• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH STRATEGI MEMPERTAHANKAN BUDAYA I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH STRATEGI MEMPERTAHANKAN BUDAYA I"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

LATIHAN KADER II (INTERMEDIATE TRAINING) KODE F : SIKAP BANGSA MENGHADAPI CULTURE WAR

STRATEGI MEMPERTAHANKAN BUDAYA INDONESIA DARI ARUS GLOBALISASI DAN HEGEMONI BUDAYA ASING

Disusun oleh :

M A R W A N

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM ( HMI ) CABANG TENGGARONG KOMISARIAT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

18

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat serta salam selalu kita hanturkan kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.

Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri, karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat menyelasaikan makalah ini guna diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti Latihan Kader II (Intermediate Training) Tingkat Nasional Yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tenggarong pada tanggal 25 Februari s/d 4 Maret 2017 di Asrama Atlit Tenggarong. Adapun judul makalah ini adalah:

( Strategi Mempertahankan Budaya Indonesia Dari Arus Globalisasi dan Hegemoni Budaya Asing )

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada HMI Cabang Tenggarong dan juga kepada para senior kanda, yunda dan rekan-rekan seperjuangan kader-kader HMI Cabang Tenggarong yang selalu berjuang, yang selalu memberikan saran, koreksi dan motivasi yang sangat membangun.

(3)

18 saran, kritik, koreksi dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan dari rekan-rekan semua.

Akhirnya, kepada Allah Swt. jualah kita memohon. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Dan dengan memanjatkan do’a dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridha dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Billahittaufiq Wal Hidayah

Tenggarong, 16 Februari 2017 M

20 Jumadil Awal 1438 H

(4)

18

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang... 1

B. Rumusan masalah... 2

C. Tujuan Penulisan... 2

BAB II PEMBAHASAN... 3

... A. Pengertian Kebudayaan... 3

B. Pengertian Hegemoni... 4

C. Pengaruh hegemoni budaya asing terhadap budaya Indonesia.... 4

D. Globalisasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Penyebab Hegemoni Budaya Asing di Indonesia... 5

E. Problematika Budaya Indonesia di Era Globalisasi... 7

F. Pola Atau Corak Reaksi Dalam Menghadapi Tantangan Dan Kebudayaan Barat... 9

G. Strategi Menghadapi Globalisasi Hegemoni Budaya Asing... 10

1. Pembangunan Jati Diri Bangsa... 11

2. Kembali Kepada Ideologi Bangsa... 12

3. Pemahaman Falsafah Budaya... 13

4. Penerbitan Peraturan Daerah... 14

5. Pemanfaatan Teknologi Informasi... 15

BAB III PENUTUP... 16

... A. Kesimpulan... 16

B. Saran... 16

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Bekalang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mencakup lebih dari 17.000 pulau yang dihuni oleh sekitar 255 juta penduduk, angka ini mengimplikasikan bahwa banyak keanekaragaman budaya, etnis, agama maupun linguistik yang dapat ditemukan di dalam negara ini. Indonesia dikenal dengan banyaknya keanekaragaman budaya yang sangat bervariasi dari setiap pulau maupun etnis, suku dari setiap daerah.

Budaya adalah warisan para leluhur yang harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai ciri khusus dan identitas suatu negara, sungguh disayangkan ketika budaya yang sebagai ciri khas dan identitas itu tergeser dan bahkan punah karena pengaruh budaya lain.

Di era modern saat ini dengan arus globalisasi yang datang dari luar yang sangat cepat mempengaruhi beberapa aspek kebudayaan di Indonesia menyebabkan beberapa budaya nasional maupun budaya lokal di Indonesia mengalami kemunduran, kemunduran dalam fenomena sosial budaya yang terjadi di Indonesia sekarang ini disadari atau tidak telah terhegemoni oleh budaya asing/luar yang masuk di Indonesia melalui, media massa, Teknologi Informasi dan Komunikasi, barang-barang impor dll.

