• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Daya Dukung dan Model Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di Cagar Alam Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Daya Dukung dan Model Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di Cagar Alam Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERTUMBUHAN POPULASI RUSA TIMOR

DI CAGAR ALAM/TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG

PANGANDARAN, CIAMIS JAWA BARAT

GLEN ERIC KANGIRAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Daya Dukung dan

Model Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam

Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

GLEN ERIC KANGIRAS. The Estimating of Carrying Capacity and Population Growth Models for Timor Deer in in Pananjung Pangandaran Natural Reserve/Natural Tourism Park. Under suppervised by AGUS PRIYONO KARTONO and YANTO SANTOSA.

Timor Deer (Cervus timorensis), was found in most of the biggest island in Indonesia. It’s an endemic species and one of the protected animal species in Indonesia. Timor deer is an introduction species in Pananjung Pangandaran Natural Reserve/Natural Tourism Park. Now there was feeding activity change of the species. The goals of this research is to measure the feed plant productivity, to count the carrying capacity of this conservation area, the preferential foods, to find out the daily activity of timor deer, and to estimated the timor deer population growth models. This research used (1) vegetation analized to known the composition of the surface vegetation, identified the feed species, the most food preference; (2) to find out the feed productivity and the carrying capacity of this area used harvesting and measuring; (3 ) used vocal animal sampling to find out the time distribution of daily activity and (4) to estimated population growth models of timor deer used concentration count. This research resulted as many as 109 specieses of the surface vegetation from 54 famillies dominated by the Euphorbiaceae. 45 feed specieses from 31 family include 9 of most preference feed specieses. The timor deers daily diet is 6,7255 kg/indv/day in fresh weight or 19% of the total body weight. Productivity of fresh leaves as feed sources is 1.397.774,84 kg/year and the real stocks is 675.873,61 kg/year, with The carrying capacity of habitat is 276 individuals/year. Feeding activity is the highest activity in a day, and the female with juvenil individuals have the highest feeding activity. The number of Timor deer population is 73 individuals. Sex ratio is 1:2 and the ages proporsional is 1:1:7, with 3,83% of birth rate and 2,97% of the death rate, and the population growth is 0,0117.

Key word: Pananjung Pangandaran Natural Reserve/Natural Tourism Park,

(4)

RINGKASAN

GLEN ERIC KANGIRAS. Pendugaan Daya Dukung dan Model Pertumbuhan

Populasi Rusa Timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung

Pangandaran, Ciamis Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan YANTO SANTOSA.

Rusa Timor (Cervus timorensis) terdapat diseluruh pulau di Indonesia kecuali Sumatera dan Kalimantan, merupakan satwa asli dan masuk daftar satwa

yang dilindungi. Di kawasan konservasi Cagar Alam/Taman Wisata Alam

Pananjung Pangandaran, pada awalnya rusa timor merupakan satwa introduksi. Saat ini rusa timor di kawasan ini mulai menunjukkan perubahan perilaku pakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktifitas sumber pakan dan daya

dukung habitat satwa rusa timor, jenis-jenis tumbuhan pakan disukai

(preferensial), pola aktivitas harian satwa rusa timor dan menyusun model pertumbuhan populasi rusa timor.

Penelitian ini mengggunakan metode (1) analisis vegetasi untuk mengetahui

komposisi dan jenis tumbuhan bawah dengan 52 petak ukuran 1m2 untuk areal

terbuka dan 30 petak ukuran 2m2 untuk dibawah naungan, (2) pembabatan dan

penimbangan untuk produktivitas hijauan pakan menggunakan dan daya dukung habitat, (3) Pengamat diam (Concentration Count) untuk mengetahui parameter

demografi menggunakan 6 titik pengamatan tersebar di dalam dan di luar

kawasan.

Komposisi jenis tumbuhan bawah di semua lokasi terdiri dari 109 jenis dari 54 famili tumbuhan didominansi famili Euphorbiaceae. 45 jenis dimakan oleh rusa, dimana 10 jenis di antaranya disukai rusa. Tingkat konsumsi pakan harian rusa timor berupa hijauan segar adalah 6,7255 kg/ekor/hr dalam berat segar, setara dengan 19 % dari bobot tubuhnya. Produktifitas hijauan pakan adalah 1.397.774,84 kg/thn dan ketersediaan pakan adalah sebesar 675.873,61 kg/tahun, dengan daya dukung habitat sebesar 276 ekor/tahun. Aktivitas harian satwa tertinggi pada aktivitas makan, pada individu betina menyusui dan jantan beranggah lunak (velvet). Jantan dominan aktivitas makan terendah karena waktu lebih banyak digunakan untuk aktivitas berkembang biak. Rata-rata populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran adalah 73 ekor atau setara dengan 26,45 % dari daya dukung habitat, dengan angka kelahiran 3,83%, angka kematian 2,97%. Sex ratio secara keseluruhan adalah 1 : 2, dengan perbandingan kelas umur anak, muda dan dewasa adalah 1 : 1 : 7. Rata-rata laju pertumbuhan populasi alami tahunan rusa timor terpaut kepadatan di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran adalah sebesar r = 0,0117

Kata kunci : Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, rusa

(5)

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar pihak IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(6)

PENDUGAAN DAYA DUKUNG DAN

MODEL PERTUMBUHAN POPULASI RUSA TIMOR

DI CAGAR ALAM/TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG

PANGANDARAN, CIAMIS JAWA BARAT

GLEN ERIC KANGIRAS

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Populasi Rusa Timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat

Nama : Glen Eric Kangiras

NRP. : E351070071

Mayor : Konservasi Biodiversitas Tropika

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA

NIP. 19660221 199103 1 001 NIP. 131 430 800

Diketahui :

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana,

Konservasi Biodiversitas Tropika,

Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA Prof. Dr. Ir. KhairilA. Notodiputro, M.S.

NIP. 19480208 198001 1 001 NIP.19560404 198011 1 002

(8)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

Rahmat dan Kasih-Nya sehingga penyusunan tesis sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Magister of Sains Konservasi Biodiversitas Tropika pada

Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan. Tesis ini disusun berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung

Pangandaran, Ciamis Jawa Barat.

Menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, maka

diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya.

Pada akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengelolaan rusa timor di Cagar

Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat pada

khususnya dan pengelolaan satwa liar pada umumnya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat

yang mendalam kepada Bapak Dr. Ir. Agus Priyono Kartono M.Si selaku Ketua

Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA sebagai Anggota Komisi

Pembimbing yang dengan sabar telah memberikan waktu, arahan dan bimbingan

terutama dalam penajaman analisis ekologi kuantitatif dan dinamika populasi,

serta memberikan wawasan yang lebih luas kepada penulis.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada isteri

dan anak ku tercinta yang dengan tabah dan penuh pengertian mendampingi

penulis dalam susah dan senang selama menempuh pendidikan, kedua orang

tuaku dan mertua serta keluarga besar Kangiras dan Tanga atas doa dan dukungan

yang diberikan. Semoga pengorbanan ini akan memberikan kebahagian di masa

datang.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Departemen Kehutanan Republik Indonesia melalui Pusat Pendidikan dan

Latihan (PUSDIKLAT) Kehutanan yang telah memberikan beasiswa untuk

(9)

IPB, seluruh dosen pengajar serta seluruh staf yang telah membantu

kelancaran proses perkuliahan dan pengurusan adminitrasi kemahasiswaan.

3. Ketua Program Studi Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika (KVT),

beserta seluruh staf. Pak Sofwan dan Ibu Irma, atas pelayanan

adminitrasinya serta bibi Uum atas pelayanan makan dan minumnya.

4. Pimpinan dan staf Balai Besar KSDA Jawa Barat, atas ijin pelaksanaan

penelitian dan dukungan informasi; Pak Pandji Yudistira Soemantri selaku

kepala Bidang Wil. III Ciamis atas arahan dan bimbingannya di lapangan;

seluruh staf atas dukungannya. Komandan Resort Pangandaran 2009 Pak

Yana, beserta seluruh staf, Pak Samsudin, Pak Rahmat, Pak Kusai, Pak

Asep, Pak Kusnadi, atas arahan dan masukkannya; Mas Yudi dan Mas

Encek atas bantuan dan kerjasamanya, serta atas rasa kekeluargaan dan

keakraban yang penulis rasakan selama melaksanakan penelitian.

5. Bapak Ir. Tri Siswo Rahardjo, M.Si, selaku Kepala Balai dan seluruh rekan

di Balai Taman Nasional Wasur Merauke tempat penulis bertugas, atas ijin,

arahan, dukungan dan doa bagi kesuksesan penulis.

6. Keluarga Bapak Awang Sugiawan, Pak Abe dan Ndang di Pangadaran, atas

bantuan dan rasa kekeluargaan serta dukungan doa yang penulis terima

selama melaksanakan penelitian.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Magister of Sains Mayor Konservasi Biodiversitas

Tropika (KVT) angkatan I : Ibu Merry, Ibu Yayuk, Pak Aswan, Ibu Rozza,

Toto, Imannudin, Tedy, Paijo dan Mbak Uti, Andi serta Dewi atas

kerjasama dan persahabatannya selama perkuliahan dalam susah maupun

senang.

8. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu –

persatu.

