“PEMBANGUNAN BERBASIS KEPENDUDUKAN,
PENDUDUK YANG TERUS MEMBANGUN?”
Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Fenomenologi
Dosen Pembimbing : Ifa H. Misbach, M.A
Disusun oleh Gina Tryapriliyanti
1104331
PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PEMBANGUNAN BERBASIS KEPENDUDUKAN,
PENDUDUK YANG TERUS MEMBANGUN?
Sesuatu yang dahulu bisa dibanggakan, karena Indonesia berhasil menjadi negara yang bisa dibilang dapat mengatur penduduknya kala itu, ya saat sebelum era reformasi. Indonesia bisa menekan angka pertumbuhan penduduk sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk Indonesia sudah masuk kategori dengan jumlah penduduk yang ideal. Dibawah program Keluarga Berencana yang diusung oleh pemerintah yang sangat sentralistik kala itu, berhasil menjadikan Indonesia negara dengan penduduk yang sejahtera. Sejahtera karena pertumbuhan ekonomi stabil, harga kebutuhan sehari-hari terjangkau, kemacetan mungkin sangat jarang dijumpai. Walaupun disamping itu banyak hal yang mereka “sembunyikan” untuk beberapa hal dikalangan politisi lainnya.
Mungkin hari ini, program pengaturan penduduk ber-label-kan Keluarga Berencana sudah tidak lagi menjadi prioritas utama semenjak orde baru dihentikan paksa oleh rakyat. Ada sisi baik dan buruk tentunya, karena saat sudah tidak menjadi prioritas utama, hal ini menjadi boomerang untuk kita, ya ini sudah menjadi bencana -jika kita sadar-. Mungkin sekarang kalian tak merasakan apa yang saya bilang “bencana” tadi, karena ini masalah masa depan! ledakan penduduk tidak akan bisa kita rasakan sekarang, tapi nanti 10 atau 20 tahun lagi. Saya rasa tahun ini sudah masuk menuju gerbang kenestapaan bangsa Indonesia, karena indikasi ledakan penduduk sudah mulai muncul, terutama di Kota metropolitan dimana para manusia yang haus harta, maupun yang memang butuh harta, tumpah ruah disana.
keluarga yang kaya. Coba bandingkan dengan bayi yang terlahir dalam kondisi orang tua yang pas-pasan. Makan pun susah, asupan gizi kurang, pengetahuan kurang, serba kekurangan. Bagaimana anak bisa tumbuh dengan baik, jika lingkungan tidak mendukung. Asupan gizi tentu akan sangat berpengaruh pada perkembangan otak seorang anak, dan kaitannya dengan kemampuan kognitifnya. Belum lagi soal pola asuh yang berasal dari orangtua dengan pendidikan yang minim dan informasi yang minim mengenai bagaimana mendidik anak, kalau hanya memiliki 1 atau 2 anak mungkin tidak masalah, yang jadi masalah, jika anaknya satu team bola basket, atau bahkan berjumlah satu team sepak bola. Akan diberi asupan gizi seperti apa jika makan dua kali sehari saja sangat sulit, akan diberikan fasilitas pendidikan seperti apa jika sekolah sampai SMP pun masih harus menghutang sana sini. Bandingkan dengan orang tua yang serba berkecukupan, walaupun anaknya lebih dari 2, semua kebutuhan dapat terpenuhi dengan baik. Masalah yang muncul bukan lagi soal makan, membeli obat atau tentang bayaran sekolah lagi.
Keluarga Berencana bukan hanya melulu tentang “2 anak cukup” saja. Tetapi keseluruhan mengenai hal ihwal tentang kependudukan, saya rasa program ini merupakan program yang sangat visioner. Memikirkan nasib bangsa kita kedepan. 2 anak cukup hanya 5 persen dari keseluruhan program KB ini, tetapi kebanyakan orang memang melihat hanya hal yang ini saja. Padahal jika kita mau belajar dan mau tahu, sebenarnya program KB ini mengurus dan mengawal manusia dari mulai persiapan menikah, kehidupan menikah, memiliki anak, mengurus anak, mengurus anak remaja, sampai ke manula. Semua terdeskripsikan dengan jelas pada program KB yang kita miliki di Indonesia.
stres meningkat, oksigen sehat di kota sudah sangat minim, ruang gerak hijau apalagi. Jangkauan harga kendaraan bermotor saja dengan uang 500.000 seorang ayah akan bisa membawa 1 buah motor bebek kerumah, ditambah akan hadirnya mobil murah, mau seperti apa jalanan di Indonesia?
Tadi, pagi pagi buta sekitar pukul 6, saya baru saja melihat anak jalanan di pelataran rel kereta api, dengan baju yang lusuh dan rambut acak-acakan dia menarik bagian kerah bajunya untuk menutupi mulut dan hidung, itu yang saat ini mereka bilang “nge-fly” atau terkenal dengan istilah “ngelem”. Sungguh tersisit hati ini, banyak pertanyaan yang muncul tentang dirinya. Dimana keluarganya? Siapa yang mengurusnya? Seperti apa keluarganya? Orangtuanya mengajarkan apa? Seperti apa teman-temannya? Kenapa dia bisa ada disana dengan keadaan seperti itu? Apa dia sekolah? Apa dia makan nasi sehari 3kali? Siapa yang harus bertanggung jawab atas itu semua? Ah sudahlah..
Ya memang, pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun negeri ini dengan segala fasilitasnya. Fasilitas ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan fasilitas kebutuhan orang-orang tertentu. Lalu apakah jumlah fasilitas itu sebanding dengan kualitas nya? Dan apakah jumlah fasilitas itu sebanding dengan jumlah orang yang membutuhkannya? Satu pertanyaan lagi. Apakah fasilitas itu benar-benar dapat dicapai dengan mudah oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkannya?
Memang ukuran kesejahteraan dalam hidup ini sangat subjektif, pemerintah tidak bisa menetapkan dan melegalisasi definisi kesejahteraan dalam undang-undang ataupun KUHP. Tetapi setidaknya dengan slogan 2 anak cukup ini, harapan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dapat dirasakan oleh setiap keluarga. Masih menjadi harapan, ketika pembangunan dapat disandingkan dengan basis kependudukan, karena suatu hal yang tidak nyata dalam realisasinya.