Tugas Makalah
ANALISIS KEBIJAKAN SPASIAL
KEBIJAKAN SPASIAL DAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH
KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Kalimantan Selatan
M. Azwar Ramadhani - 3315202005
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
DAFT AR I SI
Halaman
DAFTAR ISI
...i
BAB I. PENDAHULUAN ... I-1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... II-3
BAB III. PENDEKATAN ... III-16
BAB IV. DATA/KONDISI WILAYAH ... III-21
BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN...V-26
BAB VI. KESIMPULAN ...V-35
BAB I
PEN DAH U LU AN
Salah satu konsekuensi logis dari perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya timbulan air limbah domestik. Pembuangan air limbah domestik tanpa memperhatikan kriteria teknis beresiko memberikan pengaruh buruk terhadap pencemaran lingkungan yang akhirnya berdampak pada kesehatan masyarakat. Hal ini karena air limbah domestik mengandung beberapa zat pencemar seperti organik, nitrat, nitrit, fosfat, dan bakteri coliform yang dapat mencemari badan air penerima atau air tanah yang nantinya digunakan sebagai sumber air bersih masyarakat sehingga dapat menimbulkan epidemic penyakit. Oleh karena itu diperlukan rencana pengelolaan air limbah secara komprehensif yang mendukung terhadap perkembangan kota tanpa menimbulkan masalah terhadap kesehatan masyarakat di Kab. Hulu Sungai Utara.
Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan belakang , sehingga sering termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan. Masih sering dijumpai bahwa aspek-aspek pembangunan sanitasi, yaitu air limbah, persampahan dan drainase, serta penyediaan air bersih, masih berjalan sendiri-sendiri.
suatu perencanaan sanitasi secara lebih integratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Tahapan-tahapan proses perencanaan harus dilaksanakan secara berurutan, bertahap dan berkelanjutan, sehingga solusi yang ditawarkan juga akan tepat, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Permasalahan bidang sanitasi yang muncul tidak selalu disebabkan oleh aspek teknis, namun juga berhubungan dengan aspek ekonomi dan sosial, seperti tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi tantangan lain dalam pembangunan bidang sanitasi.
Ketersediaan infrastrukstur sanitasi khususnya terkait pengelolaan limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara masih perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat dapat mudah dalam mengaksesnya. Infrastruktur pengelolaan limbah domestik/rumah tangga di masyarakat perlu diperbaiki dan dipenuhi, sehingga sesuai dengan standar yang disyaratkan dalam pengelolaan limbah rumah tangga. Untuk mewujudkan pencapaian target tersebut, dilaksanakan program-program meliputi peningkatan kualitas air limbah domestik, pengembanganon-site management, pengembangan sanitasi berbasis masyarakat, program percontohan sistem pengelolaan air limbah skala lingkungan berbasis masyarakat, pengembangan cakupan pelayanan sistem air limbah terpusat yang ada, peningkatan perencanaan pembangunan prasarana sarana air limbah, penelitian dan pengembangan serta aplikasi teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.
BAB I I
T I N J AU AN PU ST AK A
Teknologi Pelayanan Pengelolaan air limbah
Pemilihan teknologi air limbah yang tepat bergantung beberapa faktor fisik dan non fisik. Teknologi yang paling tepat adalah teknologi yang dapat memberikan kenyamanan secara sosial, ekonomi dan lingkungan. Lebih tepatnya teknologi yang diinginkan berpatokan pada prinsip sebagai berikut:
Ramah Lingkungan : air limbah ditangani sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya seperti, keberadaan nyamuk, lalat, tikus dan pencemaran air tanah dan lain sebagainya.
Nyaman :
Mudah dioperasikan
Tahan lama dan pemeliharaan yang minim Upgradable
Biaya yang dapat diterima
Kriteria Pemilihan Opsi
Pada dasarnya sistem On-site lebih disukai karena sistem tersebut adalah yang paling murah yang tersedia dan dapat dibangun masing-masing individu pemilik rumah. Sedangkan sistem Off-site dirancang untuk memaksimalkan kenyamanan pengguna dengan standard terbaik, dan memberikan manfaaat kesehatan yang baik.
Penerapan pilihan sistem On-site maupun sistem off-site mempunyai kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar dapat berfungsi effektif dalam pengendalian pencemaran lingkungan,
Dasar utama pemilihan opsi teknologi tersebut adalah :
Fungsi tata guna lahan
Kedalaman air tanah, permeabilitas tanah Kemiringan/topografi permukaan tanah Ketersediaan lahan untuk IPAL
Kemampuan membayar dan keinginan/kesesuaian
Langkah pemilihan opsi teknologi secara rinci diperlihatkan sebagaimana dalam diagram alir gambar 2.1 berikut ini
Gambar 2.1Diagram Alir Pemilihan Sistem Teknologi Pengolahan Air Limbah
Teknologi On-site
Sistem On-Site merupakan system pengolahan air limbah domestik setempat, yaitu setiap bangunan mempunyai fasilitas pengolahan (sistem individu).
1. Septic Tank Murah (Low Cost Saptik Tank)
jongkok maupun leher angsa (black water) sedangkan tangki 2 (kedua) dengan konstruksi pasangan bata kosong yang menerima effluent dari tangki pertama dan buangan dari kamar mandi lihat gambar dibawah ini
Gambar 2.2Septic Tank Murah
2. Septic Tank dengan resapan (SNI 03-2398-2001)
Suatu ruangan kedap air/beberapa kompartemen yg berfungsi menampung & mengolah air limbah rumah tangga dengan kecepatan alir lambat, sehingga memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan organik oleh jasa dan aerobik membentuk bahan larut air & gas.
- Dapat dibuat dengan sistem kombinasi anaerobik dan aerobik.
- Terbuat dari bahan bangunan yang tahan terhadap asam, harus kedap air. - Pipa aliran masuk dan aliran keluar sesuai dengan ketentuan.
