• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN SPASIAL DAN PENGELOLAAN AIR LI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN SPASIAL DAN PENGELOLAAN AIR LI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Makalah

ANALISIS KEBIJAKAN SPASIAL

KEBIJAKAN SPASIAL DAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH

KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

Kalimantan Selatan

M. Azwar Ramadhani - 3315202005

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

(2)

DAFT AR I SI

Halaman

DAFTAR ISI

...i

BAB I. PENDAHULUAN ... I-1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... II-3

BAB III. PENDEKATAN ... III-16

BAB IV. DATA/KONDISI WILAYAH ... III-21

BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN...V-26

BAB VI. KESIMPULAN ...V-35

(3)

BAB I

PEN DAH U LU AN

Salah satu konsekuensi logis dari perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya timbulan air limbah domestik. Pembuangan air limbah domestik tanpa memperhatikan kriteria teknis beresiko memberikan pengaruh buruk terhadap pencemaran lingkungan yang akhirnya berdampak pada kesehatan masyarakat. Hal ini karena air limbah domestik mengandung beberapa zat pencemar seperti organik, nitrat, nitrit, fosfat, dan bakteri coliform yang dapat mencemari badan air penerima atau air tanah yang nantinya digunakan sebagai sumber air bersih masyarakat sehingga dapat menimbulkan epidemic penyakit. Oleh karena itu diperlukan rencana pengelolaan air limbah secara komprehensif yang mendukung terhadap perkembangan kota tanpa menimbulkan masalah terhadap kesehatan masyarakat di Kab. Hulu Sungai Utara.

Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan belakang , sehingga sering termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan. Masih sering dijumpai bahwa aspek-aspek pembangunan sanitasi, yaitu air limbah, persampahan dan drainase, serta penyediaan air bersih, masih berjalan sendiri-sendiri.

(4)

suatu perencanaan sanitasi secara lebih integratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Tahapan-tahapan proses perencanaan harus dilaksanakan secara berurutan, bertahap dan berkelanjutan, sehingga solusi yang ditawarkan juga akan tepat, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Permasalahan bidang sanitasi yang muncul tidak selalu disebabkan oleh aspek teknis, namun juga berhubungan dengan aspek ekonomi dan sosial, seperti tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi tantangan lain dalam pembangunan bidang sanitasi.

Ketersediaan infrastrukstur sanitasi khususnya terkait pengelolaan limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara masih perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat dapat mudah dalam mengaksesnya. Infrastruktur pengelolaan limbah domestik/rumah tangga di masyarakat perlu diperbaiki dan dipenuhi, sehingga sesuai dengan standar yang disyaratkan dalam pengelolaan limbah rumah tangga. Untuk mewujudkan pencapaian target tersebut, dilaksanakan program-program meliputi peningkatan kualitas air limbah domestik, pengembanganon-site management, pengembangan sanitasi berbasis masyarakat, program percontohan sistem pengelolaan air limbah skala lingkungan berbasis masyarakat, pengembangan cakupan pelayanan sistem air limbah terpusat yang ada, peningkatan perencanaan pembangunan prasarana sarana air limbah, penelitian dan pengembangan serta aplikasi teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

(5)

BAB I I

T I N J AU AN PU ST AK A

Teknologi Pelayanan Pengelolaan air limbah

Pemilihan teknologi air limbah yang tepat bergantung beberapa faktor fisik dan non fisik. Teknologi yang paling tepat adalah teknologi yang dapat memberikan kenyamanan secara sosial, ekonomi dan lingkungan. Lebih tepatnya teknologi yang diinginkan berpatokan pada prinsip sebagai berikut:

Ramah Lingkungan : air limbah ditangani sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya seperti, keberadaan nyamuk, lalat, tikus dan pencemaran air tanah dan lain sebagainya.

Nyaman :

Mudah dioperasikan

Tahan lama dan pemeliharaan yang minim Upgradable

Biaya yang dapat diterima

Kriteria Pemilihan Opsi

Pada dasarnya sistem On-site lebih disukai karena sistem tersebut adalah yang paling murah yang tersedia dan dapat dibangun masing-masing individu pemilik rumah. Sedangkan sistem Off-site dirancang untuk memaksimalkan kenyamanan pengguna dengan standard terbaik, dan memberikan manfaaat kesehatan yang baik.

Penerapan pilihan sistem On-site maupun sistem off-site mempunyai kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar dapat berfungsi effektif dalam pengendalian pencemaran lingkungan,

Dasar utama pemilihan opsi teknologi tersebut adalah :

(6)

 Fungsi tata guna lahan

 Kedalaman air tanah, permeabilitas tanah  Kemiringan/topografi permukaan tanah  Ketersediaan lahan untuk IPAL

 Kemampuan membayar dan keinginan/kesesuaian

Langkah pemilihan opsi teknologi secara rinci diperlihatkan sebagaimana dalam diagram alir gambar 2.1 berikut ini

Gambar 2.1Diagram Alir Pemilihan Sistem Teknologi Pengolahan Air Limbah

Teknologi On-site

Sistem On-Site merupakan system pengolahan air limbah domestik setempat, yaitu setiap bangunan mempunyai fasilitas pengolahan (sistem individu).

1. Septic Tank Murah (Low Cost Saptik Tank)

(7)

jongkok maupun leher angsa (black water) sedangkan tangki 2 (kedua) dengan konstruksi pasangan bata kosong yang menerima effluent dari tangki pertama dan buangan dari kamar mandi lihat gambar dibawah ini

Gambar 2.2Septic Tank Murah

2. Septic Tank dengan resapan (SNI 03-2398-2001)

Suatu ruangan kedap air/beberapa kompartemen yg berfungsi menampung & mengolah air limbah rumah tangga dengan kecepatan alir lambat, sehingga memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan organik oleh jasa dan aerobik membentuk bahan larut air & gas.

- Dapat dibuat dengan sistem kombinasi anaerobik dan aerobik.

- Terbuat dari bahan bangunan yang tahan terhadap asam, harus kedap air. - Pipa aliran masuk dan aliran keluar sesuai dengan ketentuan.