(6)

Antonio Gramsci disebut sebagai hegemoni budaya. Dalam kehidupan kebiasaan masyarakat Indonesia sadar atau tidak telah terhegomoni sedikit demi sedikit baik secara budaya, ekonomi, ideologi dan juga politik dan dari akibat itu semua menyebabkan Indonesia tidak berdaya menentukan jati diri bangsanya sendiri. “Apakah kelemahan kita adalah kurang percaya diri sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri dan kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah rakyat gotong royong” Ir. Soekarno

Dari kutipan pernyataan presiden pertama soekarno menghimbau kepada kita sebagai bangsa yang bergotong royong agar bangga terhadap kebudayaan sendiri tanpa harus menjiplak dari negara lain.

B. Rumusan Masalah

Dari penjabaran diatas penulis menuliskan beberapa masalah yaitu : 1. Pengaruh hegemoni budaya asing di Indonesia

2. Apa penyebab masuknya pengaruh hegemoni budaya asing masuk di Indonesia

3. Pengaruh budaya asing terhadap eksistensi jati diri bangsa Indonesia 4. Bagaimana Strategi mempertahankan kebudayaan Indonesia

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan mengikuti Latihan kader II (Intermediate training) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tenggarong. Selain itu tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja hegemoni budaya asing di Indonesia

2. Sebagai bahan kajian bersama untuk mengenal lebih jauh tentang bagaimana penyebab hegemoni dan fakor-faktor penyebab masuknya budaya asing di Indonesia

3. Salah satu sumbangan Konsep strategi dalam mempertahankan

(7)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari kata bahasa Sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan “segala hal yang bersangkut dengan budi dan akal” Koentjaraningrat (1981, hlm. 5) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi daya”, artinya dari budi, kekuatan dari akal, Kemudian beliau merumuskan definisi kebudayaan itu sebagai “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar1. Sedangkan menurut (Taylor, 1897) Kebudayaan atau pun yang disebut

peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat2 dan sedangkan Menurut Alfian (1979) Kebudayaan adalah

salah satu sumber utama dari sistem atau tata nilai yang dihayati atau dianut seseorang atau masyarakat yang selanjutnya membentuk sikap mental atau pola berpikirnya, sikap mental itu mempengaruhi dan membentuk pola tingkahlakunya dalam berbagai aspek kehidupannya yang pada gilirannya melahirkan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, karya-karya seni budaya, buah-buah ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagainya. Itu semua mencerminkan corak dan mencerminkan kulitas kebudayaan itu sendiri. Dari uraian diatas jelas terlihat bahwa kebudayaan sebenarnya memasuki berbagai segi kehidupan manusia dan masyarakat. Sejalan dengan itu ia sesungguhnya merupakan unsur utama dalam proses pembangunan diri manusia dan masyarakat yang harus tetap dipertahankan. (Alfian 1979)3

1 Abdulkadir Muhammad. (2004), Ilmu Sosial Budaya Dasar Hal. 75

(8)

B. Pengertian Hegemoni

Hegemoni (bahasa Yunani: ἡγεμονία hēgemonía Antonio Gramsci : merujuk pada dominasi suatu kelas sosial terhadap kelas sosial lain dalam

masyarakat melalui hegemoni budaya. Hegemoni adalah proses dominasi, dimana

sebuah ide menumbangkan atau membawahi ide lainnya. Hegemoni tercipta karena kemajuan media serta pengalaman populer kita terkait dengan konsumsi.

Hegemoni terjadi ketika masyarakat yang dikuasai oleh kelas yang dominan bersepakat dengan ideologi, gaya hidup dan cara berpikir dari kelas dominan sehingga kaum tertindas tidak merasa ditindas oleh kelas yang berkuasa. Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat dijelaskan bahwa hegemoni

merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan4 sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi

doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya.

Dari beberapa pengertian diatas diharapkan agar kebudayaan yang menjadi unsur utama proses pembangunan diri manusia dan masyarakat yang harus tetap dipertahankan tanpa menghilangkan eksistensi Kebudayan Indonesia secara menyeluruh dari hegemoni budaya asing.

