• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA A/H5 PADA KUNING TELUR AYAM DARI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI KOTA SURABAYA Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA A/H5 PADA KUNING TELUR AYAM DARI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI KOTA SURABAYA Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA A/H5 PADA KUNING TELUR AYAM DARI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL

DI KOTA SURABAYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

Oleh

WIJAYANTI LIESTIYONINGTIYAS NIM 060313215

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Jola Rahmahani, M.Kes., Drh Rimayanti, M.Kes., Drh Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul :

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza A/H5 Pada Kuning Telur Ayam Dari Beberapa Pasar Tradisional Di Kota Surabaya

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya, Desember 2007

Wijayanti Liestiyoningtiyas NIM 060313215

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(3)

Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian Tanggal : 11 Desember 2007

KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN

Ketua : Emmanuel Djoko Poetranto, M.S., Drh.

Sekretaris : Dr. Agnes Theresia Soelih Estoepangestie, Drh. Anggota : Dr. Suwarno, M.Si., Drh.

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Desember 2007

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Emmanuel Djoko Poetranto, M.S., Drh.

Anggota : Dr. Agnes Theresia Soelih Estoepangestie, Drh. Dr. Suwarno, M.Si., Drh.

Jola Rahmahani, M.Kes., Drh. Rimayanti, M.Kes., Drh.

Surabaya, 10 Januari 2008 Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga Dekan,

Prof. Hj. Romziah Sidik, Ph.D., Drh. NIP. 130687305

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(5)

THE DETECTION OF ANTIBODY OF A/H5 AVIAN INFLUENZA VIRUS IN EGG YOLK FROM TRADITIONAL MARKETS

IN SURABAYA

Wijayanti Liestiyoningtiyas

ABSTRACT

The aim of this study is to detect the antibody of A/H5 Avian Influenza (AI) virus in egg yolk from consumption eggs sold in traditional markets in Surabaya. Total of 300 eggs were collected from 15 markets of five districts in Surabaya using Stratified Random Sampling method and were examined by Haemaglutination Inhibition test. The result showed that there were significantly different (p<0,05) among the five districts in Surabaya, North Surabaya was a district with the highest AI A/H5 antibody titer and Central Surabaya was the lowest. The variable of egg type showed that antibody titer against AI A/H5 of kampong chicken egg yolk was higher then domestic (p<0,01). The combination of district and type of egg was significantly different (p<0,01). The AI A/H5 antibody titer of kampong chicken egg yolk from North Surabaya and domestic from West Surabaya were the highest.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Deteksi Antibodi Terhadap Avian Influenza A/H5 Pada Kuning Telur Ayam Dari Beberapa Pasar Tradisional Di Kota Surabaya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Hj. Romziah Sidik, Ph.D., Drh., atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Jola Rahmahani, M.Kes., Drh., selaku pembimbing pertama, Rimayanti, M.Kes., Drh selaku pembimbing kedua dan Dr. Suwarno, M.Si., Drh., selaku pembimbing penelitian sekaligus anggota penguji atas saran dan bimbingannya sampai dengan selesainya skripsi ini.

Emmanuel Djoko Poetranto, MS., Drh., selaku ketua penguji dan Dr Agnes Theresia Soelih Estoepangestie Drh., selaku sekretaris penguji.

Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Seluruh dosen dan staf di Laboratorium Virologi dan Imunologi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga atas bantuan teknik dalam proses penelitian ini.

Ayahku Widji, ibuku Alm. Lissiyah serta kakak-kakakku Listiyanto D., Liestiyani W., dan Wiwik L. yang tercinta atas segala do’a, pengorbanan, kasih sayang, dukungan dan nasehatnya selama ini.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(7)

Teman sepenelitian Mega Yunita atas semangat, do’a dan kesabarannya, Nurma S. H., Yuni Widhi, dan teman-teman angkatan 2003 atas segala bantuan dan nasehatnya.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca sebagai upaya penyempurnaan makalah ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit AI.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN IDENTITAS ... iii

ABSTRACT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

DAFTAR ISI ... viii

2.1.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding ... 12

2.1.7. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan AI... 13

2.1.8. Pengobatan ... 15

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(9)

3.3.4. Retitrasi Antigen 4 HA Unit ... 22

3.3.5. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) Mikroteknik ... 23

3.4. Rancangan Penelitian... 24

3.5. Peubah Yang Diamati ... 24

3.6. Analisis Data... 24

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 25

BAB 5 PEMBAHASAN... 28

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN ... 33

6.1 Kesimpulan ... 33

6.2 Saran ... 33

RINGKASAN ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Rata-rata dan simpangan baku titer antibodi (log2) kuning telur ayam

buras dan ras di lima wilayah kota Surabaya ... 25 4.2 Selisih rata-rata total titer antibodi (log2) pada perlakuan wilayah ... 26 4.3 Hasil uji BNJ 5% untuk perlakuan wilayah ... 27 4.3 Hasil uji BNJ 5% untuk perlakuan kombinasi antara wilayah dengan jenis

Telur... 27

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Analysis of Variance... 40

2 Bahan dan Alat Penelitian... 43

3 Ekstraksi Kuning Telur Ayam Ras dan Buras ... 44

4 Tabel Hasil Uji HI Telur Ayam Ras dan Buras ... 45

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(13)

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor peternakan merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Menurut Sudaryani dan Sentosa (1997) ternak unggas, khususnya ayam, merupakan komoditas ternak yang cepat berproduksi dan banyak dipelihara karena relatif murah dan mudah pemeliharaannya jika dibandingkan dengan ternak lain. Perkembangan usaha peternakan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor salah satunya adalah penyakit. Menurut Lusiastuti dkk (2006) penyakit dapat mempengaruhi kesejahteraan ternak, produktifitas ternak dan secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Salah satu penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus adalah avian influenza (AI) atau flu burung.

Keberadaan virus ini sudah ada sejak lama dan tersebar luas di dunia yang dapat menyebabkan influenza pada babi, kuda dan unggas serta manusia (Fenner et al., 1995). Avian influenza yang menyebabkan kematian sangat tinggi pada unggas dilaporkan pertama kali di Italia tahun 1878 dan dikenal sebagai “fowl plaque”. Fowl plaque telah dikenal di Eropa sejak abad ke-19 tetapi virus penyebabnya baru diidentifikasi sebagai virus influenza A pada tahun 1955 (Tabbu, 2000). Diuraikan oleh Murphy et al. (1999) bahwa pandemi AI di dunia telah terjadi pada abad ke-20, yaitu Spanish Flu tahun 1918 yang menyebabkan 25 hingga 40 juta orang meninggal dunia. Menurut Tabbu (2000) virus influenza A strain H5NI yang menyerang ayam dan burung peliharaan pernah dilaporkan mewabah di Hong Kong pada tahun 1997.

(14)

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemerintah mengindikasikan penyebab kematian ayam tersebut adalah penyakit Newcastle Disease velogenic viscerotropic (vvND). Departemen Pertanian pada tanggal 25 Januari 2004 mengumumkan secara resmi bahwa penyebab kematian unggas yang menyerang Indonesia adalah virus AI sub tipe H5NI (Rahardjo, 2004).

