• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TESIS KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan bernilai gizi tinggi, karena daging sapi merupakan makanan yang kaya dengan protein,lemak,mineral serta zat lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Menurut Soeparno (1998) daging didefenisikan sebagai semua jaringa hewan dan semua produk hasil pengolahan tersebut sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Oleh sebab itu usaha untuk meningkatkan konsumsi protein hewani sangatlah penting. Berbagai cara yang yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhn daging, salah satunya dengan meningkatkan produksi ternak daging seperti mendatangkan bibit unggul, penggemukan dan semua bentuk usaha yang termasuk ke dalam panca usaha peternakan.

Meningkatnya permintaan akan sapi di dalam negeri dari tahun ke tahun disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan adanya kemajuan ilmu pengetahuan. Masyarakat dengan pendidikan yang semakin tinggi lebih kritis dalam memilih daging, bukan saja dari segi kualitasnya. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat/konsumen, memaksa produsen untuk meningkatakan kualitas daging sapi.

(2)

daging. Oleh sebab itu untuk menghasilkan daging yang baik dan kualitas yang tinggi, kita harus memperhatiakan hal-hal yang berhubungan dengan kualitas dan daging tersebut.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi atau mengontrol produksi dan kualitas daging. Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor ebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kulaitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan ( termasuk bahan adiktif, hormon, antibiotik dan mineral ) dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging ( Soeparno, 1998 ).

Secara umum dapat dikatakan bahwa daging yang berkualitas tinggi adalah daging yang pada sayatan melintangnya penuh dan berkembang dengan baik, konsistensinya kenyal, teksturnya halus dengan warna yang terang dan mempunyai marbling yang cukup denagn tenunan pengikat yang minimum. Daging yang demikian akan mempunyai derajat keempukan, juiceness, aroma serta rasa yang baik.

(3)

dalam sifat kimia daging antara lain : kandungan protein,kandungan lemak, dan kandungan air. Sedangkan faktor yang termasuk sifat fisik daging antara lain : pH, keempukan,kekenyalan, tekstur dan warna ( Lawrie, 2003 ).

Sapi simmental adalah ternak yang dominan dipotong di Rumah Potong Hewan ( RPH ) kota Payakumbuh. Sapi simmental sebagai ternak potong di Sumatera Barat telah lama berkembang dan merupakan sumber protein hewani yang dominan.

Beberapa karakteristik karkas dan kualitas daging ( sifat kimia dan fisik ) sapi erat hubungannya dengan umur. Sifat fisik dan kimia daging akan mengalami perubahan dengan meningkatnya umur. Hal ini disebabkan karena sifat – sifat ini merupakan faktor yang menetukan dalam penilaian karkas atau mutu daging. Hasil penelitian sebelumnya pada sapi PO memperlihatkan bahwa bebeperapa sifat fisik dan kimia daging akan mengalami perubahan dengan meningkatnya umur (Arnim, 1985). Penelitian tentang karakteristik karkas dan kualitas daging ( sifat kimia dan fisik ) sapi Simmental ini perlu dilakukan untuk menilai mutunya berdasarkan standar dari tingkatan umur ternak tersebut. Penilaian terhadap sifat – sifat ini biasanya dilakukan pada dagig sampel yaitu pada otot Longissimus dorsi yang dimulai dari potongan antara rusuk ke 12 dan 13.

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah umur ternak mempengaruhi karakteristik karkas dan kualitas

( sifat fisik dan kimia ) sapi peranakan Simental.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik karkas dan kualitas daging ( kualitas fisik dan kimia ) daging sapi peranakan Simmental pada umur yanb berbeda

1.4 Hipotesis Penelitian

Umur ternak berpengaruh terhadap karakteristik karkas dan kualitas

( sifat fisik dan kimia ) daging sapi peranakan Simmmental.

1.5 Manfaat Penelitian

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Simmental

Sapi Simmental berasal dari lembah Simme di Swiss. Sapi ini menjadi terkenal di Eropa. Di Prancis sapi ini dikenal dengan nama “Pie Rouge dan di Jerman diberi nama “Fleckvish”. Sapi Simmental memiliki bulu bewarna krem agak coklat atau sedikit merah, sedangkan pada bagian muka, keempat kaki mulai dari lutut ke bawah dan pertengahan sampai ujung ekor bewarna putih. Warna putih pada bagian muka bersifat dominan ( Blakely dan Bade, 1994 ).

(6)

Sapi Simmental terkenal di Eropa karena pertumbuhannya cepat, menyusui pedet baik. Mbadan berukuran panjang dan dalam, perototan baik dan padat serta penimbunan lemak di bawah kulit rendah. Tanduk berukuran kecil, produksi susu yang dihasilkan cukup baik, tetapi di negara maju diarahkan untuk memproduksi daging. Ciri khas dan spesifik sapi Simmental adalah memiliki muka bewarna putih seperti sapi Hereford, jika disilangkan dengan bangsa sapi lain, maka warna putih di muka tetap dominan ( Ensminger, 1991 ).

Bobot badan jantan dan betina dwasa pada sapi Simmental masing – masing 1.150 kg dan 800 kg ( Blakely dan Bade, 1994 ), sedangkan menurut Ensminger (1991), bobot badan dewasa pada pejantan 1.043 – 1.089 kg dan pada betina 726 – 771 kg. Bangsa Simmental merupakan sapi dwi guna, yaitu sebagai penghasil daging dan susu.

(7)

yang terbaik, sehingga diharapkan turunan yang diperoleh mampu beradaptasi di daerah tropis.

2.2 Pendugaan Umur Ternak

Menurut Saladin ( 1984 ) umur ternak sapi dapat ditentukan dengan 3 cara yaitu : (1) Menentukan umur ternak sapi dengan mengetahui tanggal kelahirannya, (2) Menentukan umur sapi dengan memperhatikan perubahan gigi dan geligi, dan (3) menentukan umur sapi denagn memperhatikan pembentukan cincin tanduk ( khusus untuk betina ). Untuk menetukan umur seekor ternak seekor ternak sapi dengan mengetahui tanggal kelahiran merupakan cara yang [paling tepat, tetapi pada umumnya peternak jarang sekali membuat catatan tentang tanggal lahir ternaknya.

Pada umur 1 tahun semua gigi sulung sudah bergesek, umur 2,0 - <2,5 tahun gigi sulung dalam (I1 ) berganti dengan gigi tetap, umur 2,5 - <3,0 tahun gigi seri sulung tengah dalam ( I2) berganti dengan gigi seri tetap, umur 3,0 – 3,5 tahun gigi seri sulung tengah luar (I3) berganti dengan gigi seri tetap pada umur 3,5 – 4,0 tahun gigi seri sulung luar (I4) berganti dengan gigi seri tetap (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

2.3 Karakteristik Karkas dan Kualitas ( Fisik dan Kimia ) Daging.

(8)

Ditambahkan oleh Tabrany (2001) daging merupakan serabut otot yang diletakkan bersama oleh jaringan ikat dan diselingi dengan serabut syaraf dan pembuluh darah.