C. Pengaruh Hegemoni Kebudayaan Asing terhadap Kebudayaan Indonesia

Indonesia di kenal sebagai negara multi etnis dan agama, dari situlah Indonesia memiliki ragam Budaya yang berbeda-beda. Di setiap budaya tersebut terdapat nilai-nilai sosial dan seni yang tinggi. Pada kondisi saat ini kebudayaan Indonesia kini kian memudar secara perlahan. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi yang akhirnya dapat memberikan dampak negatif terhadap kebudayaan asli Indonesia. Dengan banyak berkembangnya media elektronik, kebudayaan barat dan kebudayaan asing lainnya dapat dengan mudah masuk ke Indonesia, sehingga mulai mengubah pola pikir dan prilaku masyarakat Indonesia. Kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia sebenarnya memiliki dampak positif dan negatif bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif misalnya,

(9)

kreatifitas, inovasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hidup disiplin dan profesionalitas dalan lain-lain. Dampak negatifnya kebudayaan asing atau barat terhadap masyarakat Indonesia sudah sampai tahap memprihatinkan karena ada kecenderungan sudah melupakan kebudayaan bangsanya sendiri. Budaya ikut-ikutan atau latah terhadap cara berpakaian misalnya. tidak ingin ingin dikatakan kuno, kampungan kalau tidak mengikuti cara berpakaian ala barat karena dinilai modern, tren dan mengikuti perkembangan zaman meski memperlihatkan auratnya yang dilarangan oleh ajaran agama maupun bertentangan dengan adat istiadat masyarakat secara turun temurun.

Selain cara berpakaian dan mode, pergaulan bebas dan cara berhura-hura di kalangan remaja maupun dewasa yang di lihat sebagi prilaku yang menyimpang baik secara agama maupun sosial juga menjadi masalah bagi kebudayaan di Indonesia. Umumnya kalangan muda Indonesia berperilaku ikut-ikutan tanpa selektif sesuai dengan nilai-nilai agama yang di anut dan adat kebiasaan yang mereka miliki. Para remaja dan kalangan muda di Indonesia juga merasa bahwa kebudayaan di negerinya sendiri terkesan jauh dari moderenisasi. Sehingga para remaja merasa gengsi kalau tidak mengikuti perkembangan zaman meskipun bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama dan budayanya. Sehingga pada akhirnya masyarakat Indonesia lebih menyukai kebudayaan barat, dibandingkan dengan kebudayaan sendiri.5

D. Globalisasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Penyebab Hegemoni Budaya Asing di Indonesia

Seiring dengan kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, arus globalisasi juga semakin menyebar ke segenap penjuru dunia. Penyebarannya berlangsung secara cepat dan meluas, tak terbatas pada negara-negara maju dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi juga melintasi batas negara-negara berkembang dan miskin dengan pertumbuhan ekonomi rendah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan derasnya arus globalisasi merupakan dua proses yang saling terkait satu sama lain. Keduanya

(10)

saling mendukung. Tak ada globalisasi tanpa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berjalan lambat jika masyarakat tidak berpikir secara global. Dalam konteks itu, globalisasi menjadi sebuah fenomena yang tak terelakkan

Semua golongan, suka atau tidak suka, harus menerima kenyataan bahwa globalisasi merupakan sebuah virus mematikan yang bisa berpengaruh buruk pada pudarnya eksistensi budaya-budaya lokal atau sebuah obat mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit tradisional yang berakar pada kemalasan, kejumudan, dan ketertinggalan. Karena globalisasi diusung oleh negara-negara maju yang memiliki budaya berbeda dengan negara-negara berkembang, maka nilai-nilai Barat bisa menjadi ancaman bagi kelestarian nilai-nilai lokal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

(11)

merumuskan strategi mempertahankan eksistensi budaya nasional dan lokal juga bisa mengakibatkan budaya nasional dan lokal semakin ditinggalkan masyarakat yang kini kian gandrung pada budaya yang dibawa arus globalisasi.