Kejadian AI di Indonesia telah mengalami perkembangan. Bulan April tahun 2005, virus AI telah ditemukan pada babi di Tangerang - Propinsi Banten. Memasuki bulan Juni, kasus AI pertama pada manusia terjadi di Tangerang-Banten. Kasus AI pada manusia juga menimpa warga Kalideres - Jakarta Barat dan Serpong - Tangerang yang diduga terkait dengan bangkai bebek yang dibuang di sungai (Poultry Indonesia, 2007). Flu burung dipastikan telah menyerang wilayah Surabaya setelah hasil uji laboratorium Balai Besar Veteriner di Wates, Yogyakarta, menyatakan bahwa kasus di Kedurus, Surabaya, positif flu burung (Kompas, 2006). Dampak dari merebaknya kasus ini sangatlah jelas, yaitu menurunnya permintaan broiler hingga 50%, melemahnya permintaan DOC dan menurunnya permintaan pakan mendorong agrobisnis perunggasan menghadapi ancaman kebangkrutan (Poultry Indonesia, 2007). Selain itu, alokasi dana yang digunakan untuk pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit avian influenza juga tidak sedikit jumlahnya.

Masalah avian influenza ini membutuhkan perhatian yang sangat serius dari inter disiplin profesi, termasuk kerja sama diantara pemerintah, kalangan Kedokteran Umum dan Kedokteran Hewan serta tak lepas dari dukungan masyarakat. Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal itu adalah tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit yang didukung dengan diagnosis yang tepat.

Diagnosis avian influenza secara klinik pada umumnya tidak bisa digunakan untuk meneguhkan diagnosis penyakit secara pasti karena gejala klinik yang beragam

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(15)

(Murphy et al., 1999). Secara umum, diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit virus hewan, meliputi isolasi dan identifikasi agen penyebab penyakit dari bahan tersangka, uji serologi untuk mendeteksi dan mengukur antibodi spesifik yang terbentuk selama kejadian penyakit, menemukan antigen virus dalam lesi dengan menggunakan antibodi yang diwarnai dengan fluoresein atau peroksidase, dan pemeriksaan dengan mikroskop elektron dari bahan tersangka dengan pewarnaan positif dan negatif guna mengenal dan mengetahui ukuran partikel virus (Ernawati dkk., 2002). Diungkapkan oleh Rahardjo (2004) bahwa pemeriksaan serologik yang sering dipakai adalah uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) untuk mengetahui antibodi terhadap Hemaglutinin (H) dan Agar Gel Presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap Neuraminidase (N). Uji serologik yang lain adalah Netralisasi Virus (VN), Neuraminidase-Inhibition (NI), Enzyme Linked Immuno- sorbent Assay (ELISA), antibodi monoklonal, dan hibridisasi in situ.

(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah antibodi anti-AI A/H5 dapat dideteksi pada kuning telur ayam?

2. Apakah terdapat perbedaan titer antibodi anti-AI A/H5 antara kuning telur ayam ras dan buras ?

3. Apakah terdapat perbedaan lokasi pengambilan sampel terhadap titer antibodi anti-AI A/H5 pada kuning telur ayam ras dan buras ?

1.3 Landasan Teori

Tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit AI yang didukung dengan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk mengatasi merebaknya kasus AI. Murphy et al. (1999) menyatakan bahwa diagnosis secara klinik pada umumnya tidak bisa digunakan untuk meneguhkan diagnosis penyakit secara pasti karena gejala klinik yang beragam. Menurut Ernawati dkk. (2002) diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit virus hewan, salah satunya adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi spesifik.

Status avian influenza pada peternakan ayam dapat ditentukan dengan uji serum darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap virus AI. Sebagai metode tes alternatif, kuning telur ayam dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap virus avian influenza (Beck et al., 2003). Indriani dan Dharmayanti (2006) mengungkapkan bahwa perpindahan unggas maupun produk asal unggas, baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri, memerlukan sertifikat untuk menjamin produk unggas tersebut bebas penyakit AI. Penentuan status AI pada suatu flok dapat

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(17)

dilakukan dengan mendeteksi antibodi dalam sampel yang berasal dari kuning telur dan dapat diperoleh tanpa mengganggu unggas saat pengambilan contoh sampel. Suartha dkk (2003) menyebutkan bahwa antibodi spesifik (IgY) yang ada dalam darah induk ayam dapat ditransfer secara baik ke dalam telur dalam jumlah yang cukup banyak. Kandungan IgY pada kuning telur mencapai 10 hingga 20 mg/ml.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi terhadap virus AI A/H5 pada kuning telur ayam buras dan ras dari beberapa pasar tradisional di kota Surabaya.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai landasan ilmiah bahwa kuning telur mengandung antibodi yang dapat digunakan sebagai uji serologis untuk mendeteksi antibodi virus AI.

1.5.2 Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai metode alternatif pada uji serologis dengan menggunakan kuning telur ayam sebagai pengganti serum darah.

2. Kuning telur dapat dimanfaatkan sebagai uji serologis dalam prosedur monitoring penyakit AI pada peternakan ayam.

(18)

1.6 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan titer antibodi anti-AI A/H5 antara kuning telur ayam buras dan ras.

2. Terdapat perbedaan lokasi pengambilan sampel terhadap titer antibodi anti-AI A/H5 pada kuning telur ayam ras dan buras.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(19)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virus Avian Influenza

2.1.1 Etiologi Dan Morfologi

Avian influenza disebabkan oleh virus influenza yang tergolong dalam famili Orthomyxoviridae (Tabbu, 2000). Famili ini terbagi menjadi tiga tipe, yaitu virus influenza tipe A, B, dan C (Cox et al., 2000; Indriani dan Dharmayanti, 2006; Rantam, 2005). Virus influenza A patogen pada kuda, babi, mink, anjing laut, paus, unggas dan manusia. Virus influenza B patogen pada manusia, sedangkan virus influenza C dapat menginfeksi manusia dan babi (Murphy et al., 1999).

Virus avian influenza berbentuk spherical atau pleomorphic, mempunyai amplop dan berdiameter 80-120 mm (Murphy et al., 1999). Jenis asam nukleat dari famili Orthomyxoviridae adalah ribonukleat acid (RNA) dan beruntai tunggal (single stranded) (Ernawati dkk., 2002).Virus ini dibungkus oleh glikoprotein dan dilapisi oleh lapisan lemak ganda (bilayer lipid). Glikoprotein HA dan NA merupakan protein permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus dari sel inang (Rahardjo, 2004).

(20)

Gambar 2.1 Ilustrasi virus Avian influenza (Heinen, 2003)

2.1.2 Sifat virus AI

Virus influenza relatif tidak stabil terhadap lingkungan. Suhu yang panas, perubahan pH yang ekstrim atau kondisi non isotonik dan kekeringan dapat menyebabkan virus menjadi inaktif (www.agnr.umd.edu_avianflu, 2006). Lapisan lemak ganda pada selubung virus menjadikan virus influenza ini sensitif terhadap pelarut lemak, misalnya deterjen, sehingga virus menjadi tidak infektif lagi. Infektivitas ini juga dirusak dengan cepat oleh formalin, asam encer, eter, dan senyawa iodium. Virus juga akan mati pada temperatur 560C selama tiga jam atau 600C selama 30 menit atau lebih (Rahardjo, 2004). Sebaliknya virus ini masih dapat bertahan hidup dalam air dengan suhu 22°C selama empat hari dan 0°C selama lebih dari 30 hari (Departemen Pertanian, 2005). Virus avian influenza masih tetap infektif dalam feses selama 30-35 hari pada temperatur 40C dan selama tujuh hari pada temperatur 200C. Virus influenza dapat diisolasi dari air danau atau kolam yang terletak di daerah yang banyak dihuni oleh unggas air. Virus ini dapat tumbuh di dalam telur ayam bertunas umur 9-11 hari (Tabbu, 2000). Virus juga dapat diisolasi

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(21)

dalam jumlah besar dari feses dan sekresi respirasi dari ayam yang terinfeksi (Beck et al., 2003).