Komponen utama daging terdiri dari oto, lemak, sejumlah jaringan ikat (kologen, elastin dan retikulin), serta pembuluh darah, epitel dan syaraf (Forest et al, 1975). Otot terdiri dari beberapa berkas otot (muscle fibre) yang merupakan sel berupa benang panjang, tidak bercabang dan sedikit meruncing pada kedua ujungnya. Serat otot berisi benang otot (myofibril), sedangkan myofibril terdiri dari beberapa sarcomer. Dalam sarcomer terdapat myofillamen aktin (tipis) yang tersusun dari protein aktin myofillamen myosin. Pada penampang membujur, myofillamen myosin tertata satu sama lain serta tumpang tindih pada daerah tertentu sepanjang sumbu membujurnya dan merupakan unit dasar terjadinya kontraksirelaksasi, sehingga panjang sarcomer tidak tetap dan dimensinya tergantung pada status kontraksi oto-otot tersebut.

(9)

oleh lapisan endomisium, sedangkan pembungkus yang paling luar disebut epimisium.

Karkas sapi adalah bagian tubuh hasil pemotongan setelah dikurangi darah, kepala, keempat kaki pada bagian bawah (mulai dari carpus da tarsus), kulit, saluran pencernaan, usus, urine, jantung, tenggorokan, paru-paru, limpa, hati dan jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian tubuh, sedangkan ginjal sering dimasukkan sebagai karkas (Lawrie, 2003). Komponen utama karkas yang diharapkan adalah proporsi daging yang maksimal, proporsi lemak optimasl dan proporsitulang minimal. Tulang merupakan komponen yang pertama kali tumbuh, diikuti oleh otot sampai mencapai pubertas dan laju pertumbuhan otot mulai menurun dan deposisi lemak muli meningkat (Berg dan Butterfield, 1976). Pada umumnya penilaian hasil karkas dilakukan melaui presentase karkas. Semakin tinggi presentase karkas semakin baik performan karkas.

Bobot karkas ada dua macam yaitu bobot karlkas segar (fresh carcass weight) atau bobot karkas sebelum dilayukan dan bobot karkas layu (cold carcass weight) yaitu bobot karkas setelah dilayukan selama kurang lebih 24 jam (Gunardi, 1976). Penyusutan bobot karkas berkisar 2 – 3 persen dari bobot karkas panas yang hilang sebgai drip (Romans dan Ziegler, 1974). Presentase karkas sapi berkisar antara 50 – 60 persen (Soeparno, 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi presentase karkas adalah pakan, umur, bobot hidup, jenis kelamin, hormon, bangsa dan konformasi tubuh (Preston dan Willis, 1974). Bobot karkas akan meningkat sejalan dengan peningkatan bobot potong (Forrest et al, 1975).

(10)

substansi. Selanjutnya Forest dkk (1975) mengatakan bahwa setelah hewan dipotong, berbagai reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim akan mengubah glikogen di dalam otot menjadi asam laktat yang dalam keadaan anaerob dan akibatnya pH turun. Penurunan pH otot postmorten juga bervariasi diantara ternak, pH karkas atau daging hanya menurun sedikit selama beberapa jam pertama setelah pemotongan dan pada saat pencapaian kelakuan daging pH tetap tinggi yaitu antara 6,5 – 6,8. Pada ternak lain selama beberapa jam pertama setelah pemotongan, pH dapat menurun dengan sepat hingga mencapai 5,4 – 5,5 pH daging akan stabil antara 5,3 – 5,6.

2.4 Pengaruh Umur Terhadap Sifat Fisik Daging

Sifat fisik daging merupakan faktor yang menetukan dalam penilaian oleh konsumen terhadap mutu daging. Sifat tersebut antara lain : tebal lemak punggung, luas urat daging mata rusuk, keempukan, warna, tekstur dan kekenyalan (Forest dkk, 1975).

Soeparno (1989) membagi dua faktor yang mempenagruhi kualiatas daging, yaitu faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan ternak yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies ternak, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, tingkat stres, pengangkutan ternak dan pakan termasuk bahan adiktif seperti hormon, antibiotika dan mineral. Sedangkan faktor sesudah pemotongan adalah metode pelayuan karkas dan daging, stimulasi listrik, pH karkas daging,jumlah lemak intramuskuler dan metode penyimpanan.

(11)

yaitu dengan mengukur ketebalan lemak punggung. Tebal lemak punggung diukur antara rusuk 12 – 13 diatas urat daging mata rusuk pada tiga per empat panjang irisan melintangnya. Tebal lemak punggung sapi Angus dan Simmental masing-masing 0,89 dan 0,81 cm (Crouse dkk, 1985).

Menurut Field dan Schoonover (1967) luas UDAMARU dipengaruhi oleh bobot hidup. Makin tinggi bobot hidup, makin luas areal UDAMARU. Selanjutnya Arka (1984) melaporkan, umur sapi memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas UDAMARU. Dengan bertambahnya umur, luas UDAMARU juga bertambah. Sapi Bali umur 2 tahun luas UDAMARU nya 63,44 cm2 , setelah umur 3 tahun, meningkat denagn nyata menjadi 73,22 cm2 .

2.5 Pengaruh Umur Terhadap Organoleptik Daging

Menurut Forrest dkk (1975), derajat kedewasaan (maturity) juga berpengaruh terhadap kualitas daging, khususnya warna, tekstur, keempukan dan konsistensi daging. Dengan bertambahnya derajat kedewasaan mutu dasiging akan menurun, akan tetapi sebaliknya makin banyak marbling, maka kualiatas daging semakin meningkat. Marbling ini erat kaitannya dengan keempukan, rasa dan aroma. Daging yang dinilai baik adalah daging yang memiliki perlemakan tidak terlalu banyak, tetapi cukup mempunyai perlemakan di dalam urat daging (Gunardi, 1976).

(12)

yang sudah tua. Forrest dkk (1975) bila hewan bertambah tua, akan terjadi perubahan sruktur jaringan ikat, sehingga daging jadi keras dan daya tahan terhadap sobekan atau kunyahan meningkat. Meskipun hewan muda dagingnya lebih empuk dari hewan dewasa, tetapi perubahan ini tidak linier, karena pada fase pertumbuhan cepat secara relatif menurunkan kadar kolagen atau keempukan bertambah. Perubahan daging dari empuk ke keras atau liat bertambah secara periodik dan ini terjadi pada umur 30 bulan.