Bogor, Agustus 2009

Penyusun,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Manokwari Provinsi Irian Jaya Barat

tanggal 9 Nopember 1975 dari ayah bernama Olav Kangiras (Alm.) dan ibu

bernama Inge Lalenoh. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara, dan

telah menikah dengan Rysma Novita, S.Sos.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada SD YPPK Padma I Manokwari

tahun 1981-1987, dan pendidikan menengah pertama pada SMP YPPK

Manokwari tahun 1987 – 1990. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas

pada SMA Negeri I Manokwari tahun 1990 - 1993. Tahun 1993 penulis diterima

sebagai salah satu mahasiswa pada Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan

Universitas Negeri Cenderawasih dan dinyatakan lulus pada tahun 1999.

Tahun 2007 penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa S2 Sekolah

Pascasarjana IPB pada Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika atas beasiswa

dari Departemen Kehutanan.

Penulis merupakan staf Kantor Balai Taman Nasional Wasur Merauke –

(11)

(i)

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1

B. Tujuan Penelitian ... ... 2

C. Manfaat Penelitian .... ... ... 3

D. Perumusan Masalah .. ... ... 3

E. Kerangka Pemikiran.. ... ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi Rusa Timor ... ... 6

1. Taksonomi... 6

2. Morfologi ... 6

3. Reproduksi ... 7

4. Perilaku... ... 8

5. Karakteristik Habitat Rusa Timor... 9

B. Daya Dukung... 9

C. Populasi... 10

D. Pertumbuhan Populasi... 13

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas, Status dan Sejarah Pengelolaan Kawasan ... 16

B. Keadaan Fisik Kawasan ... ... 18

1. Topografi... 18

2. Geologi... 18

3. Tanah ... 18

4. Iklim... 18

5. Hidrologi... ... 19

C. Keadaan Ekosistem dan Biologi ... 19

1. Ekosistem... 19

2. Biologi ... 19

a. Flora ... ... 19

b. Fauna ... 20

c. Keunikan Kawasan ... 20

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 21

B. Alat dan Bahan ... 21

C. Jenis Data ... 21

D. Metode Pengumpulan Data... 22

1. Karakteristik Habitat... 22

a. Komposisi dan Jenis Vegetasi... 22

(12)

(ii)

c. Produktivitas Jenis Tumbuhan Pakan.. ... 23

2. Tingkat Konsumsi Pakan Harian Rusa... 24

3. Pola Aktivitas Harian Satwa... 24

4. Parameter Populasi Rusa Timor... 24

E. Analisis Data ... 25

1. Karakteristik Habitat... ... 25

a. Komposisi dan Jenis Vegetasi... 25

b. Jenis Tumbuhan Pakan Disukai... ... ... 26

c. Tingkat Konsumsi Pakan Harian... . ... 27

d. Produktivitas Jenis Tumbuhan Pakan... .. ... 27

e. Daya Dukung Habitat... ... 27

2. Pola Aktivitas Harian Rusa... ... 28

3. Parameter Populasi... ... 28

4. Model Pertumbuhan Populasi ... 29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Habitat ... ... 30

1. Komposisi dan Jenis Vegetasi... 30

a. Ekosistem Padang Rumput... 30

b. Bekas Padang Rumput Badeto... .. 31

c. Ekosistem Hutan Pantai... ... 33

d. Ekosistem Hutan Dataran Rendah... 33

e. Areal Berumput di Taman Wisata Alam... .. 34

2. Jenis Tumbuhan Pakan Disukai (Preferensial)... 35

3. Tingkat Konsumsi Pakan Harian... 37

4. Produktivitas Hijauan Pakan Alami... 38

a. Ekosistem Padang Rumput... 39

b. Bekas Padang Rumput Badeto... .. 39

c. Ekosistem Hutan Pantai... ... 39

d. Ekosistem Hutan Dataran Rendah... 39

e. Areal Berumput di Taman Wisata Alam... .. 40

5. Daya Dukung Habitat ... ... 41

B. Pola Aktivitas Harian Rusa Timor ... 42

C. Parameter Populasi Rusa Timor ... 46

D. Model Pertumbuhan Populasi.... ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN... ... 51

DAFTAR PUSTAKA... ... 53

(13)

(iii)

Nomor Halaman

1 Variabel yang diamati untuk menduga preferensi pakan menurut

Indeks Neu... 26

2 Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di padang rumput

Cikamal dan Nanggorak... 31

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di bekas padang rumput Badeto ...

Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di hutan pantai...

Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di hutan dataran rendah...

Kerapatan jenis rumput di kawasan Taman Wisata Alam...

Preferensi rusa timor terhadap jenis tumbuhan pakan yang terdapat di CA/TWA Pananjung Pangandaran...

Tingkat konsumsi pakan harian rusa timor dalam penangkaran sistem tertutup...

Hasil pengukuran produktivitas hijauan pakan alami pada masing-masing lokasi pengukuran...

Daya dukung habitat Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran terhadap satwa rusa timor ...

Hasil rekapitulasi penghitungan jumlah populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran...

Perbandingan kelas umur dan jenis kelamin rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran...

Data pertumbuhan populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman

Wisata Alam Pananjung Pangandaran ...

(14)

(iii)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Variabel yang diamati untuk menduga preferensi pakan menurut

Indeks Neu... 26

2 Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di padang rumput

Cikamal dan Nanggorak... 31

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di bekas padang rumput Badeto ...

Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di hutan pantai...

Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di hutan dataran rendah...

Kerapatan jenis rumput di kawasan Taman Wisata Alam...

Preferensi rusa timor terhadap jenis tumbuhan pakan yang terdapat di CA/TWA Pananjung Pangandaran...

Tingkat konsumsi pakan harian rusa timor dalam penangkaran sistem tertutup...

Hasil pengukuran produktivitas hijauan pakan alami pada masing-masing lokasi pengukuran...

Daya dukung habitat Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran terhadap satwa rusa timor ...

Hasil rekapitulasi penghitungan jumlah populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran...

Perbandingan kelas umur dan jenis kelamin rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran...

Data pertumbuhan populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman

Wisata Alam Pananjung Pangandaran ...

(15)

(iv)

Nomor Halaman

1 Kerangka pemikiran pendugaan daya dukung dan model

pertumbuhan populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam

Pananjung Pangandaran... 5

2

3

4

5

6

7

8

Peta CA/TWA Pananjung Pangandaran ...

Bekas Padang Rumput Badeto yang telah tertutup oleh vegetasi semak dan permudaan suksesi hutan sekunder muda...

Proporsi alokasi waktu per aktivitas satwa rusa pada pagi

hari...

Proporsi alokasi waktu per aktivitas satwa rusa pada siang hari...

Proporsi alokasi waktu per aktivitas satwa rusa pada sore

hari...

Proporsi alokasi waktu per aktivitas satwa rusa...

Pola struktur populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran...

17

32

43

43

44

45

(16)

(v)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1

2

3

4

5

6

7

Peta lokasi titik-titik sebaran satwa rusa timor Cagar

Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran...

Hasil analisa vegetasi di padang rumput Cikamal dan

Nanggorak...

Hasil analisa vegetasi di ekosistem hutan pantai...

Hasil analisa vegetasi di ekosistem hutan dataran rendah...

Hasil analisa vegetasi di bekas padang rumput Badeto...

Hasil analisa vegetasi di areal berumput terbuka di Taman Wisata Alam...

Jenis pakan alami yang dimakan satwa rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran...

57

58

59

60

61

62

(17)

A. Latar Belakang

Rusa timor (Cervus timorensis) merupakan salah satu jenis satwa liar asli

Indonesia yang menyebar hampir di keseluruhan pulau yang ada terkecuali Pulau

Sumatera dan Kalimantan. Seluruh jenis rusa asli indonesia kecuali rusa Bawean

(Axis kuhlii), telah dilindungi sejak zaman penjajahan Belanda oleh Ordonansi

dan Undang-undang Perlindungan Satwa Liar No. 134 dan 266 Tahun 1931, dari

segala bentuk perburuan, penangkapan dan pemilikan (Semiadi & Nugraha 2004).

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor

7 Tahun 1999, rusa timor masuk dalam daftar satwa yang dilindungi di Indonesia,

sehingga pemanfaatannya harus dibenarkan menurut undang-undang.

Kawasan konservasi Pangandaran memiliki luasan ± 530 ha, terdiri dari

Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran seluas ± 492,3 ha dan Taman Wisata

Alam (TWA) Pananjung Pangandaran seluas 37,7 ha, berada di wilayah

Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis Jawa Barat (SBKSDA Jawa Barat II

2002). Berdasarkan sejarahnya rusa timor di kawasan CA/TWA Pananjung

Pangandaran di datangkan dari luar (SBKSDA Jawa Barat II 2002) diawali

dengan rusa dari India (Axis axis) tahun 1921, kemudian tahun 1964. Rusa timor

dimasukkan tahun 1972 sebanyak 4 (empat) ekor, tahun 1976 sebanyak 11 ekor,

tahun 1978 sebanyak 3 (tiga) ekor, dan tahun 1979 sebanyak 15 ekor. Rusa timor

menunjukkan perkembangan yang baik, sedangkan rusa India hingga saat ini

sudah tidak terlihat lagi dalam kawasan (SBKSDA Jawa Barat II 2002).