2.1.3 Variasi Antigenik Virus AI

Virus influenza A bersifat sangat mudah mutasi, terutama pada HA dan NA (Rahardjo, 2004). Variasi antigenik pada virus influenza dapat terjadi melalui dua cara, yaitu drift dan shift (Tabbu, 2000). Antigenic drift merupakan keadaan virus influenza yang mengalami mutasi kode genetik pada antigen permukaan HA dan NA (Zage, 1998). Mekanisme tersebut menghasilkan strain virus baru yang menyebabkan virus influenza tidak dikenali oleh antibodi. Antigenic drift dapat terjadi ketika seseorang terinfeksi oleh virus influenza di mana antibodi telah terbentuk untuk melawan virus tersebut. Strain virus baru yang dihasilkan dari mekanisme antigenic drift menyebabkan antibodi dalam tubuh tidak dapat mengenali virus ini. Mekanisme inilah yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi vius influenza lebih dari satu kali selama hidupnya (www.cdc.gov/flu/ avian/gen-info/flu-viruses.htm, 2005).

Antigenic shift dapat terjadi melalui transmisi langsung dari unggas ke manusia maupun melalui percampuran genetik (genetic reassortment) dari dua virus influenza yang berbeda yang menginfeksi sel (Harimoto and Kawaoka, 2001).

2.1.4 Sumber dan Cara Penularan AI

(22)

(1995), bahwa unggas air seperti itik dan angsa merupakan sumber utama penularan penyakit flu burung.

Unggas air yang menjadi sumber penyakit avian influenza, umumnya memang tidak memberi petunjuk adanya gejala-gejala terserang, tetapi akan mengeluarkan virus selama jangka waktu yang lama. Apabila kalkun yang terserang penyakit AI, virusnya tetap berada dalam tubuhnya selama beberapa bulan dan virus yang telah diisolasi dari telur kalkun menunjukkan adanya pemindahan vertikal meskipun virusnya akan membunuh embrio (Murtidjo, 1992).

Penularan penyakit AI dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi ketika kontak dengan ternak yang sakit melalui udara, cairan atau lendir yang berasal dari hidung, mulut, dan mata, serta kotoran dan udara. Penularan tak langsung terjadi melalui air, peralatan, telur, pakan serta alat transportasi yang terkontaminasi oleh virus AI (Departemen Pertanian, 2006).

2.1.5 Gejala Klinik

Menurut Franco and Herenda (1996) masa inkubasi AI bervariasi mulai dari beberapa jam sampai tujuh hari, tergantung dari dosis infeksi virus, virulensi, umur ayam yang terinfeksi, spesies dan status kekebalan dalam kandang, serta faktor lingkungan. Virus dengan virulensi yang tinggi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas mencapai 100%.

Strain “Highly Virulent” menyebabkan kematian mendadak atau tiba-tiba tanpa gejala klinis yang tampak (Murphy et al., 1999). Pada umumnya kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah gejala klinis yang muncul pertama kali. Sebelum terjadi kematian temperatur akan menurun hingga menjadi subnormal (Barlough et al., 1988). Jika unggas bertahan lebih dari 48 jam, maka akan terjadi penghentian

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(23)

masa bertelur, kesulitan bernapas, lakrimasi, sinusitis, diare, edema kepala, muka dan leher, serta sianosis pada kulit yang tidak berbulu, terutama pada pial dan jengger. Virulen virus yang tidak ganas dapat menyebabkan anoreksia, menurunnya berat badan, menurunnya produksi telur, penyakit respirasi dan sinusitis (Murphy et al., 1999). Populasi yang padat, rendahnya sistem ventilasi dan munculnya infeksi yang lain merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit (Quinn et al., 2002). Pada beberapa kasus terlihat adanya kongesti, hemoragi, transudat dan fosi nekrotik pada kulit dan pial. Eksudat fibrinous juga tampak pada kantung udara, perikardium, peritonium dan oviduk. Pada limpa, hati, ginjal dan paru-paru dapat ditemukan fosi nekrotik (Franco and Herenda, 1996).

2.1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

(24)

Neuraminidase (N). Uji serologis yang lain adalah Netralisasi Virus (VN), Neuraminidase-Inhibition (NI), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), antibodi monoklonal, dan hibridisasi in situ (Rahardjo, 2004).

Diagnosis banding dari penyakit AI adalah viscerotropic velogenic Newcastle Disease (vvND), Fowl Cholera, Clamydiosis dan Mycoplasmosis (Franco and Herenda, 1996). Penyakit lain yang mirip dengan AI adalah Pigeon Paramyxovirus, Infectious Bronchitis (IB) dan Swollen Head Syndrome. AI juga mirip dengan Infectious Laryngotracheitis dari gejala gangguan pernapasan dan adanya eksudat bercampur darah dari lumen trakea (Rahardjo, 2004).

2.1.7 Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan AI

Prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan avian influenza atau flu burung ini adalah mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI, menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular, meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi, menghilangkan sumber penularan virus dan peningkatan kesadaran masyarakat (public awarness) (Departemen Pertanian, 2005).

Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui sembilan tindakan yang merupakan satu kesatuan, yaitu peningkatan biosecurity, vaksinasi, depopulasi atau pemusnahan terbatas di daerah tertular, pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas, surveilans dan penelusuran, pengisian kandang kembali atau peremajaan, stamping out atau pemusnahan menyeluruh di daerah tertular baru, peningkatan kesadaran masyarakat, serta monitoring dan evaluasi (Departemen Pertanian, 2005)

Biosecurity adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak atau

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(25)

penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit. Tindakan biosecurity yang harus dilakukan meliputi pengawasan lalu lintas dan tindak karantina atau isolasi lokasi peternakan tertular dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular serta dekontaminasi atau desinfeksi (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2004).

Tindakan pemusnahan unggas selektif di daerah tertular dapat dilakukan dengan cara pemusnahan selektif (depopulasi) dan disposal. Depopulasi adalah suatu tindakan untuk mengurangi populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit. Disposal adalah prosedur untuk melakukan pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (feses), bulu, alas kandang (sekam), pupuk dan pakan ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan lain terkontaminasi yang tidak dapat didekontaminasi atau didesinfeksi secara efektif (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2004).

Vaksinasi merupakan pertahanan kedua dalam upaya mengendalikan dan memberantas wabah penyakit AI. Tindakan vaksinasi dilakukan secara massal terhadap seluruh unggas sehat pada daerah tertular dan vaksin yang dipergunakan adalah vaksin inaktif. Monitoring pasca vaksinasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekebalan unggas yang divaksin dengan metode pemeriksaan serologi HI tes menggunakan antigen yang homolog dengan strain vaksin (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2004).

(26)

terancam dan daerah tertular penyakit, serta mendeteksi tingkat kekebalan kelompok pasca vaksinasi (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2004).

Pengisian kembali (restocking) unggas ke dalam kandang dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu bulan setelah dilakukan pengosongan kandang. Pada daerah bebas atau terancam apabila timbul kasus avian influenza dan telah didiagnosis secara klinis, patologi anatomis dan epidemiologis serta dikonfirmasi secara laboratoris, maka dilakukan tindakan pemusnahan menyeluruh (stamping-out). Tindakan ini dilakukan dengan cara memusnahkan seluruh ternak unggas yang sakit maupun yang sehat pada peternakan tertular dan juga terhadap semua unggas yang berada dalam radius 1 km dari peternakan tertular tersebut (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2004).

Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kegiatan dan dampak serta permasalahan yang timbul pada saat kegiatan dilaksanakan. Pelaporan meliputi laporan situasi penyakit dan perkembangan pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit. Evaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian target fisik kegiatan dan dampak keberhasilannya serta permasalahan yang timbul di lapangan. (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2004).