Perbedaan kekenyalan disebabkan adanya perbedaan dalam perlemakan dan jaringan ikat atau kolagen (Natasasmita, 1984). Lawrie (2003) menyatakan bahwa kekerasan dari tekstur serat akan bertambah dengan bertambahnya umur. Oto yang mempunyai aktifitas fisik yang banyak, biasanya diikuti oleh kandungan myoglobin yang tinggi, sehingga daging pada bagian tersebut bewarna lebih gelap jika dibandingkan dengan daging atau otot yang kurang aktivitasnya. Daging sapi muda bewarna merah muda merupakan tanda bahwa kandungan myoglobinnya lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi yang lebih tua (Forrest dkk, 1975).

2.6 Pengaruh Umur Terhadap Sifat Kimia Daging

(13)

terdiri dari air 65 – 80 %, protein 16 – 22 %, lemak 1.5 – 13 substansi non nitrogen 1 % (sekitar 0.5 – 1.5%), dan konsisten anorganik 1.0 %. Variasi komposisi kimia daging dapat disebabkan oleh faktor perbedaan pertumbuhan, pakan, bangsa, umur, lokasi otot, serta penyimpanan dan preservasi (Lawrie, 2003).

Kadar air daging dipengaruhi oleh umur ternak (Tilman dkk, 1984), jenis kelamin (Edey, 1983), kadar lemak(Cheechi dkk, 1988). Kadar lemak dalam tubuh berkorelasi negatif dengan air, sehingga denagn kenaikan kadar lemak maka kadar air akan menurun. Browning dkk, (1990), menyatakan bahwa koefisien korelasi antara kadar air dengan lemak cukup tinggi yaitu 0,68.

(14)

Protein utama jaringan ikat adalah kolagen. Jaringan ikat ini hampir terdapat disemua komponen tubuh ternak, sehingga kolagen merupakan protein yang paling banyak terdapat dalam tubuh ternak (Swatland, 1984). Kadar kolagen berbeda antar individu otot dan umur ternak (Soeparno, 1990) dan juga dipengaruhi oleh aktivitas gerak dari urat daging tersebut (Gerrard dkk, 1987) dan kualitas karkas (Prost dkk, 1975). Selama ternak mengalami tumbuh dan kembang, ikatan silang kovalen meningkat, sehingga serabut kolagen menjadi lebih kuat dan mengakibatkan daging terasa lebih alot. Pada ternak tua daging lebih alot dibanding dengan ternak uda (Soeparno, 1998). Menurtu Arka (1984) berdasarkan penelitiannya terhadap komposisis kimia sapi Bali umur 2 tahun dan 3 tahun. Pembentukan protein dalam tubuh antara lain dipengaruhi oleh status fisiologi dari hewan. Hewan yang masih muda membutuhkan lebih banyak protein dibandingkan dengan hewan yang dewasa.

(15)

BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan 18 sampel karkas segar sapi peranakan Simmental betina berkondisi sedang yang terdiri dari 3 tingkatan umur. Jumlah karkas yang digunakan untuk setiap tingkat umur adalah 6 sampel. Sapi yang digunakan untuk sampel berasal dari sapi peranakan Simmental yang dipotong di RPH (Rumah Potong Hewan) kota Payakumbuh dengan latar belakang pemehirannya tidak diketahui.

Sampel UDAMARU (Urat Daging Mata Rusuk) masing-masing diambil dari 6 ekor sapi untuk setiap tingkatan umur. Sampel yang digunakan yaitu oto Longissimus dorsi yang dimulai pada potongan antara tulang rusuk ke 12 – 13, masing-masing umur sapi sebanyak 500 gram. Penentuan umur berdasarkan pergantian gigi (Sudarmono dan sugeng, 2008) dapat dilihat tabel 3.1.

(16)

Pergantian Gigi

Umur I1 berganti 2.0 - <2.5 tahun I2 berganti 2.5 - <3.0 tahun

I3 berganti 3.0 - <3.5 tahun

3.1.1 Sampel Penelitian

Rata-rata sapi Simmental betina yang dipotong di RPH (Rumah Potong Hewan) sebanyak ± 8 ekor/hari. Adapun kriteria sapi yang dijadikan sampel adalah :

• Kondisi badan sedang

• Sapi betina yang akan dipotong merupakan sapi yang telah diIB

( Inseminasi Buatan ) beberapa kali tetapi tidak mengalami kebuntingan.

• Latar belakang pemeliharaan sapi tidak diketahui.

3.1.2 Prosedur Penelitian

Prosedur pemotongan dilakukan sesuai dengan standar pemotongan rumah potong hewan. Standar pemotongan RPH yang dimaksud adalah :

(1) Ternak harus sehat atau tidak menderita sakkit, (2) Ternak tidak dalam keadaan lelah,

(3) Ternak yang sudah tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit.

(17)

1. Sapi-sapi yang akan dipotong diberi tanda berdasarkan umur.

2. Sebelum dipotong sapi dipuaskan selama kurang lebih 12 jam untuk mengurangi isi saluran pencernaan dan hanya diberi air minum.

3. Setelah sapi disembelih, dikuliti, dikeluarkan isi rongga perut, pemotongan kepala dan keempat kaki mulai dari metacarpus metatarsus.

4. Kemudian dilakukan penimbangan karkas, diukur tebal lemak punggung pada penampang melintang melintang daging mata rusuk pada irisan antara rusuk ke 12 dan 13 serta mengukur luas urat daging pada irisan yang sama.

5. Kemudian diambil sampel sebanyak 500 gram.

6. Sampel kemudian di bagi dua bagian, diambil sebanyak 400 gram untuk pengukuran yang dilakukan secara objektif dan 100 gram untuk pengukuran yang dilakukan secara subjektif (secara organoleptik).

7. Sampel sebanyak 400 gramtersebut kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan diletakkan kedalam termos berisi es dan dibawa ke laboratorium Nutrisi Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang untuk dianalisis sifat kimia dan fisiknya (bobot karkas, tebal lemak punggung, luas UDAMARU, kandungan air, kandungan protein, kandungan lemak, kandungan abu dan pH daging.

(18)

3.1.3 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : daging sampel sapi peranakan Simmental yaitu pada otot Longissimus dorsi yang dimulai dari potongan antara rusuk ke 12 dan 13.

Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ni adalah sebagai berikut :

1. Timbangan karkas.

2. Lembar palstik grid, berkolom 1 cm bujur sangkar. 3. Pisau.

4. Bimetal Thermometer.

5. Alat – alat pengukur kandungan lemak. 6. Alat – alat pengukur kandungan protein. 7. Alat – alat pengukur kandungan air. 8. Alat – alat untuk uji organoleptik. 9. Panci aluminium.