Hasil Survey pendahuluan di kawasan Cagar Alam/Taman Wisata Alam

Pananjung Pangandaran menunjukkan bahwa terjadi perubahan perilaku rusa

timor. Koloni rusa ditemukan selalu berada diluar kawasan yaitu di sekitar

halaman hotel dan di sekitar pemukiman masyarakat terutama pada sore dan

malam hari. Selain itu ditemukan juga adanya perilaku rusa mengkonsumsi pakan

non alami berupa sisa-sisa makanan dan sampah dari tempat-tempat sampah

(18)

2

Adanya fenomena perubahan perilaku satwa rusa di kawasan CA/TWA

Pananjung Pangandaran ini diduga karena kondisi habitat rusa timor dalam

kawasan sedang mengalami kerusakan. Pada awalnya kawasan memiliki 3 (tiga)

padang rumput buatan yaitu Padang Rumput Cikamal seluas 20 ha, Nanggorak

seluas 10 ha dan Badeto dengan luasan 10 ha. Padang Rumput Badeto telah

tertutup oleh semak belukar dan suksesi hutan sekunder muda, sedangkan kedua

padang rumput yang lain sebagian besar wilayahnya telah tertutup oleh invasi

gulma dari vegetasi semak, sehingga apabila tidak dilakukan pengelolaan akan

kembali menjadi hutan. Kawasan Pangandaran terkena hempasan gelombang

Tzunami pada tanggal 06 Juni 2006. Bencana ini diduga telah pula menyebabkan

terjadinya kerusakan habitat satwa di dalam kawasan.

Perubahan perilaku satwa ini juga diduga disebabkan oleh adanya

kebiasaan masyarakat di sekitar kawasan, pengelola hotel dan pengunjung wisata

yang sering memberikan makanan bagi koloni rusa, sebagai atraksi wisata alam.

Kebiasaan ini cenderung menyebabkan ketergantungan dan kebiasaan dari satwa

tersebut. Adanya perubahan perilaku ini didukung pula oleh kondisi fasilitas pagar

pembatas kawasan yang berada dalam keadaan rusak sehingga satwa dengan

mudah dapat keluar kawasan.

Berdasarkan permasalahan perubahan perilaku satwa yang diduga

disebabkan oleh penurunan daya dukung kawasan, maka perlu dilakukan

penelitian untuk membuktikan kebenaran dari dugaan-dugaan yang ada. Untuk itu

perlu dilakukan penelitian mengenai pendugaan daya dukung dan model

pertumbuhan populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung

Pangandaran.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menentukan produktivitas tumbuhan pakan dan daya dukung habitat satwa

rusa timor,

2) Mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan disukai (preferensial) rusa timor,

3) Menentukan pola aktivitas harian rusa timor dan,

(19)

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi sebagai

dasar bagi penyusunan rencana dan pengelolaan satwa rusa timor di kawasan

Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, terutama pengelolaan

daya dukung habitat dan pertumbuhan populasinya.

D. Perumusan Masalah

Terjadi fenomena perubahan perilaku satwa rusa timor di kawasan

CA/TWA Pananjung Pangandaran saat ini, yaitu koloni rusa cenderung sering

ditemukan berada di luar kawasan terutama pada sore dan malam hari. Koloni

rusa timor juga ditemukan mengkonsumsi pakan yang bukan merupakan pakan

alami rusa berupa sisa-sisa makanan dan sampah dari tempat-tempat sampah di

sekitar pemukiman masyarakat. Fenomena perubahan perilaku satwa di kawasan

ini diduga disebabkan oleh menurunnya daya dukung kawasan terhadap populasi

rusa timor atau karena pertumbuhan populasinya yang tidak sebanding dengan

daya dukung yang tersedia. Untuk menanggulangi masalah tersebut, perlu

dilakukan pembinaan daya dukung habitat dan pengelolaan populasi rusa timor

dalam kawasan CA/TWA Pananjung Pangandaran.

Habitat rusa timor di CA/TWA Pananjung Pangandaran saat ini telah

mengalami kerusakan, berupa berkurangnya luasan daerah padang rumput sebagai

penyedia sumber pakan. Berkurangnya luasan padang rumput disebabkan oleh

invasi jenis tumbuhan dari vegetasi semak, yang diikuti oleh adanya suksesi hutan

sekunder. Bencana gelombang Tzunami yang melanda kawasan ini pada tanggal

06 Juni 2006 diduga telah pula menyebabkan terjadinya kerusakan habitat satwa

di dalam kawasan.

Kebiasaan masyarakat di sekitar kawasan, pengelola hotel dan pengunjung

wisata yang sering memberikan makanan bagi koloni rusa, sebagai atraksi wisata

alam, diduga pula menyebabkan perubahan perilaku. Hal ini cenderung

menyebabkan ketergantungan dan kebiasaan dari satwa tersebut. Adanya

perubahan perilaku ini didukung pula oleh kondisi fasilitas pagar pembatas

kawasan yang berada dalam keadaan rusak sehingga satwa dengan mudah dapat

(20)

4

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan guna

menjawab hal-hal sebagai berikut :

a) Berapa produktivitas sumber pakan dan daya dukung habitat satwa rusa

timor. dalam kawasan ?

b) Apa saja jenis tumbuhan pakan yang disukai (preferensial) rusa timor di

dalam kawasan ?

c) Bagaimana pola aktifitas harian rusa timor di kawasan CA/TWA Pananjung

Pangandaran ?

d) Bagaimana kondisi populasi dan model pertumbuhan populasi rusa timor di

kawasan CA/TWA Pananjung Pangandaran ?

E. Kerangka Pemikiran

Terjadinya perubahan perilaku rusa timor di kawasan CA/TWA Pananjung

Pangandaran diduga disebabkan oleh menurunnya daya dukung kawasan terhadap

populasi rusa timor dan atau karena pertumbuhan populasinya yang tidak

sebanding dengan daya dukung yang tersedia. Pengelolaan satwa rusa timor di

kawasan ini harus dilakukan secara seimbang terhadap habitat dan populasinya.

Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu data dan informasi mengenai daya

dukung habitat dan model pertumbuhan populasi rusa dalam kawasan.

Daya dukung adalah jumlah individu satwaliar dengan kualitas tertentu

yang dapat didukung oleh habitat tanpa menimbulkan kerusakan terhadap

sumberdaya habitat (Bailey 1984). Syarief (1974) menyatakan bahwa besarnya

daya dukung suatu areal dapat dihitung melalui pengukuran salah satu faktor

habitat. Menurut McIlroy (1964), untuk menghitung produktivitas hijauan padang

rumput dapat menggunakan cara yang diperkenalkan yaitu dengan pemotongan

hijauan pada suatu luasan, menimbang dan dihitung produksi per unit luas per unit

waktu. Susetyo (1980) menyatakan bahwa besarnya daya dukung habitat dapat

dihitung dengan mengetahui besar komposisi jenis, produktivitas hijauan pakan,

jenis-jenis tumbuhan pakan, luas areal, proper use, dan tingkat komsumsi pakan.

Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa sifat-sifat khas yang dimiliki

oleh suatu populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju

(21)

perilaku dan pemencaran (dispersi). Parameter populasi yang utama adalah

struktur populasi, yang terdiri dari sex ratio, distribusi kelas umur, tingkat

kepadatan dan kondisi fisik (van Lavieren 1982). Berdasarkan parameter populasi

satwa maka dapat diketahui laju pertumbuhan satwa, serta dapat disusun model

pertumbuhan populasi dari satwa tersebut. Kerangka pemikiran penelitan ini

seperti disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran pendugaan daya dukung dan model pertumbuhan populasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran.

Kawasan CA/TWA Pananjung Pangandaran

Populasi rusa timor Habitat rusa

timor

Komposisi Jenis Vegetasi

Pola aktivitas harian rusa

timor

Produktivitas jenis pakan

Preferensi jenis

pakan Parameter populasi

rusa timor

Fenomena perubahan perilaku rusa timor

Daya dukung habitat rusa

Kelestarian populasi rusa timor di kawasan CA/TWA Pananjung

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bio-Ekologi Rusa Timor

1. Taksonomi

Menurut Schroder (1976), rusa timor (Cervus timorensis) diklasifikasikan

ke dalam : Phylum Chordata,Sub phylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo

Artiodactyla, Sub ordo Ruminansia, Super familly Cervidae, Family Cervidae,

Sub family Cervinae, Genus Cervus, dan Species Cervus timorensis de

Blainville (1822). Rusa timor di Indonesia terdiri atas delapan sub spesies, yaitu :

a) Cervus timorensis russa, terdapat di P. Jawa dan Kalimantan.

b) Cervus timorensis laronesiotes, terdapat di P. Peucang (TNUK) dan Nusa Barung,

c) Cervus timorensis timorensis, terdapat di Timor, Pulau Roti, Semau, Karimun Jawa dan Kamujan.

d) Cervus timorensis renschi, terdapat di Bali.

e) Cervus timorensis macassarius, terdapat di Ternate, Merah, Halmahera, Bacan, Buru, Ambon dan Irianjaya.

f) Cervus timorensis jonga, terdapat di Pulau Buton dan muna.

g) Cervus timorensis moluccensis, terdapat di Pulau Bangai dan Selayar.

h) Cervus timorensis florensiensis, terdapat di Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Solor dan Sumbu.

