• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Pendidikan dasar kabupaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Kebijakan Pendidikan dasar kabupaten "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kebijakan Pendidikan

“Ditujukan untuk memenuhi tugas”

Mata Kuliah

: Kebijakan Pendidikan

Dosen

: Marhan Hasibuan , M.A

Jurusan

: Tarbiyah - PAI (V-A)

Di susun Oleh

Kelompok 6 ( Enam

)

-

Nurlailan

-

Suryani Tarigan

-

Zakaria

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH

MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Kebijakan Pendidikan yang membahas

Analisis Kebijakan Pendidikan ”.Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak dosen Marhan Hasibuan, MA mata kuliah Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.

2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.

(3)

Tanjung Pura, Oktober 2017

Tim Penyusun

Kelompok 6( Enam )

(4)

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan Penulisan...1

BAB II...2

PEMBAHASAN...2

A. Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan...2

B. Aktor Analisis Kebijakan Pendidikan...2

C. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan...3

D. Pendekatan Analisis Kebijakan Pendidikan...5

E. Metodologi Analisis Kebijakan Pendidikan...6

F. Permasalahan-permasalahan Kebijakan Pendidikan di Indonesia...7

BAB III...11

PENUTUP...11

A. Kesimpulan...11

B. Saran...11

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan pendidikan merupakan suatu hal yang pokok untuk menentukan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di setiap lembaga pendidikan tidak akan pernah lepas dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dalam negera tempat lembaga pendidikan itu ada.

Di Indonesia, yang merupakan negara hukum juga menitikberatkan

sektor pendidikan sebagai wahana untuk memajukan negaranya. Bagaimana tidak? Kebijakan demi kebijakan dibongkar pasang untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang optimal, meski realitanya masih jauh dari harapan.

Dalam makalah kami ini, kami hendak memaparkan analisis kebijakan pendidikan di Indonesia berikut permasalahan-permasalahan kebijakan pendidikan yang masih menjadi

trending topic di dunia pendidikan.

B.Rumusan Masalah

1. Seperti apakah ruang lingkup analisis kebijakan pendidikan?

2. Bagaimana Pendekatan yang digunakan untuk melakukan

analisis kebijakan?

(6)

4. Bagaimana Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait kebijakan pendidikan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui ruang lingkup analisis kebijakan

pendidikan.

2. Untuk mengetahui Pendekatan yang digunakan untuk

melakukan analisis kebijakan?

3. Untuk mengetahui metode analisis kebijakan pendidikan.

4. Untuk mengetahui Permasalahan yang dihadapi Indonesia

terkait kebijakan pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan

Analisis kebijakan merupakan suatu prosedur berpikir yang sudah lama dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling tidak sejak manusia mampu melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam kaitannya dengan tindakan.

(7)

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis adalah (1)

penyelidikan thd suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb); (2) penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yg tepat dan pemahaman arti keseluruhan

2. Dunn : mengungkapkan bahwa analisis kebijakan adalah

suatu prosedur untuk menghasilkan informasi mengenai masalah-masalah kemasyarakatan berikut tindakan

pemecahannya.1

Dari beberapa pengertian di atas dapat kita tarik pengertian yang lebih rinci bahwa analisis kebijakan merupakan cara atau prosedur dalam menggunakan pemahaman manusia terhadap dan untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan. Jadi analisis kebijakan pendidikan merupakan cara memecahkan masalah yang ada dalam kebijakan-kebijakan tentang pendidikan menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.

B. Aktor Analisis Kebijakan Pendidikan

Sejak berdirinya badan penelitian dan pengembangan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada permulaan tahun 1970-an, berbagai bentuk kegiatan penelitian, penilaian, dan pengembangan pendidikan telah banyak dilakukan untuk menunjang proses pembuatan keputusan. Badan

(8)

ini terus berkembang dengan pesat, khususnya dalam memberikan masukan pemikiran terhadap proses pembangunan pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis sejak Repelita I. Badan ini terus berperan dalam melahirkan berbagai gagasan pembaharuan pendidikan sehingga proses pembangunan pendidikan telah melewati masa-masa yang penuh tantangan.

