• Tidak ada hasil yang ditemukan

Segmentasi Pembuluh Darah Pada Citra Retina Menggunakan Algoritme Multi-Scale Line Operator dan Preprocessing Data dengan K-Means

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Segmentasi Pembuluh Darah Pada Citra Retina Menggunakan Algoritme Multi-Scale Line Operator dan Preprocessing Data dengan K-Means"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

2353

Segmentasi Pembuluh Darah Pada Citra Retina Menggunakan Algoritme

Multi-Scale Line Operator

dan

Preprocessing

Data dengan K-Means

Winda Cahyaningrum1, Randy Cahya Wihandika2

, Agus Wahyu Widodo3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Unversitas Brawijaya Email: 1 winda.cahyaningrum1@gmail.com, 2 rendicahya@gmail.com, 3a.wahyu.w@gmail.com

Abstrak

Perubahan struktur pembuluh darah pada citra retina dapat dilihat pada beberapa citra retina yang diambil dalam kurun waktu yang berbeda. Perubahan yang terjadi dapat mengindikasikan suatu penyakit tertentu seperti penyakit jantung, diabetic retinopathy, stroke, penyempitan pembuluh nadi dan hipertensi. Perubahan dapat dilihat dengan menganalisis citra retina dan melihat perubahannya, namun hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Penelitian ini mengusulkan otomatisasi proses segmentasi pembuluh darah pada citra retina sehingga dapat membantu dalam proses analisis tersebut, dimana proses ini merupakan tahap yang penting dalam analisis citra retina. Proses segmentasi dilakukan dengan mendeteksi garis menggunakan algoritme Multi-Scale Line Operator dan

preprocessing citra menggunakan algoritme K-Means. Pendeteksian garis dilakukan pada beberapa skala yang berbeda, kemudian mengkombinasikan hasil dari setiap skala. Preprocessing citra dengan menggunakan algoritme K-Means bertujuan untuk mengabaikan daerah optic disc, yang pada daerah tersebut akan mungkin terdeteksi false positive. Kinerja algoritme yang diusulkan dievaluasi menggunakan dataset DRIVE dan STARE, hasilnya menunjukkan pada dataset DRIVE akurasi yang didapat sebesar 0,940980219 dengan AUC sebesar 0,7462, dan pada dataset STARE akurasi yang didapat sebesar 0,949293361 dengan AUC sebesar 0,778. Hasil tersebut didapat dengan menggunakan jumlah K sebanyak 3 pada algoritme K-Means, yang terdiri dari background, foreground, dan vessel.

Kata kunci: segmentasi, pembuluh darah retina, multi-scale line operator, optic disc, K-Means

Abstract

The vascular changes that occur in retinal are precursors of a diseases, such as heart disease, diabetic retinopathy, stroke and hypertension. Changes can be seen by analyzing retinal image, but it takes a long time. In this study we propose the automation of vascular segmentation processes in retinal image so that can assist in analysis process, which is an important step in retinal image analysis. The segmentation process is done by detecting the line using the Multi-Scale Line Operator algorithm and preprocessing image using K-Means algorithm. Line detection is performed on several different scales, then combines the results of each scale. Image preprocessing using the K-Means algorithm aims to ignore the optic disc area, which in that area will probably be detected as false positive. The performance of proposed algorithm was evaluated using the DRIVE and STARE dataset, the result showed that average accuracy of the DRIVE dataset reaches 0,940980219 with AUC 0,7462, and for STARE dataset reaches 0,949293361 with AUC 0,778. The results are obtained by using the number of K as much as 3 on the K-Means algorithm, which consists of background, foreground, and vessel.

Index Terms: segmentation, retinal blood vessel, multi-scale line operator, optic disc, K-Means

1. PENDAHULUAN

Perubahan yang terjadi pada citra retina menjadi salah satu tanda seseorang menderita penyakit tertentu. Penyakit yang dapat dideteksi dari karakteristik pembuluh darah retina seseorang antara lain penyakit jantung, diabetic retinopathy, stroke, penyempitan pembuluh nadi dan hipertensi (Nguyen, et al., 2013) (Roychowdhury, et al., 2015) (Bernardes , et al.,

2011). Penyakit tersebut dapat dideteksi dengan melihat perubahan yang terjadi pada pembuluh darah retina, antara lain lebar pembuluh darah, percabangan pembuluh darah yang tidak normal,

(2)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

membantu penderita untuk lebih memperhatikan pola hidupnya. Sekitar 10% dari penderita penyakit diabetes menderita penyakit diabetic retinopathy yang merupakan penyebab kebutaan permanen (Staal, et al., 2004) (Akram, et al., 2012). Namun proses mendapatkan citra retina fundus beserta analisisnya memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 6 bulan (Wihandika & Suciati, 2013). Salah satu proses penting yang dilakukan pada tahap analisis yaitu segmentasi pembuluh darah. Segmentasi pembuluh darah pada citra retina fundus telah dilakukan oleh pengamat mata dan waktu yang digunakan untuk mendapatkan hasilnya yaitu sekitar 7200 s untuk setiap gambar (Nguyen, et al., 2013). Oleh karena itu dibutuhkan cara untuk segmentasi citra retina secara otomatis, cepat dan memiliki akurasi yang tinggi.