2. Morfologi

Senjata rusa berupa tanduk bercabang yang disebut ranggah / ceranggah

dan hanya dimiliki oleh rusa jantan dengan panjang kira-kira dua kali panjang

kepalanya (Schroder 1976). Ceranggah rusa jantan dewasa biasanya mempunyai

cabang runcing tiga buah. Tanduk pertama kali tumbuh pada umur satu tahun

yang terdiri atas tanduk tunggal, kemudian umur dua tahun tanduk mulai

bercabang dua serta pada umur tiga tahun mulai bercabang tiga.

Rusa jantan mempunyai warna kulit coklat kemerah-merahan dan biasanya

lebih gelap daripada betina. Susanto (1980) menyatakan bahwa ciri morfologi

(23)

punggung, warna bulu coklat kemerahan, ekornya berambut pendek, mukanya

cekung dengan tanduk (rusa jantan) yang besar, langsing dan panjang. Lebar

tanduk maksimal 12 cm dan panjang tanduk maksimal 75 cm.

Ciri-ciri rusa timor di Pulau Peucang sebagai berikut: bulu tengkuk

terlihat lebat pada rusa timor jantan yang sedang birahi, namun sedikit jarang pada

rusa betina. Warna bulu coklat muda sampai keabu-abuan. Rusa timor betina

yang masih muda berwarna coklat muda. Warna bulu pada rusa timor betina tua

lebih kelabu dan lebih gelap. Belang dipunggung rusa timor betina tidak jelas,

tetapi lebih jelas pada individu yang masih muda. Bercak-bercak pada dada

ukurannya kecil atau tidak ada sama sekali, sedangkan pada dagu tidak ada

bercak-bercak. Dahinya lebih gelap dibanding bagian lain dari kepala (Darnawi

1994).

3. Reproduksi

Tanda Rusa jantan memasuki musim kawin adalah rontoknya velvet pada

tanduknya. Untuk merontokan velvet ini, rusa jantan sering menggosok-gosokan

tanduknya ke pohon atau tanah. Perkembangbiakan terjadi sepanjang tahun,

walaupun puncak perkembangbiakannya di Jawa antara Juli dan September (Phys

et al. 2008).

Menurut Hogewerf (1970) di Ujung Kulon musim birahi rusa jantan

berlangsung dari bulan Juli sampai September. Rusa betina pun mempunyai

musim birahi yang hampir bersamaan. Pada keadaan seperti ini rusa-rusa jantan

yang berhasil menyisihkan rusa pejantan lain akan bergabung dengan rusa betina.

Musim birahi akan berakhir setelah semua betina selesai dikawini, selanjutnya

rusa jantan akan memisahkan diri untuk soliter atau bergabung dalam kelompok

kecil.

Menurut van Lavieren (1983), lama masa mengandung rusa adalah 267

hari dan jumlah anak yang dilahirkan biasanya satu ekor, tetapi kadang-kadang

mampu melahirkan dua ekor. Dalam kondisi yang ideal rusa betina dapat

melahirkan satu kali dalam setahun. Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa laju

produksi anak pertahun rusa di Ujung Kulon adalah satu anak per tiga betina

(24)

8

pada umur 7 – 9 bulan. Umur berbiak pertama (minimum breeding age) rusa

berkisar 2 – 3 tahun, umur tertua rusa dapat melahirkan berkisar 10 – 20 tahun

(van Bammel 1949).

Umur dewasa kelamin rusa antara 18 – 24 bulan, lama mengandung 8

bulan, dengan jumlah anak dilahirkan satu ekor, jarang melahirkan sampai dua

ekor, menyapih sampai anaknya berumur 6 – 8 bulan. Perkembangbiakan terjadi

sepanjang tahun, walaupun puncak perkembangbiakannya di Jawa antara Juli dan

September. Umur hidup rusa timor tidak lebih dari 20 tahun, kemungkinan hanya

sampai 15 tahun (Phys et al. 2008).

4. Perilaku

Rusa timor merupakan satwa yang hidup berkelompok dan lebih banyak

aktif pada siang hari (nocturnal). Aktivitas makan dilakukan terutama pada

malam hari. Sekitar pukul 10.00-11.00 rusa beristirahat untuk berjemur yang

dilanjutkan dengan berbaring di tempat yang kering hingga sekitar pukul 13.30

dan setelah itu mulai makan rumput dan dedaunan hutan sampai pagi.. Rusa

menyenangi tempat-tempat terbuka, kumpulan rusa yang sedang beristirahat atau

merumput di padang rumput biasanya membentuk kelompok-kelompok kecil

terdiri atas rusa betina dewasa dengan anak-anaknya yang baru lahir sampai

berumur satu tahun. Ketika sedang di padang rumput, jantan dewasa menghiasi

tanduknya dengan rumput dan ranting, yang kemungkinan untuk menakut-nakuti

pejantan yang lain (Hoogerwerf 1970).

Bila ada bahaya maka pemimpin kelompok akan memberikan peringatan

kepada kelompoknya. Pimpinan kelompok rusa bukanlah rusa jantan, melainkan

betina tua. Keadaan bahaya ditandai dengan isyarat kepada anggota kelompoknya

berupa bunyi jeritan, yang selanjutnya diikuti oleh rusa yang berada di sekitarnya.

Bila bahaya semakin mendekat maka rusa yang masih kecil akan lari terlebih

dahulu baru diikuti oleh induk dan rusa muda lainnya (Phys et al. 2008). Rusa

jantan sering mengambil inisiatif secara berkala untuk mencari makan di lapangan

rumput setelah keadaan menjadi aman (Schroder 1976). Kecepatan lari rusa dan

kemampuannya membuat manuver-manuver ketika berlari adalah sangat

mengagumkan. Ceranggah yang besar bagi rusa jantan bukanlah penghalang

(25)

5. Karakteristik Habitat Rusa Timor

Menurut Dasman (1964), Alikodra (1983) dan Bailey (1984), habitat

mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Menurut

Schroeder (1976), habitat C. timorensis umumnya berupa hutan, dataran terbuka

serta padang rumput dan savana, biasanya rusa ditemukan sampai ketinggian

2.600 meter dari permukaan laut. Menurut Hoogerwerf (1970), C. timorensis

lebih menyenangi tempat terbuka dan padang rumput. Persediaan pakan rusa

banyak terdapat di padang rumput yang dikenal dengan padang penggembalaan

(grazing area). Persediaan air bagi C. timorensis cukup dari kandungan air dalam

makanannya, embun dan air hujan. Rusa jarang minum, karena sudah

mendapatkannya dari kelembaban tumbuhan yang di makan (Phys et al. 2008).

Semiadi & Nugraha (2004) menyatakan bahwa rusa timor lebih dominan

mengkonsumsi rerumputan, ini sesuai dengan habitat aslinya yang cenderung

mengarah ke padang savanah.

Vegetasi pakan C. timorensis di Pulau Peucang adalah jenis rumputan,

daun semak dan daun pohon-pohonan (Hoogerwerf 1970), sedangkan

Prasetyonohadi (1986) menyatakan bahwa vegetasi rumput yang disukai rusa di

Pulau Moyo adalah Paspalum longifolium, Imperata cylindrica, Eragrostis sp.,

Cechrus browii, Cyperus rotundus, Cynodon dactylon. Kebutuhan makan bagi

rusa dapat diartikan sebagai kebutuhan kalori setiap hari. Kebutuhan kalori rusa

kurang lebih 6.000 – 10.000 kalori setiap harinya (Dasman 1964). Menurut

Sutrisno (1993), rusa dewasa di Pulau Timor rata-rata membutuhkan makan

sebesar 5,70 kg/ekor/hari, dalam keadaan berat segar.

Rusa di habitat alami memerlukan tempat berteduh dari panas dan hujan

untuk melindungi diri dari musuh penyerang dan untuk tidur, serta istirahat

(Syarief 1974). Menurut Schroder (1976), tempat berlindung rusa biasanya

berupa hutan dan semak yang rapat.

B. Daya Dukung

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, daya dukung

lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan

(26)

10

dari berbagai komponen fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan

dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biak satwaliar. Menurut

Brown (1954) daya dukung adalah jumlah satwa maksimum yang dapat

ditampung suatu areal pada periode beberapa tahun, tanpa merusak tanah, bahan

makanan, pertumbuhan vegetasi, mata air atau keperluan lainnya. Dasman (1964)

mendifinisikan daya dukung adalah habitat hanya dapat menampung jumlah satwa

pada suatu batas tertentu sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat.

Pendugaan daya dukung suatu habitat dapat dilakukan dengan mengukur

jumlah hijauan per hektar yang tersedia bagi satwa yang memerlukan (Susetyo

1980). Hijauan yang ada di lapangan tidak seluruhnya dihabiskan oleh satwa,

tetapi ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan selanjutnya

dan pemeliharaan tempat tumbuh (Susetyo 1980). Syarief (1974) menyatakan

bahwa besarnya daya dukung suatu areal dapat dihitung melalui pengukuran salah

satu faktor habitat. McIlroy (1964) menyatakan bahwa untuk menghitung

produktivitas hijauan padang rumput dapat menggunakan cara yang diperkenalkan

yaitu dengan pemotongan hijauan pada suatu luasan sampel savana, menimbang

dan dihitung produksi per unit luas per unit waktu.