Gambar 2.3Septik tank dengan resapan yang ditingkatkan
Tabel 2.1 Ukuran Tangki Septik SNI 03-2398-1991
No PemakaiJumlah (Jiwa)
Kebutuhan ruang lumpur
(m2) Ruang
Basah (m2)
Ruang Bebas Air (m2)
Volume total
(m2) Ukuran (m)
2
tahun tahun3 tahun2 tahun3
2 tahun 3 tahun P L T P L T
1 5 0,4 0,6 1 0,25 1,65 1,85 1,6 0,8 1,3 1,7 0,85 1,3
2 10 0,8 1,2 2 0,5 3,3 3,7 2,2 1,1 1,4 2,3 1,15 1,4
3 15 1,2 1,8 3 0,75 4,95 5,55 2,6 1,3 1,5 2,75 1,35 1,5
4 20 1,6 2,4 4 1 6,6 7,4 3 1,5 1,5 3,2 1,55 1,5
3. Septik Tank dengan An-aerobic Upflow filter (Biofilter)
Merupakan septik tank terpadu yang terdiri dari septic tank dan An-aerobik biofilter dalam satu kesatuan unit bangunan, dilengkapi media untuk pertumbuhan bakteri, sehingga menghasilkan effisiensi pengolahan yang lebih tinggi, dan effluent dapat dibuang langsung ke saluran drainase. Biofilter ini sering digunakan oleh pengembang perumahan. Lihat
Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Septik Tank Biofilter
Teknologi Off-site
Merupakan sistem terpusat (Off-site) dengan sistem perpipaan, sistem ini terdiri dari 3 jenis yaitu; 1. Sistem Komunal Kecil, 2. Sistem Kawasan dan 3. Sistem Wilayah/Kota.
1. Sistem Komunal Kecil a. Peruntukan
Jumlah Sambungan sambungan < 500 SR Daerah perumahan teratur
Topografi < 4%
Daerah padat penduduk/kumuh miskin >150 jiwa/Ha b. Unit SistemPenyaluran
Menerima buangan grey water dan black water Sistem Gravitasi
Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC diameter 100 mm 200 mm lengkap dengan Manhole dengan kemiringan 6% - 1%
c. Unit Sistem Pengolahan
Pengolahan secara An-aerobik baik sistem pertumbuhan suspensi maupun sistem menempel dalam media
Menggunakan konstruksi beton atau paket pengolahan fiber Tanpa pemeliharaan
d. Sistem Perencanaan, Pengawasan dan Pengelolaan
Perencanaan dan pengawaan Berbasis Masyarakat (SLBM, SANIMAS) Dikelola oleh KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat)
Gambar 2.5Skematik diagram pengolahan air limbah sistem komunal
2. Sistem Perpipaan Skala Kawasan a. Peruntukan ;
Jumlah Sambungan sambungan 500 1.000 SR Daerah perumahan teratur (perumahan developer) Kepadatan >250 jiwa/Ha
Sebagai daerah Pusat pelayanan lingkungan Sumber air >60% menggunakan PAM b. Unit SistemPenyaluran
Menerima buangan grey water dan black water Sistem Gravitasi dan atau pompa
Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC diameter 100 mm 400 mm dengan kemiringan 6%o-1%
Manhole jaringan pipa c. Unit Sistem Pengolahan
Sistem Pengolahan beragam sistem Aerobik Perlu Biaya untuk O& M
Tersedia lahan minimal 1500 m2 d. Sistem Pengelolaan
Dikelola oleh Institusi (UPTD, BLU)
Gambar 2.6Skematik diagram pengolahan air limbah sistem Intermidiate (Sewerage skala kecil)
3. Sistem Perpipaan Skala Wilayah/Kota a. Peruntukan ;
Jumlah Sambungan sambungan >1.000 SR Kepadatan >250 jiwa/Ha
Sebagai daerah Pusat pelayanan Kota/Regional Sumber air >60% menggunakan PAM
b. Unit SistemPenyaluran
Menerima buangan grey water dan black water Sistem Gravitasi dan atau pompa
Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC dan atau pipa beton diameter 150 mm 2.000 mm dengan kemiringan 0,1% - 1%
Manhole jaringan pipa c. Unit Sistem Pengolahan
Sistem Pengolahan beragam sistem An-aerobik maupun sistem aerobik Perlu Biaya untuk O& M
Tersedia lahan cukup luas tergantung teknologi yang dterapkan d. Sistem Pengelolaan
Dikelola oleh Institusi ( BLU, PERUSDA, Kerjasama Swasta)
Gambar 2.7 Pengolahan limbah sistem Wilayah/Kota
Sistem Pengolahan Air Limbah
Sistem komunal, sistem kawasan, dan sistem wilayah membutuhkan suatu instalasi pengolahan air limbah guna menurunkan senyawa organik dan padatan (suspended solids) yang terkandung dalam air limbah sampai mencapai target hasil olahan (efluent) yang diinginkan (lihat Tabel .2.2).
Tabel 2.2Target Hasil Olahan Instalasi Pengolahan Air Limbah
PARAMETER TARGET HASIL OLAHAN
pH 6 - 9
BOD5 (Biological Oxygen Demand) 100
TSS (Total Suspended Solid) 100
Minyak dan lemak 10
Sumber : MenKLH No.112/2003, Baku Mutu Air Limbah Domestik
Pemilihan opsi jenis instalasi yang layak diterapkan di Kab. Jombang dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. kinerja teknis yang dapat dicapai b. kondisi dan kemampuan Kab. Jombang,
c. jenis instalasi yang sudah digunakan di Kab. Jombang, d. pengalaman kota lain di Indonesia atau negara tetangga, e. ketersediaan teknologi di Indonesia,
f. kemudahan operasi, dan
g. biaya investasi. Berikut ini akan dibahas seluruh opsi jenis instalasi pengolahan yang layak diterapkan, baik itu instalasi sederhana dan instalasi mekanis.
- Instalasi Sederhana
Instalasi sederhana dicirikan sebagai instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang mudah dioperasikan, tidak membutuhkan banyak energi, dan dapat diterapkan untuk SSAL berskala kecil, seperti Sistem Komunal dan Sistem Kawasan. Tabel berikut menunjukkan beberapa opsi instalasi sederhana.
