiliki keterkaitan yang

signifikan, maka ketiga hal ini semestinya dijadikan standar kompetensi yang harus dimiliki seorang wasit, terutama wasit bola voli. Jika penelitian ini tidak dilakukan, kinerja wasit bola voli tidak pernah akan meningkat karena

ketidaktahuan mereka mengenai hal-hal apa saja yang idealnya harus dipahami dan dimiliki oleh seorang wasit.

Selain itu, bertolak dari beberapa rujukan yang digunakan, peneliti juga belum menemukan kajian mengenai hubungan antara ketiga hal tersebut terutama yang diterapkan kepada wasit bola voli. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan gambaran secara umum

mengenai kecerdasan emosional, dan kinerja kepemimpinan seorang wasit yang ditinjau dari perbedaan gender (pria dan wanita), serta mengetahui apakah terdapat korelasi antara ketiga variabel tersebut atau tidak. B. Rumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran tentang kecerdasan emosional dan kinerja

(4)

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perbedaan gender?

3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja kepemimpinan wasit bola voli?

4. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara perbedaan gender dengan kinerja kepemimpinan wasit bola voli?

5. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan kinerja wasit bola voli bila ditinjau dari perbedaan gender?

C. Tujuan Penelitian

Secara lebih spesifik, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran tentang kecerdasan emosional dan kinerja

kepemimpinan wasit bola voli bila ditinjau dari perbedaan gender. 2. Mengetahui hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional

dengan perbedaan gender.

3. Mengetahui hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja kepemimpinan wasit bola voli.

4. Mengetahui hubungan yang signifikan antara perbedaan gender dengan kinerja kepemimpinan wasit bola voli.

5. Mengetahui hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan kinerja wasit bola voli bila ditinjau dari perbedaan gender.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran istilah yang digunakan, maka penulis memberikan penjelasan tentang beberapa istilah yang

digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

1. “Kecerdasan emosional (emotional quotient / EQ) adalah kecerdasan emosional sebagai kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. (Daniel Golemen

1995:512-514 dalam Suryanti 2012:12)

2. “Gender adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial budaya. Perbedaan ini

(5)

3. “Kinerja adalah sebagai prestasi atau sumbangan yang diberikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan kelompok dalam satu unit kerja.” (Eliana 2006:36 dalam Tambunan 2009:12)

4. “Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang untuk mengarahkan usaha-usaha ke arah pencapaian tujuan tertentu.” (Gibson dan Hodgetts : 1986 dalam Suntoda 2012:2)

BAB II Review Literature A. Rujukan Teori

Untuk menentukan asumsi, penulis merujuk kepada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dirujuk berasal dari jurnal, skripsi, maupun tesis yang materi pembahasannya menyerupai dan relevan dengan penelitian yang penulis lakukan. Sumber rujukan tersebut diantaranya adalah:

1.

Skripsi Mohamad Firdaus Ridwan (2015) dengan judul “Tingkat Kepuasan Atlet Terhadap Kinerja Wasit Pada Kejuaraan Bola Voli

Senior Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014.”

2. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Diah Maharsi (2009) dengan judul “Kontribusi Kemampuan Memanfaatkan Media Pembelajaran, Kecerdasan Emosional Dalam Interaksi Sosial Dan Sikap Profesional Guru Terhadap Kinerja Guru Dalam Pembelajaran.”

3. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Totong Umar (2011) dengan judul “Pengaruh Outbond Training Terhadap Peningkatan Rasa Percaya Diri Kepemimpinan Dan Kerjasama Tim.”

4. Jurnal Psikologi Nina Zulida Situmorang (2011) yang berjudul “Gaya Kepemimpinan Perempuan.”

5. Jurnal Administrasi Bisnis Adriani Kusumawati (2007) yang berjudul “Kepemimpinan Dalam Perspektif Gender: Adakah Perbedaan?”

6.

Skripsi Erna Suryanti (2012) dengan judul “Tingkat Kecerdasan

(6)

7.

Tesis Don Juano Tambunan (2009) dengan judul “Hubungan Profesi Dan Harapan Berkarir Terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan SMA Kabupaten Simalungun.”

8.

Jurnal Keolahragaan Andi Suntoda Situmorang yang berjudul “Gaya Kepemimpinan Pelatih Olahraga Dalam Upaya Mencapai Prestasi Maksimal.”

9.

Skripsi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Debi Krisna Irawan (2014) yang berjudul “Hubungan Antara Pemahaman (Interpretasi) Peraturan Permainan dan Tingkat Kecemasan (Anxiety) Sebelum Memimpin Pertandingan dengan Rasa Percaya Diri Wasit Bola Voli.”