Bagian tanaman yang dimakan satwa tersebut disebut proper use. Menurut

Susetyo (1980), faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah

topografi karena sangat membatasi pergerakan satwa. Proper use pada lapangan

datar dan bergelombang (kemiringan 0-50%) adalah 60-70%, lapangan

bergelombang dan berbukit (kemiringan 5-23%) adalah 40-45% dan lapangan

berbukit sampai curam (kemiringan lebih dari 23%) adalah 25-30 %.

C. Populasi

Populasi dalam bidang ekologi adalah kumpulan makhluk hidup dari

spesies yang sama atau memiliki kesamaan genetik dan secara bersama-sama

mendiami suatu tempat tertentu dan dalam waktu tertentu pula (Odum 1971).

Tarumingkeng (1994) menekankan pengertian populasi dalam hal genetik, yakni

himpunan individu atau kelompok individu suatu jenis yang tergolong dalam satu

spesies atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan

(27)

tertentu. Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa sifat khas yang dimiliki

populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian

(mortalitas), sebaran umur (distribusi) dan jenis kelamin, potensi biotik, sifat

genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi).

Parameter populasi yang utama adalah struktur populasi, yang terdiri dari

sex ratio, distribusi kelas umur, tingkat kepadatan dan kondisi fisik (van Lavieren

1983). Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya dukung

habitatnya (Alikodra 1990). Ada tiga kemungkinan perubahan populasi yaitu

berkembang, stabil, dan menurun (van Lavieren 1982). Jika nilai angka kematian

(d) dibandingkan dengan angka kelahiran (b) maka akan dapat diketahui keadaan

populasi apakah berkembang, stabil atau menurun.

Kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu unit ruang. Pada

umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau volume

(Alikodra 1990). Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya

dukung habitatnya. Parameter populasi yang berpengaruh terhadap nilai

kepadatan populasi adalah natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi

Natalitas merupakan jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu

populasi dan dinyatakan dalam beberapa cara yaitu produksi individu baru (anak)

dalam suatu populasi, laju kelahiran per satuan waktu atau laju kelahiran per

satuan waktu per individu (Odum 1971). Van Lavieren (1983) menyatakan bahwa

laju kelahiran dinyatakan dalam laju kelahiran kasar (crude birth rate), yakni

perbandingan jumlah individu yang dilahirkan dengan jumlah seluruh anggota

populasi pada satu periode waktu; dan laju kelahiran umur spesifik yang

merupakan perbandingan jumlah individu yang lahir dengan jumlah induk yang

melahirkan yang termasuk dalam kelas umur tertentu. Faktor-faktor yang

mempengaruhi angka kelahiran adalah:

1) Perbandingan komposisi jantan dan betina (sex ratio) dan kebiasaan kawin,

2) Umur tertua individu masih mampu berkembangbiak (maximum breeding

age),

3) Umur termuda individu mulai mampu berkembangbiak (minimum breeding

(28)

12

4) Jumlah anak yang dapat diturunkan oleh setiap individu betina dalam setiap

kelahiran (fecundity), dan

5) Frekuensi melahirkan anak per tahun (fertility).

Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dalam suatu populasi.

Mortalitas dinyatakan dalam laju kematian kasar (crude mortality rate), yaitu

perbandingan jumlah kematian dengan jumlah total populasi hidup selama satu

periode waktu; ataupun laju kematian umur spesifik yang merupakan

perbandingan jumlah individu yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah

individu yang termasuk dalam kelas umur tertentu tersebut selama periode waktu

(Alikodra 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian satwa adalah:

1) Kematian oleh keadaan alam, misalnya: bencana alam, penyakit,

pemangsaan, kebakaran dan kelaparan.

2) Kematian oleh kecelakaan, misalnya: tenggelam, tertimbun tanah longsor,

tertimpa batu dan kecelakaan yang menyebabkan terjadinya infeksi sehingga

mengalami kematian.

3) Kematian oleh adanya pertarungan dengan jenis yang sama untuk

mendapatkan ruang, makanan dan air serta untuk menguasai wilayah.

4) Kematian oleh aktifitas manusia, misalnya: perusakan habitat, perburuan,

pencemaran dan kecelakaan lalulintas.

Perbandingan jenis kelamin adalah proporsi antara individu jantan dengan

betina atau dapat dinyatakan sebagai jumlah individu jantan per 100 individu

betina (Lavieren, 1983). Perbandingan jenis kelamin dapat dibedakan atas:

1) Primary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina secara konsepsional.

2) Secondary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada saat kelahiran.

3) Tertiary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada akhir hidup.

Sebaran kelas umur adalah pengelompokkan anggota populasi ke dalam

kelas umur yang sama dan biasanya dibedakan antara kelompok jantan dan betina.

(29)

pengelompokkan ke dalam kelas umur bayi (new born), anak (juvenile), remaja

(sub adult) dan dewasa (adult). Alikodra (1990) menyatakan bahwa struktur umur

adalah perbandingan antara jumlah individu dalam setiap kelas umur dengan

jumlah keseluruhan individu dalam suatu populasi. Struktur umur dipergunakan

untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan serta prospek kelestarian satwaliar.

D. Pertumbuhan Populasi

Perubahan populasi satwa baik berkembang naik atau menurunnya

ditentukan oleh kemampuan genetik dan interaksinya dengan lingkungan, dimana

komponen lingkungan yang menahan pertumbuhan populasi sangat kompleks dan

saling berkaitan satu dengan lainnya. Menurut Alikodra (1990), pertumbuhan

populasi dari waktu ke waktu terjadi dengan kecepatan (laju kelahiran) yang

ditentukan oleh kemampuan berkembangbiak dan keadaan lingkungannya.

Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal dan

selanjutnya menurun sampai akhirnya mencapai nol pada kondisi jumlah individu

sama dengan daya dukung lingkungannya (Krebs 1978).

Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa terdapat dua model

pertumbuhan populasi, yaitu model eksponensial (er) dan model logistik. Model

pertumbuhan populasi eksponensial dapat disebut sebagai penggandaan

pertumbuhan populasi, dimana model pertumbuhan ini terjadi pada populasi yang

tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan. Nilai er dari suatu populasi merupakan

perbandingan antara populasi dari dua waktu. Tarumingkeng (1994) menyatakan

bahwa model pertumbuhan eksponensial bersifat deterministik yaitu disusun

dengan asumsi bahwa kejadian-kejadian yang berlangsung dalam populasi dapat

diramalkan secara pasti dan mutlak. Pada keadaan lingkungan yang tidak terbatas

maka model pertumbuhan populasi sebagai berikut (van Lavieren,1982):

r . t

N t = N o . e

Keterangan : Nt = Ukuran populasi pada waktu ke-t

N0 = Ukuran populasi awal

r = Laju pertumbuhan

e = Bilangan Euler (2,71828)

(30)

14

Pendekatan lain yang dilakukan untuk merumuskan model populasi yang

lebih realistik yaitu dengan memasukan salah satu faktor penting yaitu kerapatan

populasi sehingga terbentuk model yang terpaut kerapatan (density dependent

model), dimana model pertumbuhan populasi terpaut kerapatan disebut model

pertumbuhan logistik. Tarumingkeng (1994), menyatakan bahwa model

pertumbuhan populasi logistik disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai

berikut:

1) Populasi akan mencapai keseimbangan dengan lingkungan sehingga

memiliki sebaran umur stabil (stable age distribution).

2) Populasi memiliki laju pertumbuhan yang secara berangsur-angsur menurun

secara tetap dengan konstanta r.

3) Pengaruh r terhadap peningkatan kerapatan karena bertumbuhnya populasi

merupakan respon yang instantaneous atau seketika itu juga dan tidak

terpaut penundaan atau senjang waktu (time lag).

4) Sepanjang waktu pertumbuhan keadaan lingkungan tidak berubah.

5) Pengaruh kerapatan adalah sama untuk semua tingkat umur populasi.

6) Peluang untuk berkembangbiak tidak dipengaruhi oleh kerapatan.

Model pertumbuhan populasi terpaut kerapatan disebut model

pertumbuhan logistik, dengan bentuk persamaan sebagai berikut :

rt

e

.

0

0

1

K

t

N

 −

+

=

N

N

K

Keterangan : Nt = Ukuran populasi pada waktu ke-t

N0 = Ukuran populasi awal

K = Kapasitas daya dukung lingkungan

r = Laju pertumbuhan

e = Bilangan Euler (2,71828..)

(31)

Dari perhitungan nilai r diperoleh tiga kemungkinan pertumbuhan

populasi:

1) Jika nilai r > 0, maka populasi akan bertumbuh meningkat.

2) Jika nilai r = 0, maka populasi akan bertumbuh mendatar.

(32)

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak, Luas, Status dan Sejarah Pengelolaan Kawasan

Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran menyatu dengan

Cagar Alam (CA) Pangandaran, merupakan semenanjung kecil yang terletak

dipantai selatan Pulau Jawa. Semenanjung ini merupakan sebuah pulau yang

dihubungkan dengan daratan utama dan dipisahkan oleh jalur sempit yang diapit

antara dua teluk selebar±200 meter (BKSDA Jawa Barat 2006).

Secara administratif pemerintahan kawasan ini berada di Desa

Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat.

Kawasan CA/TWA Pananjung Pangandaran secara geografis terletak pada

koordinat 108°39′05′′- 108°39′43′′Bujur Timur dan 7°42′03′′- 7°42′23′′Lintang

Selatan (SBKSDA Jawa Barat II 2002), dengan batas wilayah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Pangandaran.