Inilah masalah terbesar budaya lokal di era kekinian. Ketika gelombang globalisasi menggulung wilayah Indonesia, kekuatannya ternyata mampu menggilas budaya-budaya lokal. Menurut Saidi (1998), proses itu sudah berlangsung sejak dimulainya era liberalisasi Indonesia pada zaman Presiden Soeharto. Sejak masa liberalisasi, budaya-budaya asing masuk Indonesia sejalan dengan masuknya pengaruh-pengaruh lainnya. Sementara, Wilhelm (2000) berpendapat bahwa perusakan budaya dimulai sejak masa teknologi informasi seperti satelit dan internet berkembang. Sejak masa itu, konsumsi informasi menjadi kian tak terbatas. Masa-masa yang haram untuk mengkonsumsi sesuatu ternyata menjadi halal begitu saja. Anak-anak kecil dapat begitu saja melihat gambar-gambar porno. Remaja-remaja yang seharusnya menjadi tonggak kebudayaan bangsa malah mengagung-agungkan hedonisme dan modernitas.

Karena itu, di era kontemporer sekarang ini, ujian terbesar yang dihadapi budaya lokal adalah mempertahankan eksistensinya di tengah terpaan globalisasi. Strategi-strategi yang jitu dalam menguatkan daya tahan budaya lokal perlu dirumuskan.6

E. Problematika Budaya Indonesia di Era Globalisasi

Problematika yang dihadapi budaya nasional dan lokal di Indonesia di masa lalu jauh berbeda dibandingkan masa kini. Di masa lampau, globalisasi telah terjadi dalam model yang berbeda Sejarah abad ke-5 mencatat, kemapanan budaya lokal yang merupakan akumulasi dari budaya masyarakat di sekitarnya dimasuki tradisi dan budaya Hindu. Di abad ke-13, tradisi muslim turut memasuki budaya lokal. Hal itu disikapi dengan proses akulturasi yang wajar tanpa rekayasa sehingga melahirkan kebudayaan baru yang bernuansa Hindu dan Islam yang khas Indonesia.

(12)

Kolonialisme Belanda mulai abad ke-16 mengeser budaya lokal untuk lebih dekat ke Barat. Tetapi, pergeseran itu tidak membuahkan perubahan berarti. Dalam kebudayaan Jawa misalnya, strategi budaya ’ngeli tanpa ngeli’ (menghanyut tetapi tidak ikut benar-benar hanyut dalam menghadapi gelombang perubahan zaman) telah terbukti berhasil menangkal arus budaya asing (Suryanti 2007).

Namun, situasi masa lalu jelas berbeda dengan masa kini. Modus dan skala globalisasi telah berubah. Sekarang, dunia mengalami Revolusi 4T (Technology, Telecomunication, Transportation, Tourism) yang memiliki globalizing force dominan sehingga batas antarwilayah semakin kabur dan berujung pada terciptanya global village seperti yang pernah diprediksikan McLuhan (Saptadi 2008).

Kondisi itu memunculkan permasalahan pada melunturnya warisan budaya. Bukti nyata kelunturan warisan budaya itu antara lain dapat disaksikan pada gaya berpakaian, gaya bahasa, dan teknologi informasi. Rok mini dipandang lebih indah daripada pakaian rapat. Bahasa daerah, bahkan bahasa nasional, tergeser oleh bahasa asing. Di berbagai kesempatan seringkali terlihat masyarakat lebih senang menggunakan bahasa Inggris karena dipandang lebih modern.

Pola konsumsi masyarakat juga beralih pada makanan-makanan cepat saji (fastfood) yang bisa didapatkan di restoran. Pizza, spaghetti, hamburger, fried chicken dianggap lebih menarik daripada makanan lokal. Aneka makanan itu menawarkan kepraktisan. Masyarakat menilai globalisasi telah mendorong terciptanya kecepatan, efisiensi, efektivitas yang bermuara pada kepraktisan dalam segala hal. Tidak hanya dalam makanan, budaya asing yang mengglobal juga menawarkan kepraktisan dalam berpakaian dengan cukup mengenakan kemeja, kaos, celana dan rok. Sebaliknya, budaya lokal dinilai terlalu rumit. Dalam kebudayaan asli Jawa, masyarakat dianjurkan memakai beskap dan kebaya yang cara pemakaiannya memakan waktu lama (Suryanti 2007).

