• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI ENTERPRISE RISK MANAGEMENT. dcox

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI ENTERPRISE RISK MANAGEMENT. dcox"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN SUSTAINABILITI BUMN MELALUI IMPLEMENTASI ENTERPRISE RISK MANAGEMENT (ERM) DI TINGKAT KORPORAT DAN “SUPER

HOLDING” KEMENTERIAN BUMN Oleh : Mufid Ansori, SE

Konsep dan Penerapan Manajemen Risiko

James Lames merupakan salah satu perintis dan konseptor Enterprise Risk Management (ERM), beliau memulai karir dalam bidang manajemen risiko ketika menjabat Chief Risk Officer(CRO) antara tahun 1993-1995 di GE Capital, jabatan tersebut merupakan jabatan CRO pertama di dunia. Kemudian selanjutnya beliau juga mendapat jabatan Chief Risk Officer di Fidelity Investment pada tahun 1995-1998, posisi James Lames sebagai CRO di kedua perusahaan tersebut kemudian menjadi case study dan best practice dalam pengelolaan risiko di perusahaan, diantaranya diterbitkan oleh majalah Risk Magazines, The Economist, Price Waterhouse Review. James lames selanjutnya menulis buku mengenai manajemen risiko pada tahun 2003 dengan judul Enterprise Risk Management: From Incentives to Controls. Buku tersebut menjadi acuan dalam pelaksanaan manajemen risiko dan pemicu penerapan konsep ERM di berbagai perusahaan di dunia.

Berbagai organisasi profesi dan praktisi dalam bidang manajemen risiko kemudian mengeluarkan berbagai standar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko, seperti COSO (Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission), AS NZS (kemudian diadopsi oleh ISO, menjadi ISO 31000), RIMS dan lain-lain.

ISO 31000 seri Risk Management – Guidelines on Principles and Implementation of Risk Management, mendefinisikan risiko sebagai dampak dari ketikakpastian pencapaian tujuan. Setiap entitas bisnis pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, proses pencapaian tujuan tersebut pasti memiliki hambatan dan rintangan, yang secara konsep biasa disebut risiko.

ERM menurut definisi COSO adalah sebagai berikut:

“Enterprise risk management is a process, effected by an entity’s board of directors,management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives”.

(2)

berdiskusi untuk memberikan saran-saran terbaik untuk meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko dan pengendalian internal perusahaan. COSO telah mengeluarkan berbagai standar dan best practice dalam bidang internal control dan risk management, seperti COSO Enterprise Risk Management – Integrated Framework dan COSO Internal Control Framework.

Berbagai krisis ekonomi (1998 dan 2008) dan berbagai kasus kecurangan (fraud) di berbagai perusahaan dunia (seperti ;Fennie Mae,Lehman Brothers, Enron, Societe Generale) termasuk juga di Indonesia (seperti ; Merpati, Adam Air, Bank Century) mendorong berbagai kalangan untuk lebih sadar terhadap berbagai risiko yang mungkin timbul di perusahaanya, termasuk di perusahaan BUMN.

Pengelolaan risiko yang dilakukan perusahaan sebelum adanya konsep ERM bersifat silo atau terpisah-pisah dan hanya ada di bagian tertentu saja, misalnya bagian keuangan (khususnya untuk mengelola asuransi perusahaan). Hal ini membuat manajemen perusahaan tidak terlalu fokus terhadap risiko yang akan dihadapi dan hanya terfokus pada operasional perusahaan dan hanyut dalam zona nyaman perusahaan, risiko dianggap biasa dan sudah ada yang menangani di seluruh level perusahaan dan terdapat struktur yang jelas dalam pengelolaan risiko di perusahaan. Berbagai perusahaan di Indonesia baik swasta maupun BUMN mencoba untuk mulai menerapkan ERM dengan menyusun kebijakan manajemen risiko dan membentuk unit manajemen risiko yang bertanggung jawab dalam memastikan pelaksanaan manajemen risiko di perusahaan berjalan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan.