Tabel 2.3Opsi Instalasi Pengolahan Sederhana
JENIS INSTALASI DESKRIPSI
KOLAM OKSIDASI Kolam terbuka dengan kedalaman 1- 2 m, agar terjadi proses oksidasi
Dapat terbagi menjadi beberapa bagian/buffle Pasangan batu kedap air/beton
KOLAM AN-AEROBIK Kolam terbuka dengan kedalaman 3 5 m, agar terjadi proses an-aerobik
Dapat terbagi menjadi beberapa bagian/buffle
TANGKI AN-AEROBIK Berupa tangki kedap air denagan konstruksi beton, fiber
Terbagi menjadi beberapa kompartemen dengan pola aliran berliku (atas bawah)
Dapat dilengkapi media plas tik untuk pertumbuhan melekat bakteri
Umumnya digunakan dalam program-program SANIMAS, SLBM BIOFILTER Berupa tangki fiber kedap udara
Berisi media plastik tempat bakteri an-aerobik melekat Digunakan di banyak bangunan komersial dan apartemen - Instalasi Mekanis
Merupakan Instalasi Pengolahan Limbah yang dicirikan dengan menggunakan peralatan mekanis untuk meningkatkan kinerja pengolahan misalnya, aerator, pompa resirkulasi lumpur, screen, penyapu lumpur dan sebagainya. Oleh karena itu instalasi ini membutuhkan energi listrik. Instalasi ini cocok untuk sistem pengolahan skala kawasan dan skala wilayah/kota.
Beberapa opsi instalasi pengolahan yang dapat digunakan sebagaiman tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4Opsi Instalasi Pengolahan Air Limbah Mekanis
JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK
Kolam Aerasi
(Aerated Lagoon)
Berupa kolam terbuka yang dilengkapi dengan aerator
Tidak membutuhkan clarifier (bak pengendap)
Perlu dilengkapi kolam maturasi apabila effluent akan dimanfaatkan
Digunakan untuk skala kawasan dan skala wilayah/kota
Pembersihan lumpur pada kolam aerasi dilakukan dengan penyedotan secara periodik
JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK
Lumpur Aktif
(Activited Sludge)
Berupa tangki/bak aerasi dengan aerotor atau diffuser
Konstruksi beton/fiber
Membutuhkan clarifier/bak pengendap dan resirkulasi lumpur
Membutuhkan sistem pengeringan lumpur (sludge drying Bed atau pengeringan mekanis)
Digunakan skala kawasan /wilayah Digunakan di Kota Tangerang dan
Balikpapan
Berupa tangki/bak aerasi dengan aerotor atau diffuser
Konstruksi beton/fiber
Membutuhkan clarifier/bak pengendap dan sistem resirkulasi
Membutuhkan sistem pengeringan lumpur (sludge drying Bed atau pengeringan mekanis)
Digunakan skala kawasan /wilayah Digunakan di banyak bangunan bangunan
komersial
0,1 0,4 Kg BOD/m3/hari
Oxidation Ditch Berupa bak terbuka membentuk parit melingkar dilengkapi aerator sikat Konstruksi beton
Membutuhkan clarifier/bak pengendap dan sistem resirkulasi
Membutuhkan sistem pengeringan lumpur (sludge drying bed atau pengeringan mekanis)
Digunakan skala kawasan /wilayah
JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK
RBC (Rotating Biological Contactor)
Berupa bak/tangki yang dilengkapi dengan media contactor biologis berupa
disc/media sarang tawon yang berputar tempat pertumbuhan bakteri melekat dan mengkonsumsi senyawa organik
Membutuhkan clarifier
Menggunakan listrik lebih rendah Digunakan skala kawasan/wilayah Digunakan di Kota Manado
0,5 1 Kg BOD/m3/hari
Trickling Filter Berupa tangki aerasi yang berisi media (batu ukuran kecil, bola atau rangka plastik)
Air limbah yang masuk dialirkan dengan cara menyemprotkan secara
merata/berputar ke permukaan media. Membutuhkan clarifier
Menggunakan listrik lebih rendah Digunakan untuk skala kawasan
0,2 0,7 Kg BOD/m3/hari
Moving Bed Biosolid Reactor (MBBR)
Berupa tangki/bak aerasi yang berisi media (rangka plastik) dimana media tersebut dapat bergerak karena tekanan udara sehingga bakteri melekat pada media dan mengkonsumsi senyawa organik
Mengunakan proses hibrid dimana proses lumpur aktif dikombinasikanan antara pertumbuhan suspensi dan melekat Membutuhkan clarifier tanpa resirkulasi
lumpur
Digunakan untuk skala kawasan/wilayah yang luas lahan terbatas
JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK
Upflow An-aerobik Sludge Blanked
Berupa tangki dalam kondisi tanpa udara (anaerobik)
Mengendalikan proses an-aerobik dari terbentuknya lapisan flok mikroba yang tersuspensi (sludge blanked) dibagian tengah tangki
Mengalir secara vertikal ke atas Tidak menggunakan energi Digunakan di Medan
Cocok untuk pengolahan dengan kandungan organik tinggi
BAB I I I
PEN DEK AT AN
Untuk menentukan pengolahan air limbah yang sesuai diterapkan di suatu wilayah, maka
beberapa hal berikut ini menjadi pendekatan, yaitu :
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk menjadi faktor penentu dalam hal penyediaan lahan untuk pembangunan fasilitas pengolahan air limbah baik dalam sistem terpusat maupun setempat. Akan tetapi pada dasarnya faktor ini tergantung pula pada tipe perumahan dan tata letaknya. Sebagai salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan teknologi yang akan diterapkan, maka makin tinggi angka kepadatan penduduknya, teknologi yang dipakai juga akan semakin mahal baik dalam investasi maupun operasi dan pemeliharaanya. Dalam hal tersebut, sebaiknya diikuti pula dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang memadai sehingga dapat ikut serta dalam
memelihara prasarana yang telah dibangun. Strategi nasional telah
mengklasifikasikan tingkat kepadatan sebagai berikut :
- Tingkat kepadatan sangat tinggi = 500 jiwa/ha
- Tingkat kepadatan tinggi = 300 – 500 jiwa/ha
- Tingkat kepadatan sedang = 150 – 300 jiwa/ha
- Tingkat kepadatan rendah = < 150 jiwa/ha
Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang dapat
ditimbulkan pada air permukaan.