B. Hasil Penelitian dari Sumber Rujukan

Hasil penelitian pada daftar rujukan yang pertama adalah pada

penelitian Ridwan (2015:48) disebutkan bahwa “Masih ada atlet yang kurang puas dengan kepemimpinan wasit pada kejuaraan bola voli senior provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014.” Data yang didapatkan mengenai kepuasan atlet terhadap kinerja wasit bola voli yaitu pada kategori sangat rendah 3,06%, kategori rendah 29,59%, kategori sedang 37,76%, kategori tinggi 21,43%, dan kategori sangat tinggi 8,16%.

Selanjutnya pada pembahasan mengenai aspek yang lain, Maharsi (2009:35) menyebutkan bahwa “kemampuan memanfaatkan media pembelajaran, kecerdasan emosional, dan sikap profesional guru secara bersama-sama memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kinerja guru dalam pembelajaran.” Analisis koefisen korelasi untuk kecerdasan emosional terhadap kinerja guru didapatkan sebesar 0,480 dan rata-rata 93,35. Maka ini termasuk ke dalam kategori tinggi.

(7)

langsung akan mendorong seseorang untuk menjadikan dirinya yang terbaik dalam individu mauoun dalam kerja sama tim tanpa mereka sadari.”

Pernyataan dari Steers, Porter, dan Bigley (1996) yang dikutip oleh Situmorang (2011:3) menyebutkan bahwa “gaya kepemimpinan perempuan lebih demokratik dibanding pria dalam lingkungan organisasi yang sama.” Lalu ungkapan yang sama persis pun dinyatakan oleh penelitian dari Kusumawati (2007:41) bahwa “...perempuan cenderung mengambil gaya kepemimpinan yang lebih demokratis, sedangkan laki-laki lebih besar kemungkinan untuk menggunakan suatu gaya komando dan pengendalian direktif...”

Kemudian pernyataan selanjutnya dikutip dari Irawan (2014:22) yaitu “Kepemimpinan itu secara garis besar merupakan suatu pemberian pengaruh pada seseorang yang bekerja sama dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Bila dikaitkan dengan wasit,

kepemimpinan merupakan proses membawa semua anggota tim yang tengah bertanding untuk dapat mendukung semua keputusan yang wasit berikan.”

Pengaruh emosi yang muncul pada atlet dapat mengubah perilaku yang dapat mengganggu koordinasi gerak yang halus dan gerak yang kompleks sehingga menghambat kinerja di lapangan. Meningkatnya stres dalam

pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif baik dalam hal fisik maupun psikis sehingga kemampuan olahraganya menurun dan

menghambat pencapaian prestasi. Untuk itu, diperlukan kecerdasan emosional dimiliki atlet pencak silat kategori tanding agar dapat

mengendalikan aspek rasa dengan baik. sehingga kinerja konvensional IQ dapat lebih efektif. Dengan demikian atlet dapat mengoptimalkan

kemampuan selama pertandingan berlangsung.” (Suryanti, 2012:24)

Suntoda (2009:12) mengemukakan Kaitannya dengan penerapan gaya kepemimpinan dalam upaya mencapai prestasi yang maksimal dalam lahraga, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1). Tidak ada gaya kepemimpinan pelatih yang dapat digeneralisasikan, dan cocok untuk diterapkan sepanjang waktu atau berbagai situasi.

(8)

3). Tidak terpaku pada gaya kepemimpinan pelatih tertentu.

4). Gaya kepemimpinan pelatih yang baik adalah mengambil hal-hal yang positif dari masing-masing gaya, kemudian dipadukan dan diterapkan ke dalam situasi yang cocok.

5). Tidak perlu ragu-ragu untuk mengkombinasikan berbagai gaya kepemimpinan pelatih.

6). Jika pencapaian prestasi tidak berhasil, hendaknya secara hati-hati dalam mengevaluasi dan tidak segera menyalahkan kepemimpinan pelatih yang telah diterapkan.

C. Kerangka Pikir

Dalam memimpin pertandingan, seorang wasit akan mengerahkan semua kemampuan mewasiti, sikap kepemimpinan, termasuk kemampuan dalam hal kecerdasan terutama kecerdasan emosional untuk mencapai suatu keberhasilan dalam memimpin pertandingan (kinerja).

Kinerja merupakan output terakhir yang akan dijadikan sebagai objek penilaian yang berawal dari beberapa aspek yang tadi disebutkan. Jika salah satu tidak dimiliki dengan baik, maka hal ini akan berdampak kepada kinerja wasit di lapangan. Oleh karena itu, baik aspek kecerdasan emosional maupun kinerja kepemimpinan wasit merupakan sekian dari beberapa faktor

pendukung terciptanya kinerja atau keberhasilan kerja yang diharapkan dari seorang wasit.