Segmentasi secara otomatis dengan waktu yang singkat dapat dilakukan dengan menggunakan ilmu pengolahan citra digital berbasis machine learning. Saat ini segmentasi otomatis terhadap citra retina berbasis machine learning menjadi suatu hal yang sedang populer, namun disisi lain hal ini merupakan salah satu penelitian yang kompleks karena citra yang digunakan memiliki derau, intensitas cahaya pada citra yang gelap, dan juga panjang pembuluh darah pada retina yang beragam (Fraz, et al., 2012). Sehingga diperlukan pemerataan pencahayaan untuk meningkatkan kualitas gambar sebelum diproses lebih lanjut (Akram, et al., 2012), dengan demikian hasil segmentasi akan semakin baik dan memiliki akurasi yang lebih tinggi. Segmentasi berbasis machine learning memang dapat mengatasi masalah efisiensi waktu, namun tingkat akurasi yang dihasilkan tergantung pada algoritme yang digunakan. Pada penelitian sebelumnya beberapa algoritme telah diusulkan untuk segmentasi pembuluh darah. Salah satunya yaitu dengan membagi pembuluh darah yang ada pada retina menjadi dua bagian yaitu pembuluh darah utama dan pembuluh darah tapis yang dilakukan oleh Roychowdhury, et al., (2015) dan Zhao, et al., (2014). Penelitian tentang segmentasi pembuluh darah juga pernah dilakukan oleh (Ricci & Perfetti, 2007) dengan menggunakan algoritme Single-Scale Line Operator, hasilnya menunjukkan terdeteksinya pembuluh darah pada piksel yang salah (false positive) di

beberapa daerah seperti di percabangan, di dekat pembuluh darah yang tebal, dan juga di antara dua pembuluh darah yang berdekatan.

Dari kelemahan algoritme Single-Scale Line Operator yang diusulkan oleh (Ricci & Perfetti, 2007), munculah penelitian lain yang dilakukan oleh (Nguyen, et al., 2013) dengan menggunakan algoritme Multi-Scale Line Operator. Algoritme ini dapat meningkatkan akurasi dan juga menutupi kelemahan pada algoritme Single-Scale Line Operator yang diusulkan oleh (Ricci & Perfetti, 2007). Multi-Scale Line Operator merupakan salah satu algoritme yang disarankan untuk digunakan dalam proses segmentasi pembuluh darah pada citra retina (Putra, et al., 2012). Algoritme ini merupakan pengembangan dari algoritme

Single-Scale Line Operator yaitu dengan memvariasikan skala yang digunakan. Namun disisi lain algoritme Multi-Scale Line Operator

memiliki kelemahan yaitu salah deteksi pembuluh darah disekitar area optic disc atau yang disebut dengan false positive (Optic disc

merupakan daerah central reflex pada citra retina yang dapat dilihat pada Gambar 1 daerah lingkaran biru). Dari kelemahan algoritme tersebut, kami mengusulkan algoritme K-Means yang digunakan untuk menghilangkan false positive pada area disekitar optic disc, sehingga akurasi yang dihasilkan akan lebih tinggi. Penghilangan false positive dilakukan dengan mengabaikan piksel-piksel yang termasuk pada kelompok optic disc.

Gambar 1 Citra Retina

2. DATASET

(3)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

DRIVE dan STARE. Data dari DRIVE merupakan citra retina berwarna fundus yang didapat dari program yang dilakukan di Belanda. Subjek pada program tersebut yaitu sebanyak 400 subjek yang berumur antara 25 sampai 90 tahun. Terdapat 40 data dipilih secara acak, 7 diantaranya menunjukkan citra retina terindikasi adanya pathology dan 33 lainnya tidak menunjukkan adanya pathology. Empat puluh citra yang terpilih telah dikonversi kedalam format JPEG untuk mempermudah dalam pengolahan citra. Citra fundus didapat menggunakan kamera Canon CR5 non-mydriatic 3CCD dengan sudut 45 derajat Field of View (FOV). Setiap citra disimpan dengan ukuran 768 x 584 piksel. Dari 40 gambar yang telah diambil, 20 diantaranya digunakan sebagai data latih dan 20 lainnya digunakan sebagai data uji. Setiap citra telah disegmentasi secara manual oleh dua pengamat retina. Hasil segmentasi pengamat retina pertama menunjukkan sebanyak 12,7% dari gambar terdeteksi sebagai pembuluh darah, sedangkan hasil pengamat retina kedua menunjukkan sebanyak 12,3% dari gambar terdeteksi sebagai pembuluh darah (Ricci & Perfetti, 2007) (Niemeijer, et al., 2004).

