PENGGUNAAN BAHAN ANORGANIK PASIR SILIKA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA METILEN BIRU
Annisa Mardhatillah 1112096000024
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat 15412 Indonesia annisamardhatillah@gmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap bahan anorganik yaitu pasir silika yang dijadikan sebagai adsorben metilen biru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, daya adsorbsi, serta pengaruh aktivasi fisika maupun kimia terhadap sampel yang digunakan. Pasir silika yang diberi beberapa perlakuan akan diuji daya adsorpsinya terhadap zat warna metilen biru dengan waktu perendaman selama 24 jam. Objek penelitian adalah kemampuan adsorben dari pasir silika untuk mengadsorpsi zat warna metilen biru dengan konsentrasi 3 ppm. Daya adsorbsi ditentukan dengan membandingkan warna metilen biru yang telah diserap sampel dengan warna metilen biru aslinya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pasir silika dapat mengadsorbsi zat warna metilen biru dengan nilai absorbansi minimum sebesar 0,013.
Kata kunci: adsorben, pasir silika, methylene blue, dan aktivasi.
PENDAHULUAN
Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas kristal-kristal
mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.
Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu.
Gambar 1. Pasir Silika (SiO2)
Silika biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan berbagai ukuran tergantung aplikasi
yang dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain. Untuk proses penghalusan atau memperkecil ukuran dari pasir silika umumnya digunakan metode milling dengan ball mill untuk menghancurkan ukuran pasir silika yang besar-besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, silika dengan ukuran yang halus inilah yang biasanya bayak digunakan dalam industri.
Saat ini dengan
berfungsi sebagai bahan penguat beton (mechanical property) dan meningkatkan daya tahan (durability). Selama ini kebutuhan mikrosilika dalam negeri dipenuhi oleh produk impor. Ukuran lainnya yang lebih kecil adalah nanosilika bnyak digunakan pada aplikasi di industri ban, karet, cat, kosmetik, elektronik, dan keramik. Sebagai salah satu contoh adalah pada produk ban dan karet secara umum. Manfaat dari penambahan nanosilika pada ban akan membuat ban memiiki daya lekat yang lebih baik terlebih pada jalan salju, mereduksi kebisingan yang ditimbulkan dan usia ban lebih pajang daripada produk ban tanpa penambahan nanosilika.
Untuk memperoleh ukuran silika sampai pada ukuran nano/ mikrosilika perlu perlakuan khusus pada prosesnya. Untuk mikrosilika biasanya dapat diperoleh dengan metode special milling, yaitu metode milling biasa yang sudah dimodifikasi khusus sehingga
kemampuan untuk
menghancurkannya jauh lebih efektif, dengan metode ini bahkan dimungkinkan juga memperoleh silika sampai pada skala nano.
Sedangkan untuk nanosilika bisa diperoleh dengan metode-metode tertentu yang sekarang telah banyak diteliti diantaranya adalah sol-gel process, gas phase process, chemical precipitation, emulsion techniques, dan plasma spraying & foging proses (Polimerisasi silika terlarut menjadi organo silika).
Sebagai tambahan adalah bahwa utilisasi kapasitas produksi industri silika lokal belum maksimal, baru 50% dari kapasitas maksimal yang ada. Hal ini disebabkan karena produk silika lokal yang dihasilkan belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh pasar yaitu silika dengan ukuran sub mikron, sementara hasil produksi silika lokal berukuran ≥ 30 µm. Dengan cadangan bahan baku silika yang melimpah dan potensi pasar yang masih terbuka lebar maka perlu dicarikan solusi agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal bagi perkembangan industri.