2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Teluk Pangandaran.

3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia.

4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Teluk Parigi.

Kawasan konservasi Pangandaran secara keseluruhan memiliki luasan

sebesar ± 530 ha, yang terdiri dari kawasan Cagar Alam (CA) Pananjung

Pangandaran seluas ± 492,3 ha dan Taman Wisata Alam (TWA) Pananjung

Pangandaran seluas 37,7 ha, (SBKSDA Jawa Barat II 2002). Sejarah terbentuknya

kawasan konservasi di Pangandaran dimulai pada saat Residen Priangan

(Y.Eycken) berkuasa tahun 1922, dengan mengusulkan untuk menjadikan

kawasan yang semula tempat perladangan menjadi taman buru, yang kemudian

pada tahun 1934 dilaksanakan penunjukan kawasan Pananjung Pangandaran

seluas 457 ha menjadi Suaka Margasatwa berdasarkan GB No. 19 Stbl 669 yang

dikeluarkan oleh Director Van Scomishe Zoken, tanggal 7 Desember 1934.

Pada tahun 1961, Perubahan status dari Suaka Margasatwa menjadi Cagar

Alam Pangandaran seluas ± 457 ha berdasarkan SK Mentan No.34/KMP/1961,

tanggal 20 April 1961 dengan ditemukannya bunga Rafflesia patma. Pada tahun

1978 terjadi Perubahan fungsi sebagian kawasan CA Pangandaran menjadi TWA

(33)

Mentan No. 170/Kpts/Um/1978 tanggal 10 Maret 1978. Berdasarkan SK Menhut

No.225/Kpts-II/1990 tanggal 8 Mei 1990, pada tahun 1990 dilakukan

Penunjukkan Perairan Pantai di sekitar CA dan TWA Pangandaran seluas 470 ha

menjadi Cagar Alam Laut. Peta kawasan Cagar Alam/Taman Wisata Alam

[image:33.595.96.516.180.672.2]

Pananjung Pangandaran disajikan pada Gambar 2.

(34)

18

B. Keadaan Fisik Kawasan

1. Topografi

Topografi Kawasan Taman Wisata Pangandaran terdiri dari 70% datar,

30% berbukit, jadi dapat dikatakan landai dan sedikit berbukit dengan rata – rata

ketinggian < 50 m dpl. Daerah tertinggi mencapai ± 50 m dpl terletak di atas Gua

Lanang, sedangkan keadaan berbukit di temukan dibagian selatan Taman Wisata

Alam Pangandaran, memanjang di sepanjang perbatasan wilayah tersebut mulai

dari Ciborok (Barat) sampai Cirengganis (Timur), keadaan bukit tersebut dalam

bentuk tonjolan–tonjolan batu karang terjal dan terpisah-pisah.

2. Geologi

Pembentukan Semenanjung Pangandaran bersamaan dengan terbentuknya

dataran Pulau Jawa yakni pada periode Miocene, kondisi ini ditandai dengan

batuan Breccia dan susunan kapur hal ini dapat dilihat pada bagian pantai.

Susunan Miocene ini tertutup oleh karang dan endapan aluvial yang berasal dari

laut, endapan tersebut terdiri dari pasir dan tanah yang kondisinya hampir

menutupi seluruh areal pantai TWA Pangandaran.

3. Tanah

Jenis tanah, yang berada dikawasan ini antara lain : Podsol merah kuning,

Podsol kuning, Latosol coklat, dan Litosol, sedangkan yang berbentuk endapan

aluvial terdapat di antara pantai sebelah Utara Semenanjung yang berbentuk

karang – karang terjal.

4. Iklim

Kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran mempunyai curah hujan rata–

rata 3.196 mm/tahun dengan suhu berkisar 25° – 30°C dan kelembaban udara

antara 80 – 90%. Musim basah atau hujan terjadi pada Oktober sampai dengan

Maret bersamaan dengan bertiupnya angin barat/barat laut, sedangkan musim

kering terjadi pada Juli sampai dengan September selama periode musim angin

(35)

5. Hidrologi

Di dalam kawasan TWA Pangandaran terdapat 2 (dua) buah sungai yang

panjangnya tidak lebih dari 500 m – 2 km. Sungai terbesar adalah sungai Cikamal

yang mempunyai muara di pantai barat dan sungai Cirengganis yang bermuara di

pantai timur.

C. Keadaan Ekosistem dan Biologi

1. Ekosistem

Kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran mempunyai beberapa tipe

ekosistem, antara lain:

a) Ekosistem pantai didominasi oleh butun (Baringtonia asiatica), ketapang

(Terminalia cattapa), nyamplung (Calophyllum inophyllum), pandan

(Pandanus tectorius).

b) Ekosistem hutan dataran rendah, didominasi oleh jenis laban (Vitex

pubescens), kondang (Ficus variegata), marong (Cratoxylon formosum), kisegel (Dilenia excelsa).

c) Ekosistem hutan tamanan, didominasi oleh jati (Tectona grandis) dan mahoni

(Swietenia macrophyla).

2. Biologi

2.1 Flora

Lebih dari 642 jenis tumbuhan hidup di dalam kawasan TWA

Pangandaran dari berbagai tingkatan pohon, herba, perdu, tumbuhan bawah,

liana, epipit, dan 80 jenis diantaranya merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis

Flora yang ada di Kawasan TWA Pangandaran diantaranya kelompok pohon 249

species, perdu 71 species, liana 65 species, semak 193 species, rumput 53 species,

Epyphyt 26 species, parasit 10 species. Tumbuhan yang paling mendominasi di

dalam kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran dan merupakan hutan tanaman

yaitu jenis jati (Tectona grandis) dan mahoni (Swietenia macrophylla) mencapai

luas ± 20 ha. Hampir 30% dari seluruh kawasan TWA Pangandaran ditutupi oleh

hutan sekunder tua yang didominasi oleh laban (Vitex pubescens), kisegel

(36)

20

hutan primer yang didominasi oleh jenis ohpohan (Buchanania arborescens),

kondang (Ficus variegata), kokosan monyet (Dysoxylum caulaostachyum)

(BKSDA Jawa Barat 2006).

2.2 Fauna

TWA Pangandaran selain terdapat flora juga banyak terdapat jenis fauna

yang cukup menarik dan perlu adanya upaya penanganan yang lebih serius dan

upaya perlindungan. Jenis-jenis fauna tersebut yaitu: Kelompok Mamalia 30 jenis,

Amphybia 5 jenis, Reptilia 16 jenis, Aves 99 jenis. Beberapa satwa yang dapat

dijumpai di kawasan konservasi Pangandaran dari kelompok mamalia antara lain:

banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), mencek (Muntiacus muntjak),

trenggeling (Manis javanica), lutung (Trachypitecus auratus), kera (Macaca

fascicularis), tando (Cynocephalus variegatus), jelarang (Ratufa bicolor);

kelompok aves antara lain kangkareng (Antracoceros convexus), ayam hutan

(Gallus g.varius), tulung tumpuk (Megalaima lineata). Sedangkan kelompok

Reptilia antara lain biawak dan berbagai jenis ular (BKSDA Jawa Barat 2006).

2.3 Keunikan kawasan

Salah satu jenis flora langka dan juga dapat dikatakan unik yang hidup di

TWA dan CA Pangandaran adalah Bunga Raflesia (Rafflesia padma). Bunga ini

pertama kali ditemukan Di Cagar Alam Pangandaran oleh Mr. Apelman pada

tahun 1939. Penemuan bunga ini telah mengubah status kawasan konservasi dari

Suaka Margasatwa menjadi Cagar Alam pada tahun 1961. Rafflesia padma

merupakan tumbuhan bersifat endemik parasit sejati pada tumbuhan liana

Kibarera (Tetrastigma lanceolairum). Cara yang paling mudah untuk menemukan

kuncup Rafflesia patma adalah dengan mencari tumbuhan inangnya terlebih

dahulu. Di TWA Pangandaran bunga Raflesia dapat ditemukan di Blok Wisma

Wana dan Blok Gua Lanang. Di TWA Pangandaran, perkembangan maksimum

bunga Raflesia patma adalah antara Bulan Juli sampai September, bertepatan

dengan datangnya musim hujan. Karena sifatnya yang endemik, khas dan unik

(37)

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai Agustus 2009,

diawali dengan observasi lapangan pada bulan Agustus 2008. Penyusunan rencana

penelitian dilakukan dari bulan Agustus sampai Desember 2008. Pengumpulan

data dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2009 di Cagar Alam/Taman Wisata

Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat, dan selama 7 (tujuh) hari di

Pusat Penelitian Pengembangan Penangkaran Rusa Dramaga Bogor. Analisis data

hasil penelitian dan penyusunan tesis dilaksanakan dari Mei sampai Agustus 2009

di kampus IPB Dramaga Bogor.

B. Alat dan Bahan

Bahan dan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Peta kawasan

konservasi Pangandaran, peralatan inventarisasi populasi satwa herbivora dan

peralatan analisa vegetasi tumbuhan pakan rusa (kompas, teropong binokuler, pita

meter, hand counter, jam tangan, tali rafia/tambang, Global Position System

(GPS), camera digital, gunting pemotong rumput, neraca (100 gr)). Peralatan dan

bahan pembuatan spesiemen herbarium yang digunakan seperti alkohol, kantong

plastik, kertas koran, sasak dan lebel spesiemen. Peralatan pengolahan dan

analisis data terdiri atas note book, kalkulator, serta perlengkapan alat tulis

menulis.