(8)

Gambar 2.3Septik tank dengan resapan yang ditingkatkan

Tabel 2.1 Ukuran Tangki Septik SNI 03-2398-1991

No PemakaiJumlah (Jiwa)

Kebutuhan ruang lumpur

(m2) Ruang

Basah (m2)

Ruang Bebas Air (m2)

Volume total

(m2) Ukuran (m)

2

tahun tahun3 tahun2 tahun3

2 tahun 3 tahun P L T P L T

1 5 0,4 0,6 1 0,25 1,65 1,85 1,6 0,8 1,3 1,7 0,85 1,3

2 10 0,8 1,2 2 0,5 3,3 3,7 2,2 1,1 1,4 2,3 1,15 1,4

3 15 1,2 1,8 3 0,75 4,95 5,55 2,6 1,3 1,5 2,75 1,35 1,5

4 20 1,6 2,4 4 1 6,6 7,4 3 1,5 1,5 3,2 1,55 1,5

(9)

3. Septik Tank dengan An-aerobic Upflow filter (Biofilter)

Merupakan septik tank terpadu yang terdiri dari septic tank dan An-aerobik biofilter dalam satu kesatuan unit bangunan, dilengkapi media untuk pertumbuhan bakteri, sehingga menghasilkan effisiensi pengolahan yang lebih tinggi, dan effluent dapat dibuang langsung ke saluran drainase. Biofilter ini sering digunakan oleh pengembang perumahan. Lihat

Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Septik Tank Biofilter

Teknologi Off-site

Merupakan sistem terpusat (Off-site) dengan sistem perpipaan, sistem ini terdiri dari 3 jenis yaitu; 1. Sistem Komunal Kecil, 2. Sistem Kawasan dan 3. Sistem Wilayah/Kota.

1. Sistem Komunal Kecil a. Peruntukan

 Jumlah Sambungan sambungan < 500 SR  Daerah perumahan teratur

 Topografi < 4%

 Daerah padat penduduk/kumuh miskin >150 jiwa/Ha b. Unit SistemPenyaluran

 Menerima buangan grey water dan black water  Sistem Gravitasi

(10)

 Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC diameter 100 mm 200 mm lengkap dengan Manhole dengan kemiringan 6% - 1%

c. Unit Sistem Pengolahan

 Pengolahan secara An-aerobik baik sistem pertumbuhan suspensi maupun sistem menempel dalam media

 Menggunakan konstruksi beton atau paket pengolahan fiber  Tanpa pemeliharaan

d. Sistem Perencanaan, Pengawasan dan Pengelolaan

 Perencanaan dan pengawaan Berbasis Masyarakat (SLBM, SANIMAS)  Dikelola oleh KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat)

Gambar 2.5Skematik diagram pengolahan air limbah sistem komunal

2. Sistem Perpipaan Skala Kawasan a. Peruntukan ;

 Jumlah Sambungan sambungan 500 1.000 SR  Daerah perumahan teratur (perumahan developer)  Kepadatan >250 jiwa/Ha

 Sebagai daerah Pusat pelayanan lingkungan  Sumber air >60% menggunakan PAM b. Unit SistemPenyaluran

 Menerima buangan grey water dan black water  Sistem Gravitasi dan atau pompa

(11)

 Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC diameter 100 mm 400 mm dengan kemiringan 6%o-1%

 Manhole jaringan pipa c. Unit Sistem Pengolahan

 Sistem Pengolahan beragam sistem Aerobik  Perlu Biaya untuk O& M

 Tersedia lahan minimal 1500 m2 d. Sistem Pengelolaan

 Dikelola oleh Institusi (UPTD, BLU)

Gambar 2.6Skematik diagram pengolahan air limbah sistem Intermidiate (Sewerage skala kecil)

3. Sistem Perpipaan Skala Wilayah/Kota a. Peruntukan ;

 Jumlah Sambungan sambungan >1.000 SR  Kepadatan >250 jiwa/Ha

 Sebagai daerah Pusat pelayanan Kota/Regional  Sumber air >60% menggunakan PAM

b. Unit SistemPenyaluran

 Menerima buangan grey water dan black water  Sistem Gravitasi dan atau pompa

(12)

 Pipa pengumpul berupa Pipa uPVC dan atau pipa beton diameter 150 mm 2.000 mm dengan kemiringan 0,1% - 1%

 Manhole jaringan pipa c. Unit Sistem Pengolahan

 Sistem Pengolahan beragam sistem An-aerobik maupun sistem aerobik  Perlu Biaya untuk O& M

 Tersedia lahan cukup luas tergantung teknologi yang dterapkan d. Sistem Pengelolaan

 Dikelola oleh Institusi ( BLU, PERUSDA, Kerjasama Swasta)

Gambar 2.7 Pengolahan limbah sistem Wilayah/Kota

Sistem Pengolahan Air Limbah

Sistem komunal, sistem kawasan, dan sistem wilayah membutuhkan suatu instalasi pengolahan air limbah guna menurunkan senyawa organik dan padatan (suspended solids) yang terkandung dalam air limbah sampai mencapai target hasil olahan (efluent) yang diinginkan (lihat Tabel .2.2).

(13)

Tabel 2.2Target Hasil Olahan Instalasi Pengolahan Air Limbah

PARAMETER TARGET HASIL OLAHAN

pH 6 - 9

BOD5 (Biological Oxygen Demand) 100

TSS (Total Suspended Solid) 100

Minyak dan lemak 10

Sumber : MenKLH No.112/2003, Baku Mutu Air Limbah Domestik

Pemilihan opsi jenis instalasi yang layak diterapkan di Kab. Jombang dilakukan dengan mempertimbangkan :

a. kinerja teknis yang dapat dicapai b. kondisi dan kemampuan Kab. Jombang,

c. jenis instalasi yang sudah digunakan di Kab. Jombang, d. pengalaman kota lain di Indonesia atau negara tetangga, e. ketersediaan teknologi di Indonesia,

f. kemudahan operasi, dan

g. biaya investasi. Berikut ini akan dibahas seluruh opsi jenis instalasi pengolahan yang layak diterapkan, baik itu instalasi sederhana dan instalasi mekanis.

- Instalasi Sederhana

Instalasi sederhana dicirikan sebagai instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang mudah dioperasikan, tidak membutuhkan banyak energi, dan dapat diterapkan untuk SSAL berskala kecil, seperti Sistem Komunal dan Sistem Kawasan. Tabel berikut menunjukkan beberapa opsi instalasi sederhana.