(13)

menginginkan adanya kebebasan dalam berekspresi. Upacara-upacara ritual yang rumit dan mahal dianggap tak sejalan dengan ekspresifitas yang ingin diungkapkan masyarakat. Keinginan untuk menabrak ritual itu tak bisa diakomodasi budaya lokal, tetapi dengan sangat mudah difasilitasi budaya asing. Budaya asing tentu tak mengenal upacara ritual dalam fase kehidupan seperti kelahiran, pernikahan, kehamilan, hingga meninggal. Keinginan untuk tidak melakukan itu dikategorikan sebagai pelanggaran.

Di sisi lain, media elektronik selalu kebanjiran film-film Mandarin, Bollywood, dan Hollywood. Tempat belanja lokal tidak memenuhi kebutuhan, sehingga wisata belanja ke luar negeri membudaya, walaupun membutuhkan biaya mahal. Itu artinya proses imitasi budaya asing akan terus berlangsung. Di dalamnya ada upaya untuk menyeragamkan budaya yang tidak memperhatikan heterogenitas antarbudaya.7

A. Pola Atau Corak Reaksi Dalam Menghadapi Tantangan Dan Kebudayaan Barat

Menurut Alfian (1985, 36) ada tiga pola atau corak reaksi dalam menghadapi tantangan dan kebudayaan barat yaitu :

1. Corak reaksi yang menerima dan merangkul bulat-bulat kebudayaan Barat. Corak ini menganggap kebudayaan Timur (sendiri) sudah tidak relelvan lagi untuk menghadapi kondisi sekarang, hanya kebudayaan Barat yang unggul dan mampu melahirkan manusia yang berkualitas

2. Corak reaksi yang sama sekali anti kebudayaan Barat. Corak ini menganggap kebudayaan Barat hanya melahirkan manusia buas dan kejam, dan kebudayaan Timur yang lebih unggul

3. Corak reaksi yang berusaha melihat perbenturan kebudayaan Timur dengan Barat secara realistis dan kritis. Krisis yang mengguncangkan tidak menyababkan hilangnya keseimbangan atau hanya memilih salah satu kebudayaan seperti digambakan dalam pola reaksinya.

(14)

Corak reaksi ini berusaha mengambil jarak dan menilai secara jujur keunggulan kebudayaan Barat dan kelemahan Timur sekaligus mempertahankan relevansi nilai-nilai kebudayaannya.

Melihat kenyataan yang dihadapi bangsa Timur khususnya bangsa Indonesia, yang menjadi strategi kebudayaan nasional mungkin hanya corak reaksi ketiga, yaitu usaha mengadakan sintesis antara nilai budaya Barat dan nilai budaya Timur, atau perpaduan keduanya secara selektif.8

B. Strategi Menghadapi Globalisasi Hegemoni Budaya Asing

Tidak dapat dibantah, arus globalisasi yang berjalan dengan cepat menjadi ancaman bagi eksistensi budaya lokal. Penggerusan nilai-nilai budaya nasional dan lokal merupakan resiko posisi Indonesia sebagai bagian dari komunitas global. Globalisasi adalah keniscayaan yang tidak dapat dicegah, tetapi efeknya yang mampu mematikan budaya lokal tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Budaya lokal perlu memperkuat daya tahannya dalam menghadapi globalisasi budaya asing. Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama saja dengan membiarkan pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal. Memang, globalisasi harus disikapi dengan bijaksana sebagai hasil positif dari modenisasi yang mendorong masyarakat pada kemajuan. Namun, para pelaku budaya lokal tidak boleh lengah dan terlena karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa.

Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, yang dibutuhkan adalah strategi untuk mempertahankan daya tahan budaya nasional dan lokal dalam menghadapinya. Berikut ini adalah strategi yang bisa dijalankan :

1. Pembangunan Jati Diri Bangsa

Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar.

(15)

Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit ditemukan, sementara itu budaya global lebih mudah merasuk. Selama ini yang terjaring oleh masyarakat hanyalah gaya hidup yang mengarah pada westernisasi, bukan pola hidup modern.

Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda. Pendidikan memegang peran penting di sini sehingga pengajaran budaya perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional dan diajarkan sejak sekolah dasar.

Harus dipahami, nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang ketinggalan zaman sehingga ditinggalkan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai-nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi.

Globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib sepenanggungan di antara warga. Karena itu, perlu dilakukan revitalisasi budaya daerah dan penguatan budaya daerah.

Pembangunan budaya yang berkarakter pada penguatan jati diri mempunyai karakter dan sifat interdependensi atau memiliki keterkaitan lintas sektoral, spasial, struktural multidimensi, interdisipliner, bertumpu kepada masyarakat sebagai kekuatan dasar dengan memanfaatkan potensi sumber daya pemerataan yang tinggi. Karakter pembangunan budaya tersebut secara efektif merangkul dan menggerakkan seluruh elemen dalam menghadapi era globalisasi yang membuka proses lintas budaya (transcultural) dan silang budaya (cross cultural) yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan lainnya (Saptadi 2008).

(16)
(17)

3. Pemahaman Falsafah Budaya

Sebagai tindak lanjut pembangunan jati diri bangsa melalui revitalisasi budaya daerah, pemahaman atas falsafah budaya lokal harus dilakukan. Langkah ini harus dijalankan sesegera mungkin ke semua golongan dan semua usia berkelanjutan dengan menggunakan bahasa-bahasa lokal dan nasional yang di dalamnya mengandung nilai-nilai khas lokal yang memperkuat budaya nasional.

Karena itu, pembenahan dalam pembelajaran bahasa lokal dan bahasa nasional mutlak dilakukan. Langkah penting untuk melakukannya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidik dan pemangku budaya secara berkelanjutan. Pendidik yang berkompeten dan pemangku budaya yang menjiwai nilai-nilai budayanya adalah aset penting dalam proses pemahaman falsafah budaya.

Pemangku budaya tentunya juga harus mengembangkan kesenian tradisional. Penggalakan pentas-pentas budaya di berbagai wilayah mutlak dilakukan. Penjadwalan rutin kajian budaya dan sarasehan falsafah budaya juga tidak boleh dilupakan. Tetapi, semua itu tidak akan menimbulkan efek meluas tanpa adanya penggalangan jejaring antarpengembang kebudayaan di berbagai daerah. Jejaring itu juga harus diperkuat oleh peningkatan peran media cetak, elektronik dan visual dalam mempromosikan budaya lokal. Dalam melakukan itu, semua pihak harus dilibatkan. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok masyarakat, pemerhati budaya, akademisi, dan pengusaha harus menyinergikan diri untuk bekerja sama secara konstruktif dalam pengembangan budaya. Mereka yang berjasa besar harus diberikan apresiasi sebagai penghargaan atas dedikasinya.

4. Penerbitan Peraturan Daerah

(18)

budaya lokal mudah tercerabut dari akarnya karena dianggap telah ketinggalan zaman.

Karena itu, peraturan daerah (perda) harus diterbitkan. Peraturan itu mengatur tentang pelestarian budaya yang harus dilakukan oleh semua pihak. Kebudayaan akan tetap lestari jika ada kepedulian tinggi dari masyarakat. Selama ini kepedulian itu belum tampak secara nyata, padahal ancaman sudah kelihatan dengan jelas.

Berkaitan dengan itu, para pengambil keputusan memegang peran sangat penting. Eksekutif dan legislatif harus bekerja sama dalam merumuskan sebuah perda yang menjamin kelestarian budaya.

Dalam perda, perlu diatur hak paten bagi karya-karya budaya leluhur agar tidak diklaim oleh negara lain. Selain itu, masalah pendanaan juga harus diperhatikan karena untuk merawat sebuah budaya tentu membutuhkan anggaran meskipun bukan yang terpenting. Anggaran itulah yang nantinya dimanfaatkan untuk bisa memberi fasilitas secara berkelanjutan bagi program-program pelestarian budaya. Dalam hal ini, pemerintah memegang peran paling besar.