C. Jenis Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer yang diambil antara lain:

1) Karakteristik habitat meliputi komposisi dan jenis vegetasi, jenis tumbuhan

pakan disukai (preferensi), produktivitas jenis pakan dan tingkat konsumsi

pakan harian rusa.

2) Pola aktifitas harian rusa timor.

3) Parameter populasi rusa, meliputi jumlah/ukuran populasi, sex ratio, struktur

(38)

22

Data sekunder yang diambil berupa data dan informasi hasil penelitian

sebelumnya pada lokasi dan waktu yang berbeda dan data-data sekunder

tambahan berupa peta kawasan dan kondisi umum lokasi dan informasi dari

petugas lapangan yang ada di kawasan konserevasi Pangandaran.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Karakteristik Habitat

a. Komposisi dan Jenis Vegetasi

Pengumpulan data jenis dan komposisi jenis vegetasi dilakukan dengan

analisa vegetasi untuk mempelajari komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan

bawah pada ekosistem habitat rusa dalam kawasan. Habitat rusa dalam kawasan

yakni Padang Rumput/Penggembalaan Cikamal (20 ha) dan Nanggorak (10 ha),

bekas Padang Rumput Badeto (10 ha), ekosistem hutan pantai (37,237 ha), hutan

dataran rendah (452,3 ha) dan areal berumput terbuka di TWA (0,463 ha).

Analisa vegetasi dilakukan dengan pengambilan sampel menggunakan

metode petak berganda berukuran 1 m x 1 m untuk daerah padang rumput terbuka

dan ukuran 2 m x 2 m untuk daerah tertutup di bawah tegakan, (Soerianegara dan

Indrawan 1988). Terdapat 52 petak berukuran 1 m x 1 m dan 30 petak berukuran

2 m x 2 m. Analisis vegetasi hanya dilakukan pada tingkat semai sampai pancang.

Peletakan petak pertama dilakukan secara acak kemudian petak kedua dan

seterusnya dilakukan secara sistematis dengan jarak antara petak 20 m.

Penambahan petak sampel dihentikan ketika tidak terdapat penambahan jumlah

jenis spesies rumput lebih dari 5 – 10% (Soerianegara 1988). Seluruh spesies

rumput yang terdapat pada setiap petak contoh di catat jenis dan jumlahnya.

Identifikasi jenis tumbuhan dilakukan langsung di lapangan oleh petugas dan

untuk jenis yang tak dikenal diidentifikasi di Herbarium Bogoriense Bogor

berdasarkan koleksi spesimen herbarium.

b. Jenis Tumbuhan Pakan Disukai

Pengamatan dilakukan selama 15 hari terhadap satwa yang terdiri dari 3 (tiga)

hari anak, 3 (tiga) hari betina muda, 3 (tiga) hari jantan muda, 2 (dua) hari betina

(39)

jantan beranggah lunak (velvet), Identifikasi terhadap jenis tumbuhan pakan

disukai, dilakukan dengan mengikuti dan mengamati secara kontinu terhadap

satwa rusa dalam kawasan sebagai berikut:

1) Pengamatan dilakukan dengan berjalan kaki mengikuti pergerakan rusa dari

pukul 06.00 – 18.00 WIB, selama 15 hari pengamatan.

2) Unit pengamatan adalah jenis-jenis tumbuhan pakan alami yang dimakan

oleh rusa, lama aktivitas makan dan jumlah tumbuhan dimakan

3) Sisa tumbuhan yang dimakan atau yang berbekas gigitan rusa diambil

spesimennya dan diidentifikasi dengan buku pengenalan jenis rumput dan

tumbuhan. Untuk jenis yang tidak teridentifikasi di lapangan, spesimennya

diidentifikasi di Herbarium Bogoriense Bogor berdasarkan koleksi spesimen

herbarium.

c. Produktivitas Jenis Tumbuhan Pakan

Produktivitas jenis tumbuhan pakan diukur dengan melakukan pemanenan

sampai batas 1 cm diatas permukaan tanah untuk jenis rumput, pemangkasan

untuk jenis semak anakan pohon. Pengukuran produktivitas hijauan pakan

menggunakan 39 buah petak ukur, terdiri dari: 21 buah petak 1 m2 ( 1m x 1m)

untuk areal terbuka, yakni 6 (enam) petak di Padang Rumput Cikamal, 6 (enam)

petak di Nanggorak dan 9 (sembilan) petak di areal terbuka berumput dalam

Taman Wisata Alam. Untuk kondisi ternaungi di bawah tegakan digunakan 18

buah petak ukuran 4 m2 (2m x 2m), yang terdiri dari 6 (enam) untuk bekas

padang rumput Badeto, 6 (enam) petak untuk ekosistem hutan pantai dan 6

(enam) petak untuk ekosistem hutan dataran rendah.

Setelah dilakukan pemanenan rumput dan pemangkasan semak serta anakan

pohon, jenis hijauan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya

(Prasetyonohadi 1986), selanjutnya sisa bagian tumbuhan yang tertinggal akan

dibiarkan tumbuh selama 20 hari, kemudian dilakukan pemotongan dan

(40)

24

2. Tingkat Konsumsi Pakan Harian Rusa

Tingkat konsumsi pakan harian rusa timor diketahui dengan melakukan

pengukuran terhadap tingkat konsumsi pakan harian rusa timor dalam

penangkaran. Pengukuran dilakukan di Pusat Pengembangan Teknologi

Penangkaran Rusa, Hutan Penelitian Dramaga Bogor, menggunakan metode

penangkaran dengan sistem tertutup, selama 7 (tujuh) hari sebagai ulangan.

Pengukuran dilakukan sebagai pendekatan terhadap tingkat konsumsi pakan di

alam tanpa memperhitungkan kelas umur dan jenis kelamin rusa.

3. Pola Aktivitas Harian Satwa

Pengamatan terhadap pola aktivitas harian rusa dibedakan atas aktivitas

makan, berpindah, istirahat/berlindung dan sosial. Satwa yang diamati dibedakan

atas kelas umur anak, jenis kelamin dan kondisi fisik. Pengamatan dilakukan

dengan mengikuti dan mengamati secara kontinu terhadap satwa rusa dalam

kawasan sebagai berikut:

1) Pengamatan dilakukan dengan mengikuti pergerakan rusa dari pukul 06.00 –

18.00 WIB selama 15 hari pengamatan, dimana pengamat tidak

mempengaruhi rusa dalam aktivitasnya.

2) Unit pengamatan adalah pola, lama dan lokasi aktifitas harian rusa, setiap

lokasi dimana rusa melakukan aktivitasnya di tandai dan diamati kondisi

vegetasi ekosistemnya.

4. Parameter Populasi Rusa Timor

Penghitungan populasi rusa timor dilakukan sore hari pukul 16.00 –18.00

WIB selama 3 (tiga) hari sebagai ulangan, menggunakan Metode Sensus dengan

Teknik Pengamat Diam (Concentration Count) menurut Kartono (1994).

Sebanyak 6 (enam) titik pengamatan berlokasi dalam Cagar Alam, Taman Wisata

Alam dan di luar kawasan, yaitu di halaman hotel Badeto Ratu (luar Kawasan),

sekitar Information Centre dan tempat parkir, Hutan Pantai di depan Gua Parat,

sekitar Wisma Rengganis, Padang Rumput Cikamal, dan sekitar Wisma Ciborok.

(41)

E. Analisis Data

1. Karakteristik Habitat

a. Komposisi dan Jenis Vegetasi

Hasil analisa vegetasi dianalisis dengan menggunakan Persamaan

Soerianegara dan Indrawan (1988), untuk menentukan besarnya nilai kerapatan

(K), dan kerapatan relatif (KR). Rumus yang digunakan untuk menganalisis

adalah sebagai berikut:

Jumlah Individu Suatu Jenis

K =

Luas Plot Pengamatan (ha)

Kerapatan Suatu Jenis

KR = x 100%

Kerapatan Seluruh Jenis

Tingkat keragaman jenis tumbuhan bawah, dihitung menggunakan Indeks

Shannon-Wiener (Maguran 1988). Persamaan yang digunakan adalah:

Menurut Barbaur et al. (1987), kriteria nilai indeks keragaman sebagai

berikut:

- Jika nilai H’ < 1 Keragaman sangat rendah.

- Jika nilai 1 < H’ =` 2 Keragaman rendah.

- Jika nilai 2 < H’ =23 Keragaman sedang.

- Jika nilai 3 < H’ =› 4 Keragaman tinggi.

- Jika nilai H’ > 4 Keragaman sangat tinggi

Tingkat kemerataan jenis tumbuhan diketahui dengan menggunakan Indeks

KemerataanPielou 1975 (Santosa 1995) dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut:

J’ =

max

'

D

H

; Dmax = Ln S

H’ = - ? ni Ln ni .