2.1.8 Pengobatan

Menurut Tabbu (2000) Avian influenza tidak dapat diobati, pemberian antibiotik atau antibakteri hanya ditujukan untuk mengobati infeksi sekunder oleh bakteri atau Mycoplasma. Di samping itu, perlu juga dilakukan pengobatan suportif dengan multivitamin untuk membantu proses rehabilitasi jaringan yang rusak.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(27)

2.2 Telur

2.2.1Struktur Telur

Bentuk telur yang normal pada umumnya adalah bulat lonjong, tetapi ada sebagian kecil yang berbentuk abnormal yaitu terlalu bulat atau terlalu lonjong. Perbedaan tersebut terjadi karena faktor genetis, umur ayam sewaktu bertelur, sifat biologis induknya, dan sifat fisilogis pada induknya sewaktu bertelur. Bentuk telur ayam dinyatakan dalam indeks perbandingan antara lebar dan panjang telur (Sarwono, 1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryani (1996) yang menyatakan bentuk telur yang baik adalah proporsional tidak terlalu bulat dan juga tidak terlalu lonjong, perbandingan antara panjang dan lebar adalah 5,7 cm dan 4,2 cm.

2.2.2 Komposisi Telur

(28)

diserap oleh usus untuk dimanfaatkan tubuh manusia. Selain vitamin A, telur juga kaya akan vitamin B yaitu vitamin B2, niasin, tiamin, dan riboflavin. Vitamin lain yang juga cukup tinggi dalam telur adalah vitamin E dan D. Mineral penting yang terkandung dalam telur yakni besi, fosfor, kalsium, tembaga, iodium, magnesium, mangan, kalium, natrium, seng, klorida dan sulfur (Indartono, 2007).

Selain zat gizi, di dalam telur juga terkandung antibodi. Sumber antibodi pada kuning telur adalah imunoglobulin (IgY). Embrio ayam dan anak ayam yang baru ditetaskan memperoleh kekebalan pasif melalui perpindahan immunoglobulin maternal dari serum ke kuning telur (Camenish et al., 1999).

2.2.3 Kualitas Telur

Mutu telur dapat dinilai melalui candling (peneropongan), yaitu dengan cara meletakkan telur pada jalur sorotan yang kuat sehingga memungkinkan pemeriksaan bagian dalam telur (Buckle dkk., 1987). Pemeriksaan melalui candling bertujuan untuk mengetahui adanya keretakan kulit telur, blood spot, pertumbuhan benih maupun ukuran kuning telur dan kantong udara (Koestanti, 2007).

Menurut Koestanti (2007) penilaian mutu telur ditentukan oleh beberapa faktor, meliputi berat telur, keadaan putih dan kuning telur serta pergeseran posisi kuning telur. Standart berat telur ayam ras adalah 58 gram sedangkan untuk ayam lokal beratnya kurang dari 58 gram. Keadaan putih telur dapat dilihat pada kekentalan putih telurnya, telur yang segar memiliki kekentalan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan telur yang sudah lama disimpan. Keadaan putih telur ini dapat diukur menggunakan metode Haugh Unit (HU) untuk mengetahui sifat keenceran putih telur berdasarkan korelasi antara berat telur (gram) dan tinggi putih telur (mm) dengan rumus : 100 log ( H + 7,57 - 1,7 W 0,37). Telur segar memiliki nilai HU

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(29)

berkisar antara 90-100 dan telur yang rusak memiliki nilai HU kurang dari 50. Posisi kuning telur akan mengalami pergeseran ke bagian tepi apabila disimpan terlalu lama. Menurut Ingham (1998) posisi kuning telur pada telur yang segar terletak di tengah-tengah putih telur (upstanding), berbentuk bundar dan sedikit lebih tinggi dari putih telur.

2.3 Hemaglutinasi Inhibisi 2.3.1 Hemaglutinasi

Beberapa virus memiliki kemampuan untuk mengadsorbsi sel darah merah burung atau mamalia dan menimbulkan aglutinasi (Fudge, 2000). Virus dari golongan Myxovirus, Enterovirus, Arbovirus dan Poxvirus dapat mengaglutinasikan eritrosit dari spesies unggas dan mamalia. Kemampuan mengaglutinasi eritrosit ini disebabkan karena virus mempunyai hemaglutinin, di mana pada golongan Myxovirus hemaglutinin adalah partikel virus itu sendiri (virion). Di samping itu golongan ini juga mempunyai enzim neuraminidase yang dapat melepas ikatan antara hemaglutinin dengan permukaan eritrosit. Hal inilah yang menyebabkan ikatan antara virus dengan eritrosit (hemaglutinasi) sifatnya hanya sementara (reversible) (Ernawati dkk., 2004).

Aglutinasi sempurna (100%) terlihat jelas berupa lapisan eritrosit secara merata (difuse) pada dasar sumuran dan penjernihan dari cairan bagian atas tanpa terjadinya pengendapan eritrosit berbentuk titik di tengah sumuran (Ernawati dkk., 2004).

(30)

hemaglutinasi (Hemagglutination Inhibition). Reaksi hambatan ini dapat membantu diagnosis laboratorium dalam melakukan identifikasi virus, selain itu uji ini dapat digunakan untuk mengetahui titer antibodi hasil vaksinasi maupun hasil infeksi. Hambatan aglutinasi sempurna (100%) adalah terjadinya pengendapan eritrosit pada dasar lubang mikroplat (Ernawati dkk., 2004).

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(31)

BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Virologi dan Imunologi, Bagian Mikrobiologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya mulai bulan Agustus 2006 hingga Mei 2007.

3.2 Bahan dan Materi Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel telur yang diperoleh dari beberapa pasar tradisional di Surabaya. Jumlah keseluruhan sampel telur yang digunakan adalah 300 sampel telur yang meliputi telur ayam ras dan buras. Bahan lain yang digunakan untuk ekstraksi kuning telur dan uji HI adalah chloroform, NaCl fisiologis, aquadest steril, alkohol 70%, antigen AI A/H5N1 dari laboratorium Virologi dan Imunologi FKH Unair.

3.2.2 Alat-Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembakar bunsen, venoject, mikroplate U, lemari es, rak tabung, sentrifuge, vorteks mixer, pinset, gunting, pipet hisap, pipet pasteur, autoclave, microtube steril, alumunium foil, gelas beker, labu erlenmayer, timbangan, mikropipet tunggal dan mikropipet multi.

(32)

tradisional yang ada di Surabaya dengan pembagian wilayah Surabaya Timur, Surabaya Barat, Surabaya Pusat, Surabaya Utara dan Surabaya Selatan dengan masing-masing wilayah diwakili oleh tiga pasar. Lokasi pengambilan sampel untuk wilayah Surabaya Utara adalah pasar Pabean, Pegirian, dan Sidotopo sedangkan sampel untuk wilayah Surabaya Timur diambil dari pasar Mulyosari, Rungkut, dan Manyar. Sampel untuk wilayah Surabaya Selatan berasal dari pasar Wonokromo, Gayung Sari, dan Pagesangan sedangkan untuk wilayah Surabaya Barat berasal dari pasar Benowo, Tandes, dan Manukan. Sampel untuk wilayah Surabaya Pusat berasal dari pasar Keputran, Kembang, dan Blauran. Penentuan besaran sampel menggunakan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15 (Rochiman, 1989). Masing-masing pasar diwakili oleh dua pedagang dan tiap pedagang diambil 5 butir telur untuk tiap jenisnya, sehingga didapatkan 150 butir telur ayam ras dan 150 butir telur ayam buras, total keseluruhan sampel yang diperoleh adalah 300 butir.