Data dari STARE merupakan citra retina berwarna fundus sebanyak 20 citra. Citra ini diambil menggunakan kamera TopCon TRV-50 dengan sudut 35 derajat FOV. Setiap citra pada STARE disimpan dengan ukuran 700 x 605 piksel. Setiap citra telah disegmentasi secara manual oleh dua pengamat retina, hasil pengamat retina pertama menunjukkan sebanyak 10,4% dari gambar terdeteksi pembuluh darah, sedangkan hasil pengamat retina kedua menunjukkan sebanyak 14,9% dari gambar yang terdeteksi sebagai pembuluh darah (Ricci & Perfetti, 2007) (Hoover, et al., 2000).

3. USULAN METODE

Penyelesaian masalah segmentasi pembuluh darah pada citra retina dalam hal ini menggunakan algoritme Multi-Scale Line Operator dan K-Means. Tahap awal yang dilakukan yaitu memuat citra retina, citra biner hasil pengamat retina, dan citra mask. Pada citra retina akan dilakukan proses segmentasi pada daerah retina saja, dengan melihat citra mask. Sedangkan citra hasil pengamat akan digunakan untuk menghitung nilai akurasinya. Selanjutnya

memasuki tahapan sebagai berikut ini:

a. Pengambilan green channel

Pengambilan green channel merupakan proses awal yang dilakukan pada sebuah citra retina dengan cara mengambil green channel

citra retina, yang selanjutnya akan digunakan untuk proses segmentasi. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan citra yang menampilkan pembuluh darah yang jelas. Green channel dipilih karena menghasilkan citra yang paling baik dibandingkan dengan red channel dan blue channel.(Nguyen, et al., 2013).

b. Penghilangan optic disc dengan K-Means Proses ini dilakukan pada citra green channel. Algoritme K-Means digunakan untuk mengelompokkan piksel-piksel berdasarkan kemiripan antara piksel satu dengan piksel yang lain dengan cara menghitung jaraknya. Tujuan diterapkannya K-Means yaitu untuk menghilangkan false positive pada daerah di dekat optic disc.

c. Inversi citra

Proses selanjutnya yang dilakukan yaitu inversi citra hasil K-Means yang telah didapat. Inversi citra merupakan pembalikan nilai pada citra, dimana nilai yang rendah akan menjadi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Tujuan dilakukan inversi pada citra hasil K-Means yaitu agar piksel yang termasuk pembuluh darah memiliki nilai intensitas yang tinggi.

d. Deteksi garis menggunakan Multi-Scale Line Operator

Setelah citra hasil inversi didapat, maka proses selanjutnya yaitu deteksi garis atau pembuluh darah pada citra retina dengan menggunakan algoritme Multi-Scale Line Operator. Tujuan penerapan algoritme ini yaitu untuk mendeteksi setiap pikselnya termasuk pembuluh darah atau bukan pembuluh darah. Algoritme Multi-Scale Line Operator

merupakan pengembangan dari algoritme

Single-Scale Line Operator (lihat sub bab 5) yang tujuannya yaitu untuk mengatasi kekurangan dari algoritme Single-Scale Line Operator. Algoritme ini diusulkan (Nguyen, et al., 2013) yaitu dengan cara memvariasikan ukuran mask W yang digunakan. Langkah-langkah algoritme Multi-Scale Line Operator

(4)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

e. Thresholding citra

Thresholding merupakan proses membagi citra menjadi beberapa kelompok. Dalam penelitian ini thresholding yang dilakukan yaitu

global thresholding yang mana pada proses ini membagi pembuluh darah dan bukan pembuluh darah dengan batas threshold tertentu. Jika nilai pada piksel (x,y) lebih dari nilai threshold maka nilai citra pada piksel (x,y) tersebut diatur menjadi putih, dan jika kurang dari threshold

maka diatur menjadi hitam.Proses inidilakukan pada citra hasil algoritme Multi-Scale Line Operator.