N N

Keterangan: H’ = Indeks Keragaman

ni = Jumlah individu suatu jenis

(42)

26

Keterangan: J’ = nilai evennes (0-1)

H’ = indeks keragaman Shannon-Wiener

S = jumlah jenis

b. Jenis Tumbuhan Pakan Disukai (Preferensial)

Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan pakan rusa timor, dilakukan analisis

dan identifikasi jenis setiap kali melakukan pengamatan. Pembahasan dilakukan

secara deskriptif dengan penguraian setiap data hasil pengamatan. Untuk

menentukan preferensi jenis pakan alami rusa, digunakan asumsi bahwa semakin

tinggi frekuensi suatu jenis dimakan oleh rusa, maka jenis tersebut semakin

disukai.

Untuk menganalisis apakah suatu jenis disukai maka dilakukan pengujian

dengan menggunakan Metode Neu, yaitu metode untuk menghitung Indeks

Preferensi. Bibby et al. (1998 menyatakan jika nilai w =E1 maka jenis pakan

tersebut disukai. Nilai w yang didapat dari hasil penghitungan merupakan nilai

Indeks Preferensi, maka nilai Indeks Preferensi dari spesies pakan dibagi dalam

dua kriteria, yaitu:

a. w =1 = Disukai

b. w < 1 = Tidak disukai

Penentuan Indeks Neu (indeks preferensi) menurut Bibby et al. (1998)

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel yang diamati untuk menduga preferensi pakan menurut Indeks Neu.

Nama Spesies a n r w b

1 a.1 n.1 r.1 w.1 b.1

[image:42.595.103.526.538.647.2]

2 a.2 n.2 r.2 w.2 b.2

... ... ... ... ... ...

K ak nk rk wk bk

Keterangan:

a = Proporsi kerapatan jenis tumbuhan pakan (ai/?áa)

n = Jumlah masing-masing spesies tumbuhan pakan alami yang teramati

r = Proporsi jumlah masing-masing spesies yang teramati (ni/?n i)

w = Indeks preferensi (ri/ai)

(43)

c. Tingkat Konsumsi Pakan Harian Rusa

Hasil pengukuran tingkat konsumsi pakan harian dianalisis secara tabulasi

untuk mendapatkan nilai rata-rata dari berat basah hijauan segar yang dimakan

oleh rusa selama 7 (tujuh) hari pengukuran.

d. Produktivitas Jenis Tumbuhan Pakan

Produktivitas jenis tumbuhan pakan dihitung dengan menggunakan

persamaan Sectionov (1999) sebagai berikut:

Keterangan : P = Produktivitas

n = Jumlah petak contoh

A = Luas areal

ai = Luas petak contoh ke-i

BB = Berat basah biomassa petak contoh ke-i (gram)

p = Proper use

Sedangkan analisis nilai produktivitas tumbuhan pakan rusa di

masing-masing tipe habitat rusa, dilakukan dengan pendekatan terhadap nilai selisih berat

bagian tumbuhan dalam waktu tertentu. Rumus yang digunakan adalah menurut

YMR, (2002) sebagai berikut:

?áB =

Bt - Bo

Keterangan : ?òB = Selisih berat bagian tumbuhan contoh dalam waktu

tertentu (gram/hari)

Bt = Berat bagian tumbuhan akhir (gram) Bo = Berat bagian tumbuhan awal (gram)

e. Daya Dukung Habitat

Nilai daya dukung diketahui dengan menggunakan formula (Susetyo, 1980):

P K =

C

Keterangan: K = Jumlah satwa yang dapat ditampung

P = Produktivitas rumput pakan persatuan waktu (kg)

C = Jumlah konsumsi setiap individu (kg/thn)

A

n

a

p

BBi

P

s

n i

.

.

1

(44)

28

2. Pola Aktivitas Harian Rusa

Data hasil pengamatan aktivitas harian rusa timor dianalisis secara tabulasi

untuk mendapatkan nilai proporsi waktu per aktivitas yang dibagi per periode

waktu pagi (06.00-10.00), siang (10.00-14.00) dan sore (14.00-18.00). Data per

periode kemudian direkap untuk mengetahui proporsi per aktivitas per hari per

individu.

3. Parameter Populasi

Data hasil sensus satwa dianalisis rumus penghitungan populasi berdasarkan

variasi temporal menurut Kartono (1994) sebagai berikut:

a. Rata-rata populasi:

b. Keragaman dan Kesalahan Baku:

c. Nilai Dugaan Selang Populasi:

d. Nilai Koefisien Variasi:

e. Tingkat Ketelitian:

Perbandingan sex ratio dan struktur umur dalam populasi dianalisis dengan

menggunakan Piramida Populasi menurut Tarumingkeng (1992) untuk

mengetahui pola pertumbuhan populasi rusa. Hasil sensus dihubungkan dengan

data populasi rusa tahun 2004 – 2008 untuk mendapatkan nilai angka kelahiran

dan angka kematian serta laju pertumbuhan populasi (r). Persamaan yang

digunakan untuk menentukan angka kelahiran adalah sebagai berikut: i

i

n

x

x

=

Σ

Dimana: ni = jumlah ulangan

xi = jumlah total individu satwa pada hari ke-i

(

)

1 / 2 2 2 − Σ − Σ = n n x x

s i i

x

( )

s x

t x

D = ± α

% 100

% x

x s CV = x

% %

100 CV

(45)

Angka kematian menyatakan suatu perbandingan antara jumlah total individu

yang mati terhadap jumlah total individu pada suatu periode tertentu. Persamaan

yang digunakan untuk menentukan angka kematian adalah sebagai berikut:

Laju pertumbuhan populasi dirata-ratakan menggunakan formula

penghitungan rata-rata laju pertumbuhan secara geometris sebagai berikut

(Walpole 1992): t t r r r r r .... 2 . 1 . 0 =

4. Model Pertumbuhan Populasi

Model pertumbuhan populasi disusun menggunakan model pertumbuhan

populasi terpaut kerapatan atau disebut model pertumbuhan logistik, dengan

bentuk persamaan sebagai berikut:

rt e . 0 0 1 K t N −         − + = N N K

Keterangan: Nt = Ukuran populasi pada waktu ke-t

N0 = Ukuran populasi awal

K = Kapasitas daya dukung lingkungan

r = Laju pertumbuhan

e = Bilangan Euler ( 2,71828...)

t = Waktu ke-t

B b = N D d = N

Keterangan : b = Angka kelahiran kasar

B = Jumlah individu kelompok bayi N = Jumlah seluruh betina produktif

Keterangan : d = Angka kematian kasar

D = Jumlah individu mati dalam waktu 1 thn N = Jumlah seluruh anggota produktif

Keterangan : r = Rata-rata laju pertumbuhan populasi

t = Jumlah tahun yang diperhitungkan

(46)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Habitat

Kawasan Cagar Alam/Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran

memiliki luas keseluruhan 530 ha. Taman Wisata Alam (TWA) memiliki luasan

37,7 ha, pada bagian utara kawasan dan kawasan Cagar Alam (CA) pada bagian

selatan dengan luasan 492,3 ha (BKSDA Jabar, 2006). Vegetasi dalam kawasan,

membentuk 3 (tiga) tipe ekosistem, yaitu : Ekosistem Padang Rumput, Ekosistem

Hutan Pantai, dan Ekosistem Hutan Dataran Rendah. Ekosistem hutan dalam

kawasan ini didominasi oleh hutan-hutan sekunder tua, hanya sebagian kecil di

bagian selatan kawasan yang merupakan hutan primer. Tipe-tipe ekosistem ini

merupakan habitat dari rusa timor dalam kawasan.

1. Komposisi dan Jenis Vegetasi

Berdasarkan hasil analisa vegetasi tumbuhan bawah pada semua tipe

ekosistem yang

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran pendugaan daya dukung dan model pertumbuhanpopulasi rusa timor di Cagar Alam/Taman Wisata Alam PananjungPangandaran.
Gambar 2. Peta CA/TWA Pananjung Pangandaran.
Tabel 1.Variabel yang diamati untuk menduga preferensi pakan menurut IndeksNeu.
Tabel 2. Kerapatan jenis vegetasi tumbuhan bawah di padang rumput Cikamaldan Nanggorak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suhu dan kelembaban udara dapat menentukan komposisi spesies kumbang di suatu habitat (Errouissi et al. Spesies cerambycid yang terkoleksi di cagar alam Pangandaran

diperoleh dari pihak TWA Pulau Menipo melalui penelitian yang dilakukan oleh Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam bahwa populasi Rusa Timor di Taman

Pengujian model pertumbuhan rusa timor di padang penggembalaan Sadengan tidak dapat dilakukan karena ukuran populasi pada tahun 2005 melebihi kapasitas daya dukung

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang dilakukan secara kontinyu untuk mengetahui keberadaan, habitat dan daya dukung kawasan bagi lutung jawa di Cagar Alam Dungus

Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan sebanyak delapan jenis makroalga di kawasan Pantai Timur Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat seperti yang

Struktur populasi monyet ekor panjang pada kawasan TWA Pangandaran adalah sebanyak 195 individu dengan komposisi 23 jantan dewasa, 57 betina dewasa, 19 jantan remaja, 16

Hasil penelitian Kumais (2018), tentang perbandingan perilaku harian rusa timor (Rusa timorensis) di stasiun penangkaran satwa liar Oilsonbai, individu betina dewasa

Interaksi pengunjung dengan rusa timor Mengoptimalkan dan memanfaatkan anggaran dalam pengelolaan sanctuary dengan meningkatkan fasilitas sarana dan prasana guna mengurangi