Adsorpsi merupakan
dengan situs aktif di permukaan adsorben. Zat yang mengadsorpsi disebut adsorbat, sedangkan material tempat terakumulasinya adsorbat disebut adsorben (Atkins, 1996:427). Adsorpsi dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia adsorben seperti ukuran molekul adsorbat, karakteristik adsorbat, waktu pengadukan, konsentrasi adsorbat, suhu, pH dan luas permukaan adsorben. Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi (Asep Saepudin, 2009). Adsorben untuk adsorpsi pewarna tekstil, saat ini banyak dikembangkan. Adsorben dari zeolit dapat digunakan untuk adsorpsi metil jingga dan metil merah (Endang Widjajanti, Regina Tutik P. dan M. Pranjoto Utomo, 2011). Penelitian lain banyak dilakukan saat ini untuk mendapatkan adsorben yang murah pada adsorpsi limbah pewarna, seperti gambut, macam-macam silika, lumpur teraktivasi, sari pisang, mineral mangan alam, serpih minyak abu, rambut kambing, lumpur alum, zeolit alam, dan campuran abu terbang dengan tanah (Yavuz dan Aydin, 2006).
Methylene Blue
Methylene blue yang memiliki rumus kimia C16H18ClN3S, adalah senyawa hidrokarbon aromatik yang beracun dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat. Pada umumnya methylene blue digunakan sebagai pewarna sutra, wool, tekstil, kertas, peralatan kantor dan kosmetik. Senyawa ini berupa kristal berwarna hijau gelap. Ketika dilarutkan, methylene blue dalam air atau alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru. Methylene blue memiliki berat molekul 319,86 gr/mol, dengan titik lebur di 105°C dan daya larut sebesar 4,36 x 104 mg/L (Endang Palupi, 2006:6). Struktur methylene blue tertera pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Methylene Blue
Molekul zat warna
sebagai pembawa warna. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa – senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen.
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu
(Renita Manurung, Rosdanelli Hasibuan, dan Irvan, 2004).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2014 di Pusat Laboratorium Terpadu Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, labu ukur, gelas ukur, erlenmeyer, corong, gelas beaker, cawan petri, cawan porselen, kertas saring, timbangan analitik, dan spektrofotometer. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir silika, aquades, NaOH 0,5M, dan larutan metilen biru 3 ppm.
Prosedur Kerja
1. Persiapan Sampel
Sampel yang digunakan yaitu pasir silika dengan berbagai perlakuan diantaranya:
Sebanyak 100 gram pasir silika dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan metilen biru 3 ppm sebanyak 10 ml. Diamati perubahan warna yang terjadi setelah 1 hari dan percobaan dilakukan secara duplo. didinginkan dalam desikator, lalu sampel yang telah dingin dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan metilen biru 3 ppm sebanyak 10 ml. Diamati perubahan warna yang terjadi setelah 1 hari dan percobaan dilakukan secara duplo. pada suhu + 600°C selama 15 menit. Setelah 15 menit,
sampel dan cawan porselen didinginkan dalam desikator, lalu sampel yang telah dingin dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan metilen biru 3 ppm sebanyak 10 ml. Diamati perubahan warna yang terjadi setelah 1 hari dan percobaan dilakukan secara duplo. percobaan dilakukan secara duplo.
2. Menghitung Absorbansi Larutan
ditentukan nilai absorbansinya
dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan berbagai variasi perlakuan terhadap sampel (pasir silika) untuk menguji daya adsorpsinya terhadap zat warna metilen biru. Ada 4 variasi, yaitu tanpa perlakuan, aktivasi secara fisika yang terbagi menjadi 2 variabel (pemanasan dan pembakaran), dan aktivasi secara kimia. Semua perlakuan tersebut dilakukan secara duplo dan sampel direndam selama + 24 jam.
Hasil yang diperoleh pada pasir silika tanpa perlakuan khusus atau yang hanya diberi metilen biru yaitu menunjukkan perubahan warna metilen biru yang lebih pudar. Sehingga nilai absorbansi larutan rata-rata yang didapat yaitu 0,057, sedangkan nilai absorbansi larutan metilen biru 3 ppm yaitu 1,162.