Alur penyelesaian masalah secara umum yang telah dijelaskan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir usulan metode

4. K-Means

Algoritme K-Means dalam penelitian ini dilakukan untuk menghilangkan false positive

yang terdeteksi didaerah dekat optic disc, dengan cara mengabaikan piksel-piksel yang termasuk pada cluster foreground, yang artinya pada piksel-piksel tersebut tidak dilakukan proses deteksi garis menggunakan algoritme Multi-Scale Line Operator. Sehingga false positive

yang terdeteksi didaerah dekat optic disc dapat berkurang. Langkah-langkah K-Means secara umum yang dilakukan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah K, dalam penelitian ini jumlah K yang digunakan 3 yaitu

background, foreground, dan vessel dengan ilustrasi yang dapat dilihat pada Gambar 1. Dimana foreground ditunjukkan dengan anak panah A, background dengan anak pana B dan vessel dengan anak panah C.

2. Selanjutnya menentukan centroid awal setiap K dengan menggunakan rumus yang dapat dilihat pada Persamaan (1), (2), dan (3) (Saffarazadeh, et al., 2014).

𝑐𝑣(0) = 𝑚 − 𝜎 (1)

𝑐𝑏(0) = 𝑚 (2)

𝑐𝑓(0) = 𝑚 + 𝜎 (3)

Dimana 𝑐𝑣(0) merupakan centroid awal untuk kelompok vessel, 𝑐𝑏(0) merupakan

centroid awal untuk kelompok background,

𝑐𝑓(0) merupakan centroid awal untuk

kelompok foreground, 𝑚 merupakan nilai rerata intensitas piksel (lihat Persamaan(4)), sedangkan 𝜎 merupakan nilai standar deviasi (lihat Persamaan (5)).

𝑚 =∑ 𝐼𝑝

𝑁 (4)

𝜎 = √∑(𝐼𝑝−𝑚)𝑁 2 (5)

Dimana 𝐼𝑝 merupakan nilai intensitas piksel,

𝑁 merupakan jumlah piksel yang berada di daerah FOV.

3. Menghitung jarak antara data yang akan dikelompokkan dengan setiap centroidk, jika

jarak antara data dengan clusterk memiliki

nilai paling rendah dibandingkan dengan jarak antar data dengan centroid yang lain maka data tersebut termasuk pada clusterk.

Perhitungan tersebut dilakukan pada setiap data yang akan dikelompokkan.

4. Setelah semua data dikelompokkan pada kelompok tertentu, selanjutnya menghitung titik tengah baru setiap kelompok dengan cara menjumlahkan nilai data yang termasuk kelompok tersebut kemudian membaginya dengan banyaknya data yang termasuk pada kelompoktersebut.

(5)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

6. Jika proses K-Means telah selesai, maka langkah selanjutnya yaitu mengganti piksel-piksel yang termasuk pada kelompok

foreground dengan warna hitam, dimana jika suatu piksel berwarna hitam maka piksel tersebut akan diabaikan atau tidak dilakukan proses deteksi garis menggunakan multi-scale line operator.

Hasil dari proses penghilangan area optic disc

dengan menggunakan algoritme K-Means dapat dilihat pada Gambar 7 (c).

5. SINGLE-SCALE LINE OPERATOR

Single-Scale Line Operator (SSLO) atau yang juga disebut dengan Line Operator yaitu algoritme dasar untuk mendeteksi garis dan umumnya digunakan untuk mendeteksi garis struktur linear. Ide dasar algoritme ini yaitu melihat setiap piksel (x,y) termasuk pada garis atau bukan garis berdasarkan piksel tetangga dengan ukuran mask/windowW × W. Algoritme ini dilakukan dengan membuat garis yang melewati titik pusat window, garis tersebut kemudian dirotasi dengan sudut tertentu (Ricci & Perfetti, 2007).

Pada Gambar 3 menunjukkan contoh rotasi garis dengan menggunakan sudut 15o, sehingga

didapatkan 12 garis yang setiap garisnya melewati titik pusat window. Setiap garis akan melewati koordinat tertentu pada citra. Jika ukuran mask yang digunakan 15 × 15, maka setiap garis terdiri dari 15 titik (sesuai dengan ukuran window-nya). Sehingga dalam satu garis terdiri dari 15 koordinat, setelah mengetahui titik-titik yang membentuk garis tersebut, selanjutnya melakukan perhitungan rerata nilai

gray level pada titik-titik yang telah diketahui. Jika dilihat pada Gambar 3 maka terdapat 12 nilai rerata, dari 12 nilai rerata yang didapat, selanjutnya diambil nilai rerata yang paling tinggi dan nilai tersebut menjadi nilai 𝐿𝑤(𝑥,𝑦), dimana W merupakan ukuran mask yang digunakan (dalam hal ini 15 × 15) dan (x,y)

merupakan current pixel. Langkah selanjutnya yaitu menghitung 𝑁𝑊(𝑥,𝑦) yaitu nilai rerata gray level pada piksel (x,y) dengan menggunakan ukuran window W. Setelah mendapat nilai

𝐿𝑊

(𝑥,𝑦) dan 𝑁𝑊(𝑥,𝑦) maka selanjutnya

menghitung nilai responnya (𝑆𝑊𝑊(𝑥,𝑦)) dengan menggunakan rumus pada Persamaan (6). Nilai

respon ini menunjukkan seberapa kuat suatu piksel dianggap sebagai garis.