3.3.2 Ekstraksi Kuning Telur

Ekstraksi kuning telur dilakukan dengan menambahkan satu bagian kuning telur ditambah satu bagian NaCl fisiologis ( PZ ). Selanjutnya campuran dikocok dengan mixer dan ditambahkan dua bagian Chloroform. Campuran ini diinkubasikan pada suhu ruangan selama 30 menit dan dikocok dengan mixer setiap 5 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000rpm selama 15 menit ( Beck et al., 2003; Selleck, 2005; Indriani dan Dharmayanti, 2006). Hasil ekstraksi kuning telur berupa cairan yang berwarna putih dan jernih terdapat pada lapisan paling atas yang disebut supernatan.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(33)

3.3.3 Titrasi Antigen

Antigen yang digunakan pada uji HI perlu dititrasi terlebih dahulu untuk mengetahui titer antigen yang digunakan. Titrasi dilakukan untuk mendapatkan antigen 4 HA unit yang akan dipakai pada uji HI. Sebelum dilakukan titrasi antigen, antigen yang akan dipakai terlebih dahulu diinaktifkan dengan menggunakan formalin 0,1% dan didiamkan selama satu malam di dalam kulkas. Langkah pertama yang dilakukan untuk titrasi antigen adalah mengisikan 0,025 ml PZ ke dalam lubang mikroplate nomor satu sampai 12 dengan menggunakan mikropipet volume 0,025 ml. Setelah itu isi lubang nomor 1 dengan antigen yang telah diinaktifkan sebanyak 0,025 ml menggunakan mikropipet. Langkah selanjutnya adalah mencampur antigen dan PZ pada lubang nomor satu menggunakan mikropipet dengan cara menghisap dan mengeluarkan cairan pada lubang tersebut, kemudian ambil 0,025 ml dan masukkan ke dalam lubang berikutnya sampai dengan lubang nomor 11. Lubang nomor 12 digunakan sebagai kontrol eritrosit (tanpa antigen). Setelah itu isi semua lubang dengan 0,05 ml eritrosit ayam 0,5% dan inkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit (Ernawati dkk, 2004).

3.3.4 Retitrasi Antigen 4 HA Unit

(34)

satu menggunakan mikropipet dengan cara menghisap dan mengeluarkan cairan pada lubang tersebut, kemudian ambil 0,025 ml dan masukkan ke dalam lubang berikutnya sampai dengan lubang nomor empat. Lubang nomor lima digunakan sebagai kontrol eritrosit (tanpa antigen). Selanjutnya semua lubang diisi dengan 0,05 ml eritrosit ayam 0,5% dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit. Bila pengenceran pada uji HA tepat, maka pada lubang nomor satu dan dua akan terjadi aglutinasi (Ernawati dkk, 2004).

3.3.5 Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) Mikroteknik

Langkah-langkah dalam uji HI mikroteknik adalah sebagai berikut: lubang mikroplat diisi PZ sebanyak 0,025 ml dari lubang satu sampai dua belas. Lubang nomor satu dan dua belas diisi dengan supernatan hasil dari ekstraksi kuning telur sebanyak 0,025 ml dengan menggunakan mikropipet volume 0,025 ml. PZ dan supernatan pada lubang nomor satu dicampur menggunakan mikropipet dengan cara menghisap dan mengeluarkan cairan pada lubang tersebut, kemudian ambil 0,025 ml dan masukkan ke dalam lubang berikutnya sampai dengan lubang nomor sepuluh. Lubang nomor satu sampai sepuluh diisi antigen empat HA unit dengan menggunakan mikropipet volume 0,025 ml. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu kamar selama tiga puluh menit. Semua lubang diisi eritrosit 0,5 % sebanyak 0,05 ml dengan menggunakan mikropipet 0,05 ml. Selanjutnya diinkubasi lagi selama tiga puluh menit pada suhu kamar atau sampai kontrol eritrosit pada lubang nomor sebelas terbaca. Pada kontrol tersebut terjadi endapan eritrosit seperti titik merah pada dasar lubang mikroplat. Pada lubang nomor dua belas merupakan kontrol supernatan yang dalam hal ini tidak menjadi pembanding (Ernawati dkk., 2002).

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(35)

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola faktorial (Rochiman, 1990).

3.5 Peubah Yang Diamati

Adanya antibodi terhadap virus avian influenza A/H5 pada telur ayam ras dan buras yang berasal dari beberapa pasar tradisional di kota Surabaya.

3.6 Analisis Data

(36)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Penelitian dari 300 sampel telur ayam buras dan ras di lima wilayah kota Surabaya telah diperiksa dengan uji HI untuk mengetahui titer antibodi anti-AI A/H5. Hasil penelitian yang menunjukkan rata-rata dan simpangan baku titer antibodi kuning telur ayam buras dan ras di lima wilayah kota Surabaya disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rata-rata dan simpangan baku titer antibodi (log2) kuning telur ayam buras dan ras di lima wilayah kota Surabaya

Wilayah Jenis Telur X ± SB

Surabaya Pusat Buras 0,70 ± 1,466

Ras 2,03 ± 2,025

Surabaya Utara Buras 1,30 ± 2,087

Ras 4,00 ± 2,087

Surabaya Selatan Buras 1,37 ± 1,921

Ras 2,47 ± 2,224

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (Lampiran 1) dan didapatkan bahwa variabel wilayah memberikan hasil p<0,05 yang menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata diantara wilayah. Variabel jenis telur memberikan hasil p<0,01 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara telur buras dan ras, dari tabel di atas terlihat bahwa telur ras memiliki titer antibodi yang tinggi daripada buras. Variabel wilayah dengan jenis telur memberikan hasil p<0,01 dan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara variabel tersebut.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(37)

Adanya perbedaan yang nyata di setiap variabel, ternyata masih belum dapat memberikan keterangan tentang variabel mana yang berbeda sehingga pengujian sampel dilanjutkan dengan uji Tukey dengan Beda Nyata Jujur (5%) (Rochiman, 1989). Uji ini dilakukan dengan membandingkan variabel tersebut satu persatu untuk menentukan variabel mana yang berbeda dengan yang lain. Selisih rata-rata total titer antibodi pada variabel wilayah disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Selisih rata-rata total titer antibodi (log2) pada variabel wilayah

(I) Wilayah (J) Wilayah Selisih Hasil (I-J)

Surabaya Pusat Surabaya Utara -1,28a

Surabaya Selatan -0,55

Surabaya Barat -0,48

Surabaya Timur -0,50

Surabaya Utara Surabaya Pusat 1,28b

Surabaya Selatan 0,73

Surabaya Barat 0,80

Surabaya Timur 0,78

Surabaya Selatan Surabaya Pusat 0,55

Surabaya Utara -0,73

Surabaya Barat 0,07

Surabaya Timur 0,05

Surabaya Barat Surabaya Pusat 0,48

Surabaya Utara -0,80

Surabaya Selatan -0,07

Surabaya Timur -0,02

Surabaya Timur Surabaya Pusat 0,50

Surabaya Utara -0,78

Surabaya Selatan -0,05

Surabaya Barat 0,02

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang

nyata.

(38)

berbeda nyata dengan Surabaya Utara namun tidak berbeda nyata dengan Surabaya Barat, Timur dan Selatan.