Tabel 2.3Opsi Instalasi Pengolahan Sederhana

JENIS INSTALASI DESKRIPSI

KOLAM OKSIDASI  Kolam terbuka dengan kedalaman 1- 2 m, agar terjadi proses oksidasi

 Dapat terbagi menjadi beberapa bagian/buffle  Pasangan batu kedap air/beton

(14)

KOLAM AN-AEROBIK  Kolam terbuka dengan kedalaman 3 5 m, agar terjadi proses an-aerobik

 Dapat terbagi menjadi beberapa bagian/buffle

TANGKI AN-AEROBIK  Berupa tangki kedap air denagan konstruksi beton, fiber

 Terbagi menjadi beberapa kompartemen dengan pola aliran berliku (atas bawah)

 Dapat dilengkapi media plas tik untuk pertumbuhan melekat bakteri

 Umumnya digunakan dalam program-program SANIMAS, SLBM BIOFILTER  Berupa tangki fiber kedap udara

 Berisi media plastik tempat bakteri an-aerobik melekat  Digunakan di banyak bangunan komersial dan apartemen - Instalasi Mekanis

Merupakan Instalasi Pengolahan Limbah yang dicirikan dengan menggunakan peralatan mekanis untuk meningkatkan kinerja pengolahan misalnya, aerator, pompa resirkulasi lumpur, screen, penyapu lumpur dan sebagainya. Oleh karena itu instalasi ini membutuhkan energi listrik. Instalasi ini cocok untuk sistem pengolahan skala kawasan dan skala wilayah/kota.

Beberapa opsi instalasi pengolahan yang dapat digunakan sebagaiman tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4Opsi Instalasi Pengolahan Air Limbah Mekanis

JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK

Kolam Aerasi

(Aerated Lagoon)

 Berupa kolam terbuka yang dilengkapi dengan aerator

 Tidak membutuhkan clarifier (bak pengendap)

 Perlu dilengkapi kolam maturasi apabila effluent akan dimanfaatkan

 Digunakan untuk skala kawasan dan skala wilayah/kota

 Pembersihan lumpur pada kolam aerasi dilakukan dengan penyedotan secara periodik

(15)

JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK

Lumpur Aktif

(Activited Sludge)

 Berupa tangki/bak aerasi dengan aerotor atau diffuser

 Konstruksi beton/fiber

 Membutuhkan clarifier/bak pengendap dan resirkulasi lumpur

 Membutuhkan sistem pengeringan lumpur (sludge drying Bed atau pengeringan mekanis)

 Digunakan skala kawasan /wilayah  Digunakan di Kota Tangerang dan

Balikpapan

 Berupa tangki/bak aerasi dengan aerotor atau diffuser

 Konstruksi beton/fiber

 Membutuhkan clarifier/bak pengendap dan sistem resirkulasi

 Membutuhkan sistem pengeringan lumpur (sludge drying Bed atau pengeringan mekanis)

 Digunakan skala kawasan /wilayah  Digunakan di banyak bangunan bangunan

komersial

0,1 0,4 Kg BOD/m3/hari

Oxidation Ditch  Berupa bak terbuka membentuk parit melingkar dilengkapi aerator sikat  Konstruksi beton

 Membutuhkan clarifier/bak pengendap dan sistem resirkulasi

 Membutuhkan sistem pengeringan lumpur (sludge drying bed atau pengeringan mekanis)

 Digunakan skala kawasan /wilayah

(16)

JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK

RBC (Rotating Biological Contactor)

 Berupa bak/tangki yang dilengkapi dengan media contactor biologis berupa

disc/media sarang tawon yang berputar tempat pertumbuhan bakteri melekat dan mengkonsumsi senyawa organik

 Membutuhkan clarifier

 Menggunakan listrik lebih rendah  Digunakan skala kawasan/wilayah  Digunakan di Kota Manado

0,5 1 Kg BOD/m3/hari

Trickling Filter  Berupa tangki aerasi yang berisi media (batu ukuran kecil, bola atau rangka plastik)

 Air limbah yang masuk dialirkan dengan cara menyemprotkan secara

merata/berputar ke permukaan media.  Membutuhkan clarifier

 Menggunakan listrik lebih rendah  Digunakan untuk skala kawasan

0,2 0,7 Kg BOD/m3/hari

Moving Bed Biosolid Reactor (MBBR)

 Berupa tangki/bak aerasi yang berisi media (rangka plastik) dimana media tersebut dapat bergerak karena tekanan udara sehingga bakteri melekat pada media dan mengkonsumsi senyawa organik

 Mengunakan proses hibrid dimana proses lumpur aktif dikombinasikanan antara pertumbuhan suspensi dan melekat  Membutuhkan clarifier tanpa resirkulasi

lumpur

 Digunakan untuk skala kawasan/wilayah yang luas lahan terbatas

(17)

JENIS INSTALASI DESKRIPSI BEBAN ORGANIK

Upflow An-aerobik Sludge Blanked

 Berupa tangki dalam kondisi tanpa udara (anaerobik)

 Mengendalikan proses an-aerobik dari terbentuknya lapisan flok mikroba yang tersuspensi (sludge blanked) dibagian tengah tangki

 Mengalir secara vertikal ke atas  Tidak menggunakan energi  Digunakan di Medan

 Cocok untuk pengolahan dengan kandungan organik tinggi

(18)

BAB I I I

PEN DEK AT AN

Untuk menentukan pengolahan air limbah yang sesuai diterapkan di suatu wilayah, maka

beberapa hal berikut ini menjadi pendekatan, yaitu :

a. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk menjadi faktor penentu dalam hal penyediaan lahan untuk pembangunan fasilitas pengolahan air limbah baik dalam sistem terpusat maupun setempat. Akan tetapi pada dasarnya faktor ini tergantung pula pada tipe perumahan dan tata letaknya. Sebagai salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan teknologi yang akan diterapkan, maka makin tinggi angka kepadatan penduduknya, teknologi yang dipakai juga akan semakin mahal baik dalam investasi maupun operasi dan pemeliharaanya. Dalam hal tersebut, sebaiknya diikuti pula dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang memadai sehingga dapat ikut serta dalam

memelihara prasarana yang telah dibangun. Strategi nasional telah

mengklasifikasikan tingkat kepadatan sebagai berikut :

- Tingkat kepadatan sangat tinggi = 500 jiwa/ha

- Tingkat kepadatan tinggi = 300 – 500 jiwa/ha

- Tingkat kepadatan sedang = 150 – 300 jiwa/ha

- Tingkat kepadatan rendah = < 150 jiwa/ha

Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang dapat

ditimbulkan pada air permukaan.