- Kepadatan rendah 100 jiwa/ha = BOD 0 – 30 mg/L
- Kepadatan sedang 100 – 300 jiwa/ha = BOD 30 – 80 mg/L
- Kepadatan tinggi 300 jiwa/ha = BOD 80 – 200 mg/L b. Sumber air Yang Ada
Merupakan faktor penting dalam perencanaan pemakaian sewerage terutama
sewerage yang direncanakan membawa buangan padat disamping limbah cairnya.
Pemakaianseweragelebih disarankan untuk daerah yang telah mempunyai jaringan
c. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah sangat dipertimbangkan untuk efektifnya pemakaian fasilitas
pembuangan limbah seperti septic tank yang menjadi faktor yang harus ada dalam
pemilihan sistemSmall Bore Sewer.Kisaran permeabilitas yang efektif adalah 2.7 10
-4– 4.2 10-3L/m2/det
d. Kedalaman Muka Air Tanah
Kedalaman air tanah dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan pencemaran
air tanah oleh fasilitas sanitasi yang dipergunakan
e. Kemiringan Tanah
Kondisi tanah permukaan/topografi/kemiringan tanah, dimana daerah dengan
kemiringan 1% lebih memberikan biaya ekonomis dalam pembangunannya
dibandingkan daerah yang datar
f. Kemampuan Membiayai
Adanya potensi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan
operasi dan pemeliharaan.
Banyak pilihan jenis bentuk kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan air limbah. Di
Indonesia telah digunakan beberapa bentuk kelembagaan seperti PD PAL di Jakarta, PDAM
di Medan dan Bandung, dan BLU di Denpasar. Namun masih ada pengelolaan dibawah dinas
terutama unutk pengelolan lumpur tinja. Belakangan Pemerintah merekomendasikan agar
pengelolaan air limbah berbentuk BLU. Sebelum proyek dibangun idealnya lembaga
pengelola sudah terbentuk atau paling tidak sebelum proyek selesai dibangun kelompok
pengelola sudah ada. Struktur organisasi dapat dibuat sesederhana mungkin dan tidak
melibatkan banyak personil. Pengelolaan pembuangan air limbah dengan sistem Tangki
Septik Komunal pada hakekatnya adalah lembaga kemasyarakatan yang dikelola dan dibiayai
oleh semua anggota. Fasilitas yang akan dikelola adalah sistem pembuangan air limbah
terpusat yang dibangun oleh Pemerintah. Bentuk organisasi dapat dipilih dan yang penting
dapat disetujui oleh anggota pengguna fasilitas air limbah terpusat. Tugas dan tanggung
jawab personil pengelola harus jelas dan disosialisaikan kepada masyarakat pengguna.
Masyarakt pengguna harus menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan oleh
pengelola. Lembaga Pengelola Sarana dan Prasarana Air Limbah Strategi Pengembangan
1. Mempertahankan eksistensi di bawah Dinas dalam bentuk Unit Pengelola teknis Dinas.
Walaupun dengan melibatkan unsur swasta dan badan informal dari masyarakat untuk
serta pada proses tertentu, namun keadan ini masih belum bisa terlepas dari jeratan
birokrasi tetapi fungsi sosialnya masih kental sebagai institusi pemerintah. Pilihan ini
diambil karena bila kondisiself supportinginstitusi masih belum tercapai. Artinya bila
subsidi Pemerintah masih lebih besar dari 30%
2. Di bawah Dinas berubah menjadi di bawah perusahaan daerah dalam bentuk divisi air
limbah. Perusahaan daerah lebih otonom mengelola pekerjaannya jadi lebih mobile
mengatasi masalah dan lebih dapat diukur tingkat efisiensinya. Namun kondisi
keuangan harus mencapai self supporting maka harus dapat meningkatkan
pemasukan mengurangi subsidi dibawah 30%
3. Public & private sector partnership (mitra). Hal mana kerja sama antara perusahan
daerah dengan swasta dalam pemilikan saham. Biasanya dilakukan perjanjian
pembagian laba yang berbeda antara PD dengan swasta tersebut untuk memenuhi
perkiraan portofolio investasi swasta yang bersangkutan. Hanya dampaknya juga
terhadap kenaikan tarif retribusi tak dapat dihindarkan. Konsep parthnership ini
ditujukan untuk mencarikan dana untuk perluasan sistem
4. Swastanisasi murni. Dilakukan dengan menjual seluruh aset kepada swasta dengan
pertimbangan mencarikan dana bagi sektor lain. Umumnya sebelum penawaran
dilakukan ke swasta dilakukan terlebih dahulu kenaikan tarif retribusi agar kira-kira
profit marginnya besar dan menarik bagi swasta
a. Pengelolaan Di Bawah Dinas
Dasar pemikiran pengelolan di bawah Dinas agar pembiayaan dapat dibantu dari APBD,
dan potensi pengelolaannya dapat dilakukan oleh pegawai dari Dinas tersebut dan tidak
perlu merekrut tenaga kerja baru. Biaya operasi dan pemeliharaan dapat dikutip dari
retribusi dan jika tidak mencukupi dapat menganggarkannya dari APBD. Jadi kelebihan
kelembagaan di bawah Dinas dapat dibiayai pemerintah melaui APBD.
b. Pengelolaan Di Bawah Badan Pengelola (BP)
Dasar pemikiran pengelolaan air limbah di bawah badan pengelola biasanya sebagai
persiapan untuk kelak dirubah menjadi perusahaan daerah. Sebagai bentuk badan
pengelola biaya operasionalnya dapat dibantu oleh pemerintah, sedangkan personilnya
badan pengelola tidak bersifat mencari keuntungan, dan tugasnya sebatas mengelola
dengan biaya dari Pemerintah.