Ilustrasi piksel yang memiliki nilai respon tinggi dan rendah dapat dilihat pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa terdapat dua 𝐿𝑊(𝑥,𝑦) yang berada didaerah putih dan abu-abu. Nilai respon pada piksel (x,y) yang diberikan pada daerah putih akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai respon pada piksel (x,y) yang berada didaerah abu-abu, hal ini terjadi karna nilai

𝐿𝑊

(𝑥,𝑦) didaerah putih lebih tinggi dibandingkan

dengan 𝐿𝑊(𝑥,𝑦) didaerah abu-abu. Sehingga pada piksel (x,y) yang berada pada area putih akan lebih kuat dianggap sebagai garis dibandingkan dengan area abu-abu.

Gambar 3 Rotasi garis

Gambar 4 Ilustrasi single-scale line operator

Sumber: (Ricci & Perfetti, 2007)

Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung nilai respon setiap pikselnya:

𝑺𝑾𝑾(𝒙,𝒚)= 𝑳𝑾(𝒙,𝒚)− 𝑵𝑾(𝒙,𝒚)

(6)

Dimana 𝑆𝑊𝑊(𝑥,𝑦)merupakan nilai respon yang diberikan pada piksel (x,y) dengan menggunakan ukuran window W untuk mencari nilai 𝐿𝑊(𝑥,𝑦)

dan 𝑁𝑊(𝑥,𝑦)nya. 𝑆𝑊𝑊(𝑥,𝑦) menunjukkan

(6)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

rerata gray level tertinggi pada piksel (x,y)

dengan ukuran window W, sedangkan 𝑁𝑊(𝑥,𝑦) merupakan nilai rerata gray level pada daerah tetangga piksel (x,y) dengan ukuran window W.

Algoritme Single-Scale Line Operator ini memiliki kelebihan yaitu mampu mengenali pembuluh darah yang berada di daerah pusat cahaya atau yang biasa disebut central reflex.

Disamping kelebihan yang dimiliki, algoritme ini juga memiliki kekurangan yaitu terdeteksinya pembuluh darah pada koordinat piksel yang salah (false positive) yang berada di tiga daerah yaitu (Nguyen, et al., 2013):

1. Antara pembuluh darah yang saling berdekatan (lihat Gambar 5 (a)).

2. Persimpangan antara pembuluh darah (lihat Gambar 5 (b)).

3. Daerah dekat pembuluh darah yang tebal (lihat Gambar 5 (c)).

Ilustrasi kekurangan algoritme Single-Scale Line Operator yang telah dijelaskan, dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b) (c)

Gambar 5 Kekurangan algoritme single-scale line operator

Sumber: (Nguyen, et al., 2013)

6. MULTI-SCALE LINE OPERATOR

Algoritme multi-scale line operator

merupakan pengembangan dari algoritme

single-scale line operator dengan cara memvariasikan ukuran window W yang digunakan. Tujuan untuk mengatasi kekurangan dari algoritme single-scale line operator

(Nguyen, et al., 2013). Bentuk umum multi-scale line operator ditunjukkan pada Persamaan (7).

𝑺𝑾𝑳(𝒙,𝒚)= 𝑳𝑳(𝒙,𝒚)− 𝑵𝑾(𝒙,𝒚) (7)

Dimana 𝑆𝑊𝐿(𝑥,𝑦)merupakan nilai respon yang diberikan pada piksel (x,y) dengan menggunakan ukuran window W untuk mencari nilai 𝐿𝐿(𝑥,𝑦) dan 𝑁𝑊(𝑥,𝑦)nya. Pada penjelasan selanjutnya nilai ini akan disebut sebagai 𝑆𝑖𝑗.

𝑆𝑊𝐿(𝑥,𝑦)menunjukkan seberapa kuat piksel (x,y)

dianggap sebagai garis. Selanjutnya

𝐿𝐿

(𝑥,𝑦)merupakan nilai rerata gray level

tertinggi pada piksel (x,y) dengan ukuran

window W (pada penjelasan selanjutnya nilai ini akan disebut sebagai 𝐿𝑖𝑗), sedangkan 𝑁𝑊(𝑥,𝑦) merupakan nilai rerata gray level pada daerah tetangga piksel (x,y) dengan ukuran window W

(pada penjelasan selanjutnya nilai ini akan disebut sebagai 𝑁𝑖𝑗).