- Kepadatan rendah 100 jiwa/ha = BOD 0 – 30 mg/L

- Kepadatan sedang 100 – 300 jiwa/ha = BOD 30 – 80 mg/L

- Kepadatan tinggi 300 jiwa/ha = BOD 80 – 200 mg/L b. Sumber air Yang Ada

Merupakan faktor penting dalam perencanaan pemakaian sewerage terutama

sewerage yang direncanakan membawa buangan padat disamping limbah cairnya.

Pemakaianseweragelebih disarankan untuk daerah yang telah mempunyai jaringan

(19)

c. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah sangat dipertimbangkan untuk efektifnya pemakaian fasilitas

pembuangan limbah seperti septic tank yang menjadi faktor yang harus ada dalam

pemilihan sistemSmall Bore Sewer.Kisaran permeabilitas yang efektif adalah 2.7 10

-4– 4.2 10-3L/m2/det

d. Kedalaman Muka Air Tanah

Kedalaman air tanah dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan pencemaran

air tanah oleh fasilitas sanitasi yang dipergunakan

e. Kemiringan Tanah

Kondisi tanah permukaan/topografi/kemiringan tanah, dimana daerah dengan

kemiringan 1% lebih memberikan biaya ekonomis dalam pembangunannya

dibandingkan daerah yang datar

f. Kemampuan Membiayai

Adanya potensi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan

operasi dan pemeliharaan.

Banyak pilihan jenis bentuk kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan air limbah. Di

Indonesia telah digunakan beberapa bentuk kelembagaan seperti PD PAL di Jakarta, PDAM

di Medan dan Bandung, dan BLU di Denpasar. Namun masih ada pengelolaan dibawah dinas

terutama unutk pengelolan lumpur tinja. Belakangan Pemerintah merekomendasikan agar

pengelolaan air limbah berbentuk BLU. Sebelum proyek dibangun idealnya lembaga

pengelola sudah terbentuk atau paling tidak sebelum proyek selesai dibangun kelompok

pengelola sudah ada. Struktur organisasi dapat dibuat sesederhana mungkin dan tidak

melibatkan banyak personil. Pengelolaan pembuangan air limbah dengan sistem Tangki

Septik Komunal pada hakekatnya adalah lembaga kemasyarakatan yang dikelola dan dibiayai

oleh semua anggota. Fasilitas yang akan dikelola adalah sistem pembuangan air limbah

terpusat yang dibangun oleh Pemerintah. Bentuk organisasi dapat dipilih dan yang penting

dapat disetujui oleh anggota pengguna fasilitas air limbah terpusat. Tugas dan tanggung

jawab personil pengelola harus jelas dan disosialisaikan kepada masyarakat pengguna.

Masyarakt pengguna harus menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan oleh

pengelola. Lembaga Pengelola Sarana dan Prasarana Air Limbah Strategi Pengembangan

(20)

1. Mempertahankan eksistensi di bawah Dinas dalam bentuk Unit Pengelola teknis Dinas.

Walaupun dengan melibatkan unsur swasta dan badan informal dari masyarakat untuk

serta pada proses tertentu, namun keadan ini masih belum bisa terlepas dari jeratan

birokrasi tetapi fungsi sosialnya masih kental sebagai institusi pemerintah. Pilihan ini

diambil karena bila kondisiself supportinginstitusi masih belum tercapai. Artinya bila

subsidi Pemerintah masih lebih besar dari 30%

2. Di bawah Dinas berubah menjadi di bawah perusahaan daerah dalam bentuk divisi air

limbah. Perusahaan daerah lebih otonom mengelola pekerjaannya jadi lebih mobile

mengatasi masalah dan lebih dapat diukur tingkat efisiensinya. Namun kondisi

keuangan harus mencapai self supporting maka harus dapat meningkatkan

pemasukan mengurangi subsidi dibawah 30%

3. Public & private sector partnership (mitra). Hal mana kerja sama antara perusahan

daerah dengan swasta dalam pemilikan saham. Biasanya dilakukan perjanjian

pembagian laba yang berbeda antara PD dengan swasta tersebut untuk memenuhi

perkiraan portofolio investasi swasta yang bersangkutan. Hanya dampaknya juga

terhadap kenaikan tarif retribusi tak dapat dihindarkan. Konsep parthnership ini

ditujukan untuk mencarikan dana untuk perluasan sistem

4. Swastanisasi murni. Dilakukan dengan menjual seluruh aset kepada swasta dengan

pertimbangan mencarikan dana bagi sektor lain. Umumnya sebelum penawaran

dilakukan ke swasta dilakukan terlebih dahulu kenaikan tarif retribusi agar kira-kira

profit marginnya besar dan menarik bagi swasta

a. Pengelolaan Di Bawah Dinas

Dasar pemikiran pengelolan di bawah Dinas agar pembiayaan dapat dibantu dari APBD,

dan potensi pengelolaannya dapat dilakukan oleh pegawai dari Dinas tersebut dan tidak

perlu merekrut tenaga kerja baru. Biaya operasi dan pemeliharaan dapat dikutip dari

retribusi dan jika tidak mencukupi dapat menganggarkannya dari APBD. Jadi kelebihan

kelembagaan di bawah Dinas dapat dibiayai pemerintah melaui APBD.

b. Pengelolaan Di Bawah Badan Pengelola (BP)

Dasar pemikiran pengelolaan air limbah di bawah badan pengelola biasanya sebagai

persiapan untuk kelak dirubah menjadi perusahaan daerah. Sebagai bentuk badan

pengelola biaya operasionalnya dapat dibantu oleh pemerintah, sedangkan personilnya

(21)

badan pengelola tidak bersifat mencari keuntungan, dan tugasnya sebatas mengelola

dengan biaya dari Pemerintah.

c. Pengelolaan Di Bawah Perusahaan Daerah

Dasar pemikiran pengelolaan air limbah dari perusahan daerah diharapkan dapat

mandiri mulai dari pengelolaan dan mencari biaya operasi dan pemeliharaan dari

retribusi dan bersifat semi perusahaan yang mencari laba. Jika diperlukan dapat

disubsidi dari pemerintah.

d. Pengelolaan Di Bawah Unit Pengelola Daerah (UPTD)

Bentuk kelembagaan UPT-D merupakan langkah awal untuk kelak ditingkatkan menjadi

BLU. Bentukan UPT-D dibawah sebuah Dinas yang terkait dengan air limbah, umumnya

di bawah Dinas kebersihan.