Penerapan Manajemen Risiko di BUMN dimulai pada sekitar tahun 2000an, yang dimulai dengan BUMN besar seperti Pertamina, Bank Mandiri,BRI PLN, setelah itu hampir semua BUMN menerapkan manajemen risiko seiring meningkatnya kesadaran manajemen dan stakeholder dalam penerapan manajemen risiko. Terlebih setelah terbitnya peraturan mengenai Penerapan Good Corporate Governance di perusahaan BUMN yaitu Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-01/MBU/2011.

Beberapa perusahaan dijadikan best practice dalam penerapan ERM di Indonesia karena keberhasilanya dalam penerapan manajemen risiko dan penciptaan nilai perusahaan melalui ERM, seperti Bank Mandiri, BRI, Pertamina, Kereta Api Indonesia, Perum Jamkrindo, Astra Internasional, Medco Energi. Sektor jasa keuangan merupakan industri yang pertama menerapkan manajemen risiko sesuai dengan karakter bisnisnya yang rentan dengan risiko, disamping itu terbitnya aturan dari regulator Bank Indonesia yang mewajibkan perbankan untuk menerapkan manajemen risiko.

(3)

ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan laba dan aset BUMN yang terus meningkat signifikan setelah menerapkan manajemen risiko.

Secara best practice, perusahaan yang menerapkan manajemen risiko memiliki tingkat ketahanan dan keberlangsungan atau sustainability lebih tinggi dibanding perusahaan yang belum menerapkan manajemen risiko serta akan memberikan nilai tambah yang tinggi bagi perusahaan sendiri serta pemegang saham.

Kondisi Penerapan Manajemen Risiko di BUMN saat ini

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Permen BUMN Nomor Per :01-MBU-2011). Menurut OECD “stated owned enterprises” mengacu pada esntitas bisnis yang didirikan oleh pemerintah pusat dan daerah dan diawasi oleh pemerintah.

Jumlah BUMN sampai tahun 2014 adalah sebanyak 119, seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Sumber :Website Kementerian BUMN, 2015

Total nilai asset seluruh BUMN sampai tahun 2014 adalah senilai 4.580 Triliun Rupiah, jika kita bandingkan dengan tahun 2008 sebagai tahun awal dimulainya penerapan ERM di sebagaian besar perusahaan BUMN, aset BUMN tahun 2008 hanya sekitar 2000 Triliun, maka terjadi peningkatan sebesar 125%. Website Kementerian BUMN, 2015

(4)

Terdapat beberapa peraturan terkait yang dapat menjadi faktor pendorong penerapan manajemen risiko di perusahaan BUMN, yaitu Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance), Keputusan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Nomor: SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Badan Usaha Milik Negara.

Dalam peraturan Nomor : PER-01/MBU/2011 disebutkan dalam pasal 2 bahwa BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini dengan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN. Ayat 2 pasal 2 selanjutnya yaitu dalam rangka penerapan GCG sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direksi menyusun Direksi Manual yang diantaranya dapat memuat board manual, manajemen risiko manual, sistem pengendalian intern, sistem pengawasan intern, mekanisme pelaporan atas penyimpangan atas dugaan penyimpangan pada BUMN yang bersangkutan, tata kelola teknologi informasi, dan pedoman perilaku etika (code of conduct). Perrturan ini secara tegas mewajibkan BUMN memiliki manajemen risiko manual, meski tanpa ada rincian lanjutan seperti apa manual menajemen risiko yang harus dibangun.

Pasal 18 mengenai organ pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang terdiri dari Sekretariat Dewan Komisaris, Komite Audit, Komite Lainnya, jika diperlukan. Komite lainnya terdiri dari namun tidak terbatas pada Komite Pemantau Manajemen Risiko, Komite Nominasi dan Remunerasi, dan komite pengembangan usaha. Komite Pemantau Manajemen Risiko ini dimiliki telah dimiliki oleh sebagian besar BUMN kelas atas (Aset diatas 10 T) dan menengah (aset diatas 1 T-10 T).