Tabel 4.3 Hasil uji BNJ 5% untuk variabel wilayah

Wilayah Subset

Surabaya Pusat 1,37a

Surabaya Barat 1,85ab

Surabaya Timur 1,87ab

Surabaya Selatan 1,92ab

Surabaya Utara 2,65b

Superskrip a berbeda nyata dengan b. Superskrip a dan b tidak berbeda nyata dengan ab

Hasil uji BNJ 5% yang disajikan pada Tabel 4.4. untuk variabel wilayah dengan jenis telur menunjukkan hasil bahwa titer antibodi anti-AI A/H5 yang tertinggi pada telur ras berasal dari wilayah Surabaya Utara yang berbeda nyata dengan wilayah Surabaya Barat dan Pusat namun tidak berbeda nyata dengan Surabaya Timur dan Selatan. Titer antibodi anti-AI A/H5 tertinggi pada telur buras berasal dari wilayah Surabaya Barat yang tidak berbeda nyata dengan Surabaya Selatan, Utara, Pusat dan Timur.

Tabel 4.4 Hasil uji BNJ 5% untuk variabel wilayah dengan jenis telur

Wilayah * jenis telur Subset

Surabaya Timur * buras 0,57a

Surabaya Pusat * buras 0,70a

Surabaya Utara * buras 1,30ab

Surabaya Selatan * buras 1,37ab

Surabaya Barat * ras 1,50abc

Surabaya Pusat * ras 2,03abc

Surabaya Barat * buras 2,20abc

Surabaya Selatan * ras 2,47bcd

Surabaya Timur * ras 3,17cd

Surabaya Utara * ras 4,00d

Superskrip a berbeda nyata dengan bcd, cd dan d. Superskrip a tidak berbeda nyata dengan ab dan abc. Superskrip d berbeda nyata dengan a, ab dan abc. Superskrip d tidak berbeda nyata dengan bcd dan cd.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(39)

BAB 5 PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa antibodi anti-AI A/H5 dapat dideteksi pada kuning telur ayam buras dan ras dengan uji HI. Hal ini menunjukkan bahwa kuning telur mengandung antibodi seperti halnya serum darah yang dapat digunakan sebagai uji serologi. Menurut Purnama (2003) antibodi humoral utama pada ayam adalah Imunoglobulin Y atau lazim disebut IgY, ditemukan pertama kali oleh Klemperer pada tahun 1893 yang menggambarkan adanya kekebalan pasif terhadap toksin tetanus yang diturunkan dari induk ke anak ayam. Pemindahan IgY dimulai dari serum menuju kuning telur dan pada tahap berikutnya adalah transmisi IgY dari kuning telur ke embryo ayam. Suartha dkk (2003) menyebutkan bahwa antibodi spesifik (IgY) yang ada dalam darah induk ayam dapat ditransfer secara baik ke dalam telur dalam jumlah yang cukup banyak. Konsentrasi IgY pada kuning telur mencapai 10 hingga 20 mg/ml.

(40)

bersumber dari vaksinasi maupun infeksi. Bila telur tersebut berasal dari peternakan ayam petelur yang belum pernah melakukan program vaksinasi, maka perlu dicurigai bahwa titer antibodi tersebut disebabkan karena ayam terserang oleh virus AI. Menurut Trampel et al. (2006) antibodi yang terdapat pada kuning telur dapat diisolasi serta dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi dan juga untuk melihat status infeksi pada seekor unggas.

Berdasarkan Analysis of Variance variabel jenis telur memberikan hasil p<0,01 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara dua variabel yaitu antara telur buras dan ras. Hasil tersebut menunjukkan bahwa titer antibodi anti AI A/H5 pada telur ayam ras lebih tinggi jika dibandingkan dengan telur ayam buras. Perbedaan tinggi rendahnya titer antibodi pada kedua jenis telur tersebut mungkin disebabkan oleh faktor pemeliharaan. Umumnya, terdapat perbedaan sistem pemeliharaan diantara kedua jenis ayam tersebut. Ayam buras petelur banyak dipelihara secara tradisional di lingkungan rumah tangga. Sistem pemeliharaan secara tradisional umumnya tidak menerapkan program vaksinasi seperti halnya pada ayam ras petelur, sehingga titer antibodi pada ayam yang divaksin akan lebih tinggi daripada ayam yang tidak divaksin. Ditemukannya antibodi anti-AI A/H5 pada ayam dapat mengindikasikan bahwa dalam tubuh ayam tersebut terdapat virus AI. Tabbu (yang dikutip oleh Poultry, 2006) menyebutkan bahwa dari hasil pemeriksaan serologis pada unggas yang tidak divaksinasi didapatkan hasil yang positif terhadap H5N1. Menurut Chaidir (2005) vaksinasi dapat merangsang terbentuknya perlawanan dalam tubuh ayam yang dikenal dengan istilah antibodi. Timbulnya anitibodi merupakan simbol perlawanan tubuh terhadap masuknya virus. Ada atau tidaknya dan tinggi rendahnya kadar antibodi dapat diidentifikasi melalui uji laboratorium. Tabbu (2006) mengungkapkan bahwa vaksinasi dapat meningkatkan ketahanan terhadap

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(41)

tantangan virus lapang, menekan tingkat penyebaran virus dan menekan dinamika penyebaran virus AI. Baratawidjaja (2006) mengungkapkan bahwa di antara berbagai spesies ada perbedaan kerentanan yang jelas terhadap berbagai mikroba. Saat antigen masuk ke dalam tubuh pertama kali, maka tubuh akan bereaksi membentuk zat anti yang disebut antibodi (www.infeksi.com/articles, 2007). Ketika tubuh berusaha mempertahankan diri dari serangan penyakit, reaksi yang ditimbulkan mungkin berbeda antara satu individu dengan individu lainnya, ada yang rentan dan ada yang kebal terhadap penyakit tertentu.

Hasil Analysis of Variance untuk variabel wilayah dengan jenis telur memberikan hasil p<0,01 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara variabel tersebut. Setelah dilanjutkan dengan uji BNJ 5% didapatkan hasil bahwa titer antibodi anti-AI A/H5 yang tertinggi pada telur ras berasal dari wilayah Surabaya Utara dan terendah berasal dari Surabaya Barat. Titer antibodi anti-AI A/H5 yang tertinggi pada telur buras berasal dari wilayah Surabaya Barat dan terendah berasal dari Surabaya Timur. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kejadian AI yang bersumber dari hasil vaksinasi atau infeksi pada telur ayam ras di wilayah Surabaya Utara lebih tinggi dari Surabaya Barat, sedangkan telur ayam buras di wilayah Surabaya Barat lebih tinggi dibandingkan dengan Surabaya Timur.

(42)

oleh seluruh komponen masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab. Chaidir (2005) menyebutkan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit AI melalui maximum security dengan pengawasan yang ketat di setiap pintu masuk resmi maupun tidak resmi dan pelarangan pengangkutan unggas atau hewan sejenisnya dari daerah tertular dengan alasan apapun. Disadari bahwa tindakan tersebut memerlukan tenaga pihak Karantina Hewan yang cukup banyak dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya.

Salah satu prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan avian influenza adalah meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi (Departemen Pertanian, 2005). Antibodi yang terkandung dalam kuning telur ayam dapat disebabkan oleh vaksinasi, selain dari infeksi virus A. Beck et al. (2003) mengungkapkan bahwa antibodi anti-AI dapat dideteksi pada kuning telur ayam 14 hari pasca inokulasi virus dan 18 hari pasca vaksinasi.

Berdasarkan hasil uji HI yang menunjukkan bahwa di dalam kuning telur ayam terdapat antibodi anti-AI A/H5, sebenarnya tidak menjadi cukup alasan untuk membuat masyarakat takut mengkonsumsi telur unggas. Trisna (2005) menyatakan bahwa AI merupakan penyakit zoonosis, bukan termasuk penyakit food borne disease. Menurut Rahardjo (2004) virus AI akan mati pada temperatur 560C selama tiga jam atau 600C selama 30 menit atau lebih. Berdasarkan sifat inilah daging unggas dan telurnya aman dikonsumsi jika dimasak pada suhu yang sesuai, yaitu 800C selama satu menit untuk memasak daging unggas dan 640C selama lima menit untuk memasak telur (Kompas, 2007).