c. Pengelolaan Di Bawah Perusahaan Daerah
Dasar pemikiran pengelolaan air limbah dari perusahan daerah diharapkan dapat
mandiri mulai dari pengelolaan dan mencari biaya operasi dan pemeliharaan dari
retribusi dan bersifat semi perusahaan yang mencari laba. Jika diperlukan dapat
disubsidi dari pemerintah.
d. Pengelolaan Di Bawah Unit Pengelola Daerah (UPTD)
Bentuk kelembagaan UPT-D merupakan langkah awal untuk kelak ditingkatkan menjadi
BLU. Bentukan UPT-D dibawah sebuah Dinas yang terkait dengan air limbah, umumnya
di bawah Dinas kebersihan.
Kelebihan UPTD dapat mengunakan personil dari pegawai di lingkungan Dinas Tata
Kota dan Kebersihan dan tidak perlu merekrut tenaga dari luar. Biaya operasi dan
pemeliharaan dapat dibantu dari anggaran dinas tersebut yang berasal dari APBD.
e. Pengelolaan Di Bawah Badan Layanan Umum (BLU)
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau
Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berpotensi untuk mendapatkan imbalan secara signifikan terkait dengan
pelayanan yang diberikan, maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan kepada publik secara
signifikan dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk
meningkatkan pelayanan yang diberikan. Hal ini merupakan upaya peng-agenan
pemerintah daerah yang dikelola “secara bisnis”, sehingga pemberian layanan kepada
masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif yaitu dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD mempunyai manfaat sebagai berikut: Dapat dilakukan
peningkatan pelayanan instasi pemerintah daerah kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Instasi
pemerintah daerah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktek bisnis yang
sehat. Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi
terkait.
f. Pengelolaan Oleh Kelompok Masyarakat (KSM)
Pengelolan air limbah seperti untuk sistem Skala Komunitas atau proyek-program
SANIMAS diarahkan untuk dikelola oleh masyarakat pengguna, di mana sekelompok
masyarakat diberi layanan air limbah sistem perpipaan dimana pembangunan juga
melibatkan calon masyarakat pengguna dan biasanya dikelola sendiri dengan
BAB I V
DAT A K ON DI SI WI LAY AH
Kondisi Fisik Daerah
-
Geografi
Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai merupakan sebuah
kerajaan Hindu Negaradipa (1438). Peninggalan dari kerajaan Hindu Negaradipa ini
masih dapt dijumpai di perdesaan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah,
berupa sebuah situs purbakala Candi Agung Negaradipa kemudian berkembang
menjadi Kota Amuntai.
Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai secara geografis
terletak pada koordinat 2
1’ 37” - 2
35’ 58” Lintang Selatan dan 144
50’ 58” - 115
50’ 24” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara sebesar 915,5 km²,
memiliki wilayah administrasi desa/kelurahan sebanyak 222 desa/kelurahan. Adapun
batas-batas administrasi Kabupaten HSU sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah dan
Kabupaten Hulu Sungai Utara;
Sebelah Barat
: Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah;
Sebelah Selatan : Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah;
Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara
SARANA DAN PRASARANA
Air Limbah
Secara kelembagaan, pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Hulu
sungai Utara belum ditangani oleh sebuah institusi baik secara operator maupun
regulator, kondisi, kondisi yang ada bahwa penanganan air limbah masih ditangani
oleh beberapa SKPD teknis yaitu DInas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum
sementara Kantor Pengelolaan Lingkungan Hidup (KPLH) belum menyentuh
penanganan limbah domestik tetapi sebatas limbah industri yang memiliki perijinan
sementara industry-industri sejenis pembuatan tahu dan tempe belum dilakukan
pengawasan. Secara legal formal (peraturan dan kebijakan mengenai pengelolaan
imbah domestic belum dibuat/belum ada, baik dari sisi pencapaian target, kewajiban
dan sanksi, retribusi, maupun tata cara perizinan terkait dengan kegiatan pemukiman,
usaha rumah tangga dan perkantoran. Kebiasaan masyarakat buang air besar (BAB)
di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko turunnya status
kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (
field
), praktik semacam itu dapat
mencemari sumber air minum. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai
bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi
juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun
sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak
kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Sistem pengelolaan
air limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagian besar masih menggunakan
sistem on site individual (WC/MCK) sementara MCK Komunal berjumlah 2 unit saja.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan kondisi eksisting teknologi yang
digunakan oleh masyarakat.