Bagian Keenam Dalam peraturan Nomor : PER-01/MBU/2011 bahkan secara spesifik membahas mengenai Manajemen Risiko (Risk Management), pasal 25 dengan rincian ;

1. Direksi, dalam setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan risiko usaha

2. Direksi wajib membangun dan melaksanakan program manajemen risiko korporasi secara terpadu dan merupakan bagian dari pelaksanaan program GCG

3. Pelaksanaan program manajemen risiko dapat dilakukan dengan;

a. Membentuk unit kerja tersendiri yang ada di bawah direksi; atau b. Memberi penugasan kepada unit kerja yang ada dan relevan untuk

menjalankan fungsi manajemen risiko

4. Direksi wajib menyampaikan laporan profil manajemen risiko dan penanganannya bersamaan dengan laporan berkala perusahaan.

(5)

GCG di perusahaan, yaitu aspek komitmen terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik secara berkelanjutan, aspek pemegang saham dan RUPS/pemilik modal, aspek Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, Aspek Direksi, Aspek Pengungkapan dan Transparansi serta sspek lainnya. Masing-masing aspek tersebut dinilai masing-masing parameternya sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, dalam parameter penilaian, terdapat penilaian

Pengawas memberikan arahan terhadap direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan

52 Dewan komisaris/dewan pengawas memberikan arahan tentang manajemen risiko perusahaan

IV Direksi

29 Direksi melaksanakan pengendalian operasional dan keuangan terhadap implementasi rencana dan kebijakan perusahaan Direksi, diantaranya terkait dengan laporan yang disampaikan oleh direksi kepada Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, yaitu :

a. Direksi menyampaikan kepada Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dan Pemegang Saham/Pemilik Modal tentang profil risiko dan pelaksanaan program manajemen risiko

b. Direksi menyampaikan kepada Dewan komisaris/Dewan Pengawas dan Pemegang Saham/Pemilik Modal tentang analisis risiko atas rancangan RKAP dan strategi penerapannya

c. Direksi menyampaikan laporan pelaksanaan manajemen risiko tiga bulanan dan/atau sewaktu-waktu jika diminta oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas.

Trekait dengan laporan manajemen risiko, dalam penilaian tersebut sesuai aturan pelaporan tentang profil risiko dan pelaksanaan manajemen risiko hanya sampai ke Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, dalam prakteknya Dewan Komisaris/Dewan Pengawas sering tidak fokus terhadap permasalahan risiko, mengingat banyaknya permasalahan yang dibahas dalam pertemuan (rapat) antara Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dengan Direksi Perusahaan.

(6)

Laporan dari masing-masing BUMN tersebut kemudian dikelola di tingkat Kementerian BUMN sebagai Super holding seluruh BUMN (holding BUMN) dan diberikan feedback/masukan kembali kepada masing-masing BUMN atau Holding BUMN agar pengelolaan dan penanganan risiko bisa lebih efektif dan respon terhadap risiko yang akan muncul lebih cepat dan responsif, hal ini akan membuat perusahaan BUMN dan Kementerian BUMN mampu bersinergi dan bekerjasama dalam pengelolaan risiko yang terintegrasi antara perusahaan BUMN dengan Kementerian BUMN sebagai penanggung jawab akhir pengelolaan BUMN di negara Indonesia.

Penerapan ERM, saat ini boleh dibilang masih terbatas dan terpisah di masing-masing perusahaan BUMN. Pada masing-masing-masing-masing perusahaan tersebut level tertinggi pengambilan keputusan dalam pengelolaan risiko adalah Komite Manajemen Risiko yang biasanya terdiri dari Dewan Direksi dan Manajemen Senior, tergantung kebijakan perusahaan masing-masing. Mekanisme dan hasil pengelolaan risiko saat ini belum terkomunikasikan secara efektif dengan Kementerian BUMN.