10. Kompor.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok, denagn 3 perlakuan (umur potong) dan 6 kelompok (hari) yaitu :

1. Perlakuan I1, umur potong 2.0 - < 2.5 tahun. 2. Perlakuan I2, umur potong 2.5 - < 3.0 tahun. 3. Perlakuan I3, umur potong 3.0 - < 3.5 tahun. 3.3 Analisis Data

(19)

kandungan abu, pH daging) data dianalisis Rancangan Acak Kelompok. Bila terdapat perbedaan yang nyata dilakukan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Hasil pengamatan ditabulasikan seperti tabel 3.3.

Peubah yang dinilai secara organoleptik hasilnya, berupa nilai skor yang diberikan oleh panelis ditabulasikan, sehingga didapatkan jumlah frekuensi dari setiap kriteria penilaian (Tabel Lampiran 1). Kemudian data yang didapat ini diolah dengan Uji Khi-Kuadrat menutut Sudjana (1996). Kualitas fisik dan kimia daging sapi peranakan Simmental yang dipotong pada beberapa kelompok umur disajikan pada tabel 3.3

(20)

6

Y16 Y26 Y36 Y.6 y.6

Jumlah y1 Y2 Y3 Y..

Rataan y1 y2 y3 y..

3.4 Peubah yang Diamati

3.4.1 Karakteristik karakas meliputi : bobot karkas, teabl lemak punggung, luas urat daging mata rusuk.

3.4.2 Karakteristik daging ( sifat fisik dan kimia daging ) terdiri dari :kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan pH daging, organoleptik meliputi : keempukan, warna, tekstur dan kekenyalan.

3.5. Cara Pengukuran Peubah Penelitian

Peubah yang diukur pada penelitian ini. Pengukurannya dilakukan secara objektif dan subjektif (secara organoleptik).

3.5.1 Pengukuran secara objektif meliputi :

1. Bobot Karkas.

(21)

perempat karkas. Pemotongan karkas menjadi empat bagian dapat memudahkan pengangkatan. Selnjutnya karkas ditimbang.

2. Tebal Lemak Punggung

Ditentukan dengan cara mengukur tebal lemak punggung pada kurang lebih

Tiga perempat panjang irisan penampang melintang urat daging mata rusuk ke

13 |(Soeparno, 1998).

3. Luas Urat Daging Mata Rusuk

Dihitung dengan cara mengukur luas penampang urat daging mata rusuk (Longissimus dorsi) pada irisan antara rusuk 12 dan 13 ( Soeparno, 1998). Permukaan irisan urat daging mata rusuk ditempel dengan plastik transparan, kemudian digambar dengan spidol. Gambar bidang permukaan penampat melintang uart daging mata rusuk ditera dengan plastik grid, dengan satuan 1 cm2 tiap kotak. Jumlah kotak yang tercakup titik pusatnya oleh bidang penampang melintang UDAMARU dijadikan ukuran luasnya dalam cm2. Kotak yang titik pusatnya tidak terliput, tidak ikut dihitung.

(22)

4. Kandungan Air

Kandungan air daging ditentukan dengan metode AOAC (1980), dengan prosedur kerja sebagai berikut :

Slicadish yang bersih dikeringkan di dalam alat pengerig/oven listrik pada temperatur 105 C – 110 C selama 1 jam, kemudian didinginkan di dalam eksikator selama 1 jam. Setelah dingin ditimbang dengan neraca Analitik beratnya (X gr), ditimbangkan sampel bersama Slicadish seberat 5 gr (Y gr). Dikeringkan di dalam oven listrik pada temperatur 105 C – 110 C selama 8 jam, kemudian didinginkan ke dalam eksikator selama 1 jam. Setelah dingin ditimbang dengan neraca analitik beratnya ( Zgr )

Kadar Air = X+ Y – Z x 100 % Y

Keterangan : X = berat slicadish kosong

Y = berat slicadish + sampel

Z = berat slicadish + sampel yang telah dikeringkan

(23)

Kandungan protein daging ditentukan dengan Metode AOAC (1980), dengan memakai metode Kjedal. Proses kerja sebagai berikut :

Sampel daging dikeringkan dalam oven, temperatur 600 C selama 24 jam lalu digiling. Sampel diambil 1 gram lalu dimasukkan ke dalam labu Kjedal, ditambah dengan 1 gr Selenium dan dicampur dengan H2S04pekat 25 ml, kemudian didestruksi sampai larutan ini bewarna hijau jernih. Sampel destruksi yang sudah dingin, selanjutnya dimasukkan kedalam labu penyuling, diencerkan dengan 500 ml air, ditambahkan batu didih dan 50 ml NaOH 30%. Penyulingan dilakukan selama ± 15 menit, hasil sulingan ditangkap oleh labu urlemeyer yang diisi 25 ml H2SO4, 0.05 N dan tetes indicator. Hasil penyulingan selanjutnya dititar dengan NaOH 0,1 N. Perubahan warna dari merah menjadi kuning menandakan titik akhir. Lalu dibandingkan dengan titar blangko.

Kadar Protein = ( Y-Z) x N x 0,014 x C x 6,25 x 100 % X

Keterangan : X = banyak contoh (gr)

Y = NaOH untuk titrasi blanko (ml)

N = normalitet NaOH untuk titrasi contoh (ml)

(24)

6. Kandungan Lemak

Kandungan lemak daging dengan metode AOAC (1980), ditentukan dengan alat soxhlet. Prosedur kerja sebagai berikut :

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram (= X gr), kemudian dibungkus dengan kertas lemak (ukuran kertas berdasarkan untuk membungkus 1 gram sampel. Keringkan dalam oven listrik selama 12 jam pada suhu 1050 – 1100 C. Timbang panas-panas bungkusan tersebut ( = Z gr ).

Kandungan Lemak = X+ Y – Z x 100 % Y Keterangan : X = berat slicadish kosong

Y = berat slicadish + sampel

Z = berat slicadish + sampel yang telah dikeringkan

7. Kandungan Abu

Ditentukan mengambil sampel daging seberat 5 gram, dimasukkan ke dalam cawan porselin ( silica disc ), kemudian dimasukkan kedalam tanur listrik dengan temperatus 400 – 6000 C sampai sampel bewarna putih yang dikatakan abu (mineral), diangkat dan didinginkan, kemudian ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus :

Kandungan Abu = Z – X

(25)

Keterangan : X = bobot awal cawan porselin

Y = banyaknya sampel

Z = bobot akhir porselin dan sampel

8. pH Daging

Pengukuran pH menggunakan alat pH-Meter. Pengukuran pH dilakukan pada 18 jam setelah pemotongan dengan menggunakan pH meter 10 gr sampel dihaluskan dan dimasukkan dalam beker glas kemudian diencerkan dengan air suling sampai 100 ml dan dicampur dengan mixer selama 1 menit agar homogen. Sebelum pengukuran pH dilakukan,thermometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan pH standar, kemudian sampel siap diukur derajat keasamannya.