Mekanisme adsorpsi yang terjadi yaitu molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (difusi eksternal). Sebagian adsorbat ada yang terjerap di permukaan luar, tetapi sebagian besar lainnya terdifusi lanjut ke dalam poripori adsorben (difusi internal). Jika permukaan adsorben sudah jenuh atau mendekati jenuh, dapat terjadi dua hal, yaitu terbentuk lapisan adsorbat kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multi lapisan. Sementara jika tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya, adsorbat yang belum terjerap akan berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida (Cheremisinoff & Moressi 1978, diacu dalam Rasjidin 2006).
Perubahan warna larutan dari zat warna metilen biru dengan penambahan bahan anorganik pasir silika dengan berbagai variasi perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Adsorpsi Metilen Biru dengan Pasir Silika
Perlakuan oven tanur aktivasi NaOH Hasil
Pengamatan
Seperti yang terlihat pada tabel 1, warna larutan yang paling jernih yaitu pada perlakuan sampel yang telah melalui aktivasi fisika dengan proses pemanasan (di oven). Hal ini dikarenakan dalam aktivasi fisika terjadi proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik. (Sembiring, 2003). Aktivasi secara fisika biasanya digunakan uap air, gas karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon pengotor pada arang. Dengan aktivasi fisika dapat dihasilkan karbon aktif yang memiliki luas permukaan dan pori
dengan ukuran besar.
(Swiatkowski,1998).
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa pasir silika yang diaktivasi secara fisika (di oven) dengan suhu 150°C mempunyai daya adsorpsi terhadap metilen blue yang lebih besar dari pada pasir silika yang diaktivasi secara fisika melalui pembakaran (di tanur) pada suhu 600°C. Dengan nilai absorbansi rata-rata sebesar 0,016 untuk aktivasi dengan oven dan 0,147 untuk aktivasi dengan tanur. Hal ini kemungkinan disebabkan pada saat proses pembakaran, pasir silika berubah warna menjadi kecoklatan karena suhu yang terlalu tinggi sehingga mempengaruhi penyerapan warna metilen biru.
Tabel 2. Nilai Absorbansi Larutan Sampel yang Diperoleh
Sampel + Perlakuan
Absorbansi Simplo Duplo Metilen
Pasir Silika 0,057 0,057 Pasir Silika
+ Oven 0,013 0,018
Pasir Silika
+ Tanur 0,145 0,149 Pasir Silika
+ NaOH 0,068 0,161
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pada nilai absorbansi sampel yang diaktivasi secara kimia melalui perendaman dengan NaOH selama 3 hari menunjukkan nilai yang berbeda jauh antara percobaan simplo dengan percobaan duplo. Hal tersebut mungkin dikarenakan proses aktivasi yang salah, proses perendaman yang terlalu lama, konsentrasi NaOH yang kurang tinggi, proses pengeringan sampel yang salah, serta larutan yang dimasukkan ke dalam kuvet terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Aktivasi secara kimia umumnya dapat meningkatkan daya adsorpsi sampel terhadap zat warna karena aktivator kimia umumnya berfungsi sebagai bahan pengaktif yang berfungsi untuk mendegradasi atau penghidrasi molekul organik selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa organik pada aktivasi berikutnya,
dehidrasi air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon, membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan saat proses karbonisasi dan melindungi permukaan karbon sehingga kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi. (Manocha, 2003).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pasir silika yang diaktivasi secara fisika melalui proses pemanasan pada suhu 150°C selama 1 jam dapat dikatakan yang paling baik dalam mengadsorpsi metilen biru.
DAFTAR PUSTAKA
Mustikaning, A. 2013. Studi Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Ph Terhadap Sintesis Silika Xerogel Berbahan Dasar Pasir Kuarsa. Malang: Universitas Brawijaya. Diakses dari http://kimia.studentjournal.ub.ac. id/pdf pada tanggal 6 Mei 2014.
Konsentrasi NaCl Pada Suhu Pengaktifan 600oC Dan 650oC.
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim. Diakses dari http://www.academia.edu/pdf pada tanggal 6 Mei 2014
http://eprints.uny.ac.id/8424/3/bab