Kelebihan UPTD dapat mengunakan personil dari pegawai di lingkungan Dinas Tata

Kota dan Kebersihan dan tidak perlu merekrut tenaga dari luar. Biaya operasi dan

pemeliharaan dapat dibantu dari anggaran dinas tersebut yang berasal dari APBD.

e. Pengelolaan Di Bawah Badan Layanan Umum (BLU)

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau

Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang

dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola

Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang

memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis

yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai

pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Satuan

Kerja Perangkat Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat berpotensi untuk mendapatkan imbalan secara signifikan terkait dengan

pelayanan yang diberikan, maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan kepada publik secara

signifikan dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk

meningkatkan pelayanan yang diberikan. Hal ini merupakan upaya peng-agenan

(22)

pemerintah daerah yang dikelola “secara bisnis”, sehingga pemberian layanan kepada

masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif yaitu dengan menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan BLUD. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan BLUD mempunyai manfaat sebagai berikut: Dapat dilakukan

peningkatan pelayanan instasi pemerintah daerah kepada masyarakat dalam rangka

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Instasi

pemerintah daerah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan

berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktek bisnis yang

sehat. Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi

terkait.

f. Pengelolaan Oleh Kelompok Masyarakat (KSM)

Pengelolan air limbah seperti untuk sistem Skala Komunitas atau proyek-program

SANIMAS diarahkan untuk dikelola oleh masyarakat pengguna, di mana sekelompok

masyarakat diberi layanan air limbah sistem perpipaan dimana pembangunan juga

melibatkan calon masyarakat pengguna dan biasanya dikelola sendiri dengan

(23)

BAB I V

DAT A K ON DI SI WI LAY AH

Kondisi Fisik Daerah

-

Geografi

Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai merupakan sebuah

kerajaan Hindu Negaradipa (1438). Peninggalan dari kerajaan Hindu Negaradipa ini

masih dapt dijumpai di perdesaan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah,

berupa sebuah situs purbakala Candi Agung Negaradipa kemudian berkembang

menjadi Kota Amuntai.

Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai secara geografis

terletak pada koordinat 2

1’ 37” - 2

35’ 58” Lintang Selatan dan 144

50’ 58” - 115

50’ 24” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara sebesar 915,5 km²,

memiliki wilayah administrasi desa/kelurahan sebanyak 222 desa/kelurahan. Adapun

batas-batas administrasi Kabupaten HSU sebagai berikut:

Sebelah Utara

: Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah dan

Kabupaten Hulu Sungai Utara;

Sebelah Barat

: Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah;

Sebelah Selatan : Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah;

(24)

Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara

(25)

SARANA DAN PRASARANA

Air Limbah

Secara kelembagaan, pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Hulu

sungai Utara belum ditangani oleh sebuah institusi baik secara operator maupun

regulator, kondisi, kondisi yang ada bahwa penanganan air limbah masih ditangani

oleh beberapa SKPD teknis yaitu DInas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum

sementara Kantor Pengelolaan Lingkungan Hidup (KPLH) belum menyentuh

penanganan limbah domestik tetapi sebatas limbah industri yang memiliki perijinan

sementara industry-industri sejenis pembuatan tahu dan tempe belum dilakukan

pengawasan. Secara legal formal (peraturan dan kebijakan mengenai pengelolaan

imbah domestic belum dibuat/belum ada, baik dari sisi pencapaian target, kewajiban

dan sanksi, retribusi, maupun tata cara perizinan terkait dengan kegiatan pemukiman,

usaha rumah tangga dan perkantoran. Kebiasaan masyarakat buang air besar (BAB)

di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko turunnya status

kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (

field

), praktik semacam itu dapat

mencemari sumber air minum. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai

bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi

juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun

sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak

kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Sistem pengelolaan

air limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagian besar masih menggunakan

sistem on site individual (WC/MCK) sementara MCK Komunal berjumlah 2 unit saja.

Berikut adalah tabel yang menggambarkan kondisi eksisting teknologi yang

digunakan oleh masyarakat.

Kepemilikan sarana sanitasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2012

(26)

5. Haur Gading 0 1670 0 110 0

10. Amuntai Selatan 0 4488 111 82 2

11 Sapala 0 58 0 8 0

12 Paminggir 0 109 0 0 0

13 Banjang 0 1996 0 56 0

TOTAL 22 24.337 111 535 2

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2103

Diagram Sistem Sanitasi (DSS) Pengelolaan Air Limbah Domestik

Input User

apung - - --- Sungai/rawa

Aliran

jongkok sewer - --- Sungai/rawa

Aliran

jongkok Tangki Cubluk - ---

-Aliran

jongkok Tangki Septik - ---

-Aliran Limbah D2

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2103

Sistem Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Hulu Sungai Utara

Kelompok Fungsi Teknologi yang

User interface Jamban apung Jumlah

(kuantitas)

4010 jamban Dinas PU

WC jongkok leher angsa Jumlah (kuantitas)

24.337 unit Dinas Kesehatan

Penampungan awal Tangki Cubluk Jumlah

(kuantitas)

24.337 unit Dinas Kesehatan

Tangki septik Jumlah

(kuantitas)

22 tangki Dinas Kesehatan

Pembuangan akhir Sungai/rawa Nama Sungai Sungai Hulu Sungai Utara

(27)

Sungai Balangan Sungai Babirik

Sungai Harus Sungai Kayakah Sungai Paminggir

Sungai Alabio Sungai Karias

Dll

Keterangan : Jumlah kepemilikian WC jongkok/leher angsa adalah sama dengan kepemilikan Tangki cubluk

(28)

BAB V

AN ALI SA DAN PEM BAH ASAN

Rencana Fasilitas IPAL SANIMAS MCK++

Sarana IPAL SANIMAS adalah dengan format Tangki septik komunal MCK++

merupakan fasilitas tangki septik yang dibangun untuk melayani beberapa rumah

tangga/Kepala Keluarga (KK) yang belum mempunyai jamban keluarga/jamban pribadi, juga

bagi yang belum mempunyai tangki septik untuk pengolahan pendahuluan di masing-masing

rumahnya. Cakupan layanan tangki septik komunal ini maksimal 30 KK. fasilitas IPAL MCK++

ini juga bisa disambungkan dari jamban keluarga/jamban pribadi pada masing-masing rumah

yang dilayani dengan perpipaan (Small Bore Sewer) menuju IPAL MCK++. Dimensi IPAL