3.5.2 Pengukuran yang dilakukan secara subjektif ( secara organoleptik )

Adalah :

1. Keempukan.

- Untuk masing-masing sampel dibagi bagian sama besar ( dengan ukuran 2 x 2 cm ).

- Sebelum dimasukkan ke dalam panci perebus dipasang bimetal thermometer dengan cara ditancapkan sampai menebus bagian dalam daging.

(26)

daging berubah dari warna merah menjadi coklat muda (uji keempukan).

- Kemudian setelah dingin diberikan pada panelis untuk dikunyah sehingga bisa meninggalkan kesan empuk atau alot.

2. Warna, dilihat sebelu direbus

3. Tekstur, dilihat dan dirasakan sebelum direbus. 4. Kekenyalan, dilihat dan dirasakan sebelum direbus.

Penilaian organoleptik :

- Bahan disajikan secara acak dengan diberi kode tertentu.

- Panelis diminta untuk memberikan skor pada formulir yang telah disediakan (Lampiran I).

- Panelis terdiri dari 5 orang teknisi Laboratorium Peternakan Politeknik Pertanian Payakumbuh.

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penilaian Secara Objektif Karakteristik Karkas dan Kualitas Daging Hasil penilian mengenai karakteristik karkas (bobot karkas, tebal lemak punggung, luas urat daging mata rusuk) dan kualitas daging (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, pH daging) serta hasil penilaian mengenai keempukan, warna, tekstur dan kekenyalan.

Secara lengkap penilaian mengenai karakteristik karkas dan kualitas daging dapat dilihat pada tabel 4.1.1. sampai dengan tabel 4.18. di bawah ini.

4.1.1. Bobot Karkas

Bobot karkas pada beberapa kelompok umur disajikan pada tabel 4.1.1

Tabel 4.1.1.Bobot Karakas pada beberapa Kelompok Umur

Umur(tahun) Rataan Bobot Karkas(Kg)

I1 (2.0 - < 2.5) 12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

257.67A 269.00AB

283.33B

(28)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) didapatkan perbedaan yang sangat nyata diantara ketiga tingkatan umur terhadap bobot karkas (P<0.01). Hasil uji Duncan bobot karkas sapi I1 tidak berbeda nyata dengan I2 (P<0.01) dengan rataan bobot karkas 257.67 dan 269. Sedangkan antara I3 dengan I2 tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Bobot karkas sangatberhubungn erat dengan bobot potong, semakin tinggi bobot potong, bobot karkas semakin tinggi pula. Arnim (1985) menyatakan nbobot karkas sapi PO meningkat dengan cepat ketika sapi berumur 3.0 tahun sampai 3.5 tahun. Forrest et al (1975) mengemukakan bahwa bobot karkas semakin tinggi dengan meningkatnya bobot potong, demikian juga dengan karakteristik yang berbeda.

Soeparno (1998) menambahkan bahwa deposisi lemak pada sapi merupakan fungsi linear dari waktu dan umur misalnya laju deposisi lemak bisa konstan tapi presentase lemak tubuh meningkat pada saat ternak dewasa dan struktur lain berhenti tbertumbuh. Demikian kenaikan bobot karkas maka Proporsi otot,tulang dan fasia serta tendo menurun sedangkan Proporsi lemak meningkat.pada berat hidup yang lebih tinggi,jenis kelamin dapat terjadi setelah mencapai fase pertumbuhan penggemukan.Selanjutnya dikemukakan bahwa perbedaan bahwa perbedaan komposisi karkas antara jenis kelamin terutama disebabkan oleh steroid kelamin.Pada berat tubuh yang sama jumlah lemak sapi,domba dan babi bervariasi,pada sapi jumlah lemak betina dara lebih besar daripada jantan kastrasi dan keduanya lebih besar dari pada sapi pejantan .

(29)

bangsa sapi tipe besar akan lebih berdaging(lean),proporsi tulang lebih tinggi,lemak lebih rendah daripada bangsa sapi tipe kecil(Wiliam 1982).

Perbedaan ini disebabkan karena padaberat yang sama bangsa tipe besar secara fisiologis lebih muda.

4.1.2. Luas urat daging mata rusuk(UDAMARU)

Luas uratdaging mata rusuk pada beberapa kelompok umur disajikan pada tabel4.1.2

Tabel4.1.2. Luas Urat Daging Mata Rusuk pada Beberapa KelompokUmur

Umur(tahun) Rataan Luas UDAMARU (cm2)

I1 (2.0 - < 2.5) 12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

93.33a 95.33b 97.33c

Keterangan : Superskrip dengan huruf Kecil yang berbeda Menunjukkan Berbeda Nyata (P<0.05)

Hasil analisis sidik ragam (lampiran 3).didapatkan perbedaan yang sangat nyata diantara ketiga tingkatan umur terhadap luas urat daging mata rusuk(P 0,01).Hasil uji duncan luas UDAMARU sapi I1 dengan rataan 93.33 dan

(30)

Arnim (1985) menyatakan bobot karkas sapi PO meningkat dengan cepat ketika sapiberumur 3.0 tahun sampai 3.5 tahun. Luas urat daging mata rusuk berkorelasi positif dengan bobot karkas. Pada sapi PO jantan, setiap pertambahan luas urat daging mata rusuk 1 cm2 – akan menghasilkan kenaikan bobot karkas 2.90 kg (Suwarno, 1980).

4.1.3. Tebal Lemak Punggung

Tebal Lemak Punggung pada beberapa kelompok umur disajikan pada tabel 4.1.3.

Umur(tahun) Rataan Tebal Lemak Punggung (cm) I1 (2.0 - < 2.5)

12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

0.63 0.93 1.23

(31)

perlemakan pada depot-depot lemak. Selanjutnya dikatakan bahwa nutrisi adalah salah saru faktor penting yang berpengaruh terhadap proporsi kenaikan lemak pada karkas. Tebal lemak sub kutan sebagai indikator dalam menentukan kualitas karkas (presentase daging dan presentase lemak) lebih dipengaruhi oleh variasi bangsa, nutrisi dan jenis kelamin. Tebal lemak punggung diukur pada kuarng lebih tiga perempat panjang irisan penampang melintang urat daging mata rusuk antara rusuk ke 12 dan 13 (Soeparno, 1998). Tebal lemak punggung sapi Angus dan Simmental masing-masing 0.89 cm dan 0.81 cm (Crouse dkk, 1989).

Swatland (1984) mengemukakan bahwa tebal lemak punggung adalah tebal lemak sub kutan yang diukur antara rusuk 12 dan 13 di atas urat daging mata rusuk pada posisi tiga per empat panjang irisan melintang urat daging mata rusuk. Tebal lemak punggung juga merupakan faktor yang sangat penting dlam menentukan pelemakan karkas. Selanjutnya dikatakan bahwa benyaknya lemak sub kutan yang menutupi karkas merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas dengan mengukur ketebalan lemak punggung. Besarnya proporsi urat daging karkas dengan megukur ketebalan lemak punggung. Besarnya proporsi urat daging karkas dapat ditentukan oleh luas urat daging mata rusuk (longisimus dorsi et lumbarun), sedangkan proporsi lemak karkas ditentukan oleh tebal lemak punggung.