Pelaporan dari masing-masing BUMN ke kementerian menurut penulis sebagai konsultan dalam bidang Manajemen risiko dan Pengendalian Internal, masih sangat kurang memadai sehingga perlu ditingkatkan. Pelaporan risiko masih digabungkan dengan laporan tahunan perusahaan, sehingga fokus dan respon cepat terhadap berbagai permasalahan dan risiko yang dihadapi tentunya akan lambat.

Pelaporan risiko perusahaan BUMN belum menjadi perhatian serius di level Kementerian BUMN, hal ini diindikasikan dengan tidak adanya tim khusus di level kementerian untuk pengelolaan risiko seluruh BUMN serta kebijakan pelaporan manajemen risiko untuk perusahaan BUMN ke Kementerian BUMN, hal ini sangat penting untuk dilakukan agar tingkat kematangan/maturity level implementasi ERM di perusahaan BUMN terus meningkat dan menjadi perhatian serius dari kalangan top manajemen.

Benchmark Penerapan Manajemen Risiko di Temasek

(7)

Penerapan Manajemen Risiko di Level Super Holding Kementerian BUMN Struktur ERM di kementerian BUMN perlu dibenahi agar proses pengelolaan risiko dapat terintegrasi di tingkat Super Holding Kementerian BUMN, maksud super holding disini adalah Kementerian BUMN dapat bertindak sebagai induk bagi seluruh perusahaan BUMN atau holding BUMN yang ada maupun baik dibentuk baru maupun tetap menggunakan strukktur di Kementerian BUMN saat ini. Berikut usulan penulis mengenai proses dan mekanisme penerapan Manajemen Risiko di level Super Holding Kementerian BUMN:

1. Proses kerja :

 Masing-masing perusahaan BUMN melaporkan secara per triwulanan profil risiko lengkapnya (risk register ) dan laporan pelaksanaan manajemen risiko ke Sekretaris BUMN Bagian Pelaporan

 Masing-masing deputi melaporkan profil risikonya ke tim ERM Kementeran

 Tim ERM di bawah sekretaris BUMN dan Deputi (Unit Manajemen Risiko Kementerian BUMN) mengolah laporan tersebut dan memberikan feedback kepada risk owner (perusahaan BUMN)

 Setelah mendapat laporan final (jika ada feedback), tim ERM melakukan kompilasi untuk dilaporkan dalam Komite Risiko Tingkat Kementerian BUMN

 Hasil Rapat Komite Risiko Tingkat Kementerian BUMN (Superholding) disebarkan kembali ke masing-masing perusahaan BUMN sebagai feedback

2. Proses pengambilan keputusan

 Berdasarkan laporan dari masing-masing BUMN, maka tim ERM Kementerian BUMN dapat memberikan rekomendasi mengenai langkah-langkah yang harus diambil untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi  Berbagai corporate action yang akan dilakukan terutama dengan nilai signifikan harus menyampaikan terlebih dahulu ke tim ini. Tim dapat memberikan masukan dan mengadministrasikan data tersebut untuk keperluan analisa lanjutan dan pembelajaran pengelolaan risiko di masa depan

 Unit Manajemen Risiko dan Direksi BUMN mendapat masukan dari tim ERM di Kementerian mengenai rekomendasi dari profil risiko yang disampaikan maupun corporate action yang akan dilakukan

3. Manfaat :

 Kementerian mampu memberikan early respon terhadap kondisi perusahaan dan menjaganya agar tetap sehat dan terhindar dari risiko  Memberikan level kepercayaan yang lebih tinggi bagi Menteri sebagai

(8)

 Kementerian BUMN Memiliki informasi yang lengkap mengenai profil risiko di masing-masing BUMN sehingga bisa digunakan untuk bahan pengambilan strategis Kementerian BUMN dan lain sebagainya

 Memiliki kelelauaasaan untuk mengolah data-data risiko dari berbagai BUMN untuk kepentingan kemajuan BUMN di Indonesia