Kepemilikan sarana sanitasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2012
5. Haur Gading 0 1670 0 110 0
10. Amuntai Selatan 0 4488 111 82 2
11 Sapala 0 58 0 8 0
12 Paminggir 0 109 0 0 0
13 Banjang 0 1996 0 56 0
TOTAL 22 24.337 111 535 2
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2103
Diagram Sistem Sanitasi (DSS) Pengelolaan Air Limbah Domestik
Input User
apung - - --- Sungai/rawa
Aliran
jongkok sewer - --- Sungai/rawa
Aliran
jongkok Tangki Cubluk - ---
-Aliran
jongkok Tangki Septik - ---
-Aliran Limbah D2
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2103
Sistem Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Kelompok Fungsi Teknologi yang
User interface Jamban apung Jumlah
(kuantitas)
4010 jamban Dinas PU
WC jongkok leher angsa Jumlah (kuantitas)
24.337 unit Dinas Kesehatan
Penampungan awal Tangki Cubluk Jumlah
(kuantitas)
24.337 unit Dinas Kesehatan
Tangki septik Jumlah
(kuantitas)
22 tangki Dinas Kesehatan
Pembuangan akhir Sungai/rawa Nama Sungai Sungai Hulu Sungai Utara
Sungai Balangan Sungai Babirik
Sungai Harus Sungai Kayakah Sungai Paminggir
Sungai Alabio Sungai Karias
Dll
Keterangan : Jumlah kepemilikian WC jongkok/leher angsa adalah sama dengan kepemilikan Tangki cubluk
BAB V
AN ALI SA DAN PEM BAH ASAN
Rencana Fasilitas IPAL SANIMAS MCK++
Sarana IPAL SANIMAS adalah dengan format Tangki septik komunal MCK++
merupakan fasilitas tangki septik yang dibangun untuk melayani beberapa rumah
tangga/Kepala Keluarga (KK) yang belum mempunyai jamban keluarga/jamban pribadi, juga
bagi yang belum mempunyai tangki septik untuk pengolahan pendahuluan di masing-masing
rumahnya. Cakupan layanan tangki septik komunal ini maksimal 30 KK. fasilitas IPAL MCK++
ini juga bisa disambungkan dari jamban keluarga/jamban pribadi pada masing-masing rumah
yang dilayani dengan perpipaan (Small Bore Sewer) menuju IPAL MCK++. Dimensi IPAL
MCK++ tipikal cakupan 30 KK sesuai standar yang disyaratkan SNI (SNI 03-2398-2002)
adalah:
Ruang basah: 2 m3, Ruang lumpur: 5.25 m3, Ruang bebas: 1.5 m3, Panjang: 3.2 m
, Lebar: 1.6 m, Lebar: 1.6 m, Tinggi: 1.7 m, Volume: 5.7 m3
Tabel 7.8.Kebutuhan Fasilitas IPAL MCK++ per desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara
10 Paminggir III 6 28 4200
13 Kabupaten HSU 107 16.050
I 35 5.250
44 6.600
No. Kecamatan ZONA
Berdasarkan analisa arahan sistem pengelolaan air limbah domestik, untuk penerapan
sistem yang menggunakan fasilitas tangki septik komunal MCK++ adalah di setiap Kelurahan
setiap kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sehingga dengan jumlah 219
kelurahan/desa hampir di sebagian kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara maka total
unit MCK++ yang diperlukan sampai tahun 20134 adalah 107 unit. Berdasarkan kapasitas
MCK++ dimana 1 unit dapat melayani 30 KK, dengan asumsi 1 KK terdiri dari 5 orang, maka
terdapat 150 KK yang dapat terlayani, baik oleh jamban, MCK maupun MCK++. Rekomendasi
penanganan pengelolaan air limbah domestik terhadap penduduk yang belum terlayani di
daerah tersebut adalah melalui pembangunan jamban keluarga/jamban pribadi dan tangki
septik komunal. Adapun dengan tipikal IPAL MCK++ cakupan 30 KK, biaya investasi yang
dibutuhkan berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi Kalimantan Selatan
dan Harga Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2015 untuk 1 unit IPAL
MCK++ adalah sekitar Rp
327.154.350,-Rencana Fasilitas IPAL Komunal
Pengembangan IPAL Komunal dilakukan pada lokasi perumahan, dengan tipikal cakupan
layanan satu unit IPAL Komunal direncanakan sekitar 100 KK atau 200 KK. IPAL Komunal
dibangun dengan sistem pipanisasi menggunakan pipa jenis Small Bore Sewer (SBS).
Adapun kebutuhan IPAL Komunal pada masing-masing zone disesuaikan dengan jumlah
perumahan terbangun pada masing-masing zone perencanaan, lokasi rencana IPAL bisa
dilihat pada table 7.13 dibawah. Teknologi pengolahan IPAL Komunal yang direkomendasikan
adalahAnaerobic Baffled Reactor(ABR), dimana kriteria yang digunakan adalah:
• VUp: < 2 m/jam ,Organic loading: < 3 kg COD/m3.hari
• Removal efficiency: 65% - 90% COD dan 70% - 95% BOD
• Panjang sekat/kompartemen (m): 0,5 – 0,6 kedalaman efektif unit ABR
• Lebar kompartemen (m): lebar unit ABR, Tinggi kompartemen (m): tinggi ABR +
freeboard.Biofilter: bahan (plastik, batu, fiber),
• Volumebiofilter(m3): 0,4-0,6 volume efektif reaktor
Lebarbiofilter(m): lebar unit ABR
• Tinggibiofilter(m): tinggi ABR +freeboard
• Ketinggianbiofilter(m): 0,4-0,6 kedalaman efektif reaktor
Kriteria perhitungan debit dan perhitungan dimensi tipikal IPAL Komunal dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 7.14Kriteria perhitungan debit dan perhitungan dimensi tipikal IPAL Komunal
Uraian Satuan
1 Standar Q air bersih 150Lt/Org/Hari
2 Q air buangan 80 % x Q air bersih
(70-80) % x Q air bersih 120Lt/Org/Hari
3 Q max day air buangan Qr air buangan x 1,15
Q max day = (1,1-1,3) Q ab 138Lt/Org/Hari
4 Hidraulic Retention Time (HRT) 1,5 hari
Waktu tinggal (1 - 3) hari
5 Volume Lumpur 30Lt/Org/thn
(30-40) Lt/Org/thn
6 Masa Kuras 2 tahun
(1-3) tahun
7 BOD5 Perorangan 55 gr/Org/hari
(50-55) gr/Org/hari
8 Ratio COD : BOD 2
(2 : 1)