Dalam sejarahnya, badan ini terus meningkatkan fungsinya sebagai badan pembaru sistem pendidikan nasional. Dari periode Repelita I berikutnya, pergeseran fungsi badan ini semakin terasa terutama dalam menjalankan fungsinya mempersiapkan bahan kebijakan jangkah menengah dan jangka panjang.

Di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, proses pengambilan kebijakan public telah diatur baik oleh Undang-undang No. 2 Tahun 1989, Peraturan Pemerintah maupun kebijakan Depdikbud itu sendiri. tentang proses pelaksanaan analisis kebijakan sebagai suatu sistem telah diungkapkan secara sistematis oleh Penelaah sektor Pendidikan, yang dilaksanakan oleh Balitbang—Depdikbud bekerjasama

dengan proyek IEES (Improving the Efficency System Project)

pada tahun 1986.2

Salah satu lembaga penelitian yang melakukan analisis kebijakan pendidikan yakni Smeru. Smeru adalah sebuah lembaga penelitian independen yang melakukan penelitian dan pengkajian kebijakan publik secara profesional dan proaktif, serta menyediakan informasi akurat, tepat waktu, dengan analisis

(9)

yang objektif mengenai berbagai masalah sosial-ekonomi dan kemiskinan yang dianggap mendesak dan penting bagi rakyat Indonesia.

C. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan

Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:3

1. Pengumpulan data statistik pendidikan

2. Pengembangan kurikulum.

3. Sistem pengujian

4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.

5. Teknologi komunikasi pendidikan.

6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan

kebudayaan.

Kegiatan yang terakhir yakni kegiatan pada nomor 6 berfungsi untuk menyiapkan bahan-bahan rumusan kebijakan pendidikan, baik kebijakan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek, maupun bahan-bahan untuk kebijakan departemen yang setiap saat diperlukan oleh pengambil keputusan.

Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan

Pengembangan adalah Analisis dan Perumusan Bahan Kebijakan

(10)

dengan tujuan untuk membantu pemerintah dalam menyiapkan dan merumuskan bahan-bahan kebijakan sesuai dengan isu-isu penting pendidikan yang berkembang dalam dunia penelitian, pengembangan, dan masyarakat luas.

Dalam suatu proyek yang dinamakan Proyek Perencanaan dan

Kebijakan Pendidikan (Education Policy and Planning Project)

atau proyek EPP yang mendapat bantuan USAID (The United

States Agency for International Development). Proyek tersebut resmi dilaksanakan pada bulan Juli 1984 dengan tujuan pokok: “meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui perumusan kebijakan dan perencanaan yang lebih baik yang didasarkan pada informasi yang lebih lengkap dan teliti serta metode analisis yang lebih baik terhadap informasi tersebut.”

Sejak dilaksanakannya proyek tersebut, berbagai upaya telah dilakukan khususnya dalam melakukan identifikasi terhadap berbagai masalah pendidikan sebagai sasaran dalam melakukan analisis kebijakan. Sejak saat itu analisis kebijakan dilaksanakan melalui koordinasi di antara berbaga unit di lingkungan Depdikbud. Hasilnya adalah usulan-usulan kebijakan yang sangat berguna dalam mempersiapkan Rumusan kebijakan Tahunan Mendikbud dan Naskah Repelita.