(32)

Kandungan Protein pada beberapa kelompok umur disajikan pada teabel 4.1.4

Tabel 4.1.4. Kandungan Protein pada Beberapa Kelompok Umur

Umur(tahun) Rataan Kandungan Protein (%) I1 (2.0 - < 2.5)

12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

20.52a 20.42a 17.73b

Keterangan : Superskrip dengan Huruf Kecil yan Berbeda Menunjukkan Berbeda Nyata (P<0.05)

Hasil analisis keragaman (Lampiran 5) didapatkan perbedaan yang nyata (P<0.05) pada ketiga tingkatan umur terhadap kandungan protein. Hasil ujiDuncan (Lampiran 5) kandungan protein umur I1 tidak berbeda nyata dengan I2 (P<0.01). tetapi umur 3-3.5 tahun rataan kandugan proteinnya lebih rendah dibanding umur 2-2.5 tahun, sedangkan antara umur 3-3.5 tahun dengan 2.5-3 tahun memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Hal ini mungkin karena pembentukan protein dalam tubuh antara lain dipengaruhi oleh status fisiologis hewan. Hewan yang masih muda masih membutuhka lebih banyak protein dibandingkan dengan hewan yang dewasa.

(33)

mempunyai pengaruh yang besar terhadap kealotan daging. Jumlah dan kekuatan kolagen dapat meningkat sesuai denagn umur. Semakin tinggi lemak intramuskuler, akan menyebabkan ikatan dalam protein otot lebih mudah terputus, sehingga daging lebih empuk (Browning dkk, 1990).

4.1.5. Kandungan Air

Kandungan Air pada beberapa kelompok umur disajikan pada tabel 4.1.5.

Tabel 4.1.5. Kandungan Air pada Beberapa Kelompok Umur

Umur(tahun) Rataan Kandungan Air(%)

I1 (2.0 - < 2.5) 12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

72.89 74.36 73.85

(34)

sehingga memberikan ruang yang cukup bagi protein untuk mengikat air (Lawrie, 2003). Air di dalam daging dibedakan kedalam tiga bentuk yaitu air terikat, air tidak tetap dan ir bebas. Air bebas terletak dibagian luar sehingga mudah lepas, namun air terikat dengan protein sulit dilepaskan dan air tidak tetap (labil) dilepaskan bila terjadi perubahan pH dan suh (Forrest dkk, 1975).

4.1.6 Kandungan Lemak

Kandungan Lemak pada beberapa kelompok umur disajikan pada tabel 4.1.6

Tabel 4.1.6. Kandungan Lemak pada Beberapa Kelompok Umur

Umur(tahun) Rataan Kandungan Lemak(%)

I1 (2.0 - < 2.5) 12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

5.83 4.72 5.09

Hasil analisis keragaman (Lampiran 7) didapatkan perbedaan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada ketiga tingkatan umur terhadap kandungan lemak. Pada Tabel 4.1.6 di atas dapat kita lihat bahwa rataan kandungan lemak tidak berpengaruh terhadap umur ternak. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor daerah asal ternaka yang berbeda-beda dan kondisi pakan yang tidak sama.

(35)

dimanfaatkan untuk peimbunan butir-butir lemak. Sapi Simmental merupakan sapi subtropis yang memiliki pertumbuhan cepat dengan nilai perlemakan di dalam dagingbaik, sehingga lebih empuk dari bangsa sapi tropis atau Bos indicus dan Bos sondaicus. Menurut Judge dkk, (1989) bahwa lemak merupakan komponen karkas yang pertumbuhannya maksimalnya paling akhir atau masak lambat, setelah pertumbuhan tulang dan otot. Pertumbuhan lemak intramuskuler pertumbuhannya paling akhir setelah lemak visceral dan lemak subkutan. Kadar lemak daging bervarioasi dan dapat dipengaruhi oleh bangsa, umur, spesies, lokasi otot dan pakan. Kandungan lemak daging berkisar antara 1,5 sampai dengan 13 perse dan sangat bervariasi (Forrest dkk, 1975).

Variasi kadar lemak daging sangat menentukan kandungan nutrisi daging lainya, seperti kandungan protein, air dan abu (Judge dkk, 1989). Ternak yang ringan biasanya mengandung otot lebih banyak dan lemak lebih sedikit. Setelah ternak menjadi lebih berat, proporsi tubuh meningkat. Berat tubuh ruminansia mempunyai hubungan yang erat dengan komponen kimianya. Secara relatif, makin kecil uuran dewasa, makin tinggi kadar laemak tubuh serta makin rendah kadar protein dan air pada berat tubuh kosong yang sam, atau kadar lemak tubuh yang tetap akan terjadi lebih awal. Meskipun demikian, hubungn-hubungan tersebut di atas bisa diubah dengan perlakuan nutrisi yang berbeda pada kondisi lingkungan tertentu (Soeparno,1989).

(36)

mengandung lemak sampai sekitar 30-40%. Tingkat perlemakan sangat menetukan kapan ternak tersebut harus dipotong dan pemotongan ternak sebaiknya dilakukan pada saat perlemakan mencapai tingkat yang optimum.

4.1.7. Kandungan Abu

Kandungan Abu pada beberapa kelompok umur yang disajikan pada tabel 4.1.7

Tabel 4.1.7.Kandungan Abu pada Beberapa Kelompok Umur

Umur (tahun) Rataan Kandungan Abu (%)

I1 (2.0 - < 2.5) 12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

0.96 0.94 1.03

Hasil analisis keragaman (Lampiran 8) kandungan abu tidak berbeda nyata (P>0.05) pada beberapa kelompok iumur ternak. Kadar abu daging secara konstan yaitu sebesar 1 persen. Kadar abu daging ini berkaitan erat dengan air, protein daging dan lemak. Sehingga daging tanpa lemak secara relatif lebih banyak mengandung mineral (Forrest dkk, 1975).

4.1.8. pH Daging

pH daging pada beberapa kelompok umur disajikan pada tabel 4.1.8.