MCK++ tipikal cakupan 30 KK sesuai standar yang disyaratkan SNI (SNI 03-2398-2002)

adalah:

Ruang basah: 2 m3, Ruang lumpur: 5.25 m3, Ruang bebas: 1.5 m3, Panjang: 3.2 m

, Lebar: 1.6 m, Lebar: 1.6 m, Tinggi: 1.7 m, Volume: 5.7 m3

Tabel 7.8.Kebutuhan Fasilitas IPAL MCK++ per desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara

10 Paminggir III 6 28 4200

13 Kabupaten HSU 107 16.050

I 35 5.250

44 6.600

No. Kecamatan ZONA

(29)

Berdasarkan analisa arahan sistem pengelolaan air limbah domestik, untuk penerapan

sistem yang menggunakan fasilitas tangki septik komunal MCK++ adalah di setiap Kelurahan

setiap kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sehingga dengan jumlah 219

kelurahan/desa hampir di sebagian kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara maka total

unit MCK++ yang diperlukan sampai tahun 20134 adalah 107 unit. Berdasarkan kapasitas

MCK++ dimana 1 unit dapat melayani 30 KK, dengan asumsi 1 KK terdiri dari 5 orang, maka

terdapat 150 KK yang dapat terlayani, baik oleh jamban, MCK maupun MCK++. Rekomendasi

penanganan pengelolaan air limbah domestik terhadap penduduk yang belum terlayani di

daerah tersebut adalah melalui pembangunan jamban keluarga/jamban pribadi dan tangki

septik komunal. Adapun dengan tipikal IPAL MCK++ cakupan 30 KK, biaya investasi yang

dibutuhkan berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi Kalimantan Selatan

dan Harga Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2015 untuk 1 unit IPAL

MCK++ adalah sekitar Rp

327.154.350,-Rencana Fasilitas IPAL Komunal

Pengembangan IPAL Komunal dilakukan pada lokasi perumahan, dengan tipikal cakupan

layanan satu unit IPAL Komunal direncanakan sekitar 100 KK atau 200 KK. IPAL Komunal

dibangun dengan sistem pipanisasi menggunakan pipa jenis Small Bore Sewer (SBS).

Adapun kebutuhan IPAL Komunal pada masing-masing zone disesuaikan dengan jumlah

perumahan terbangun pada masing-masing zone perencanaan, lokasi rencana IPAL bisa

dilihat pada table 7.13 dibawah. Teknologi pengolahan IPAL Komunal yang direkomendasikan

adalahAnaerobic Baffled Reactor(ABR), dimana kriteria yang digunakan adalah:

• VUp: < 2 m/jam ,Organic loading: < 3 kg COD/m3.hari

Removal efficiency: 65% - 90% COD dan 70% - 95% BOD

• Panjang sekat/kompartemen (m): 0,5 – 0,6 kedalaman efektif unit ABR

• Lebar kompartemen (m): lebar unit ABR, Tinggi kompartemen (m): tinggi ABR +

freeboard.Biofilter: bahan (plastik, batu, fiber),

• Volumebiofilter(m3): 0,4-0,6 volume efektif reaktor

Lebarbiofilter(m): lebar unit ABR

• Tinggibiofilter(m): tinggi ABR +freeboard

• Ketinggianbiofilter(m): 0,4-0,6 kedalaman efektif reaktor

(30)

Kriteria perhitungan debit dan perhitungan dimensi tipikal IPAL Komunal dapat dilihat sebagai

berikut:

Tabel 7.14Kriteria perhitungan debit dan perhitungan dimensi tipikal IPAL Komunal

Uraian Satuan

1 Standar Q air bersih 150Lt/Org/Hari

2 Q air buangan 80 % x Q air bersih

(70-80) % x Q air bersih 120Lt/Org/Hari

3 Q max day air buangan Qr air buangan x 1,15

Q max day = (1,1-1,3) Q ab 138Lt/Org/Hari

4 Hidraulic Retention Time (HRT) 1,5 hari

Waktu tinggal (1 - 3) hari

5 Volume Lumpur 30Lt/Org/thn

(30-40) Lt/Org/thn

6 Masa Kuras 2 tahun

(1-3) tahun

7 BOD5 Perorangan 55 gr/Org/hari

(50-55) gr/Org/hari

8 Ratio COD : BOD 2

(2 : 1)

Uraian Satuan

1 Populasi Pelayanan (P) 100 KK 500Orang D P L F Sat. Ket.

(1KK = 4-5 orang)

5 Konsentrasi BOD5 (Inlet) Keterangan :

Populasi (P) untuk 100 KK 500Orang D : Kedalaman bak (ditentukan)

Vol air Buangan V = P x Qair buangan Lt/hari P : Panjang bak (dicari)

60.000 Lt/hari L : Lebar bak (ditentukan)

0,69 Lt/detik F : Ambang Bebas (ditentukan)

BOD5 Perorangan 55 gr/hari Penentuan P atau L tergantung

BOD5 * P 27.500 gr/hari ketersediaan lahan yang ada

Konsentrasi BOD5 : Vol air buangan/Px BOD5 gr/Liter

0,458gr/Liter

Maka Konsentrasi BOD5 : 458mg/Liter

7Konsentrasi COD (Inlet) 2 *BOD5

916,67mg/Liter 8 Effisiensi Pengolahan :

BOD5 max di Out Let 50 mg/Liter

Maka Effisiensi IPAL Rencana :

Eff = (BOD5 inlet- BOD5 out)x 100% 89 %

BOD5 inlet A. Kriteria Perencanaan

(31)

Standar Q air bersih 150 l/o/hari

Q air buangan 80% x Q air bersih

120 l/o/hari Q max day air buangan 1,15 x Q air buangan

138 l/o/hari

Hidraulic retention time (HRT) 2 hari

Volume lumpur 30,0 l/o/tahun

Masa kuras 2 tahun

BOD5 perorangan 55 gr/orang/hari

Ratio COD : BOD 2

Perhitungan :