D. Hipotesis

Menurut beberapa pendapat yang mendefinisikannya, wasit secara terjemahan bebasnya adalah seseorang yang diberikan tugas untuk memimpin sebuah pertandingan atau perlombaan dalam kegiatan olahraga. Beranjak dari pengertian itulah, sosok seorang wasit menjadi lebih kompleks ketika

(9)

Sebagai seorang wasit, tentulah harus memiliki sikap kepemimpinan yang baik, terutama saat memimpin pertandingan. “Sikap kepemimpinan wasit di lapangan sangat dibutuhkan karena wasit harus memiliki pendirian yang kuat serta harus memiliki keputusan yang ajeg atau tidak berubah-ubah” (Irawan, 2014:22).

Selain hal di atas, kecerdasan emosional (EQ) juga tidak kalah pentingnya bagi seorang wasit. Namun, yang kemudian menjadi perhatian adalah apakah terdapat perbedaan atau tidak jika kinerja kepemimpinan wasit dan kecerdasan emosional bila ditelaah dari segi perbedaan gender antara wasit pria dan wanita. Berangkat dari hal tersebut dan merujuk kepada beberapa penelitian yang telah diungkap tadi, maka perbedaan gender dinilai akan berpengaruh terhadap aspek yang dimiliki seorang wasit bola voli terutama pada aspek kepemimpinan atau leadership.

BAB III Metode Penelitian A. Desain dan Alur Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu pola yang digunakan sebagai pedoman pada suatu penelitian. Hal ini berguna untuk memperjelas apa jenis penelitian yang digunakan, berapa variabel yang ada pada penelitian tersebut, dan variabel mana yang termasuk ke dalam variabel bebas dan variabel terikatnya. Berikut desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini.

Keterangan :

X1 : Kecerdasan Emosional

X2 : Kinerja Kepemimpinan Wasit Bola Voli Y : Perbedaan Gender

Selanjutnya adalah alur penelitian. Alur penelitian ini berguna untuk memperjelas tahapan yang akan dilalui pada suatu penelitian. Tujuannya agar

X1

X2

(10)

tahapan atau langkah yang telah ditentukan tidak terlewat, sehingga penelitian tidak melebar keluar pembahasan serta berjalan sesuai dengan apa yang telah disusun sebelumnya. Alur pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wasit bola voli indoor yang berlisensi nasional di Jawa Barat. Target untuk sampel penelitian adalah wasit bola voli indoor pria dan wanita di Jawa Barat yang berlisensi Nasional. Pemilihan sampel menggunakan teknik yang disebut dengan purposive sample. Penggunaan teknik ini karena dari jumlah populasi keseluruhan akan diambil beberapa wasit bola voli yang paling memenuhi ketentuan yaitu wasit pria dan wanita yang dalam hal ini dapat digunakan untuk meneliti dari segi perbedaan gender, bersertifikat nasional, memiliki pengalaman yang cukup pada setiap tingkatan pertandingan sehingga dapat mengungkapkan

kecerdasan emosional dan kinerja kepemimpinan berdasarkan gendernya masing-masing. Sedangkan untuk sampel dalam penelitian ini penulis mengacu pada penjelasan dari Arikunto (2006:183) mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam purposive sample yaitu:

a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri pokok populasi.

b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada

populasi (key subjectis).

c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan.

Populasi

Kesimpulan Pengolahan Data

Hasil Angket

Sampel

Kecerdasan Emosional

Kinerja Kepemimpinan

(11)

Atas dasar penjelasan tersebut maka penulis mengambil kepada sebagian dari jumlah keseluruhan wasit bola voli di lingkungan pengurus daerah Provinsi Jawa Barat yang dianggap paling banyak memiliki ciri-ciri yakni 20 orang wasit pria dan 10 orang wanita serta memiliki sertifikat nasional. Pengambilan sampel sebanyak 30 orang wasit pria dan wanita tersebut karena faktor keterbatasan wasit di Jawa Barat yang dinilai penulis memenuhi kriteria yang ditetapkan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian sangat diperlukan dalam suatu penelitian karena instrumen ini dapat lebih memperjelas tentang alat yang akan digunakan oleh penulis serta dapat membantu penulis dalam penelitian maupun pengolahan datanya nanti. Penelitian ini menggunakan instrumen sebanyak 2 buah, yaitu angket mengenai kecerdasan emosional yang diisi oleh sampel, dan angket yang di dalamnya penilaian kinerja kepemimpinan wasit yang diisi oleh peneliti dan penilaiannya dilakukan sebelum, saat, dan setelah wasit memimpin pertandingan.