(37)

Umur (tahun) Rataan Kandungan pH Daging I1 (2.0 - < 2.5)

12 (2.5 - < 3.0) I3 (3.0 - < 3.5)

5.58 5.53 5.51

Hasil analisis keragaman (Lampiran 9) didapatkan bahwa umur tidak berbeda nyata terhadap pH daging (P>0.05). Pada hasil penelitian ini diperoleh nilai Ph pada kisaran 5.51 – 5.58, dengan demikian dikatakan umur tidak berpengaruh terhadap pH. Penurunan pH daging disebabkan oleh kondisi ternak sebelum dipotong dan jumlah cadangan glikogen dalam otot agak terbatas. Soeparno (1998) mengemukakan bahwa pH lebih dipengaruhi oleh stress sebelum pemotongan, pemberian injeksi hormon atau obat-obatan, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik, dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis. Pada ternak yang terlalu banyak bergerak sebelum pemotongan, maka persediaan glikogen akan berkurang karena sebagian glikogen dipergunakan untuk aktivitas. Penurunan pH otot post morteem serta cadangan glikogen otot.

(38)

cerah yang disukai, baik dalam keadaan telah dimasak atau telah diasin dan stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan mikroorganisme (Lawrie, 2003).

4.2 Penilaian secara subjektif ( secara organoleptik )

Secara lengkap penilaian organoleptik oleh panelis terhadap keempukan, warna, tekstur dan kekenyalan dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2. Hasil Penilaian Subjektif dari sifat Fisik Daging Sapi Simmental Pada Beberapa Kelompok Umur

Nilai Skor Nilai / Skor Keempukan

(39)

Kenyal Agak halus Kasar Jumlah

3 2 1

3 6 21* 30

13* 15* 2 30

20* 8 2 30

36 29 25 90

Keterangan : * Meneunjukkan Kriteria Nyata

4.2.1. Keempukan

(40)

Khi-Kuadrat (Lampiran 10) didapatkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh diantara ketiga tigkatan umur terhadap keempukan (P<0.05). Berdasarkan hasil penelitian bahwa I1 termasuk kriteria nyata empuk (P<0.05), I2 termasuk nyata agak empuk (P<0.05) dan I3 termasuk nyata keras (P<0.05) dengan nilai / skor penilaian 25,24 dan 22. Hal ini disebabkan hewan yang muda tulang-tulang rusuk masih terdiri dari tulang rawan, warna merah dan berpori, warna daging merah muda dan tekstur daging halus, dagingnya empuk dan tidak kenyal (Natasasmita, 1984). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keempukan akan semakin rendah dengan meningkatnya umur ternak. Hal ini disebabkan kadar kolagen dalam jaringan ikat yang mengalami perubahan-perubahan molekuler dan mempengaruhi keempukan daging dengan semakin bertambahnya umur ternak. Oleh karena itu ternak yang tua akan cenderung menghasilkan daging yang relatif alot dari pada ternak yang muda. Perbedaan ini juga kemungkinan lain karena perbedaan jumlah ikatan silang serabut-serabut kolagen (Ninu, 2008).

(41)

empuk ke keras atau liat bertambah secara periodik dan ini terjadi pada umur 30 bulan.

4.2.2. Warna

Hasil penilaian organoeptik (Lampiran 11) menunjukkan faktor umur tidak berpengaruh nyata pada warna dagig (P<0.05). Pengujian statisitik Uji Khi-Kuadrat (Lampiran 11) tidak didapatkan perbedaan yang nyata terhadap warna (P<0.05). Berdasarkan hasil penelitian I1 termasuk kriteria nyata merah terang (P<0.05), I2 termasuk nyata merah (P<0.05) dan I3 termasuk nyata merah gelap (P<0.05) dengan nilai/skor penilaian 24,20 dan 23. Dimana semakin tua umur ternak, warna daging semakin gelap atau nilai skor daging semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi umur ternak, kandungan mioglobin dalam daging semakin tinggi, dengan demikian menyebabkan warna daging semakin gelap. Lawrie (2003) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi warna daging diantarnya pakan, spesies, umur, tingkat aktivitas dan tipe otot. Selanjutnya dikatakan bahwa daging juga berhubungan dengan tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, kondidsi kimia serta fisik dari komponen dalam daging. Semakin bertambah umur ternak konsentrasi mioglobin semakin meningkat. Daging juga berhubungan dengan tipe molekul mioglobin,status kimia mioglobin, kondisi kimia serta fisik dari komponen dalam daging. Semakin bertambah umur ternak konsentrasi mioglobin semakin meningkat.

(42)

jumlah serabut merah. Mioglobin otot terutama terkonsentrasi di dalam serabut merah jadi otot merah teruatama mengandung serabut bewarna merah. Soeparno (1998) mengemukakan bahwa mioglobin sebagai salah satu dari protein sarkoplasmik terbentuk dari suatu rantai polipeptida tubggal terikat di sekeliling suatu group heme yang membawa oksigen. Group heme tersusun dari suatu atom Fe dan suatu cincin porfinin. Perbedaan warna di antara spesies sebagian besar disebabkan konsentrasi mioglobin. Pada umumnya makin bertambah umur ternak, konsentrasi mioglobin makin meningkat, tetapi peningkatan ini tidak konstan.

4.2.3. Tekstur

(43)

Peningkatan kekerasan tekstur dengan bertambahnya umur menurut Lawrie (2003) erat hubungannya dengan bertambah besarnya diameter serat otot, sehingga bila dilihat dan dipalpasi, tekstur akan tampak dan terasa kasar. Tekstur daging yang lebih halus akan menghasilkan daging yang lebih empuk. Muthalib (2001) sapi Simmental merupakan sapi Bos taurus yang memiliki tekstur daging yang lebih halus dibandingkan dengan sapi Brahman dan Ongole (Bos indicus) dan Bali (Bos sondaicus).

4.2.4 Kekenyalan

Pengujian statistik Uji Khi-Kuadrat (Lampiran 13) didapatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap kekenyalan (P<0.05). berdasarkan hasil penelitian bahwa I1 termasuk kriteria nyata lembek (P<0.05), I2 termasuk nyata kenyal dan kurang kenyal (P<0.05) dan I3 termasuk nyata kenyal (P<0.05). hal ini mungkin disebabkan karena kisaran umur yang sempit dan jenis kelamin yang sama dari sapi yang diteliti. Hal ini sesuai dengan laporan Arnim (1985), yang menyatakan tidak ada perbedaan kekenyalan daging sapi PO umur muda dengan umur tua.

BAB V

(44)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

- Umur berpengaruh terhadap bobot karkas dan luas UDAMARU (Urat Daging Mata Rusuk) tetapi tidak berpengaruh terhadap tebal lemak punggung.

- Umur berpenagruh terhadap kandungan protein tetapi tidak

berpengaruh terhadap kandungan air, kandungan lemak, kandungan abu pH daging.

- Umur tidak berpengaruh terhadap hasil penilaian organoleptik (keempukan, warna, tekstur dan keknyalan daging)

5.2. Saran

Dari penelitian ini disarankan penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik, sifat fisik dan kimia daging dengan mengontrol faktor lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

(45)

Arka,I. B. 1984. Pengaruh Penggemukan Terhadap Kualitas Daging dan Karkas pada Sapi Bali. Disertai Doktor Universitas Padjajaran. Bandung. Arnim. 1985. Pengaruh Umur Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Daging Sapi

Peranakan Ongole (P.O). Tesis Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Berg, R.T dan R.M Butterfield. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sidney University Press.