Populasi pelayanan 200 KK 1.000 jiwa

Volume air buangan (V1) V1 = Qmax x P x HRT

Adapun dengan tipikal IPAL berkapasitas 200 KK menggunakan ABR seperti di atas, biaya

investasi yang dibutuhkan berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi

Kalimantan Selatan dan Harga Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun

2015 adalah sekitar Rp 473.222.408,- dan biaya operasional dan perawatan yang dibutuhkan

sekitar Rp 1.335.000,-/bulan. Biaya operasional dan perawatan tersebut meliputi biaya:

Pengurasan lumpur Rp 3,000,000.00 per 2 tahun Rp 125,000/bulan Truk tangki air Rp 150,000.00 per minggu Rp 600,000/bulan Listrik untuk pompa Rp 400,000.00 per bulan Rp 400,000/bulan

Pemeliharaan Rp 150,000.00 per bulan Rp 150,000/bulan

(kerusakan pipa, dll)

Penyusutan pompa Rp 60,000.00 per bulan Rp 60,000 /bulan

Total biaya per bulan Rp 1,335,000

Dengan total biaya operasional dan perawatan sekitar Rp 1.335.000,-/bulan dan jumlah

cakupan layanan 200 KK, maka tarif retribusi IPAL Komunal 200 KK per rumah tangga atau

(32)

berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Propinsi Kalimantan Selatan dan Harga

Satuan Barang (HSB) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2015 adalah sekitar Rp

394.352.007,- dan biaya operasional dan perawatan yang dibutuhkan sekitar Rp

1.112.500,-/bulan. Biaya operasional dan perawatan tersebut meliputi biaya:

Biay a pengurasan lumpur Rp 1,500,000.00 per 2 tahun Rp 62,500.00/bulan

Biay a truk tangki air Rp 150,000.00 per minggu Rp 600,000.00/bulan

Biay a listrik untuk pompa Rp 300,000.00 per bulan Rp 300,000.00/bulan

Biay a pemeliharaan Rp 100,000.00 per bulan Rp 100,000.00/bulan

(kerusakan pipa, dll)

Biay a peny usutan pompa Rp 50,000.00 per bulan Rp 50,000.00/bulan

Total biaya per bulan Rp 1,112,500.00

Dengan total biaya operasional dan perawatan sekitar Rp 1.112.500,-/bulan dan jumlah

cakupan layanan 100 KK, maka tarif retribusi IPAL Komunal 100 KK per rumah tangga atau

KK atau sambungan adalah sekitar Rp 11.125,-/bulan/KK. Keberlangsungan IPAL Komunal

tersebut dikelola oleh swadaya masyarakat, yang dapat dilakukan melalui lembaga swadaya

masyarakat, misalnya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). IPAL Komunal ini

direkomendasikan dibangun pada lokasi perumahan dengan masyarakat yang memiliki

aspirasi positif terhadap pengelolaan air limbah domestik, sehingga diharapkan

keberlangsungannya dapat optimal, misalnya pada perumahan kelas menengah ke atas dan

perumahan pada daerah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

TabelKebutuhan Fasilitas IPAL Komunal di Kabupaten Hulu Sungai Utara sampai Tahun 2035

Sistem IPAL Komunal merupakan sanitasi skala masyarakat. Bentuk akhir sistem pelayanan

Luas Kepadatan IPAL (UNIT) CAKUPAN

(Km2) Per (Km2) KOMUNAL PELAYANAN (JIWA)

1 Amuntai Tengah 57 879,4 4 4.000

2 Sungai Pandan 45 592,9 4 4.000

3 Sungai Tabukan 29,24 482,8 2 2.000

4 Amuntai Utara 45,09 453,4 2 2.000

5 Haur Gading 34,15 429,4 1 1.000

6 Banjang 41 408,0

-7 Babirik 77,44 236,4 1 1.000

8 Amuntai Selatan 183,16 150,1 -

-9 Danau Panggang 224,49 89,6 -

-10 Paminggir 156,13 49,1 -

-Kabupaten HSU 892,7 242,3 14 14.000

I

III

No. Kecamatan ZONA

(33)

Pembangunan dengan sistem IPAL komunal skala masyarakat terdiri dari (1) septic tank

komunal dan (2) modul small sewerage sistem atau shallow sewerage ditujukan bagi

peningkatan pelayanan di wilayah kumuh perkotaan (slum area), permukiman padat.

Kebutuhan sistem sanitasi setempat dan intermediate akan ditempatkan secara merata di

seluruh kelurahan di Kota Amuntai diluar SPAL kawasan.

Peruntukan

 Daerah padat penduduk dengan pendapatan menengah ke bawah

 Merupakan daerah permukimandeveloper<200 unit rumah Seleksi Lokasi IPAL Komunal :

1. Seleksi Lokasi dimulai dengan Pemerintah Kota/Kabupaten menetapkan atau

mengusulkan calon lokasi penerima IPAL Komunal dalam bentuk daftar-panjang

permukiman / kampung / kelurahan.

2. Penetapan daftar-panjang didasarkan pada wilayah yang merupakan prioritas

perencanaan sarana dan prasarana air limbah kota. Oleh karena itu perlu disusun

pemetaan prasarana dan sarana air limbah sehingga pendekatan menjadi komprehensif.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota bersama dengan fasilitator pendamping (LSM atau

Konsultan) akan menyusun daftar-pendek sesuai persyaratan teknis minimal yang

ditetapkan dan melalui pengecekan lapangan.

4. Penentuan lokasi terpilih dilakukan dengan metode seleksi-sendiri atau oleh perwakilan

masyarakat dengan sistem kompetisi terbuka.

Syarat Lokasi :

a. Memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak untuk segera ditangani.

b. Tersedia lahan yang cukup, seluas 100 m2 untuk 1 (satu) unit bangunan Instalasi

Pengolah Air Limbah/IPAL dan 150 m2 untuk 1 (satu) MCK

c. Tersedia sumber air (PDAM/sumur/mata air/air tanah).

d. Adanya saluran/sungai/badan air untuk menampung efluen IPAL.

e. Masyarakat yang bersangkutan menyatakan tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi

melalui kontribusi, baik dalam bentuk uang, barang maupun tenaga.