Pada penelitian ini proses deteksi garis dengan menggunakan algoritme Multi-Scale Line Operator dilakukan pada citra hasil K-Means. Tahap-tahap secara umum dapat dilihat pada Gambar 6 dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Menentukan banyak window L yang digunakan dalam Multi-Scale Line Operator, dimana L merupakan jumlah ukuran window yang digunakan.

b. Menghitung Sij setiap window L dengan

menggunakan rumus yang ditunjukkan pada Persamaan (8).

𝑆𝑖𝑗 = 𝐿𝑖𝑗− 𝑁𝑖𝑗 (8)

Dimana Lij adalah nilai rerata yang tertinggi

dari 12 garis yang telah terbentuk, dan Nij

adalah nilai rerata window W.

c. Setelah nilai Sij setiap scale didapat,

selanjutnya menghitung standarisasi nilai setiap scale tersebut dengan menggunakan rumus yang ditunjukkan pada Persamaan (9), yang kemudian diikuti dengan proses normalisasi. Proses normalisasi dilakukan dengan menggunakan rumus yang ditunjukkan pada Persamaan (10).

𝑅′(𝑥,𝑦)=𝑅(𝑥,𝑦)𝑅−𝑅𝑆𝑇𝐷𝑚𝑒𝑎𝑛

(9)

Dimana R’(x,y) merupakan nilai standarisasi

pada piksel (x,y), R(x,y)merupakan nilai gray level pada piksel (x,y), Rmean merupakan

rerata dari nilai gray level, sedangkan RSTD

merupakan nilai standar deviasi dari nilai

gray level yang ada.

𝑁(𝑥,𝑦)=𝑅′𝑅′(𝑥,𝑦)𝑚𝑎𝑥−𝑅′−𝑅′𝑚𝑖𝑛𝑚𝑖𝑛

(10)

(7)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

piksel (x,y), 𝑅′𝑚𝑖𝑛 merupakan nilai minimal dari nilai hasil standarisasi, sedangakan

𝑅′𝑚𝑎𝑥 merupakan nilai maksimal dari nilai

hasil standarisasi.

d. Langkah selanjutnya yaitu proses Scombined

dengan menggunakan rumus pada Persamaan (11).

𝑆𝑐𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑒𝑑=𝑛𝑙1+1(∑ 𝑆𝑙 𝑖𝑗+ 𝐼𝑖𝑔𝑐)

(11)

Dimana nL adalah jumlah window L yang

digunakan, SLwadalah nilai rerata tertinggi

pada window L dan W, dan Iigcadalah nilai green channel yang telah diinversi.

Hasil dari proses deteksi garis menggunakan algoritme Multi-Scale Line Operator dapat dilihat pada Gambar 7 (e).

Gambar 6 Diagram alir multi-scale line operator

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 7 Hasil setiap proses

Pada Gambar 7 dapat dilihat hasil dari setiap proses yang telah dijelaskan pada bab 3, dimana gambar (a) menunjukkan citra retina asli, gambar (b) menunjukkan hasil pengambilan

green channel, gambar (c) menunjukkan citra hasil proses K-Means, gambar (d) menunjukkan citra hasil inversi, gambar (e) menunjukkan citra hasil Multi-Scale Line Operator, dan gambar (f) menunjukkan citra hasil thresholding.

7. HASIL

(8)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 7.1. Akurasi dan AUC

Hasil akurasi diperoleh dengan menghitung tingkat kemiripan antara citra biner hasil segmentasi sistem dengan citra biner hasil segmentasi manual. Citra biner hasil sistem diperoleh dengan menggunakan nilai threshold

(t) yang divariasikan mulai dari 0-255 dan diambil nilai akurasi tertinggi. Selain nilai

threshold yang divariasikan, ukuran piksel erosi juga divariasikan mulai dari 1 sampai 6 piksel. Hasil akurasi dengan menggunakan ukuran piksel erosi yang divariasikan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Akurasi dengan variasi erosi

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan ukuran erosi piksel yang berbeda dapat menghasilkan akurasi yang berbeda pula. Rerata akurasi pada setiap ukuran piksel erosi yaitu 0,931068663 (erosi 1), 0,937538883 (erosi 2), 0,940240096 (erosi 3), 0,940618152 (erosi 4), 0,940501338 (erosi 5), dan 0,94014129 (erosi 6). Sehingga dapat dilihat bahwa rerata tertinggi diperoleh dengan menggunakan ukuran piksel erosi sebesar 4 piksel.