D. Pendekatan Analisis Kebijakan Pendidikan

Dalam literatur analisis kebijakan, pendekatan dalam analisis kebijakan pada dasarnya meliputi dua bagian besar,

yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan normatif. 4

1. Pendekatan deskriptif adalah suatu prosedur atau cara yang

digunakan dalam penelitian pengembangan ilmu

(11)

pengetahuan baik ilmu pengetahuan murni maupun terapan, untuk menerangkan suatu gejala yang terjadi di dalam masyarakat. Istilah yang digunakan oleh Cohn mengenai pendekatan deskriptif ini adalah pendekatan positif yang diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan dalam

menyajikan suatu State of Art atau keadaan apa adanya dari

suatu gejala yang sedang dteliti dan yang perlu diketahui oleh para pemakai. Tujuan pendekatan deskriptif dalam analisis kebijakan ialah agar para pengambil keputusan memahami permasalahan yang sedang disoroti dari suatu kebijkan.

2. Pendekatan normatif yang sering juga disebut pendekatan

(12)

E. Metodologi Analisis Kebijakan Pendidikan

Secara metodologis, analisis kebijakan dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu metodologi kuantitaif dan kualitatif.

Hampir dapat dipastikan bahwa pendekatan dalam analisis kebijakan seluruhnya bersifat kualitatif. Hal ini karena analisis kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses pemahaman terhadap masalah kebijakan sehingga proses pemahaman terhadap masalah kebijakan sehingga dapat melahirkan suatu

gagasan dan pemikiran mengenai cara-cara pemecahannya. 5

Metodologi kualitatif dalam analisis kebijakan lebih tertarik untuk melakukan pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah-masalah kebijakan daripada melihat permasalahan kebijakan untuk kepentingan generalisasi. Metodologi kualitatif

lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (in dept

analysis) yaitu mengkaji masalah kebijakan secara kasus per kasus karena metodologi kualitatif ini yakin bahwa sifat masalah yang satu akan berbeda sifat masalah yang lain. Yang dihasilkan dari metodologi kualitatif ini bukan suatu generalisasi, tetapi pemahaman yang mendalam terhadap suatu masalah.

Metodologi kuantitatif pada dasarnya merupakan bentuk yang lebih operasional dari paradigma empirisme yang sering juga disebut pendekatan “kuantitatif-empiris”. Pada dasarnya pendekatan kuantitatif ini tertarik dengan pengukuran secara

(13)

obyektif terhadap masalah sosial. Untuk dapat dilakukan pengukuran, setiap masalah sosial terlebih dahulu dijabarkan ke dalam beberapa komponen masalah, indikator, dan variabel-variabelnya. Tujuan utama metodologi kuantitatif ini bukan menjelaskan suatu masalah, tetapi menghasilkan suatu generalisasi. Generalisasi adalah suatu pernyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah kebijakan yang diperkirakan akan berlaku pada suatu parameter populasi tertentu. Dengan generalisasi yang dihasilkan ini, para peneliti atau analisis kebijakan dituntut dapat menghasilkan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan secara menyeluruh

dalam lingkup yang lebih luas. 6

F.Permasalahan-permasalahan Kebijakan Pendidikan di

Indonesia

1. Sistem pendidikan nasional dalam era otonomi daerah.

Dengan adanya UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No 32 tahun 2004 telah terjadi perubahan sistem pemerintahan yang sentrallistik menjadi desentralistik, dimana setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus sistem pemerintahannya sendiri guna mensejahterakan masyarakat di daerahnya.

Otonomi pendidikan menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah terungkap pada hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Pada bagian ketiga hak dan kewajiban

(14)

masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa “masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan program evaluasi pendidikan. Pasal 9, masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat hak dan kewajiban pemerintah, dan pemerintah daerah pasal 11 ayat 2 “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia 7-15 tahun.

