• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baradaptasi pada Revolusi libya pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Baradaptasi pada Revolusi libya pada "

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Beradaptasi pada Revolusi

Oleh. Eko Supriatno

S

etiap negara, setiap bangsa tentunya berobsesi untuk menjadi “mercusuar dunia”. Untuk menjadi itu. Apakah ada syaratnya? Menurut penulis syaratnya simple, yakni negara atau bangsa yang bersangkutan harus mampu “beradaptasi pada revolusi”. jika itu berhasil dilakukan, maka negara atau bangsa itu dapat melakukan sesuatu yang luarbiasa, bahkan menjadi solusi terhadap pelbagai permasalahan di negerinya bahkan dunia.

Karena pada dasarnya, “beradaptasi pada revolusi” merupakan usaha negara atau bangsa untuk menyesuaikan diri dengan tingkat, tempat, dan kondisi dunia yang akan semakinberubah dan berbeda. Asumsi dasar dari kata adaptasi disini artinya berkembang dari pemahaman yang bersifat evolusionari yang senantiasa melihat dan berupaya untuk menyesuaikan diri dengan “global”, baik secara Ideologi, politik, ekonomi maupun secara budaya. Baik kemodern-an pola pikir rakyat-nya sebagai “ruh” adaptasi untuk kelangsungan hidup kemajuan bangsanya.

Menurut penulis, perubahan itu tidak bisa ditunggu. Justru saat situasi stabil, kita harus pelan-pelan memikirkan perubahan, untuk mencapai kondisi lebih baik selanjutnya. Jika sudah terlambat, tak jarang usaha perubahan apapun yang dilakukan tidak akan menolong lagi. Jadi berubahlah sebelum krisis melanda.

Begitupun dengan Indonesia. Indonesia butuh perubahan. Kebanyakan kita rasanya akan sepakat bahwa bangsa kita dalam keadaan yang tak habis-habisnya ditimpa masalah dan diungkapkannya aib “kebangsaan”. Bencana silih berganti, kejahatan tak habis-habis, mental korupsi makin menjadi dan sampai ke elit, moral bangsa makin merosot, kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi, dan kebodohan bukan terutama karena minimnya dana APBN, tapi miskinnya moralitas para abdi penyelenggara negara, pusat hingga daerah. Begitupun dengan degradasi kebangsaan, Seperti: Korupsi, pemerasan, penipuan, pemerkosaan, narkoba, hedonisme, materialisme, pamer kekayaan, dan kekuasaan, feodalisme, antipluralisme, dan berbagai tindak kekerasan yang mewarnai hitamputih “nurani” rakyat.

Saat ini, kita sudah berada ditahun ke 16 pascareformasi, namun belum ada sinyal-sinyal positif yang menunjukkan kesejahteraan masa depan bangsa Indonesia, malah kita dapat menyaksikan sekian banyaknya persoalan bangsa yang tak kunjung terselesaikan. Lantas dimana komitmen pemerintah? Apakah masih menunggu gerakan reformasi kedua untuk menumbangkan rezim yang berkuasa dan kembali membangun puing-puing cita-cita para pejuang, demi Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur.

Upaya yang dilakukan bangsa kita selama ini mungkin sudah cukup baik. Namun kita masih merasakan masih banyak kekurangan kita, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang sudah lebih efektif dan efsien dalam menyelenggarakan kehidupan negaranya.

(2)

waktu sebentar. Dengan sederet capaian itu, masih saja mengundang keraguan, pesimisme, dan pertanyaan juga.

Karena disisi lain, capaian tersebut telah membuat reformasi mengalami penyusutan makna. Reformasi seolah-olah dianggap sebagai kebebasan yang seluas–luasnya. Padahal, masyarakat saat ini membutuhkan pembebasan, ya pembebasan dari kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan, isu yang berkembang adalah kebebasan yang notabene adalah agenda para elite politik. Kebebasan merupakan agenda yang memungkinkan mereka (elite politik) melampiaskan nafsu atas kekuasaan dan kekayaan.

Akibat adanya upaya pembelokan makna reformasi tersebut, akhirnya masyarakat pun menjadi bingung. Karena pada prakteknya, reformasi ternyata tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya, tidak memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara luas. Dan ini menandakan bahwa reformasi telah mengalami pembajakan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah masyarakat masih membutuhkan reformasi?

Menurut penulis, Revolusi merupakan pilihan paling tepat saat ini. Terkhusus dalam membangun negara dan masyarakat yang madani (civilized). Disebut revolusi karena kita membutuhkan berubah secara mendasar dan cepat. Sedangkan yang paling mendasar harus diubah adalah mindset dan moral, yaitu soal paradigma berpikir, atau soal baik dan buruk serta salah dan benar. Jika saat ini bangsa Indonesia mencanangkan revolusi mindset dan moral dalam menghadapi masa depannya, maka bangsa ini akan melaju kencang laksana kereta pi supercepat yang berjalan di atas track-nya. Berjalan mulus, tanpa hambatan, dan sampai tujuan tepat waktu melebihi kendaraan darat yang lain.