Instrumen yang pertama mengenai kecerdasan emosional menggunakan instrumen berupa angket yang diadopsi dari Lane dkk. (Agusliani, 2014:42). Angket ini berisi sejumlah pertanyaan/pernyataan yang diajukan untuk mengetahui bagaimana kecerdasan emosional para wasit bola voli. Sedangkan instrumen kedua yakni mengenai kinerja wasit bola voli diadopsi dari tes kinerja wasit Heryana (Bahri, 2013:34). Dalam penelitian sebelumnya tes kinerja ini telah diujikan kepada wasit bulu tangkis dan bola voli, sehingga instrumen ini dinilai yang paling sesuai untuk mengetahui kinerja pada wasit bola voli.

(12)

yaitu Tidak Pernah Merasakan poinnya 4, Pernah Merasakan poinnya 3, Merasakan poinnya 2, dan Sering Merasakan poinnya 1.

Sedangkan instrumen yang kedua memiliki tingkat validitas sebesar 0,923 yang didapatkan dari Bahri (2013:40). Selanjutnya pemberian skor kinerja wasit dalam penelitian ini merujuk kepada skala sikap Likert yang disertai dengan lima tingkatan skala yaitu Sangat Baik dengan poin 5, Baik dengan poin 4, Cukup dengan poin 3, Jelek dengan poin 2, dan Sangat Jelek dengan poin 1. (Bahri, 2013:35).

D. Treatment (Perlakuan)

Perlakuan yang diberikan kepada sampel adalah dua jenis. Pertama adalah sampel penelitian diberikan angket mengenai kecerdasan emosional, dengan beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan maksud untuk mengungkap kecerdasan emosional wasit bola voli. Perlakuan ini diberikan kepada setiap wasit yang telah memimpin suatu pertandingan.

Perlakuan yang kedua adalah berkaitan dengan kinerja. Perlakuan ini diberikan kepada wasit dengan cara penulis memperhatikan wasit tersebut selama bertugas, dan menilai setiap kinerja yang dilakukannya dengan

mengisi lembar penilaian kinerja wasit. Treatment ini dilakukan sebelum atau pada saat persiapan sebelum pertandingan dimulai, saat pertandingan

berlangsung, dan setelah pertandingan berakhir.

Kedua perlakuan ini dilakukan sebanyak satu kali kepada setiap wasit yang bertugas, dan penelitian ini dianggap telah lengkap bila semua wasit yang dipilih menjadi sampel penelitian telah mengalami kedua perlakuan ini. Waktu yang digunakan untuk mengambil informasi tersebut adalah selama kompetisi tersebut dilaksanakan.

E. Pengolahan Data

1. Menghitung rata-rata (Nurhasan, dkk. 2008:23) dengan rumus sebagai berikut:

= Keterangan :

(13)

= Skor yang diperoleh n = Jumlah orang atau peristiwa ∑ = “sigma” yang berarti jumlah

2. Menghitung nilai simpangan baku (Nurhasan, dkk. 2008:38) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

s = Simpangan baku

x = Skor yang dicapai seseorang

= Nilai rata-rata n = banyaknya jumlah orang

3. Menguji normalitas data dengan menggunakan uji kenormalan Lillefors. Prosedur yang digunakan menurut (Nurhasan, dkk. 2008:118-119) adalah sebagai berikut:

a. Hitung nilai rata-rata ( X´ ¿ dan simpangan baku (S).

b. Hitung nilai Zi masing-masing skor yang didapat dengan pendekatan:

Z1=Xi− ´X S

c. Tentukan luas daerah dengan bantuan tabel F (nilai-nilai Z). Jika nilai Zi

nya negatif, maka ketentuannya ( 0,5 – hasil tabel Z1 ) dan jika nilai Z1

nya positif, maka dalam menentukan F ( Z1 ) adalah ( 0,5 + hasil tabel

Z1).

d. Selanjutnya dihitung proporsi S ( Z1 ) dengan pendekatan urutan skor

dibagi jumlah keseluruhan. S(Z i)=urutan

n

e. Menghitung selisih F ( Z1 ) - S ( Z1 ) kemudian tentukan harga mutlaknya.

f. Hasil selisih tersebut ambil harga terbesar (Lo).

(14)

diterima apabila Lo < L α tabel , dan hipotesis ditolak apabila Lo > L α tabel.