Telaah kritis sistem pendidikan nasional dalam era otonomi daerah diarahkan kepada beberapa sektor dengan harapan dapat terlihat di bagian mana pendidikan nasional dikembangkan dan bagian mana pendidikan yang terkait dengan otonomi daerah dapat diangkat, diantaranya:

a. Format Pendidikan Nasional

Format pendidikan nasional yang menerjemahkan bahwa pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional seharusnya direformasi pemahamannya dari pendidikan yang sentralistik ke pendidikan yang demokratik, dari pendidikan yang uniform ke arah pendidikan yang diversifikatif, dari satu ukuran hasil pendidikan ke arah ukuran masing-masing sesuai dengan keadaan anak baik budaya, sosial, dan psikologi yang berbeda. Oleh karena itu sistem pendidikan yang pantas diatur secara nasional hanya

meliputi, hal-hal: 7

(15)

1) Kesamaan jenjang pendidikan yakni TK, SD-SLTP, SMU,

Jenis pendidikan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah, meskipun masih tetap berada dalam naungan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Macam prrogram pendidikan lebih lanjut dari pendidikan umum dan pendidikan kejuruan itu diselenggarakan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Selain diversifikasi dalam jenis pendidikan dapat diberlakukan pada kurikulum, penyelenggaraan pendidikan, cara pembelajaran, dan pemanfaatan sumber belajar.

Kurikulum yang terbaik diberlakukan pada daerah tertentu selain kurikulum yang dianggap memiliki perekat terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat ditentukan oleh masing-masing bahkan oleh sekolah. Yang penting kurikulum itu memiliki muatan tuntutan sesuai dengan kebutuhan anak, kebutuhan orang tua dan kebutuhan masyarakat lokal maupun masyarakat global.

Penyelenggaraan penddikan menjadi bagian terpenting untuk diotonomikan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak baik budaya, sosial, dan psikologi mereka, serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dan lingkungan nyata anak

masing-masing.8

(16)

Untuk itu otonomi daerah jangan hanya sekedar diwujudkan sebagai pengalihan kekuasaan pusat ke daerah, akan tetapi harus mencerminkan kehidupan demokrasi bangsa yang terwujud dalam penyelenggaraan pendidikan nasional kita sebagai bangsa yang merdeka. Berdasarkan pertimbangan itu maka otonomi penyelenggaraan pendidikan yang diwujudkan

dalam “School Based Management” (SBM).

c. Orientasi Pembelajaran

Orientasi pembelajaran juga harus diubah dari pendekatan “tekstual” ke arah pendekatan “faktual”. Pembelajaran yang berorientasi “tekstual” hanya menghasilkan manusia-manusia penghafal dan hanya menghasilkan manusia-manusia penjiplak ilmu dan teknologi yang meniadakan kreativitas. Pembelajaran yang berorientasi faktual membimbing anak-anak kita terlatih bergaul dengan kenyataan kontekstual dengan lingkungan hidup mereka, dengan demikian mereka mampu mendeteksi unsur-unsurnya, mampu mengonseptualisasikan makna dari kenyataan itu, dan di sinilah mereka memperoleh kemampuan dan pengetahuan dar hasil kegiatannya sendiri.

d. Ukuran keberhasilan belajar

(17)

dalam bentuk dokumen karya siswa dan dijadikan kumpulan hasil evaluasi kemajuan anak.

Ukuran keberhasilan pendidikan seharusnya tidak hanya

ditentukan oleh kualitas “out put” akan tetapi harus diukur dari

kualitas “out come” yakni keberhasilan anak-anak kita dalam

meraih kehidupan nyata berdasarkan tingkat pendidikan mereka.

Bila diperhatikan sekarang ini maka “out come” hasil pendidikan

kita hanya mampu menawarkan ijazah untuk meraih kehidupan, mereka tidak mampu mandiri dan bahkan tidak memiliki jati diri.

Masyarakat kita masih berada pada tingkatan “paper syndrome”.