Blakely,J. And D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Ed. 4. Gadjah Mada University

Press.

Browning,M.A, D.L. Huffman, W.R.Egbert and S.B.Jungst. 1990. Physical and

Compositional Characteristics of beef Carcasses Selected for Leannes. J

Food Sci. 55 : 9.

Ceechi,L.A, D.L. Huffman.W.R. Egbert and W.R. Jones. 1988. Chemical and Physical Characteristics of beek Chuck Muscle : Effect of Electical Stimulation, Hot Boning and High Temperature Aging. J. Food Sci 53:411

Crouse, J.D, C.L. Ferrel and L.V Caudiff. 1985. Effects of sex Conditio,Genotype

And Diet on Bovine Growth and Carcass Characteristics. J. Anim.Sci.1219

1227.

Darmadja, SGN. D.1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional Dalam Ekositem Pertanian Bali. Disertai.Program Pascasarjana, UNPAD Bandung.

Edey, T.N. 1983. Lactation,Growth and Body Composition,In :Tropical Sheep and

Goat Production. Canberra, Austrlaian University International Program

( AUIDP ). 81 – 108.

Ensminger, M.E. 1991. Animal Science. Interstate Publisher, Inch.Ninth Edition.

Danville, Illinois.

(46)

Dorsi Areas in Bulls of Difference Weights. J.Anim. Sci. 26 : 709.

Forrest, J.C, E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D, Judge and R.A. Merkel. 1975 Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co, San Fransisco. 95 : 121

Gerrad, D.E, S.J Jones , E.D. Aberle, R.P. Lamenager, M.A. Diekman and M.D.

Hewan, IPB dan Dirjen Peternakan. Bogor. 14 – 39.

Judge, M.D, E.D. Aberle, J.C. Forrest, H.B Hendrick and R.A Merkel . 1989. Principles of meat Science. 2th. . Kendall / Hunt Publishing Co, Dubuque, OIWA.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan : Aminuddin Parakkasi. Edisi Kelima. Universitas Indonesia. Jakarta.

Muthalib, R.A. 2001. Performans Produksi Sapi Hasil Kawin Silang (F1)

antara

Beberapa Bangsa Pejantan Dengan Sapi Bali Betina. Disertai program Pascasarjana Universitas Universitas Padjadjaran. Bandung.

Natasasmita, s. 1984. Pengantar Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

Ninu, A.Y. 2008. Produktivitas karkas dan mutu Daging Sapi Bali di Timor Barat

Nusa Tenggara Timur. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.Bogor

Preston. T.R and M.B. Willis. 1974. Intensive Beef Production. 2nd Ed. Pergamon

Press, Oxford , New York, Toronto, Sydney, Paris and Frankfurt.

Prost E.,E. Peleziynska and A. W. Kotula. 1975. Quality Characteristics of Bovine

(47)

And sex of Animal and carcass Quality in grade. J. Anim. Sci . 41: 541. Prnters & Publishers, Inc., Danville Illinois.

Rowe, R.W.D. 1983. The Structure and Quality of meat. CSIRO Fd Res Q. Saladin, R. 1984. Pedoman Beternak Sapi Pedaging. Fakultas Peternakan

Universitas Andalas. Padang.

Soegiri, J.M.S Siahaan dan N.M. Thaib. 1981. Ransum Praktis Untuk Ternak Potong. Direktorat Bina Produksi, Ditjen Peternakan. Jakarta.

.1990. Kadar Protein Kolagen dan Hubungannya dengan

Steel, R.G.D dan Torrie, J.H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika.

Terjemahan : Bambang Sumantri.Edisi

Kedua.PT.Gramedia.Jakarta.

Sudarmono, A.S. dan Sugeng, Y.B.2008.Sapi Potong. Cetakan 17. Edisi Revisi.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung

Suwarno.1980.Hubungan antara luas urat daging mata rusuk dengan bobot karkas

Pada sapi PO, sapi Bali dan Kerbau. Karya ilmiah S1. Fak Peternakan

IPB.Bogor

Swatland,H.J.1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall

(48)

Tabrany, H. 2001. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging. Makalah Filsafat Sains. Fakultas Pascasarjana IPB.Bogor.

Winarno,F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia . Jakarta.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

(49)

BAB I PENDAHULUAN... 1

(50)

3.4. Peubah yang Diamati... 20

3.4.1. Karakteristik Karkas... 20

3.4.2. Kualitas Daging... 20

3.5. Cara Pengukuran Peubah Penelitian... 21

3.5.1. Pengukuran Secara Objektif... 21

3.5.2. Pengukuran Secara Subjektif... 26

(51)

BAB IV HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

4.1 Penilaian Secara Objektif... 28

4.1.1. Bobot

Karkas... 28

4.1.2. Luas

UDAMARU... 30

4.1.3. Tebal Lemak Punggung... 31

4.1.4. Kandungan Protein... 32

(52)
(53)

Gambar

Tabel 3.3 Kualitas Fisik dan Kimia Daging Sapi Simmental yang                dipotong Pada Kelompok Umur I1 (2,0 - < 2,5 tahun),I2                     (2,5 - < 3,0 tahun), I3 (3,0 - < 3,5 tahun).
Tabel 4.1.1.Bobot Karakas pada beberapa Kelompok Umur
tabel 4.1.3.
Tabel 4.1.4. Kandungan Protein pada Beberapa Kelompok Umur
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji korelasi yang menunjukkan hubungan adalah hubungan antara kontrol buruh perempuan terhadap sumber daya perlindungan tenaga kerja dengan tingkat

Fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik -a. Lainnya

Dibandingkan dengan keempat strategi bauran promosi lainnya (promosi penjualan dan periklanan) yang diterapkan perusahaan, pemasaran langsung memberikan pengaruh yang kecil

At certification processes according to Annex 6 accepted flame retardant products do not contain any of the banned flame retardant substances listed in Annex 7 as active agent

Penelitian untuk menganalisis LST dan NDBI dengan metode remote sensing sebaiknya menggunakan citra satelit yang memiliki kualitas yang baik atau dengan liputan awan

Penelitian ini bertujuan untuk reverse engineering atau mendesain ulang dari outer body mobil city car dengan cara pengolahan data digital dengan menggunakan sofware SOLIDWORK

Pernyataan- pernyatan dalam interaksi sosial nya cenderung lebih menantang dan menolak dan kurang suka menolong dan kurang perhatian terhadap teman sebayanya

Penelitian ini betujuan untuk 1) mengetahui bagaimana tahap pengembangan multimedia interaktif sebagai alat bantu pembelajaran pada pembelajaran Problem Solving, 2)