Mengapa harus melakukan revolusi, bukankah revolusi lazimnya merupakan gerakan sosial yang sangat cepat dan radikal? Ya, revolusi memang merupakan gerakan cepat dan radikal, bahkan sering melibatkan gerakan rakyat (people power). Kita memang butuh kecepatan dan keradikalan itu. Revolusi memerlukan gerak refeks rakyat secara simultan dan masif. Demokrasi dan demokratisasi tidak harus menunggu kesadaran rakyat yang muncul secara sporadis, melainkan harus digerakkan. Maka pada saat kita bercita-cita menjadi bangsa yang civilized, revolusi itu menjadi pilihan tepat. Tanpa perubahan yang radikal, mendasar, dan cepat, bangsa ini cenderung asyik dengan “dunianya” masing-masing. Sebaliknya, dengan menabuh “genderang perang revolusi”, maka mata rakyat akan terbelalak. Mereka tidak perlu berpikir dua kali untuk ikut ke dalam arus revolusi. Sementara mereka yang tidak segera mengikuti arus revolusi, dengan sendirinya akan ketinggalan di “peron” peradaban.

Saat ini, Indonesia sedang dihadapkan dua persoalan utama. Pertama, dihadapkan adanya resesi ekonomi. Suka atau tidak suka, resesi akan menggilas ratusan juta kaum miskin dunia.

Kedua, sekarang adalah tahun politik bagi negeri ini. Pileg berlalu dan sebentar lagi pesta demokrasi akbar yang bernama pilpres 2014 yang akan berlangsung apad 09 Juli nanti. Persengketaan antar elit politik sudah terasa panas. Namun, rentetan siklus kepemimpinan nasional yang terjadi, belum mampu mengangkat harkat, martabat, dan kesejahteraan rakyat. Kontras dari itu, kesejahteraan elit politik dan pemilik modal kian tergenjot tinggi.

Revolusi adalah Solusi

(3)

Dan prinsip dari revolusi adalah perbaikan sistem yang dikembalikan kepada prinsip–prinsip dasar negara yang paling hakiki. Revolusi biasanya muncul setelah begitu banyak ketidakadilan dan kesenjangan. Revolusi harus diupayakan untuk berbagai hal yang berdampak meningkatkan kehidupan rakyat, bukan hanya untuk elite.

Revolusi merupakan gerakan yang bersifat revolusioner di segala bidang. Rakyat akan semakin bermoral, artinya mereka lebih memilih berbuat benar dan baik daripada salah dan buruk. Rakyat akan tertib, disiplin, menjunjung tinggi hukum, produktif, dan perilaku positif lainnya bukan karena takut penjara atau takut hukuman. Rakyat yang revolusioner adalah mereka yang mencintai kebaikan dan kebenaran. Rakyat yang revolusioner adalah orang yang rela mengorbankan apa pun demi sesuatu yang dicintainya, bukan karena takut oleh apa pun.

Kalau kita belajar dari sejarah revolusi negara lain, seperti halnya negara Iran. Revolusi Iran bukanlah diawali dari revolusi aksi atau gerakan massa, melainkan dari gerakan pemikiran/idea, Khomeini sebagai sosok ulama secara kultural memang mampu menggerakkan jutaan massa dengan sekali fatwanya, tapi beliau juga menyadari bahwa gerakan juga perlu mendapat daulah massa karena kesadaran pemikiran/gagasannya.

Penulis yakin, jika ikhtiar revolusi ini disegerakan, bangsa ini akan mengukir kemajuan pesat di segala bidang dalam lima-sepuluh tahun ke depan. Korupsi akan menurun tajam. Para penyelenggara negara akan bekerja sesuai tugas, yakni memberikan pelayanan publik dengan sepenuh hati. Pertumbuhan ekonomi akan melejit dan kesenjangan sosial akan menyempit. Indonesia hebat dengan rakyat yang sejahtera akan terwujud.

Sekali lagi bangsa kitaharus beradaptasi pada revolusi.

---The end

---Data Penulis:

Nama : Eko Supriatno, S.IP, M.Pd.

Lembaga : Kadiv. Komunikasi dan Informasi, Pusat Kajian Wawasan Kebangsaan dan Keagaamaan Universitas Mahla’ul Anwar (UNMA) Banten.

Direktur Banten Religion and Culture Center (BRCC) Dosen FISIP UNMA Banten

Alamat : BTN Sukahati, RT. 003/010 Desa Kalanganyar, Labuan, Pandeglang. HP : 081385628075

Email : eko_mpd@yahoo.co.id.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil plot pada diagram terner menunjukkan bahwa pola proporsi kelas ketahanan pangan rumah tangga pertanian tingkat kecamatan di Kabupaten Karawang memiliki ciri

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa 1) Pengetahuan tentang lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat membeli produk

Ho 4 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan kepercayaan sebagai mediator dalam hubungan antara amalan keadilan organisasi dengan tingkah laku

Hasil penelitian yang diperoleh adalah tingkat kualitas sarana prasarana permukiman nelayan Kelurahan Untia secara keseluruhan kondisinya adalah sedang, yang dimana sarana

Sekarang ini, penelitian konversi secara enzimatik dengan satu tahap menggunakan CPC asilase berkembang dengan pesat untuk mendapatkan enzim yang mempunyai

Di halaman rumah Adit, para warga sudah memasang tenda, kemudian Jarwo dan Sopo datang sambil membawa karangan bunga duka cita, setelah itu Adit dan Dennis datang ke rumah, setelah

Data dalam penelitian ini adalah skor keterampilan menulis teks Eksposisi tanpa menggunakan Metode Problem Solving dan skor keterampilan menulis teks Eksposisi

Hubungan antara self esteem yang rendah dengan penggunaan narkoba juga tampak dalam penelitian yang dilakukan oleh Sheilarina (2012) yang menunjukkan bahwa memang ada rasa