4. Menghitung korelasi antara variabel X dengan variabel Y dengan menggunakan rumus:

γ= Σ X1Y1

(

Σ X1

)

2

(

Σ Y1

)

2

Keterangan :

γ = Korelasi antara variabel X dan variabel Y

X1 = Beda antara tiap skor dengan nilai rata-rata variabel X Y1 = Beda antara tiap skor dengan nilai rata-rata variabel Y

5. Menguji signifikansi korelasi antara variabel X dan variabel Y dengan menggunakan rumus uji t sebagai berikut:

t = r

n−2

1−r2

Keterangan:

t = nilai t-hitung yang dicari r = koefisien korelasi variabel n = banyaknya sampel

6. Menguji korelasi ganda (Nurhasan, dkk. 2008:197) dengan menggunakan rumus:

Rx y1y2 = Koefisien korelasi ganda

rx y1 = Koefisien korelasi antara X dengan y1 rx y2 = Koefisien korelasi antara X dengan y2 r y1,2 = Koefisien korelasi antara y1 dengan y2

7. Uji signifikansi koefisien korelasi ganda (Nurhasan, dkk. 2008:199) dengan rumus: r = Koefisien korelasi ganda k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

8. Menghitung determinan, untuk mengetahui kontribusi setiap variabel dengan menggunakan rumus:

D=r2X100

Keterangan:

(15)

r2 = Kuadrat dari korelasi

Daftar Pustaka

Agusliani, R. (2014). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kerjasama Tim Dalam Cabang Olahraga Bola Voli. Skripsi, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan

Indonesia.

Bahri, S. (2013). Hubungan Antara Tingkat Kepercayaan Diri Dengan Kinerja Kepemimpinan Wasit Bola Voli Indoor Jawa Barat. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Irawan, D. K. (2014). Hubungan Antara Pemahaman (Interpretasi) Peraturan Permainan dan Tingkat Kecemasan (Anxiety) Sebelum Memimpin Pertandingan dengan Rasa Percaya Diri Wasit Bola Voli. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Kusumawati, A. (2007). Kepemimpinan Dalam Perspektif Gender: Adakah Perbedaan?. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 1 Nomor 1.

Maharsi, D. (2009). Kontribusi Kemampuan Memanfaatkan Media

Pembelajaran, Kecerdasan Emosional Dalam Interaksi Sosial Dan Sikap Profesional Guru Terhadap Kinerja Guru Dalam

Pembelajaran. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Volume 2, Nomor 1. Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(16)

Situmorang, A. S. Gaya Kepemimpinan Pelatih Olahraga Dalam Upaya Mencapai Prestasi Maksimal. Fakultas Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Situmorang, N. Z. (2011). Gaya Kepemimpinan Perempuan. Makalah Psikologi Pada Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur, dan Sipil). Fakultas Psikologi, Universitas Gunadharma.

Suryanti, E. (2012). Tingkat Kecerdasan Emosional (EQ) Atlet Pencak Silat (UKM) UNY Kategori Tanding. (Skripsi). Fakultas Ilmu

Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Tambunan, D. J. (2009). Hubungan Profesi Dan Harapan Berkarir Terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan SMA Kabupaten Simalungun. (Tesis). Pascasarjana, Universitas Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Dental Asisten Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) 145 1 Memilih dan menentukan Jenis Metode serta Instrumen Penilaian Penggunaan berbagai teknik

Dokumen Rencana Kinerja Tahunan Kecamatan Bandung Wetan Kota Bandung Tahun 2015 ini disusun berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2011 tentang Perubahan

Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang merasakan jasa layanan diberikan oleh tenaga kesehatan dengan cepat, Maka dari dimensi Responsiveness sudah dapat

Bertanggung jawab untuk mengoordinasikan pelaksanaan Peringatan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat XI, Hari Kesatuan Gerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Ke 42, Hari

 Dalam kedua kalimat diatas, makna preposition yang digunakan adalah makna yang sebenarnya seperti yang tertulis di kamus.. Prepositions up dikalimat pertama berarti naik

Merupakan perbaikan dari prosedur quenching dan digunakan untuk mengurangi distorsi dan chocking selama pendinginan. Caranya benda kerja dipanaskan sampai ke

Hal tersebut yang menjadi pertimbangan penulis untuk mengembangkan sistem registrasi KRS yang memanfaatkan teknologi wireless yaitu teknologi J2ME, untuk memudahkan mahasiswa

Terkait dengan masalah ketiga, ditemukan tiga jenis tindak tutur dalam wacana iklan komersial produk kecantikan, yaitu a langsung literal, b tidak langsung literal, dan c langsung