Untuk memperkuat daya saing budaya, pemerintah perlu membangun pusat informasi gabungan untuk pertunjukan seni, pendirian dan pengelolaan promosi pertunjukan seni, pengembangan tenaga ahli khusus untuk membesarkan anak yang berbakat seni, menggiatkan sumbangan pengusaha dibidang seni, penghargaan untuk pertunjukan seni budaya, peningkatan kegiatan promosi tentang produk budaya.

5. Pemanfaatan Teknologi Informasi

(19)

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal.

(20)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pada bagian sebelumnya, dapat ditarik tiga kesimpulan. Pertama, hegemoni arus globalisasi budaya asing adalah sebuah kondisi tak terelakkan yang harus disikapi secara strategis oleh semua negara, termasuk Indonesia. Prosesnya yang menyebar ke segala arah menembus batas wilayah negara bangsa mendorong terciptanya lalu lintas budaya lokal yang kemudian bermetamorfosis menjadi budaya yang dianut masyarakat global. Akibatnya, budaya lokal menghadapi ancaman serius dari budaya asing yang mampu secara cepat masuk ke dinamika kehidupan masyarakat lokal melalui media komunikasi dan informasi.

Kedua, sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi persoalan terkait kemampuan budayanya dalam menahan penetrasi budaya asing. Kelemahan penguasaan teknologi komunikasi dan informasi serta pasar yang luas menjadikan Indonesia sebagai target potensial bagi budaya negaranegara maju. Problematika yang muncul adalah melunturnya warisan budaya yang telah puluhan tahun ditradisikan oleh leluhur. Tradisi budaya asli tergeser oleh tradisi budaya baru yang dipromosikan negara-negara maju.

Ketiga, menyikapi prolematika itu, dibutuhkan strategi yang tepat agar budaya lokal tidak semakin tergerus oleh budaya asing dan secara perlahan berpotensi melenyapkan. Strategi yang bisa dijalankan adalah pembangunan jati diri dan kembali pada ideologi bangsa untuk memperkokoh identitas kebangsaan, pemahaman falsafah budaya kepada seluruh kalangan masyarakat, penerbitan peraturan daerah yang melindungi budaya lokal, dan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengenalkan budaya lokal ke masyarakat dunia.

B. SARAN

(21)

1. Sebagai warga negara Indonesia agar tetap menjaga dan melestarikan budaya asli Indonesia

2. Sebagai warga negara Indonesia agar selalu selektif dan berpikir secara global dalam menghadapi kebudayaan asing di Indonesia

3. Sebagai Warga negara Indonesia selalu menyebarluaskan kebudayaan Indonesia khususnya kebudayaan lokal di Indonesia

4. Selalu Menanamkan Ideologi dan jati diri bangsa Indonesia sebagai warga negara Indonesia

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Muandar Soelaeman, (2000) Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama

Ahmad Sihabuddin H. (2001), M.Si Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Abdulkadir Muhammad. (2004), Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Alfian (1979), Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Safril Mubah (2011), Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi. Surabaya: Departemen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Airlangga

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Berdasarkan wawancara penulis dengan WAKA Kurikulum SMA Negeri 7 Bintan (Bapak Joni,S.Pd), hasil belajar siswa di SMA Negeri 7 menggunakan pengukuran KKM 70 untuk kelas

bahwa penunjukan Bendahara Pengeluaran , Bendahara Penerimaan dan Penetapan Rekening pada Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD) di Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon

1) Dari hasil identifikasi risiko yang dilakukan terdapat 39 risk event yang dapat mempengaruhi keterlambatan proyek pembangunan tangki X di TTU-Tuban. Dari 39

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus.. Pada

%aya yang bertanda tangan di baah ini# menyatakan baha saya bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian yang akan dilaksanakan oleh mahasisa Program %tudi 1lmu

Apriliani et al., (2014) menegaskan variabel customer satisfaction memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan loyalitas konsumen. Berdasarkan hasil dari koefisien

Jung dapat digunakan untuk menganalisis lima novel karya Any Asmara diantaranya adalah Pangurbanan, Kuburan Sing Angker, Gendruwo Kali Buntung, Tekek Kok Lorek, dan