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(43)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Antibodi anti-AI A/H5 dapat dideteksi pada kuning telur ayam.

2. Titer antibodi anti-AI A/H5 pada kuning telur ayam ras lebih tinggi daripada buras.

3. Terdapat perbedaan lokasi pengambilan sampel terhadap titer antibodi anti-AI A/H5 pada kuning telur ayam ras dan buras. Titer antibodi anti-AI A/H5 tertinggi yang bersumber dari vaksinasi atau infeksi pada kuning telur ayam ras berasal dari Surabaya Utara sedangkan pada ayam buras berasal dari Surabaya Barat.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah :

1. Dalam usaha pencegahan penyakit AI, perlu dilakukan diagnosis laboratorium dengan uji serologis untuk mendeteksi antibodi anti-AI A/H5 pada kuning telur ayam guna mengetahui tingkat kekebalan terhadap penyakit AI pada peternakan ayam.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mendeteksi adanya antigen AI A/H5 pada telur ayam buras dan ras dari beberapa pasar tradisional di kota Surabaya dengan menggunakan sampel yang proporsional.

(44)

RINGKASAN

Avian influenza (AI) atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah penyakit pada unggas yang disebabkan oleh virus dari golongan Orthomyxoviridae. Penyakit ini bersifat zoonosis dengan morbiditas dan mortalitas pada unggas mencapai 100%. AI merupakan problema bagi masyarakat perunggasan karena dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar seperti penurunan permintaan broiler hingga 50%, melemahnya permintaan DOC, penurunan permintaan pakan serta alokasi dana untuk pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit AI.

Unggas yang pernah terinfeksi maupun yang pernah divaksinasi AI akan memproduksi antibodi sebagai perlawanan tubuh terhadap masuknya virus. Selain pada serum darah, antibodi juga dapat ditemukan pada kuning telur. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi anti-AI A/H5 pada kuning telur ayam ras dan buras dari beberapa pasar tradisional di Surabaya.

Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling yang membagi Surabaya menjadi lima wilayah, yaitu Surabaya Timur, Barat, Utara, Selatan dan Pusat. Masing-masing wilayah diwakili oleh tiga pasar, sebanyak 20 sampel dikoleksi dari tiap pasar untuk dua jenis sampel telur ayam ras dan buras. Setelah sampel telur terkumpul kemudian dilakukan ekstraksi pada kuning telur untuk mendapatkan antibodi dan tahap selanjutnya adalah melakukan uji serologis Haemagglutination Inhibition (HI) untuk mengetahui ada tidaknya serta tinggi rendahnya kadar antibodi. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance dan dilanjutkan dengan uji BNJ 5%.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada variabel wilayah (p<0,05). Titer antibodi anti-AI A/H5 tertinggi diperoleh dari sampel Surabaya Utara dan terendah diperoleh dari Surabaya Pusat. Variabel jenis telur

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(45)

memberikan hasil p<0,01 menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara dua jenis telur. Titer antibodi anti-AI A/H5 pada kuning telur ayam ras lebih tinggi dibandingkan buras. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan sistem pemeliharaan yang berhubungan dengan pelaksanaan vaksinasi. Variabel wilayah dengan jenis telur memberikan hasil p<0,01 menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara dua variabel. Titer antibodi anti-AI A/H5 yang tertinggi pada telur ras berasal dari wilayah Surabaya Utara dan terendah Surabaya Barat. Titer antibodi anti-AI A/H5 yang tertinggi pada telur buras berasal dari wilayah Surabaya Barat dan terendah Surabaya Timur.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K. G. 2006. Imunologi Dasar. Edisi ke-7. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Barlough, J. E., F.W. Scott., J. H. Gillespie and J. F. Timoney. 1988. Hagan and Bruner’s Microbiology and Infectious Diseases of Domestic Animals. Comstoc Publishing. USA. 784-788.

Beck, J. R., D. E. Swayne, S. Davison, S. Casavant and C. Gutierrez. 2003. Validation of Egg Yolk Antibody Testing As a Method to Determine Influenza Status in White Leghorn Hens. Avian Diseases. 47:867-71.

Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet and M. Weaton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. Universitas Indonesia press. Jakarta. 306-312.

Camenish, G., M. Tini, D. Chilov, I. Kvietikova, V. Srinivas, J. Caro, P. Spielmann, R. H. Wenger and M. Gassmann. 1999. General applicability of chicken egg yolk antibodies the performance of IgY immunoglobulins raised againts the hypoxia induciblefactor1. TheFaseb Journal. http://www.fasebj.org/cgi/content /full/13/1/81. [21 November 2006]

Chaidir. 2005. Flu Burung Akhirnya Tiba. Tabloid Mingguan Mentari. Edisi 221/Th V/19-25 Desember.http://www.chaidir.com/?m=bc&id=313. [1 November 2007].

Cox, N. J., F. Fuller, N. Kaveria, H. D. Klenk, R. A. Lamb, B. W. J. Mahy, J. McCauley, K. Nakamura, P. Palese and R. G. Webster.2000.Orthomyoviridae, p.585-597. In:M. H. V. Van Rogenmortel, C. Malinoff, M. A. Myo, D. J. McGeoch, C. R. Pringle and R. B. Wickner (ed). Virus Taxonomy:seventh report of the International Commite on Taxonomy of Viruses. Academic Press. San Diego. California.

Departemen Pertanian. 2005. Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung (AI). http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/221. [15 April 2007]

Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) Pada Peternakan Unggas Skala Kecil. Biro Hukum dan Humas Departemen Pertanian.

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2007. Situasi Penyakit Avian influenza Di Jawa Timur Tahun 2005. http://www.disnak-jatim.go.id. [1 November 2007]. Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. Keputusan Direktur Jenderal Bina

Produksi Peternakan No:17/Kpts/PD.640/F/02.04 tanggal 4 Februari 2004 Tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influenza Pada Unggas (Avian Influenza).

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(47)

Ernawati, R., Soelistiyanto, A. P. Rahardjo, N. Sianita, F. A. Rantam, J. Rahmahani dan Suwarno. 2002. Diktat Virologi Veteriner. Laboratorium Virologi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Ernawati, R., A. P. Rahardjo, N. Sianita, F.A. Rantam, J. Rahmahani, Suwarno dan T.

Wahyu. 2004. Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Virologi dan Serologi. Laboratorium Virologi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Fenner, F. J., E. P. J. Gibbs, F. A. Murphy, R. Rott, M. J. Studdert and D. O. White. 1995. Veterinary Virology 2nd Ed. Harya Putra dkk., trans. IKIP Semarang Press.

Fouchier, R. A. M., M. Vincent, A. Wallansten, T. M. Bestebroer, S. Herfst, D. Smith, G. F. Rimmelzwaan, B. Olsen and A. D. M. E. Osterhuas. 2005. Characterization of Novel Influenza A Virus Haemagglutinin Subtype (H16) Obtained from black-headed Gulls. J. Virol. 79. (5): 2814-2822.

Franco, D. A., and D. C. Herenda. 1996. Poultry Diseases and Meat Hygiene. A Color Atlas. Exotic or unusual diseases of poultry. Avian Inluenza. Iowa State University Press.

Fudge, A. M. 2000. Laboratory Medicine. Avian and Exotic Pets. Avian Viral Diagnostic. W. B. Saunders Company. USA.

Harimoto, T. and Y. Kawaoka. 2001. Pandemic Threat Posed by Avian Influenza A Viruses. Clinical Microbiology Reviews. Vol. 14, No. 1. Copyright © 2001, American Society for Microbiology. All Rights Reserved.

Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta.

Heinen, P. 2003. Swine influenza: a zoonosis.http://www.vetscite.org/publish/articles /000041/print.html. [25 Oktober 2007]

Indartono, A. S. 2007. Telur Kapsul Alami Bergizi Tinggi. Poultry Indonesia. Edisi Maret. Vol II. 44-45.

Indriani, R., dan NLP I. Dharmayanti. 2006. Deteksi Antibodi Avian Influenza dalam Kuning Telur Ayam Pasca Vaksinasi (AI) Subtipe H5N1. Media Kedokteran Hewan. Edisi Mei Vol 22, No. 2. 84-87.

Irawan, A. 1995. Menanggulangi Berbagai Penyakit Ayam. Memberantas, Mencegah dan Mengobati Penyakit Ayam. CV. Aneka. Solo.

(48)

Kompas. 2007. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0401/31/091249.htm. [30 Mei 2007].

Lubis, A. M., dan F. B. Parimin. 2001. Delapan Kiat Mencegah Penurunan Produksi Telur Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lusiastuti, A. M., G. C. de Vries, H. P. Siswanto, A. T. S. Estoepangestie, M. H. Effendi, dan Budiarto. 2006. Bahan Ajar Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Martin, S. W., A. H. Meek and P. Willeberg. 1987. Veterinary Epidemiology. Principles and Methods. Iowa State University Press. USA.

Murphy, F. A., E. P. J. Gibbs, M. C. Horzinek and M. J. Studdert. 1999. Veterinary Virology. Third Edition. Orthomyxoviridae. Academic Press. USA.

Murtidjo, B. A. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Penyakit Flu Ayam (Avian Influenza). Kanisius. Yogyakarta.

Poultry Indonesia. 2007. Demam Flu Burung. Edisi Maret. Vol II. 12-13.

Purnama, J. 2003. Telur Ayam Sebagai Imunoterapi. http://mma/mb.ipb.ac.id/ today/artikelview.html?topic=rubrikagribisnis&sizenum=1862343336&page= telur ayam sebagai imunoterapi.html.

Quinn, P. J., B. K. Markey, M. E. Carter, W. J. Donnelly and F. C. Leonard. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Publishing.

Rahardjo, Y. 2004. Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasannya. Hasil Investigasi Kasus Lapangan. Gallus Indonesia Utama. Jakarta.

Rantam, F. A. 2005. Virologi. Airlangga University Press. Surabaya.

Rochiman, K. 1990. Perancangan Percobaan: Rancangan Acak Kelompok, Rancangan Bujursangkar Latin, dan Percobaan Faktorial. Universitas Airlangga. Surabaya.

Rochiman, K. 1989. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Cetakan Ketiga. Penebar Swadaya. Jakarta.

Selleck, P. 2005. Internet communication. Paul Selleck@csiro.au.

Suartha, I. N., Y. L. R. Tulung, H. Hetharie, H. Mahatmi, J. A. N. Masrikat, J. P. Saerang dan I. W. Batan. 2003. Telur Sebagai Imunoterapi Penyakit Menular.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(49)

Makalah Kelompok 14 Pengantar Falsafah Sains Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. http://tumoutou.net/702_07134/71034_14.htm

Sudaryani, T. 1996. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Cetakan Pertama. Jakarta. Sudaryani, T dan H. Sentosa.1997. Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Kandang Baterai.

Cetakan ketujuh. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangan Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral. Kanisius. Yogyakarta.

Tabbu, C. R. 2006. AI, Virus vs Vaksinasi. Poultry Indonesia. http://www.Poultryin donesia.com/modules.php?name=News&file=article&sid=1125. [1 November 2007]

Taylor, R. E. and T. G. Field. 2004. Scientific Farm Animal Production; An Introduction to Animal Science. 8th ed. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River New Jersey.

Trampel, D. W., En-Min Zhoi, Kyoung-Jin Yoon Ang Kenne and J. Koehler. 2006. Detection or Antibodies in Serum and Egg Yolk Following Infection of Chickens with an H6N2 Avian Influenza Virus. Journal of Veterinary Diagnostic Investigation Vol. 18 Issue 5, 437-442 Copyright © 2006 by American Association of Veterinary Laboratory Diagnosticians.

Trisna, A. A. I. N. 2005. Dampak Ekonomi Penyakit Flu Burung. Harian Bali Post. Edisi 27 Juli 2005.

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/7/27/o3.htm

www.agnr.umd.edu_avianflu_images_scrap1.gif.htm. 2006. The Molecular Basis of Interspecies Transmission, Pathogenesis and Cross-Protection of Influenza A viruses. [21 September 2006]

www.cdc.gov/flu/ avian/gen-info/flu-viruses.htm. 2005. Influenza Viruses. www.infeksi.com/articles. 2007. Kekebalan Tubuh. [5 Agustus 2007].

(50)

Lampiran 1. Analysis of Variance

Dependent Variable: Titer pd Uji HI (2log)

.70 1.466 30

Dependent Variable: Titer pd Uji HI (2log)

1431.167a 10 143.117 33.529 .000

50.780 4 12.695 2.974 .020

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .536 (Adjusted R Squared = .520) a.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(51)

Homogeneous Subsets

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Titer pd Uji HI (2log) Tukey HSD

Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 4.268. Uses Harmonic Mean Sample Size = 60.000. a.

(52)

Homogeneous Subsets

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. a.

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(53)

Lampiran 2. Bahan dan Alat Penelitian

Telur Ayam Buras

(54)

Lampiran 3. Ekstraksi Kuning Telur Ayam Ras dan Buras

Ekstraksi kuning telur sebelum sentrifugasi

Ekstraksi kuning telur setelah sentrifugasi

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(55)

Lampiran 4. Tabel Hasil Uji HI Telur Ayam Ras dan Buras

WILAYAH ASAL PASAR JENIS TELUR TITER ANTIBODI

(56)

(B) 0

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(57)
(58)

BURAS (B) 0

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(59)
(60)

(R) 2

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

(61)
(62)

Skripsi DETEKSI ANTIBODI TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA

Gambar

Tabel                                                                                                                  Halaman
Gambar
Tabel 4.1 Rata-rata dan simpangan baku titer antibodi (log2) kuning telur ayam buras dan ras di lima wilayah kota Surabaya
Tabel 4.2 Selisih rata-rata total titer antibodi (log2) pada variabel wilayah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah siswa pernah menonton pornografi, jenis pornografi yang dilihat, frekuensi melihatnya,

Hasil tabel dibawah ini diperoleh dengan kreteria pembacaan secara mikroskopis yaitu dinilai Pewarnaan pucat (skor 1) apabila latar belakang pada saat pembacaan

Analisis rasio yang digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan adalah (1) Debt to Equity Ratio (DER) yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage atau penggunaan hutang

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sistem kontrol yang ditanamkan ke dalam plant pesawat terbang mampu mengembalikan kondisi pitch ke kondisi semula dengan waktu

mode operasi CBC untuk memperkuat algoritma dalam pengamanan kunci jawaban sertifikasi CCNA yang tersebar di media.. Mendekripsikan pesan yang telah

Berdasarkan analisis sidik ragam pada tanah sulfat masam perlakuan pH tanah dan takaran kapur yang diberikan tidak memberikan perbedaan yang nyata pada jumlah anakan per

Metode yang digunakan Aidh al-Qarni dalam menafsirkan Al-Qur‟an adalah metode Ijmali (suatu penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an, di mana penjelasan yang dilakukan

Seperti halnya pada palung cermin parabola, transfer cairan panas atau uap dipanaskan dalam receiver (menara yang mampu mengkonsentrasikan energi