Fasilitas umum, perkantoran dan kawasan komersial pada umumnya terkonsentrasi di

kawasan pusat kota, yang berada sepanjang jalan protokol. Selain itu terdapat beberapa sub

kawasan komersial yang tersebar pada beberapa bagian kota Amuntai. Pada umumnya air

(34)

restoran yang terkonsentrasi di kawasan pusat kota, utamanya pada kawasan Pembataan

dan Sulingan dimana Air limbah yang dihasilkan dari hotel dan restoran rata-rata sebesar 35

liter/tamu.hari, dari perkantoran rata-rata 30 liter/orang.hari, dan rumah sakit rata-rata sebesar

200 liter/ranjang pasien.hari. kawasan tersebut nantinya akan diwajibkan untuk berlangganan

dan membuang air limbah hasil aktivitas kegiatan usaha terhadap pipa air limbah yang

nantinya akan diolah di IPAL kawasan. Sedangkan untuk kegiatan non domestic lainnya

dimana wilayahnya tidak dilayani IPAL komunal atau IPAL Kawasan maka usaha kegiatan

tersebut diwajibkan mempunyai IPAL tersendiri dimana arahan untuk unit usaha kegiatan

rumah makan, restoran, industry rumah tangga, industry kecil, dan industry menengah bisa

dilihat pada gambar berikut:

IPAL untuk unit rumah makan & usaha kegiatan skala RUMAH TANGGA

 Air limbah toilet dialirkan langsung ke IPAL.

 Air limbah non toilet dialirkan ke bak kontrol, selanjutnya dilairkan ke IPAL.  Lubang outlet IPAL harus berada di atas saluran penerima.

Gambar Skema pengelolaan limbah restoran, usaha kegiatan skala rumah tangga

UNTUK IPAL RESTORAN SKALA KECIL ATAU UNIT USAHA YANG BANYAK

MENGELUARKAN LEMAK.

 Air limbah toilet dialirkan langsung ke IPAL.

(35)

Gambar . skema pengelolaan limbah restoran atau usaha kegiatan skala kecil banyak mengeluarkan

lemak

UNTUK IPAL DOMESTIK KAPASITAS 40 0RANG LEBIH , RESTORAN BESAR,

ATAU UNIT USAHA YANG BANYAK MENGELUARKAN LEMAK.

 Air limbah toilet dialirkan tangki septik, dan selanjutnya air limpasannya dialirkan ke IPAL.

 Air limbah non toilet dialirkan ke bak pemisah lemak, selanjutnya dilairkan ke IPAL.  Lubang outlet IPAL harus berada di atas saluran penerima.

Gambar . Skema pengelolaan limbah restoran atau usaha kegiatan skala besar banyak

(36)
(37)

BAB V I

K ESI M PU LAN

Rencana pengembangan sistem pengeloalaan air limbah Kabupaten Hulu Sungai Utara

selama 20 tahun mendatang akan menerapkan sistem off-site kawasan dan komunal serta

sistemon-site.Berdasarkan hasil analisa SWOT, strategi pengembangan akan meliputi :

1. Pengawasan dan pengendalian sarana prasarana sistem air limbah setempat (individual

dan komunal).

2. Pembangunan IPLT prioritas dilaksanakan pada tahun 2016.

3. Peningkatan pelayanan penyedotan lumpur tinja melalui :  Pengadaan kapasitas armada.

 Pembangunan dan operasional IPLT

4. Pengembangan prasarana air limbah berbasis masyarakat.

5. Pengembangan sistem terpusat skala komunal dan kawasan (IPAL) pada daerah-daerah

prioritas.

(38)

DAFT AR PU ST AK A

Abel, P.D. 1989. Water pollution biology. Halsted Press, John Wiley, New York. Alaerts, G, dan Santika S.S., 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya _______. 1983. Ekologi Dampak Lingkungan. Djambatan, Jakarta.

_______. 1986. Metodologi Ilmu Sosial dalam ANDAL Sosial dalam Temu Kaji Dampak Sosial Pembangunan. Jakarta

APHA. 1981. Standard Methods for Examination of Water And Waste Water. 16thed.

APHA Inc., Washington DC.

Bapedal. 2000. Himpunan Peraturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan IV. Jakarta

Balai Hiperkes. 1986. Himpunan Peraturan Perundangan yang Erat Kaitannya dengan Hiperkes dan Keselamatan Kerja dan Petunjuk tentang Terapan Hiperkes dan Keselamatan Kerja dan Gizi Kerja. Banjarmasin.

Bayly, I.A.E and W.D. Williams, 981. Inland Waters and Their Ecology. Longman, Cheshire, Melbourne.

BPS.2013. Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam angka. Amuntai.

Chafid Fandeli. 2000. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya Dalam Pembangunan, Liberty, Yogyakarta,

Ditjen PPM dan SLS. 1985. Petunjuk Pengukuran Kebisingan di Lingkungan. Depkes RI, Jakarta.

Dix. H.M. 1981. Environmental Pollution. John Wiley and Sons, Binghamton.

Gambar

gambar 2.1 berikut ini
Gambar 2.2 Septic Tank Murah
Tabel 2.1 Ukuran Tangki Septik SNI  03-2398-1991
Gambar 2.4.Gambar 2.4 Septik Tank Biofilter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair mikrobat berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2 MST dan tidak berpengaruh nyata pada parameter jumlah

Mendapat Sertifikat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam Primer Tingkat Nasional Tahun Buku 2015 dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Setelah acara pembukaan dan perkenalan, kemudian dilakukan evaluasi awal kurang lebih 10 menit. Dalam kegiatan ini, peserta diminta untuk mengisi angket yang isinya untuk

Dengan kuatnya gerakan pemberdayaan keluarga dan perempuan sebagai grass- roots dalam mencapai kesejahteraan keluarga, maka pelaksanaan pembangunan partisipatif khususnya

16 Program Pengembangan Kinerja Air Minum dan Air Limbah

Hasil evaluasi dari validasi ahli materi yang dilakukan 2 tahap terlihat perbandingan nya pada gambar grafik di atas yang terdapat peningkatan dari semua aspek

Peserta didik dengan kategori minat sedang dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, mampu menyelsaiakan pemecahan masalah soal dan memenuhi semua indikator,

Penelitian Teknik Jenis Instrumen Responden instruktur Materi Praktikum Jumlah Topik praktikum yang dikerjakan Laporan Praktikum Laporan sesuai dengan topik