 Perusahaan BUMN memiliki level yang lebih tinggi dalam pengelolaan risiko

 Mampu menjaga stabilitas kinerja BUMN

 Meningkatkan ketahanan atau resilinesi BUMN dalam menghadapi berbagai tantangan dan krisis yang mukin terjadi di masa depan

 Memberikan nilai tambah bagi perusahaan BUMN  Meningkatkan sustainabiliti perusahaan BUMN

Ilustrasi Struktur pelaporan dari level perusahaan BUMN sampai ke Kementerian BUMN adalah sebagai berikut :

Unit Manajemen Risiko/Tim ERM di Level Kementerian BUMN (Super Holding BUMN) dapat terdiri dari :

1. Kepala Manajemen Risiko (Dapat diisi oleh Staf Ahli Tata Kelola, Sinergi dan Investasi)

(9)

Struktur manajemen risiko di Kementerian BUMN dapat dilihat dibawah ini :

Komite Manajemen Risiko Kementerian BUMN dapat terdiri dari :

1. Komite Manajemen Risiko Superholding/Kementerian BUMN 2. Komite Manajemen Risiko Bidang Industri Agro dan Farmasi 3. Komite Manajemen Risiko Bidang Pertambangan dan Energi 4. Komite Manajemen Risiko Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan 5. Komite Manajemen Risiko Bidang Infratruktur

6. Komite Manajemen Risiko Bidang Utilitas

7. Komite Manajemen Risiko Bidang Perkebunan dan Kehutanan

Kesimpulan

(10)

dunia yang diperhitungkan karena mampu menguasai bisnis rempah-rempah yang dibutuhkan dunia pada saat itu.

Peran Kementerian BUMN saat ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2015 tentang Kementerian Badan Usaha Milik Negara, bukan hanya mengenai pengawasan, akan tetapi lebih luas ke arah pembinaan dan pengembangan BUMN, seperti yang dikatakan oleh Menteri Rini Suwandi ketika melantik para pejabat eselon 1 baru di lingkungan kementerian BUMN pada hari senin 27 Juli 2015 lalu (CNN Indonesia, 27/07/2015). Sejalan dengan perubahan fungsi Kementerian BUMN maka sangat penting bagi Kementerian BUMN untuk mengetahui lebih dalam berbagai permasalahan dan risiko yang ada di masing-masing perusahaan BUMN dalam rangka pembinaan dan pengembangan BUMN dari aspek pengelolaan risiko.

Mufid Ansori, SE

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2015 tentang Kementerian Badan Usaha Milik Negara

2. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance)

3. (CNN Indonesia, 27/07/2015

4. ISO 31000 Risk Management – Guidelines on Principles and Implementation of Risk Management,2009

5. Website Kementerian BUMN, 2015

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat pengaruh Capability to Reconfigure melalui Digital Leadership Capabilities dan Sustainable Digital Transformation terhadap Engaging Audience yang

digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan.. penulisan

representative group of experts in Binh Dinh, including Mr. Nguyen Tan Hieu, former deputy Party Secretary and former Chairman of the Binh Dinh People’s Committee; Mr. Dao Quy

Gejala klinis dari ISSHL yang disebabkan oleh iskemik arteri vertebrobasilar tergantung dari letak lesi yang mengalami infark seperi sindrom, AICA, sindrom PICA,

Variabel yang dipergunakan terbatas pada lima variabel yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangibles sehingga menyebabkan penelitian hanya menyoroti masalah

Semakin lama waktu ekstraksi maka akan terjadi peningkatan terhadap bilangan penyabunan minyak yang disebabkan oleh terputusnya molekul-molekul asam lemak yang terdapat dalam

Sedangkan dari Universitas Negeri Semarang yaitu agar menjalin komunikasai dan koordinasi yang lebih baik dengan pihak sekolah latihan dan memantau perkembangan PPL di

Pada usia pernikahan dini yang terjadi dibawah usia 20 tahun dalam keadaan belum matangnya mental seorang remaja akan mempengaruhi penerimaan kehamilannya, dimana alat