Uraian Satuan
1 Populasi Pelayanan (P) 100 KK 500Orang D P L F Sat. Ket.
(1KK = 4-5 orang)
5 Konsentrasi BOD5 (Inlet) Keterangan :
Populasi (P) untuk 100 KK 500Orang D : Kedalaman bak (ditentukan)
Vol air Buangan V = P x Qair buangan Lt/hari P : Panjang bak (dicari)
60.000 Lt/hari L : Lebar bak (ditentukan)
0,69 Lt/detik F : Ambang Bebas (ditentukan)
BOD5 Perorangan 55 gr/hari Penentuan P atau L tergantung
BOD5 * P 27.500 gr/hari ketersediaan lahan yang ada
Konsentrasi BOD5 : Vol air buangan/Px BOD5 gr/Liter
0,458gr/Liter
Maka Konsentrasi BOD5 : 458mg/Liter
7Konsentrasi COD (Inlet) 2 *BOD5
916,67mg/Liter 8 Effisiensi Pengolahan :
BOD5 max di Out Let 50 mg/Liter
Maka Effisiensi IPAL Rencana :
Eff = (BOD5 inlet- BOD5 out)x 100% 89 %
BOD5 inlet A. Kriteria Perencanaan
Standar Q air bersih 150 l/o/hari
Q air buangan 80% x Q air bersih
120 l/o/hari Q max day air buangan 1,15 x Q air buangan
138 l/o/hari
Hidraulic retention time (HRT) 2 hari
Volume lumpur 30,0 l/o/tahun
Masa kuras 2 tahun
BOD5 perorangan 55 gr/orang/hari
Ratio COD : BOD 2
Perhitungan :
Populasi pelayanan 200 KK 1.000 jiwa
Volume air buangan (V1) V1 = Qmax x P x HRT
Adapun dengan tipikal IPAL berkapasitas 200 KK menggunakan ABR seperti di atas, biaya
investasi yang dibutuhkan berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi
Kalimantan Selatan dan Harga Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun
2015 adalah sekitar Rp 473.222.408,- dan biaya operasional dan perawatan yang dibutuhkan
sekitar Rp 1.335.000,-/bulan. Biaya operasional dan perawatan tersebut meliputi biaya:
Pengurasan lumpur Rp 3,000,000.00 per 2 tahun Rp 125,000/bulan Truk tangki air Rp 150,000.00 per minggu Rp 600,000/bulan Listrik untuk pompa Rp 400,000.00 per bulan Rp 400,000/bulan
Pemeliharaan Rp 150,000.00 per bulan Rp 150,000/bulan
(kerusakan pipa, dll)
Penyusutan pompa Rp 60,000.00 per bulan Rp 60,000 /bulan
Total biaya per bulan Rp 1,335,000
Dengan total biaya operasional dan perawatan sekitar Rp 1.335.000,-/bulan dan jumlah
cakupan layanan 200 KK, maka tarif retribusi IPAL Komunal 200 KK per rumah tangga atau
berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi Kalimantan Selatan dan Harga
Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2015 adalah sekitar Rp
394.352.007,- dan biaya operasional dan perawatan yang dibutuhkan sekitar Rp
1.112.500,-/bulan. Biaya operasional dan perawatan tersebut meliputi biaya:
Biay a pengurasan lumpur Rp 1,500,000.00 per 2 tahun Rp 62,500.00/bulan
Biay a truk tangki air Rp 150,000.00 per minggu Rp 600,000.00/bulan
Biay a listrik untuk pompa Rp 300,000.00 per bulan Rp 300,000.00/bulan
Biay a pemeliharaan Rp 100,000.00 per bulan Rp 100,000.00/bulan
(kerusakan pipa, dll)
Biay a peny usutan pompa Rp 50,000.00 per bulan Rp 50,000.00/bulan
Total biaya per bulan Rp 1,112,500.00
Dengan total biaya operasional dan perawatan sekitar Rp 1.112.500,-/bulan dan jumlah
cakupan layanan 100 KK, maka tarif retribusi IPAL Komunal 100 KK per rumah tangga atau
KK atau sambungan adalah sekitar Rp 11.125,-/bulan/KK. Keberlangsungan IPAL Komunal
tersebut dikelola oleh swadaya masyarakat, yang dapat dilakukan melalui lembaga swadaya
masyarakat, misalnya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). IPAL Komunal ini
direkomendasikan dibangun pada lokasi perumahan dengan masyarakat yang memiliki
aspirasi positif terhadap pengelolaan air limbah domestik, sehingga diharapkan
keberlangsungannya dapat optimal, misalnya pada perumahan kelas menengah ke atas dan
perumahan pada daerah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
TabelKebutuhan Fasilitas IPAL Komunal di Kabupaten Hulu Sungai Utara sampai Tahun 2035
Sistem IPAL Komunal merupakan sanitasi skala masyarakat. Bentuk akhir sistem pelayanan
Luas Kepadatan IPAL (UNIT) CAKUPAN
(Km2) Per (Km2) KOMUNAL PELAYANAN (JIWA)
1 Amuntai Tengah 57 879,4 4 4.000
2 Sungai Pandan 45 592,9 4 4.000
3 Sungai Tabukan 29,24 482,8 2 2.000
4 Amuntai Utara 45,09 453,4 2 2.000
5 Haur Gading 34,15 429,4 1 1.000
6 Banjang 41 408,0
-7 Babirik 77,44 236,4 1 1.000
8 Amuntai Selatan 183,16 150,1 -
-9 Danau Panggang 224,49 89,6 -
-10 Paminggir 156,13 49,1 -
-Kabupaten HSU 892,7 242,3 14 14.000
I
III
No. Kecamatan ZONA
Pembangunan dengan sistem IPAL komunal skala masyarakat terdiri dari (1) septic tank
komunal dan (2) modul small sewerage sistem atau shallow sewerage ditujukan bagi
peningkatan pelayanan di wilayah kumuh perkotaan (slum area), permukiman padat.
Kebutuhan sistem sanitasi setempat dan intermediate akan ditempatkan secara merata di
seluruh kelurahan di Kota Amuntai diluar SPAL kawasan.
Peruntukan
Daerah padat penduduk dengan pendapatan menengah ke bawah
Merupakan daerah permukimandeveloper<200 unit rumah Seleksi Lokasi IPAL Komunal :
1. Seleksi Lokasi dimulai dengan Pemerintah Kota/Kabupaten menetapkan atau
mengusulkan calon lokasi penerima IPAL Komunal dalam bentuk daftar-panjang
permukiman / kampung / kelurahan.
2. Penetapan daftar-panjang didasarkan pada wilayah yang merupakan prioritas
perencanaan sarana dan prasarana air limbah kota. Oleh karena itu perlu disusun
pemetaan prasarana dan sarana air limbah sehingga pendekatan menjadi komprehensif.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota bersama dengan fasilitator pendamping (LSM atau
Konsultan) akan menyusun daftar-pendek sesuai persyaratan teknis minimal yang
ditetapkan dan melalui pengecekan lapangan.
4. Penentuan lokasi terpilih dilakukan dengan metode seleksi-sendiri atau oleh perwakilan
masyarakat dengan sistem kompetisi terbuka.
Syarat Lokasi :
a. Memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak untuk segera ditangani.
b. Tersedia lahan yang cukup, seluas 100 m2 untuk 1 (satu) unit bangunan Instalasi
Pengolah Air Limbah/IPAL dan 150 m2 untuk 1 (satu) MCK
c. Tersedia sumber air (PDAM/sumur/mata air/air tanah).
d. Adanya saluran/sungai/badan air untuk menampung efluen IPAL.
e. Masyarakat yang bersangkutan menyatakan tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi
melalui kontribusi, baik dalam bentuk uang, barang maupun tenaga.
Fasilitas umum, perkantoran dan kawasan komersial pada umumnya terkonsentrasi di
kawasan pusat kota, yang berada sepanjang jalan protokol. Selain itu terdapat beberapa sub
kawasan komersial yang tersebar pada beberapa bagian kota Amuntai. Pada umumnya air
restoran yang terkonsentrasi di kawasan pusat kota, utamanya pada kawasan Pembataan
dan Sulingan dimana Air limbah yang dihasilkan dari hotel dan restoran rata-rata sebesar 35
liter/tamu.hari, dari perkantoran rata-rata 30 liter/orang.hari, dan rumah sakit rata-rata sebesar
200 liter/ranjang pasien.hari. kawasan tersebut nantinya akan diwajibkan untuk berlangganan
dan membuang air limbah hasil aktivitas kegiatan usaha terhadap pipa air limbah yang
nantinya akan diolah di IPAL kawasan. Sedangkan untuk kegiatan non domestic lainnya
dimana wilayahnya tidak dilayani IPAL komunal atau IPAL Kawasan maka usaha kegiatan
tersebut diwajibkan mempunyai IPAL tersendiri dimana arahan untuk unit usaha kegiatan
rumah makan, restoran, industry rumah tangga, industry kecil, dan industry menengah bisa
dilihat pada gambar berikut:
IPAL untuk unit rumah makan & usaha kegiatan skala RUMAH TANGGA
Air limbah toilet dialirkan langsung ke IPAL.
Air limbah non toilet dialirkan ke bak kontrol, selanjutnya dilairkan ke IPAL. Lubang outlet IPAL harus berada di atas saluran penerima.
Gambar Skema pengelolaan limbah restoran, usaha kegiatan skala rumah tangga
UNTUK IPAL RESTORAN SKALA KECIL ATAU UNIT USAHA YANG BANYAK
MENGELUARKAN LEMAK.
Air limbah toilet dialirkan langsung ke IPAL.
Gambar . skema pengelolaan limbah restoran atau usaha kegiatan skala kecil banyak mengeluarkan
lemak
UNTUK IPAL DOMESTIK KAPASITAS 40 0RANG LEBIH , RESTORAN BESAR,
ATAU UNIT USAHA YANG BANYAK MENGELUARKAN LEMAK.
Air limbah toilet dialirkan tangki septik, dan selanjutnya air limpasannya dialirkan ke IPAL.
Air limbah non toilet dialirkan ke bak pemisah lemak, selanjutnya dilairkan ke IPAL. Lubang outlet IPAL harus berada di atas saluran penerima.
Gambar . Skema pengelolaan limbah restoran atau usaha kegiatan skala besar banyak
BAB V I
K ESI M PU LAN
Rencana pengembangan sistem pengeloalaan air limbah Kabupaten Hulu Sungai Utara
selama 20 tahun mendatang akan menerapkan sistem off-site kawasan dan komunal serta
sistemon-site.Berdasarkan hasil analisa SWOT, strategi pengembangan akan meliputi :
1. Pengawasan dan pengendalian sarana prasarana sistem air limbah setempat (individual
dan komunal).
2. Pembangunan IPLT prioritas dilaksanakan pada tahun 2016.
3. Peningkatan pelayanan penyedotan lumpur tinja melalui : Pengadaan kapasitas armada.
Pembangunan dan operasional IPLT
4. Pengembangan prasarana air limbah berbasis masyarakat.
5. Pengembangan sistem terpusat skala komunal dan kawasan (IPAL) pada daerah-daerah
prioritas.
DAFT AR PU ST AK A
Abel, P.D. 1989. Water pollution biology. Halsted Press, John Wiley, New York. Alaerts, G, dan Santika S.S., 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya _______. 1983. Ekologi Dampak Lingkungan. Djambatan, Jakarta.
_______. 1986. Metodologi Ilmu Sosial dalam ANDAL Sosial dalam Temu Kaji Dampak Sosial Pembangunan. Jakarta
APHA. 1981. Standard Methods for Examination of Water And Waste Water. 16thed.
APHA Inc., Washington DC.
Bapedal. 2000. Himpunan Peraturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan IV. Jakarta
Balai Hiperkes. 1986. Himpunan Peraturan Perundangan yang Erat Kaitannya dengan Hiperkes dan Keselamatan Kerja dan Petunjuk tentang Terapan Hiperkes dan Keselamatan Kerja dan Gizi Kerja. Banjarmasin.
Bayly, I.A.E and W.D. Williams, 981. Inland Waters and Their Ecology. Longman, Cheshire, Melbourne.
BPS.2013. Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam angka. Amuntai.
Chafid Fandeli. 2000. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya Dalam Pembangunan, Liberty, Yogyakarta,
Ditjen PPM dan SLS. 1985. Petunjuk Pengukuran Kebisingan di Lingkungan. Depkes RI, Jakarta.
Dix. H.M. 1981. Environmental Pollution. John Wiley and Sons, Binghamton.