Selain menggunakan akurasi sebagai pengukur kinerja algoritme, penelitian ini juga menggunakan pengujian Area Under Curve pada kurva Receiver Operating Characteristic. Hasil AUC didapat dengan menggunakan ukuran piksel erosi yang menghasilkan akurasi tertinggi pada masing-masing citra retina. Nilai AUC setiap gambar dapat dilihat pada Tabel 1 untuk dataset DRIVE dengan rerata AUC yang didapat yaitu 0,849116962 dan Tabel 2 untuk dataset STARE dengan rerata AUC yang didapat yaitu 0,778141215.

Tabel 1 Hasil luas AUC dataset DRIVE

Citra

retina AUC erosi dipakai 1.bmp 0,838913162 2

2.bmp 0,723801172 2 3.bmp 0,740026736 1 4.bmp 0,655640787 6 5.bmp 0,725447151 4 6.bmp 0,685630557 4 7.bmp 0,698588871 6 8.bmp 0,832242416 3 9.bmp 0,738621358 5 10.bmp 0,729813015 4 11.bmp 0,73819526 4 12.bmp 0,791380064 4 13.bmp 0,660083423 5 14.bmp 0,834150323 2 15.bmp 0,813154654 3 16.bmp 0,711042404 4 17.bmp 0,80496752 2 18.bmp 0,825273298 4 19.bmp 0,662002093 3 20.bmp 0,819703559 4 21.bmp 0,790407484 2 22.bmp 0,672710827 3 23.bmp 0,778346146 3 24.bmp 0,680055674 4 25.bmp 0,716590416 6 26.bmp 0,826196501 2 27.bmp 0,735465318 5 28.bmp 0,654265549 4 29.bmp 0,736854901 5 30.bmp 0,753811882 3 31.bmp 0,737582662 4 32.bmp 0,759529459 3 33.bmp 0,728202104 4 34.bmp 0,688123107 3 35.bmp 0,695117835 5 36.bmp 0,642191413 5 37.bmp 0,689070596 5 38.bmp 0,865065771 3 39.bmp 0,824431625 4 40.bmp 0,847322722 3

Tabel 2 Hasil luas AUC dataset STARE

Citra

(9)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

7.2. Pengujian jumlah K pada K-Means

Pengujian jumlah K dilakukan dengan menggunakan jumlah K sebanyak 2 dan perlakuan yang sama saat pengujian kesesuaian citra dan pengujian AUC. Hasil pengujian jumlah K dapat dilihat pada Tabel 3, dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa jumlah K berpengaruh terhadap tingkat akurasi dan AUC, hal ini terjadi karena piksel-piksel yang termasuk pada kelompok vessel seharusnya dapat terdeteksi sebagai pembuluh darah dengan melihat piksel tetangga. Namun karena piksel tetangga termasuk pada kelompok non-vessel, maka piksel tetangga tersebut tidak ikut dikomputasikan, sehingga hasil Sij rendah, yang

mengakibatkan piksel tersebut terdeteksi sebagai bukan pembuluh darah.

Tabel 3 Hasil pengujian jumlah K

Jumlah

Perbandingan hasil dilakukan dengan membandingkan hasil akurasi penelitian ini dengan hasil akurasi yang diperoleh (Nguyen, et al., 2013) yang menggunakan algoritme multi-scale line operator tanpa ada preprocessing

menggunakan K-Means. Hasil perbandingan akurasi dan AUC dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan hasil akurasi

Peneliti

DRIVE

akurasi AUC tertinggi rerata tertinggi rerata

Nguyen 0,96529 0,944 0,94773 0,849

Cahya

ningum 0,96531 0,941 0,86507 0,746

Max 0,96531 0,944 0,94773 0,849

Dari hasil perbandingan dapat dilihat bahwa rerata akurasi yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan rerata akurasi yang diperoleh pada penelitian (Nguyen, et al., 2013). Namun akurasi tertinggi yang dapat dicapai dengan menggunakan multi-scale line operator yang dikombinasikan dengan K-Means lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menggunakan multi-scale line operator. Hal ini terjadi karena tidak semua citra retina memiliki area yang terang seperti optic disc,

(10)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Tabel 5 Perbandingan hasil citra

9. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil segmentasi pembuluh darah pada citra retina menggunakan algoritme

multi-scale line operator dengan preprocessing K-Means, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Proses preprocessing dengan menggunakan

algoritme K-Means berhasil mengurangi

false positive yang terdeteksi di daerah dekat

optic disc, sehingga akurasinya meningkat dibandingkan dengan penelitian (Nguyen, et al., 2013).

2. Tidak semua citra retina menghasilkan akurasi yang tinggi saat menggunakan

preprocessing K-Means, hal ini terjadi karena beberapa citra retina tidak memiliki daerah yang terang seperti optic disc.

Sehingga piksel yang seharusnya termasuk pada kelompok background namun masuk pada kelompok foreground.