Persoalannya adalah seberapa tanggap daerah dalam era otonomi daerah ini mampu menangkap isyarat kelemahan pendidikan yang terjadi selama ini, untuk tidak mewarisi dan diteruskan dalam membangun pendidikan daerah tetapi sebaliknya daerah mampu membuka lembaran baru mengusahakan pendidikan kita menjadi barang nyata, berguna bagi bangsa dalam peningkatan profil manusia Indonesia dan SDM bangsa demi peningkatan kesejahteraan kehidupan

masyarakat.9

e. Penghambat pendidikan

Bangsa ini terlalu ambisius ingin menyamakan pendidikan di seluruh nusantara dengan sistem sentralisasi dan uniformitas. Kita sendiri ingkar terhadap wawasan kita sendiri bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman baik

(18)

lingkungan, suku, bahasa, kebiasaan yang diwujudkan dalam tatanan sosial dan budaya.

Akibat dari keragaman keadaan bangsa ini maka terbukti sentralisasi dan uniformitas pendidikan hanya menghasilkan kemunduran dalam perjalanan sejarah bangsa bila dibandingkan

dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di sekitar kita. 10

f. Otonomi pendidikan dalam otonomi daerah

Otonomi daerah memberi konskuensi upaya peningkatan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab daerah. Meskipun demikian, maka tidak berarti daerah harus terlalu banyak terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Daerah dapat memikirkan hal-hal : mencarikan model yang cocok dengan pendidikan daerahnya, memfasilitasi dana, prasarana dan sarana pendidikan, menyiapkan pedoman pendidikan bagi sekolah yang membutuhkan.

(19)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Analisis kebijakan pendidikan merupakan cara memecahkan

masalah yang ada dalam kebijakan-kebijakan tentang pendidikan menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.

2. Aktor yang melakukan analisis kebijakan pendidikan adalah

lembaga penelitian dan pengembangan yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayan serta lembaga penelitian independent seperti SMERU.

3. Ruang lingkup analisis kebijakan pendidikan meliputi

pengumpulan data statistik pendidikan, pengembangan kurikulum, sistem pengujian, penelitian pendidikan dan kebudayaan, teknologi komunikasi pendidikan, dan pengemabangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.

4. Pendekatan analisis pendidikan yakni pendekatan deskriptif

dan normatif.

5. Metode analisis kebijakan pendidikan yaitu metode kualitatif

dan kuantitatif.

6. Permasalahan kebijakan pendidikan di Indonesia diantaranya

(20)

B. Saran

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Djohar.M.S. 2006. Pengembangan Pendidikan Nasional

Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: CV Gravika Indah.

Mu’arif.Liberalisasi Pendidikan. 2008.Yogyakarta : Pinus Book

Publisher.

Suryadi, Ace dan H.A.R Tilaar. (1993). Analisis Kebijakan

Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

Referensi

Dokumen terkait

24 tahun 1997 namun pada ayat kedua dijelaskan bahwa untuk keperluan pendaftaran di Kantor Pertanahan peralihan hak atas tanah dapat dibuktikan dengan akta lain yang tidak dibuat

Untuk beberapa kasus tertentu serat alami sendiri memiliki kekakuan yang tinggi namun kompositnya tidak mencapai tingkat kekuatan yang setara dengan komposit serat gelas [2].. Metode

[r]

Dapat dilihat pada grafik pada gambar 2, pada persamaan (7) hanya terdapat satu titik potong pada sumbu

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan indeks massa tubuh dengan kadar kolesterol total pada guru dan karyawan SMA MUHAMMADIYAH 1 dan 2 Surakarta.

Jumlah pengamatan (N), Rataan kuadrat terkecil (LSM) dan Salah baku (SE) dari daya hidup embryo (%) pada tiga genotipe prolifikasi dengan manajemen yang berbeda. Daya hidup

Dari peta kendali tersebut, terlihat bahwa tidak ada pengamatan yang berada di luar batas kendali sehingga dapat dikatakan bahwa jenis cacat crack telah terkendali.. Gambar 7

Pada  saat  pasien  berkunjung  ke  sebuah  pelayanan  kesehatan,  harapan  pasien  adalah mendapatkan  pelayanan  kesehatan  yang  sebaik­baiknya  dan  dengan