3. Hasil rerata akurasi yang didapat yaitu 0,940980219 (DRIVE) dan 0,949293361 (STARE). Sedangkan nilai AUC yang didapat sebesar 0,7462 (DRIVE) dan 0,778 (STARE) dengan ukuran erosi yang digunakan mulai dari 1 hingga 6 dan nilai threshold yang mulai dari 81-123 (DRIVE) dan 60-128 (STARE).

4. Jumlah K yang digunakan pada algoritme K-Means menghasilkan akurasi yang tinggi jika menggunakan K sebanyak 3 yang terdiri dari foreground, background, dan vessel. Karena jika menggunakan K sebanyak 2 yang terdiri dari vessel dan non-vessel, maka piksel-piksel yang seharusnya dapat terdeteksi sebagai vessel menjadi salah deteksi sebagai non-vessel.

Pada penelitian ini terdapat beberapa kekurangan yang dapat menjadikan koreksi dan saran untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa false positive

yang terdeteksi didaerah sekitar optic disc dapat dihilangkan, namun true positive yang ada didaerah tersebut juga menghilang. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut yaitu mempertahankan true positive yang ada pada daerah optic disc, sehingga akurasi dapat meningkat.

10. DAFTAR PUSTAKA

Akram, M. U., Jamal, I. & Tariq, A., 2012. Blood Vessel Enhancement and Segmentation for Screening of Diabetic Retinopathy. Volume 10,

Bernardes , R., Serranho , P. & Lobo , C., 2011. Digital Ocular Fundus Imaging: A Review. Volume 226, pp. 161-181.

Fraz, M. et al., 2012. Blood vessel segmentation methodologies in retinal images – A survey.

Hoover, A., Kouznetsova, V. & Goldbaum, M., 2000, Locating blood vessels in retinal images by piecewise threshold probing of a matched filter response. IEEE, Volume 19, p. 203–210,

(11)

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Niemeijer, M. et al., 2004. Comparative study of retinal vessel segmentation methods on a new publicly available database. SPIE,

Volume 5370, p. 648–656.

Putra, R. E., Tjandrasa, H. & Suciati, N., 2012. Review Algoritma Segmentasi Pembuluh Darah Pada Citra Fundus Retina Mata untuk Membantu Diagnosis Diabetic Retinopathy.

Ricci, E. & Perfetti, R., 2007. Retinal blood vessel segmentation using line operators and support vector classification.

Roychowdhury, S., Koozekanani, . D. D. & Parhi, K. K., 2015. Blood Vessel Segmentation of Fundus Images by Major Vessel Extraction and Subimage Classification.

Saffarazadeh, V. M., Osareh, A. & Shadgar, B., 2014. Vessel Segmentation in Retinal Image Using Multi-Scale Line Operator and K-Means Clustering. Journal of Medical Signal & Sensor, 4(2), pp. 122-129.

Staal, J. et al., 2004. Ridge-Based Vessel Segmentation in Color Images of the Retina.

Wihandika, R. C. & Suciati, N., 2013. Retinal Blood Vessel Segmentation with Optic Disc Pixels Exclusion. I.J. Image, Graphics and Signal Processing, pp. 26-33.

Zhao, Y. Q., Wang, X. H., Shih, F. Y. & Wang, X. F., 2014. Retinal vessels segmentation based on level set and region growing.

Gambar

gambar sebelum diproses lebih lanjut (Akram, et
Gambar 2 Diagram alir usulan metode
Gambar 3 Rotasi garis
Gambar 5 Kekurangan algoritme single-scale line
+5

Referensi

Dokumen terkait

BPR Bank Jombang berjumlah kurang dari 100 orang yaitu 48 orang, berdasarkan ketentuan yang dikemukakan oleh Sugiono (2014) maka peneliti mengadakan penelitian pada

Penelitian lain yang lebih terfokus dalam pembelajaran matematika antara lain: Abdullah (2013) yang menemukan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan

Berawal dari tinjauan penelitian sebelumnya, penelitian yang akan saya lakukan ini juga mengenai Power Turbine yang diaplikasikan pada motor diesel di PLTD dengan

Terlebih lagi, metode pemberian balikan juga harus dimasukkan ke dalam unsur pelatihan penggunaan skema karena jika balikan yang diberikan tidak tersusun dengan baik,

Mengenai persentase pengaruh yang tidak terlalu besar terdapat kemungkin bahwa kesadaran konsumen akan keberadaan layanan TELKOMSELFlash tidak hanya berasal dari kebutuhan

o Mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan dan ditanggapi oleh kelompok yang mempresentasikan. o Bertanya atas presentasi yang dilakukan dan peserta

Defisit listrik Provinsi Riau dan daerah lainnya perlu diantisipasi dengan melakukan terobosan baru untuk mencari potensi sumber energi listrik alternatif berupa energy baru dan

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi