• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumb"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PADA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

Dina Martiany

“Women and Girls Are Thirsty for Available, Accessible and Affordable Clean and Safe Water.”

Lakshmi Puri, Deputy Executive Director of UN Women

I. PENDAHULUAN

Air adalah Hak Asasi Manusia. United Nations General Assembly mendeklarasikan pernyataan tersebut melalui Resolusi Nomor 64/292, pada tanggal 28 Juli 2010. Diserukan kepada seluruh negara dan organisasi internasional agar mengalokasikan anggaran dan membantu peningkatan kapasitas, serta melakukan transfer teknologi kepada negara lain, terutama negara berkembang dalam hal penyediaan air minum dan sanitasi yang bersih, aman, mudah diakses, dan terjangkau.

United Nations (UN) sejak lama telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi krisis global yang disebabkan oleh kekurangan ketersediaan air bersih. UN memiliki berbagai forum pertemuan khusus untuk membahas mengenai akses dan ketersediaan air bersih, antara lain: The United Nations Water Conference(1977), The International Drinking Water Supply and Sanitation Decade (1981-1990), The International Conference on Water and the Environment (1992) dan The Earth Summit (1992). Selain itu, isu peningkatan akses terhadap ketersediaan air bersih juga menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui Millennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium, yang dideklarasikan sejak tahun 2000.1

Untuk mencapai target nomor tujuh MDGs memastikan kelestarian lingkungan hidup (Ensuring Environmental Sustainability), salah satu indikatornya adalah pencapaian Target 7C: Menurunkan Proporsi Rumah Tangga tanpa Akses Air Bersih dan Sanitasi yang Layak. Indikator ketersediaan air bersih ini sangat terkait erat dengan percepatan pencapaian tujuan MDGs lainnya, seperti: menanggulangi kemiskinan dan kelaparan ekstrem, meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, mengurangi angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi malaria dan penyakit menular lainnya, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Pada tahun 2003, Chief Executives Board of United Nations (CEB) mendirikan UN-Water yang bertugas melakukan mekanisme koordinasi antar negara-negara di dunia,

(2)

mengenai isu air bersih dan sanitasi. Dalam rangka mendukung percepatan pencapaian MDGs, Sidang Umum UN juga menetapkan Tahun 2005-2015 sebagai periode Ïnternational Decade for Action: “Water for Life”. Dasawarsa ini dimulai pada tanggal 22 Maret 2005, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Air Sedunia (World Water Day).2 Seluruh hal tersebut di atas menunjukkan bahwa isu ketersediaan air bersih merupakan isu global yang perlu mendapat perhatian serius. Persoalan sumber daya air juga termasuk salah satu butir Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs disepakati oleh negara-negara di dunia dalam United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio de Janeiro, Brazil pada tanggal 20-22 Juni 2012. Hasil dari konferensi ini akan dilaksanakan mulai tahun 2015, setelah periode MDGs selesai. UNCSD lebih dikenal dengan sebutan Rio+20.

Di Indonesia pengaturan mengenai pengelolaan Sumber Daya Air telah dimuat dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. Selain itu, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA). Konsiderans Menimbang Huruf (b) UU SDA menyebutkan: “bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras”.

Pengelolaan sumber daya air di Indonesia merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Meskipun demikian dalam prakteknya, sangat dibutuhkan keterlibatan masyarakat. Konsideran Menimbang Huruf (d) UU SDA menyebutkan: “bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air”. Ditegaskan kembali dalam Pasal 11 Ayat (3) UU SDA yang menyebutkan bahwa penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Peran masyarakat, baik perempuan dan laki-laki dianggap penting karena masyarakat merupakan pengguna, pengumpul, sekaligus pengelola air. Setiap komunitas masyarakat memiliki perilaku dan local wisdom tersendiri dalam pengelolaan sumber daya air.

Dalam kelompok masyarakat, seringkali perempuan dan laki-laki dianggap memiliki perbedaan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air. Pada umumnya, perempuan membutuhkan air untuk kebutuhan rumah tangga, seperti: memasak, mandi, menjaga kesehatan anak-anak dan keluarga. Laki-laki membutuhkan air untuk

(3)

irigasi dan ternak.3 Perempuan juga membutuhkan air untuk keperluan kesehatan reproduksinya, seperti pada saat menstruasi dan kehamilan. Apabila ketersediaan air bersih berkurang atau terkontaminasi, perempuan yang harus mencari sumber daya air alternatif.4 Hal ini menjelaskan mengapa hampir di seluruh komunitas masyarakat, perempuan memiliki tanggung jawab utama dalam pengelolaan sumber daya air.

Pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air telah dibahas dan disepakati dalam berbagai forum pertemuan negara-negara di dunia. Dimulai dari United Nations Water Conference at Mar del Plata tahun 1977, The International Drinking Water and Sanitation Decade (1981-1990), dan The International Conference on Water and the Environment di Dublin pada Januari 1992. Selain itu, sejak tahun 1979, The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) pada Article 14 telah mencantumkan kewajiban negara-negara peserta untuk menjamin agar perempuan terutama di pedesaan, dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat pembangunan, termasuk ketersediaan air bersih.

Hasil studi yang dilakukan oleh the International Water and Sanitation (IRC) terhadap 88 proyek air dan sanitasi masyarakat di 15 negara menunjukkan bahwa desain dan pelaksanaan proyek yang melibatkan partisipasi penuh dari perempuan hasilnya lebih efektif dan berkelanjutan.5 Pada tahun 2008, UNICEF menyatakan bahwa MDGs tujuan terkait dengan air dan sanitasi tidak akan dapat tercapai tanpa adanya keterlibatan penuh perempuan.6 Masih banyak contoh lain yang menunjukkan pekerjaan proyek air menjadi lebih baik ketika perempuan dilibatkan. Meskipun pertimbangan keterlibatan peran perempuan dan isu gender telah diakui secara global sebagai pusat perhatian dalam pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan manusia, namun masih terjadi kesenjangan besar antara retorika dan praktiknya.

Tanggung jawab untuk mengambil dan menyediakan air bersih di rumah tangga berada di tangan perempuan, tetapi laki-laki memegang kendali dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya air. Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air masih sangat rendah. Program pengelolaan air bersih yang dilakukan oleh pemerintah pun belum banyak yang melibatkan perempuan. Hal ini tentu saja menjadi salah satu permasalahan serius dalam pencapaian target-target pembangunan yang terkait

3Women and Water Management: an Integrated Approach (Chapter V), http://www.unep.org/pdf/women/ChapterFive.pdf

4 Gender and Water -Securing Water for Improved Rural Livelihoods: The Multiple-Uses System Approach, International Fund for Agricultural Development (IFAD), 2007, hal. 6.

5 Van Wijk-Sijbesma, Christine, 1998. Gender and Resource Management, Water Supply and Sanitation: Roles and Realities Revisited. International Research Centre for Water and Sanitation, Delft, The Netherlands, dalam UN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun.

(4)

ketersediaan air bersih. 780 juta orang di seluruh dunia mengalami kekurangan akses terhadap air minum dan 2,5 miliar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang layak.7 Di Indonesia, Laporan Pencapaian MDGs Tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan pencapaian tujuan ke 7 terkait akses terhadap air bersih masih sulit dicapai hingga Tahun 2015. Proporsi Rumah Tangga dengan akses air berkelanjutan terhadap air minum layak di Indonesia hanya mencapai 41,66% (2012) dari target MDGs yang ingin dicapai sebesar 68,87% pada tahun 2015. Dengan proporsi penduduk di kota sebesar 38,96% (2012) dari target sebesar 75,29% (2015) dan di desa sebesar 44,28% (2012) dari target 65,81% (2015).

Melihat pada kondisi kenyataan di atas, maka melalui tulisan ini akan ditelaah lebih dalam bagaimana peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air dan bagaimana mengintegrasikan perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air.

II. SUMBER DAYA AIR DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

Air merupakan zat yang paling tersebar luas, yang dapat ditemukan di lingkungan alam. UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menyebutkan bahwa air tersedia dalam tiga bentuk, yaitu: cair, padat, dan uap air. Air dapat berbentuk samudera, lautan, danau, sungai, dan air tanah yang ditemukan dalam lapisan kerak bumi dan timbunan tanah.8 Sementara itu, definisi Air dalam Pasal 1 Angka (2) UU SDA, yaitu: semua air yang terdapat pada, di atas, atau pun di bawah permukaan tanah, termasuk air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Pasal 1 Angka (1) menyebutkan yang dimaksud dengan sumber daya air, yaitu: air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Sumber daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan daya air yang berkelanjutan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.9

Sebagaimana telah disebut pada bagian Pendahuluan di atas, pentingnya sumber daya air dan pemenuhan hak atas air dalam kehidupan manusia, telah menghantarkan United Nations General Assembly mendeklarasikan “Air sebagai Hak Asasi Manusia”, melalui Resolusi Nomor 64/292, pada tanggal 28 Juli 2010. Selain itu, pada November

7 Data diperoleh dari Joint Monitoring Progress (JMP) Report on Water and Sanitation. JMP Report Progress on Sanitation and Drinking Water (2012 Update) http://www.wssinfo.org/documentslinks/

documents/. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

8 Definisi diambil dari publikasi UNESCO: “Definition of Freswater Resources, pada

http://webworld.unesco.org/water/ihp/publications/waterway/webpc/definition.html, diakses tanggal 10 September 2013.

9 Pemahaman dasar mengenai air dalam “Buku 4: Air Perkotaan dalam Pembangunan Kota yang Berkelanjutan”, sebagai buku panduan DPRD yang dikeluarkan oleh Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), Konrad Adenauer Stiftung (KAS), Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit

(5)

2002, The UN Committee on Economic, Social, and Cultural Rights pun mengadopsi General Comment No. 15 mengenai Hak Atas Air (Rights to Water) yang menyatakan, bahwa Hak Atas Air membuat setiap orang berhak terhadap: air yang cukup/memadai (sufficient); aman (safe); dapat diterima (acceptable); mudah diakses secara fisik (physically accessible); dan mudah dijangkau (affordable), baik untuk kebutuhan pribadi dan rumah tangga. Lebih lanjut, pada April 2011, The Human Rights Council mengadopsi Resolusi No. 16/2 mengenai akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi sebagai hak asasi manusia: hak untuk hidup dan untuk martabat manusia.

Dalam Rights to Water, Air sebagai unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia, harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:10

a) Sufficient (cukup/memadai),

Maksudnya yaitu ketersediaan air bersih untuk setiap orang harus dalam jumlah yang cukup/memadai dan berkelanjutan untuk kebutuhan pribadi dan rumah tangga. Kebutuhan ini biasanya mencakup air minum, sanitasi pribadi, mencuci pakaian, memasak, kebersihan pribadi dan rumah tangga. World Health Organization (WHO) menyebutkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan kesadaran kesehatan, setiap orang membutuhkan antara 50-100 liter per hari.

b) Safe (aman)

Air yang akan digunakan untuk kebutuhan pribadi dan rumah tangga harus aman, sehingga terbebas dari mikro-organisme, zat kimia, dan bahaya radiologi, yang dapat menjadi ancaman bagi kesehatan manusia. Ukuran aman bagi suatu air minum telah ditentukan berdasar standar lokal dan nasional mengenai air minum. WHO telah mengeluarkan Pedoman Kualitas Air Minum yang apabila diterapkan dengan benar, akan dapat memastikan keamanan air minum.

c) Acceptable (dapat diterima)

Air harus dapat diterima secara warna, bau, dan rasa. Seluruh fasilitas dan pelayanan air harus tepat secara kultural dan sensitif terhadap persyaratan gender, lingkaran kehidupan, dan kerahasiaan.

d) Physically Accessible (mudah diakses secara fisik)

Setiap orang memiliki hak atas air dan pelayanan sanitasi yang mudah diakses secara fisik, di dalam atau di sekitar area rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, dan institusi kesehatan. Menurut WHO, sumber daya air harus berada dalam jark 1000 meter dari rumah dan waktu untuk mengambilnya tidak lebih dari 30 menit.

10 Diambil dari artikel: The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, pada situs

(6)

e) Affordable (terjangkau)

Sumber daya air, serta layanan dan fasilitas air harus terjangkau untuk seluruh masyarakat. The United Nations Development Programme (UNDP) menyarankan agar pengeluaran untuk air tidak lebih dari 3% total pendapatan rumah tangga.

Sumber daya air yang bersih dan sehat merupakan kebutuhan vital untuk menjamin ketahanan dan kesejahteraan manusia. Kebutuhan manusia akan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, komersial, dan pertanian, semakin meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia. Peningkatan kebutuhan ini belum dapat diimbangi dengan peningkatan ketersediaan (supply) yang seimbang, sehingga masih banyak populasi penduduk dunia yang memiliki akses terbatas terhadap air bersih. Dikhawatirkan, pada suatu waktu hampir separuh penduduk negara berkembang akan menderita masalah kesehatan yang disebabkan karena air dan sanitasi yang buruk. Air yang tercemar dan sanitasi buruk, secara bersama-sama menjadi penyebab terbesar kedua kematian anak-anak.

Setiap tahunnya, terdapat kerugian sekitar 443 juta hari sekolah dikarenakan penyakit yang disebabkan oleh air yang berkualitas buruk.11 Rata-rata pemakaian air sebesar 200-300 liter per orang per hari di negara Eropa berbanding terbalik dengan pemakaian kurang dari 10 liter di negara Afrika, seperti Mozambik. Masyarakat mengalami keterbatasan akses terhadap air bersih di negara berkembang, karena mereka harus mengambil dari sumber mata air yang jauh dan membawa beban berat. Penduduk di area kumuh di Jakarta, Manila, dan Nairobi harus membayar 5-10 kali lipat dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di area elit di kota yang sama.12

Layanan air bersih di Indonesia masih belum cukup baik dan tersebar merata. Padahal, Indonesia memiliki 6% dari total sumber daya air tawar di bumi yang terdiri dalam bentuk air danau, sungai, waduk, dan curah hujan yang tinggi. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Air (SDA) terbesar kelima di seluruh dunia, yaitu sebesar 3.900 miliar kubik air, namun baru 690 miliar kubik air yang dapat dimanfaatkan.13 Sebagian besar sumber air bersih di Indonesia mengandalkan air tanah, air hujan, air sungai, dan danau. Sumber air bersih yang ada

11 Diperoleh dari sectionHuman Rights to Water pada situs United Nations (UN)-Water for Life Decade, http://www.un.org/waterforlifedecade/human_right_to_water.shtml, diakses tanggal 11 September 2013. 12 ibid

(7)

97,5% berasal dari air laut, 2,5% dari air tawar, air es 68%, dan air tanah 30%.14 Direktur Eksekutif Asia Pacific Centre for Ecohydilogi UNESCO-LIPI, Prof. Hery Harjono mengatakan sebanyak 20-30 persen layanan air bersih lebih banyak dinikmati oleh penduduk perkotaan. Sedangkan, secara nasional, akses masyarakat terhadap air bersih belum mencapai 50 persen.15 Hal ini yang menyebabkan target MDGs terkait akses air bersih di perkotaan dan pedesaan yang harus dicapai sebesar 68,87% pada tahun 2015, masih sulit direalisasikan.

Pentingnya pengelolaan sumber daya air menjadi perhatian besar bagi seluruh negara di dunia. Pada tanggal 20-21 Agustus 2013, di Dushanbe, Tajikistan diselenggarakan Konferensi Internasional Tingkat Tinggi dalam Kerjasama Pengelolaan Air (High-Level International Conference on Water Cooperation). Dalam konferensi ditegaskan bahwa kerjasama air pada tingkat nasional dan global sangat penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Pemerintah harus mampu memastikan setiap warganya dapat memperoleh akses terhadap sumber daya air bersih. The Associate Administrator of the UN Development Programme (UNDP), Rebeca Grynspan, mengatakan bahwa negara-negara di dunia harus bekerja sama untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi. Termasuk memperbaiki pengelolaan air irigasi dan penggunaan untuk tujuan produktif.16 Hal ini memiliki potensi untuk mengangkat jutaan orang bangkit dari kemiskinan dan kelaparan. Urgensi kerjasama ini harus menjadi prioritas dalam agenda pasca-pembangunan (post-development) 2015, serta dalam perumusan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Sumber daya air dan yang dikelola dengan manajemen yang baik, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat dan ekonomi, terutama kesehatan, produksi makanan dan ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, energi, industri, dan berguna untuk ekosistem.17 Akses terhadap sumber daya air bersih dan mudah dijangkau akan membantu mengurangi kemiskinan. Masyarakat dapat menghemat waktu mereka dan lebih fokus pada aktivitas peternakan dan pertanian. Ketersediaan sumber daya air juga mencegah orang dari berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan waktu kerja dan beternak atau bertani. Selain itu, kemudahan akses terhadap air bersih bagi perempuan pada saat kehamilan dan melahirkan dapat

14 “Layanan Air Bersih Indonesia Masih Buruk”. Berita online Kamis, 23 Mei 2013, pada situs http://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/206482543/Layanan-Air-Bersih-Indonesia-Masih-Buruk

15 Ibid

16 Pernyataan Rebeca Grynspan, The Associate Administrator of the UN Development Programme (UNDP), dalam berita: ’Water Cooperation Must be a Priority on Sustainable Development Agenda” – UN official

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45664&Cr=water&Cr1=#.UhV-sH-FQZE, diakses pada tanggal 16 September 2013.

17 Dari Artikel “Climate Change Adaptation is Mainly About Water..”, diakses melalui:

(8)

mencegah terjadinya kematian ibu dan bayi.18 Sebaliknya, tanpa upaya peningkatan manajemen sumber daya air, kemajuan pencapaian target penurunan kemiskinan dalam MDGs dan Sustainable Development, terkait dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan akan membahayakan. Sejalan dengan hal tersebut, Ban Ki Moon, UN Secretary General mengatakan bahwa air minum yang aman dan sanitasi layak merupakan dua hal krusial dalam mengurangi kemiskinan, serta krusial dalam pencapaian Sustainable Development dan beberapa atau setiap butir MDGs.19

Sumber daya air secara eksplisit menjadi salah satu tujuan pembangunan global yang berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) merupakan konsep pembangunan yang berkelanjutan dan memperhatikan serta mempertimbangkan” dimensi lingkungan hidup. Konsep ini telah menjadi topik pembicaraan sejak Konferensi Stockholm atau UN Conference on the Human Environment tahun 1972, yang merupakan titik balik dalam perkembangan politik lingkungan internasional. Hasil konferensi menyerukan kepada negara-negara di dunia agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan.

Istilah Sustainable Development dipopulerkan melalui Our Common Future, laporan yang dipublikasikan oleh the World Commission on Environment and Development (WCED), pada tahun 1987. Dalam Our Common Future, yang dikenal sebagai Brundtland Report20 disebutkan definisi sederhana dari Sustainable Development: pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs). Sustainable Development merupakan konsep cair dan memiliki berbagai definisi yang terus berkembang. Meskipun demikian, terlepas dari berbagai perdebatan mengenai pengertian Sustainable Development, ada beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan. Ketiga prinsip tersebut, yaitu:21

18 Data diperoleh dari Makalah ”Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls”. Disampaikan oleh Lyla Mehta, Fellow Institute of Development Studies, UK dan Visiting Professor di Norwegian University of Life Sciences, pada forum INTERACTIVE EXPERT PANEL: Challenges and Achievements in the Implementation of the Millennium Development Goals for Women and Girls. United Nations Commission on the Status of Women, Fifty-seventh Session, Tanggal 4-15 Maret 2013, New York.

19 Dari artikel: The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, pada situs http://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_brief.pdf, diakses pada tanggal 10 September 2013.

20 Brundtland diambil dari nama Perdana Menteri Norwegia (Prime Minister of Norwegian) Gro Harlem Brundtland , yang menjadi ketua konferensi UN: the World Commission on Environment and Development

(WCED), tahun 1987.

(9)

1)

diperlukan komitmen terhadap keadilan dan kejujuran, yang harus menjadi prioritas dalam meningkatkan kondisi negara miskin, tetapi dengan memperhitungkan hak generasi masa depan;

2)

pandangan jangka panjang yang menekankan prinsip pencegahan: dimana jika terjadi ancaman kerusakan serius atau tidak dapat diperbaiki, kekurangan kepastian/data ilmiah tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menunda langkah-langkah efektif untuk mencegah degradasi lingkungan (Rio Declaration on Environment and Development, Prinsip ke 15); dan

3)

Sustainable Development dapat mewujudkan integrasi, dan memahami dan bertindak dengan mengkaitkan dimensi lingkungan, ekonomi, dan masyarakat.

Pada tahun 1992, dalam United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil, secara umum menetapkan Sustainable Development sebagai konvergensi antara tiga pilar pembangunan ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan.22 UNCED dikenal pula dengan nama Deklarasi Rio dan hasil kesepakatannya dituangkan dalam rencana aksi global Agenda 21. Sebagai review terhadap perkembangan implementasi Agenda 21, pada tanggal 20-22 Juni 2012 di Rio de Janeiro, diselenggarakan The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) yang lebih dikenal dengan Rio+20+.

Pada isu-isu substantif Rio +20, terdapat beberapa fokus area yang berkembang untuk menjadi prioritas perhatian, dari negara-negara anggota dan stakeholder lainnya pada fase pra-negosiasi. Berkembang pula dukungan untuk mengelaborasikan butir Sustainable Development Goals (SDGs), yang dapat dianggap bagian dari mandat Sidang Umum (General Assembly) tentang agenda pembangunan setelah tahun 2015 (post-2015 development agenda).23 Hasilnya dituangkan dalam dokumen yang disebut Rio+20 Outcome: The Future We Want.

Melalui Rio+20, Pemerintah Kolombia dan Guatemala, serta organisasi kemasyarakatan dunia (civil society organisasitions/CSOs) mengusulkan agar hasil utama dari proses Rio+20 dapat menjadi definisi dan kesepakatan SDGs. Dalam proposalnya Pemerintah Kolombia dan Guatemala berharap agar Rio+20 dapat menghasilkan perjanjian mengenai SDGs di tingkat yang lebih tinggi. Kedua negara tersebut, mengusulkan delapan tema SDGs, sebagai berikut:24

1. Memerangi Kemiskinan (Combating Poverty);

2. Merubah Pola Konsumsi (Changing Consumption Patterns); 22 Ibid, hal. 2.

23 UNCSD Secretariat, Current Ideas on Sustainable Development Goals and Indicators, RIO 2012 Issues Briefs, No. 6, United Nations Conference on Sustainable Development, 2012. Hal. 1.

(10)

3. Mendorong Pembangunan Pemukiman yang Berkelanjutan (Promoting Sustainable Human Settlement Development);

4. Keanekaragaman Hayati dan Hutan (Biodiversity and Forests); 5. Samudera (Oceans);

6. Sumber Daya Air (Water Resources);

7. Mempercepat Ketahanan Pangan (Advancing Food Security); dan

8. Energi, termasuk dari sumberdaya terbarukan (Energy, including from renewable sources).

Dalam UN General Assembly (Sidang Umum PBB) ke-66 Tahun 2011, Sekretaris Jenderal UN Ban Ki Moon menyerukan untuk menetapkan SDGs. Disampaikan olehnya: “Mari kita mengembangkan generasi baru dari tujuan pembangunan berkelanjutan ketika MDGs telah usai. Mari kita bersepakat pada upaya untuk mencapainya. (Let us develop a new generation of sustainable development goals to pick up where the MDGs leave off. Let us agree on the means to achieve them.)”25 Sha Zukang, Sekretaris Jenderal Konferensi Rio+20 menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah pilihan. Melainkan salah satu jalan yang memungkinkan seluruh umat manusia untuk berbagi kehidupan yang layak dalam satu planet. Rio+20 memberikan generasi masa kini kesempatan untuk memilih jalan Sustainable Development.26

SDGs diharapkan dapat membantu untuk membuat area pembangunan internasional berkelanjutan menjadi lebih fokus dan terlaksana pada tataran praktis. Apabila MDGs dilaksanakan hanya di negara-negara berkembang, SDGs akan dilaksanakan oleh seluruh negara di dunia. Oleh karena itu, butir-butir SDGs harus dirumuskan dengan cukup ketat agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam penyusunan kebijakan, terutama pada tingkat nasional, di seluruh negara.

III. PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan sumber daya air yang berkelanjutan, keterlibatan peran perempuan sangat diperlukan. Pentingnya peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air, sanitasi, dan kebersihan tidak dapat dipungkiri lagi. Hampir di seluruh komunitas masyarakat di dunia, memastikan akses dan ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga umumnya menjadi tanggung jawab

25 Pidato Sekjen PBB Ban Ki Moon, dalam Sidang Umum PBB ke-66 Tahun 2011. The Secretary General’s Report to the General Assembly – “We the Peoples”. New York, 21 September 2011. Dibaca dari situs http://www.un.org/apps/news/infocus/sgspeeches/search_full.asp?statID=1310, diakses pada tanggal 14 September 2013.

(11)

perempuan. Rata-rata perempuan dan anak perempuan dapat menghabiskan waktu antara tiga menit sampai dengan tiga jam per hari hanya untuk mengumpulkan air bersih. Apabila digabungkan di 25 negara, diperkirakan perempuan menghabiskan waktu sekitar 16 juta jam per hari untuk mengumpulkan air. Lebih dari 18% penduduk Sub-Sahara di Afrika masih harus mengambil air sejauh lebih dari 30 menit.27 Di Afrika, 90% pekerjaan mengumpulkan kayu dan air dilakukan oleh perempuan.28

Tidak jarang bagi perempuan untuk menghabiskan waktu empat hingga enam jam per hari untuk berjalan, mengantri, dan membawa air dari sumber air. Padahal dengan waktu selama itu, seharusnya perempuan dapat melakukan banyak pekerjaan produktif atau mengurus rumah tangga dan anak-anak. Meskipun telah melalui perjalanan panjang, tidak menjamin air yang dibawa tersebut berkualitas baik. Belum lagi ancaman kesehatan perempuan akibat membawa air dalam jumlah yang banyak dan berat, serta penyakit yang disebabkan karena kualitas air yang tidak baik.

Di Aceh dan Sumatera Utara, Indonesia perempuan merupakan pengumpul, pengguna, dan pengelola utama air. Pada tahap rehabilitasi fasilitas air dan sanitasi pasca bencana tsunami di Aceh tahun 2004 dan di Nias tahun 2005, perempuan dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan air bersih. Bantuan pembangunan sistem air masyarakat yang diberikan oleh Community Water Services and Health Loan Project (CWSHP) memberikan kemudahan akses air bersih bagi perempuan. Sebelum Maret 2010, telah dibangun sekitar 65.000 rumah tangga dengan fasilitas air bersih di 382 desa di Aceh dan Nias.29 Proyek ini berhasil mengurangi waktu perempuan untuk mengumpulkan air, sehingga mereka dapat melakukan aktivitas lainnya dan lebih produktif.

Selain peran penting perempuan dalam mengumpulkan air bersih, perempuan merupakan pengguna yang memiliki tingkat kebutuhan air bersih yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perempuan membutuhkan air bersih setidaknya untuk kebutuhan reproduksinya seperti pada saat menstruasi, kehamilan, dan higenitas. Keterbatasan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak merupakan permasalahan akut yang dialami perempuan dan anak perempuan di pemukiman padat penduduk dan pedesaan di negara berkembang. Mereka harus menunggu hari mulai gelap untuk pergi ke sanitasi umum atau sumber air, bahkan seringkali harus menghadapi ancaman kekerasan seksual. Di beberapa

27 Data diperoleh dari Makalah ”Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls”. Disampaikan oleh Lyla Mehta, Fellow Institute of Development Studies, UK dan Visiting Professor di Norwegian University of Life Sciences, pada forum INTERACTIVE EXPERT PANEL: Challenges and Achievements in the Implementation of the Millennium Development Goals for Women and Girls. United Nations Commission on the Status of Women, Fifty-seventh Session, Tanggal 4-15 Maret 2013, New York.

28 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal 20 September 2013 pada alamat http://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf

29 “Indonesia: Making Water Supply and Sanitation Women’s Business in Aceh and Nias”. Oktober, 2010. Artikel pada situs

(12)

negara, tingkat kehadiran anak perempuan di sekolah menurun dan angka putus sekolah meningkat di sekolah yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan fasilitas toilet yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan. Di Tanzania, tingkat kehadiran di sekolah meningkat 12% sebagai dampak dari pengurangan waktu ke sumber air dari 30 menit menjadi 15 menit.30

Dengan berbagai kondisi dan kebutuhan khusus perempuan, maka keterlibatan perempuan dalam setiap proses pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan adalah keharusan. Kenyataannya sampai saat ini, perempuan masih terpinggirkan dari pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait sumber daya air dan sanitasi. Akibatnya kebutuhan spesifik perempuan tidak masuk perhitungan dalam pembangunan program air dan sanitasi. Padahal dengan melibatkan peran perempuan, sangat banyak keuntungan yang dapat diperoleh bagi masyarakat secara umum dan khususnya bagi kelompok perempuan itu sendiri.

Perempuan lebih mengetahui apa yang dibutuhkan dan bagaimana sistem pengelolaan air yang baik bagi masyarakat setempat. Selama ini perempuan yang bertanggung jawab memastikan ketersediaan air bersih, merawat anggota keluarga yang sakit, mengurusi anak-anak, dan menangani kebersihan lingkungan rumah tangga. Apabila tanggung jawab perempuan tersebut difasilitasi dengan baik, dengan adanya akses sumber daya air yang memadai dan mudah dijangkau, maka pelayanan dan kualitas hidup masyarakat setempat akan meningkat. UN Water dalam kertas fakta atau Fact Sheet: Gender and Water yang dikeluarkan bulan September 2013 menyebutkan dengan adanya kesamaan akses terhadap sumber daya produktif, seperti laki-laki, salah satunya akses terhadap sumber daya air, perempuan dapat meningkatkan 20-30% keuntungan dari pertaniannya dan mengeluarkan 150 juta orang dari kelaparan.31

Keterlibatan peran perempuan akan memberikan dampak positif dalam peningkatan kesehatan masyarakat, karena perempuan memiliki pengetahuan yang baik mengenai sumber daya air lokal dan berbagai permasalahannya. Kepentingan perempuan untuk menjaga kesehatan keluarga akan mendorong perempuan untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya air dan sanitasi. Bersama-sama dengan komunitas perempuan yang ada di masyarakatnya, perempuan dapat saling tukar pengetahuan mengenai pengelolaan sumber daya air untuk kesehatan keluarga dan masyarakat. Selain itu, perempuan juga dapat mengajak laki-laki untuk terlibat dan mau peduli terhadap pengelolaan air bersih untuk rumah tangga, demi peningkatan kualitas hidup keluarga dan masyarakat.

30 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal 20 September 2013 pada alamat http://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf

(13)

Sementara itu, esensi peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan akan memberikan keuntungan bagi perempuan itu sendiri dalam beberapa hal, sebagai berikut:32

a. privasi dan harkat perempuan (privacy and dignity);

Permasalahan buang air besar dan kebutuhan dasar akan sumber daya air dan sanitasi adalah sangat esensi bagi setiap orang, terutama perempuan dan anak perempuan. Masa menstruasi, kehamilan dan nifas lebih berpotensi mengalami permasalahan, apabila perempuan tidak memiliki akses terhadap sumber air dan sanitasi yang memadai. Di banyak tempat, akses perempuan ke sumber daya air dan sanitasi yang layak sangat terbatas, bahkan harus menghadapi ancaman kekerasan seksual dan kejengahan di fasilitas umum yang terbuka. Meskipun demikian, hal ini dapat diatasi dengan merancang fasilitas yang memenuhi tuntutan fisik dan psikologis perempuan.

Melibatkan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air bersih yang berkelanjutan akan meningkatkan privasi dan harkat perempuan, karena:

- kebutuhan khusus perempuan menjadi pertimbangan;

- gejala yang berhubungan dengan menstruasi, kehamilan dan kelahiran anak dapat diatasi dengan baik;

- perempuan terhindar dari ancaman pelecehan seksual dan resiko kesehatan yang membahayakan akibat menunda buang air besar dan buang air kecil;

- kerentanan perempuan terhadap pelecehan seksual dan bentuk kekerasan lainnya, dapat berkurang; dan

- lebih mudah untuk memelihara kebersihan pribadi, dan meningkatkan percaya diri dan harga diri perempuan dalam menjaga kebersihan diri sendiri.

b. kesehatan dan kesejahteraan (health and well being);

Intervensi terhadap seumber daya air akan mengakibatkan peningkatan kesehatan yang signifikan bagi seluruh masyarakat. Hal ini akan menguntungkan bagi perempuan, 32 Evidence Report: “For Her It’s The Big Issue: Putting Women at The Centre of Water Supply, Sanitation, and Hygiene (WASH). Tanpa tahun. Dipublikasikan oleh UNICEF, Gender And Water Alliance (GWA),

(14)

bukan hanya untuk kesehatan mereka sendiri, tetapi kesehatan keluarga yang biasa mereka jaga. Melibatkan perempuan sebagai sentral dalam pengelolaan sumber daya air bersih yang berkelanjutan akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, karena:

- menjadi lebih sehat pada masa kehamilan; - pengalaman melahirkan lebih baik;

- angka kematian dan morbiditas (ketidak-normalan) saat melahirkan daapt berkurang; - perempuan terhindar dari bahaya dan ancaman kekerasan seksual pada saat

mengambil air dari tempat yang jauh;

- perempuan terhindar dari resiko penyakit yang timbul akibat membawa beban air yang berat dan menempuh jarak yang jauh; dan

- bagi perempuan dengan kemampuan terbatas, akan lebih mudah, aman, dan nyaman dalam menjaga kesehatan reproduksi dan kebersihan diri mereka sendiri.

c. meningkatkan kehadiran anak perempuan di sekolah (girls’ school attendance);

Dari 120 juta anak usia sekolah yang tidak bersekolah, mayoritas adalah perempuan. Secara regional, berarti 41% dari anak perempuan usia SD di seluruh dunia, yang tidak dapat bersekolah berada di Asia Selatan, dan 35% tinggal di Sub-Sahara Afrika. Efek dari kurangnya pendidikan menyebabkan dua pertiga dari semua orang yang buta huruf di dunia adalah perempuan. Keterlibatan peran perempuan pada pusat pengelolaan sumber daya air, baik sebagai pengguna maupun pengelola, dapat meningkatkan kehadiran anak perempuan di sekolah, karena:

- mereka tidak harus melakukan perjalanan jauh mengambil air untuk kebutuhan rumah tangga, sehingga mereka dapat bersekolah dengan baik;

- apabila sekolah memiliki sumber air dan fasilitas sanitasi yang baik, maka anak perempuan akan lebih nyaman saat berada di sekolah;

- anak perempuan yang sedang mengalami menstruasi tidak harus merasa malu dan kesulitan air dan sanitasi pada saat di sekolah; dan

- akan lebih merekrut dan mempertahankan guru perempuan di sekolah yang memiliki sumber daya air dan sanitasi layak.

d. meningkatkan penghasilan rumah tangga (income generation); dan

(15)

sumber daya air, seperti memasak atau mencuci pakaian. Adapun keuntungan tidak langsungnya, yaitu perempuan memiliki waktu yang lebih banyak, karena tidak perlu mengambil air dari sumber yang jauh, sehingga mereka dapat lebih cepat menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, bahkan dapat bekerja yang produktif dan menghasilkan uang.

e. perempuan menjadi role model(women as positive role model).

Perempuan yang berperan dalam perencanaan, desain dan implementasi pengelolaan sumber daya air, sanitasi dan kebersihan seringkali merasakan hal ini sebagai pengalaman yang memberdayakan. Ada perubahan pandangan bagi perempuan itu sendiri dan komunitas perempuan di masyarakatnya, karena memiliki keterampilan dan potensi. Padahal sebelumnya mereka seringkali terpinggirkan dan dianggap tidak mampu. Peningkatan ketrampilan dan potensi ini memberi peluang bagi perempuan, antara lain untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan partisipasi publik perempuan.

Keterlibatan peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air dapat meningkatkan status dan menjadikan perempuan role model bagi yang lainnya, karena: - perempuan diakui memiliki keterampilan dan pengetahuan

di luar ruang lingkup peran tradisional mereka;

- perempuan dapat memperkuat pendapat dan suara mereka untuk menegosiasikan kepentingan mereka dalam keluarga dan kelompok masyarakat;

- perempuan menjadi lebih percaya diri untuk tampil dalam berbagai aktivitas publik dan mengambil kesempatan untuk menjadi pemimpin, serta menjadi contoh bagi perempuan lainnya;

- peluang untuk mendapatkan pekerjaan, otonomi, dan kebebasan; dan

- perubahan dan pemberdayaan perempuan akan berpengaruh positif pada pola relasi antara perempuan dan laki-laki di tengah masyarakat.

Dari berbagai uraian mengenai esensi keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air bersih, dapat dilihat dengan jelas bahwa peran perempuan memberikan dampak yang sangat baik. Program pengelolaan sumber daya air di berbagai negara menjadi lebih sukses dan berkelanjutan ketika perempuan berperan aktif. UN Water menyebutkan apabila perempuan berperan dalam proyek pengelolaan sumber daya air di suatu daerah, maka efektivitas proyek tersebut meningkat 6-7%.33 Di satu sisi, melalui keterlibatan ini, perempuan memperoleh pemberdayaan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, keluarga, dan masyarakat. Dalam lingkup yang lebih luas, keadaan ini akan

(16)

mendorong perubahan peran gender tradisional dan relasi sosial antara perempuan dan laki-laki. Perempuan lebih percaya diri mengambil kesempatan untuk berperan dalam pengambilan keputusan di keluarga dan masyarakat, bahkan terlibat dalam proses penyusunan kebijakan publik.

IV. PERSPEKTIF GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Keterlibatan peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air merupakan bagian dari mengintegrasikan perspektif gender. Sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya, adanya peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air terpadu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi proyek. Tanpa perhatian khusus terhadap isu-isu gender, dapat menyebabkan ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki, bahkan meningkatkan disparitas gender. Dalam beberapa dekade terakhir, telah banyak bukti yang menunjukkan adanya peran perempuan dapat mendorong pengelolaan sumber daya air lebih berkelanjutan dan memastikan manfaat sosial dan ekonomi yang maksimal dari suatu pembangunan infrastruktur. Berbagai konferensi internasional pun telah mengamanatkan pengintegrasian perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air.

A. Perspektif Gender dalam Konferensi Internasional Terkait Sumber Daya Air

Konferensi Internasional tentang Air dan Lingkungan (International Conference on Water and the Environment) di Dublin pada Januari 1992, secara eksplisit mengakui peran esensial perempuan dalam penyediaan, pengelolaan dan pengamanan sumber daya air. Prinsip Ketiga dalam Dublin Statement on Water and Sustainable Development34 menyebutkan bahwa peran penting perempuan sebagai penyedia, pengguna air, dan penjaga lingkungan hidup selama ini jarang tercermin dalam peraturan institusi (negara) untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Penerimaan dan penerapan prinsip ini memerlukan kebijakan positif untuk mengatasi kebutuhan spesifik perempuan, serta untuk melengkapi dan memberdayakan perempuan untuk berpartisipasi di semua tingkatan pengelolaan sumber daya air, termasuk pengambilan keputusan dan pelaksanaan, dengan cara yang ditentukan oleh mereka.

Selain itu, prinsip kesetaraan gender tertuang pula dalam Chapter 18 Agenda 21 mengenai pentingnya melibatkan perempuan dan laki-laki secara bersama-sama dalam pengelolaan sumber daya air. Termasuk memberdayakan perempuan dengan memberikan capacity building pengelolaan sumber daya air. Chapter 24 secara khusus menyebutkan peran perempuan dalam sustainable development, perempuan dianggap memiliki

(17)

pengetahuan yang cukup dan pengalaman dalam mengelola dan melestarikan sumber daya alam. Resolusi untuk mendirikan Dekade Internasional untuk Aksi, 'Water for Life' (2005-2015) merupakan bukti pengakuan dunia internasional akan partisipasi dan keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air. UN-CSD12 (Commission on Sustainable Development) mengakui secara tegas bahwa “air berwajah perempuan (water has a women face)”. Melalui tangan perempuan aktivitas rumah tangga, komunitas, dan seluruh aktivitas ekonomi dapat berkelanjutan.35

Hasil dari The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) yang lebih dikenal dengan Rio 20+ yaitu The Future We Want: Rio+20 Outcome36 menyebutkan dalam beberapa poin komitmen yang mengakui bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, sumber daya air dan pengelolaan air yang berkelanjutan, diidentifikasi sebagai prioritas dalam sustainable development, demi untuk masa depan yang lebih baik. Dokumen Hasil Rio+20 (Angka 120) jelas menekankan komitmen masyarakat internasional terhadap realisasi progresif akses terhadap air minum yang aman dan terjangkau, sangat diperlukan untuk pengentasan kemiskinan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan kesehatan manusia. Ditegaskan pula (Angka 31) komitmen masyarakat internasional untuk menjamin persamaan hak perempuan, akses, partisipasi dan kepemimpinan dalam perekonomian, masyarakat dan politik pengambilan keputusan.

Lakshmi Puri, Deputi Direktur Eksekutif UN Women dalam pidato yang disampaikan pada Sesi Penutupan World Water Week di Stockholm, Swedia pada 31 Agustus 2012 mengatakan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan hal yang penting dalam sustainable development.37 Keduanya penting karena ini bukan hanya merupakan masalah sosial, melainkan juga masalah ekonomi dan lingkungan. Berdasarkan hasil Rio+20 perlu ditekankan pada negara-negara di dunia untuk memastikan kepemimpinan perempuan dan partisipasi efektif dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan, program dan pengambilan keputusan di semua tingkatan.

Oleh karena itu, keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, desain, manajemen dan pelaksanaan proyek-proyek dan program-program pengelolaan sumber

35 Mainstreaming Gender in Water Management: A Critical View, ditulis oleh Smita Mishra Panda dalam Jurnal

Gender Technology and Development, 2007 11:321. DOI: 10.1177/097185240701100302. Dipublikasikan oleh SAGE Publication atas nama Asian Institute and Technology (AIT) dan Gender And Development Studies (GDS).

36 Dokumen hasil The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio de Janeiro-Brazil, pada tanggal 20-22 Juni 2013. “Outcome of the Conference: The Future We Want”.

Dikeluarkan oleh United Nations, A/CONF.216/L.1.

37 “Gender Perspective on Water and Food Security”, Pidato disampaikan oleh Lakshmi Puri Deputy Executive Director of UN Women pada acara penutupan Minggu Air Se-dunia/Closing Plenary Session of World Water Week, di Stockholm, Swedia, 31 August 2012. Diakses dari

(18)

daya air harus dilaksanakan dalam berbagai situasi dan tempat. Integrasi perspektif gender dalam setiap tahapan pengelolaan sumber daya air, diharapkan dapat mempercepat perwujudan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan berkelanjutan/sustainable development.

B. Integrasi Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengintegrasian perspektif gender atau dikenal dengan istilah pengarusutamaan gender/gender mainstreaming adalah suatu proses menilai implikasi bagi perempuan dan laki-laki dari setiap perencanaan, termasuk legislasi, kebijakan atau program, di semua bidang dan pada semua tingkatan. Ini adalah strategi untuk membuat kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi suatu dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program di semua bidang, sehingga perempuan dan laki-laki mendapatkan manfaat yang sama.

Sementara itu, sesuai dengan Ketentuan Umum UU SDA disebutkan bahwa pengertian pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Integrasi perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air berarti mengarusutamakan kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki dalam setiap proses dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. Idealnya proses perencanaan suatu program pengelolaan sumber daya air yang berperspektif gender dimulai dengan suatu analisis gender. Analisis gender bertujuan untuk memahami relasi gender, dampak perbedaan gender dan hubungan sosial yang melingkupinya, serta untuk mengetahui apabila terjadi ketidakadilan gender akibat suatu program.

Perspektif gender dan pemberdayaan perempuan harus tercermin dengan adanya tujuan kesetaraan gender dan indikator keterlibatan penuh perempuan dalam pengelolaan sumber daya air. Termasuk ketersediaan infrastruktur dan layanan yang berperspektif gender. Data terpilah sebagai data awal untuk merumuskan perencanaan juga dibutuhkan, sehingga setiap program pengelolaan sumber daya air lebih dapat dirasakan manfaatnya secara merata oleh perempuan dan laki-laki. Pengintegrasian perspektif gender dalam seluruh tahapan pengelolaan sumber daya air sangat penting dan dibutuhkan. Sampai saat ini, cukup banyak negara di dunia yang telah mengintegrasikan perspektif gender dalam berbagai program pengelolaan sumber daya air.

(19)

air minum. Di Lesotho dan Afrika Selatan, telah ada pengaturan mengenai kuota persentase staf perempuan dalam program pengelolaan sumber daya air. Di Republik Dominika, Otoritas Air Minum negara mempersyaratkan setidaknya 40 persen dari Komite Air minum harus perempuan.38 Di Indonesia, perspektif gender pun telah diintegrasikan menjadi salah satu prinsip dasar Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM). Disebutkan bahwa perempuan mempunyai peran dalam pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya air bersih. Perspektif gender diterapkan pula dalam beberapa program pengelolaan sumber daya air yang telah dilaksanakan pemerintah, bekerja sama dengan organisasi nonpemerintah.

Program CWSH (Community Water Services and Health Project) menempatkan kelompok perempuan sebagai posisi kunci untuk fasilitator program pengelolaan sumber daya air, yang keterlibatannya diharapkan di setiap level. Proyek WSLIC III (Water and Sanitation for Low Income Communities) atau PAMSIMAS (Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) salah satu isunya adalah gender dan kemiskinan.39 Proyek ini bertujuan untuk memperkuat peran perempuan dan masyarakat miskin dalam memperoleh hak dan kewajiban yang sama. Terutama untuk menyampaikan pendapat dan pengambilan keputusan dalam program. Pada prinsipnya, program penyediaan air minum, sanitasi, dan kesehatan akan efektif dan berkelanjutan, apabila dilakukan dengan berbasis masyarakat. Seluruh masyarakat, perempuan dan laki-laki, kaya dan miskin dilibatkan secara penuh dan dilakukan melalui pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (demand responsive approach), dengan mengintegrasikan perspektif gender.

Integrasi perspektif gender perlu dilakukan oleh semua pihak dan pada semua tingkat, yaitu: pemerintah pusat; pemerintah daerah; masyarakat dan organisasi masyarakat sipil; lembaga donor dan organisasi internasional. UN merekomendasikan berbagai hal yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan perspektif gender, sebagaimana di bawah ini: 40

1. Pemerintah Pusat

Pemerintah harus memiliki komitmen untuk menyusun agenda pengelolaan sumber daya air yang jelas dalam strategi pembangunan nasional, dan memastikan

38 Isu Gender dalam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi. Laporan Utama dalam Majalah PERCIK, Edisi April 2007. Media Informasi Air Minum, dan Penyehatan Lingkungan yang diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), Jakarta. ISSN I829-5967. Hal. 6.

39 Implementasi Gender dalam Proyek AMPL di Indonesia. Opcit. Hal. 7.

(20)

pengintegrasian perspektif gender di dalamnya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yaitu sebagai berikut:

a. memobilisasi sumber daya untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi, antara lain melalui tindakan:

-memfasilitasi akses ke hibah atau kredit dengan persyaratan konsesi, bagi kelompok perempuan untuk instalasi dan pemeliharaan fasilitas air yang memadai; -mengalokasikan sumber daya untuk organisasi masyarakat sipil dan penyedia

pelayanan air dan sanitasi skala kecil, terutama yang melibatkan perempuan sebagai mitra penuh; dan

-Menyediakan mekanisme pembiayaan alternatif kredit mikro dan kreatif bagi organisasi kesetaraan gender, untuk pengelolaan sumber daya air berbasis masyarakat dan layanan sanitasi.

b. memperkuat legislasi dan memfasilitasi akses masyarakat terhadap tanah dan air untuk keperluan produktif, antara lain melalui tindakan:

-mengakui peran penting perempuan dalam pertanian, peternakan dan perikanan, kemudian membantu mereka dalam memperoleh akses ke sumber daya air untuk keperluan produktif dan kesepakatan perempuan hak yang sama untuk kepemilikan lahan;

-mendukung dan mempromosikan pengaturan tanah yang adil dan kepemilikan yang memungkinkan produsen perempuan dapat menjadi pembuat keputusan dan pemilik; dan

-meningkatkan produktivitas perempuan dalam menggunakan air untuk pertanian dan usaha kecil melalui pelatihan, membuka akses pasar, dan akses terhadap informasi.

c. meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi yang layak;

-memastikan program sanitasi di seluruh daerah berperspektif gender;

-menyediakan dana untuk pendidikan kesehatan dalam kurikulum sekolah dan fasilitas sanitasi yang terpisah untuk anak perempuan dan laki-laki; dan

-mengidentifikasi, melalui analisis gender, kelompok-kelompok sosial dan ekonomi yang secara kronis terpinggirkan dari akses terhadap sanitasi yang layak.

d. mengembangkan kapasitas dan mendorong partisipasi masyarakat, antara lain dapat dilakukan dengan:

-memperkenalkan tindakan afirmatif bagi perempuan dalam pelatihan teknis dan manajerial terkait pengelolaan sumber daya air;

(21)

-memberikan bantuan untuk memfasilitasi penelitian kesetaraan gender dalam pengelolaan sumber daya air;

-mengalokasikan dana untuk pengembangan kapasitas perempuan dan anak perempuan; dan

-mendorong perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam usaha yang terkait pengelolaan sumber daya air.

2. Pemerintah Daerah antara lain dapat melakukan hal sebagaimana di bawah ini: a. mendorong pengarusutamaan gender di pemerintahan daerah dan masyarakat; b. mempromosikan pesan-pesan pendidikan kesehatan melalui kelompok perempuan,

sekolah dan klinik kesehatan;

c. merancang dan mengimplementasikan pembangunan kapasitas untuk mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam desain air, sanitasi dan program pendidikan kebersihan;

d. menghapus bias gender internal dan diskriminasi dalam organisasi sektor publik; e. mendorong anggaran berperspektif gender, sehingga pemerintah daerah dapat

menilai nilai ekonomi dari komitmen kebijakan tentang kesetaraan gender.

3. Masyarakat dan Organisasi Masyarakat Sipil antara lain dapat melakukan hal sebagaimana di bawah ini:

a. melobi penyediaan pelayanan yang lebih baik untuk perempuan dan anak;

b. membantu mengumpulkan informasi mengenai akses, kebutuhan, prioritas dan perspektif dari perempuan dan laki-laki mengenai pengelolaan sumber daya air; c. dukungan kesetaraan bagi perempuan dalam proses pengambilan keputusan di

tingkat lokal;

d. memampukan perempuan dan anak perempuan untuk memperoleh akses terhadap informasi, pelatihan dan sumber daya yang berkaitan dengan air.

4. Lembaga Donor dan Organisasi Internasional

a. melibatkan para pemimpin perempuan, terutama menteri dan ilmuwan lingkungan dan sumber daya air, sebagai role model dalam upaya pengintegrasian gender dalam pengelolaan sumber daya air di semua tingkatan;

b. mempromosikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam air dan sanitasi melalui kerjasama dengan MDG-3: mempromosikan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.

c. mengumpulkan dan menyebarluaskan contoh/praktik yang baik dan mengembangkan norma-norma dan pedoman untuk pengarusutamaan;

(22)

e. mendorong media, baik di negara maju dan berkembang, untuk menyediakan pemberitaan yang lebih luas mengenai isu gender dan air;

f. mempromosikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam sektor donor;

g. memberikan dukungan peningkatan kapasitas staf penghubung gender;

h. bekerja sama dengan organisasi mitra untuk mengembangkan kerangka kebijaksanaan konvensional mengenai gender dan air, untuk staf dari setiap organisasi; dan

i. mendukung pengembangan dan implementasi kerangka kebijakan air berperspektif gender, di tingkat nasional dan tingkat internasional selama dekade 2005-2015 (The International Decade for Action, ‘Water for Life’ 2005–2015).

Merujuk pada berbagai hal yang diuraikan di atas, maka semakin dapat diyakini bahwa segala upaya pengintegrasian perspektif gender akan mendorong kebijakan dan program yang dapat mewujudkan kesetaraan gender dan mencapai tujuan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Selain itu, akan mendorong terbentuknya lembaga dan organisasi pengelolaan sumber daya air menjadi lebih sensitif gender. Akan terjadi peningkatan kebutuhan analisis gender sebagai permulaan dalam menyusun kebijakan dan program pengelolaan sumber daya air. Perencanaan anggaran program pengelolaan sumber daya air juga akan mencerminkan perspektif gender di dalamnya.

IV. PENUTUP A. Kesimpulan

Kebutuhan akan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, komersial, dan pertanian, di seluruh dunia mengalami peningkatan. Sumber daya air merupakan isu global yang selalu mendapat perhatian khusus, bahkan termasuk dalam salah satu butir Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs disepakati oleh negara-negara di dunia dalam United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) atau Rio+20, di Rio de Janeiro, Brazil pada tanggal 20-22 Juni 2012. Adanya Sustainable Development mendorong agar seluruh negara di dunia melaksanakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan keberlangsungan untuk generasi masa depan. Pengelolaan sumber daya air dalam pembangunan berkelanjutan harus melibatkan peran masyarakat, baik perempuan dan laki-laki. Berbagai hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan dari peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air.

(23)

seluruh komunitas masyarakat di dunia, perempuan bertanggung jawab memastikan akses dan ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga. Selain itu, perempuan merupakan pengguna yang memiliki tingkat kebutuhan air bersih yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perempuan membutuhkan air bersih untuk kebutuhan reproduksinya, seperti pada saat menstruasi, kehamilan, dan higenitas. Keterbatasan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak merupakan permasalahan akut yang dialami perempuan dan anak perempuan di pemukiman padat penduduk dan pedesaan di negara berkembang. Adanya peran perempuan akan memberikan keuntungan bagi perempuan itu sendiri dan bagi masyarakat sekitar.

Keterlibatan peran perempuan dan isu gender diakui secara global sebagai isu penting dalam pengelolaan sumber daya air. Rio+20 Outcome: The Future We Want menyebutkan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, diidentifikasi sebagai prioritas dalam sustainable development. Hasil Rio+20 menekankan agar negara-negara di dunia memastikan kepemimpinan perempuan dan partisipasi efektifnya dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan, program dan pengambilan keputusan di semua tingkatan.

Oleh karena itu, sangat diperlukan integrasi perspektif gender untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air. Integrasi perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air berarti mengarusutamakan kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki dalam setiap proses dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, serta kesetaraan gender dalam pembangunan berkelanjutan.

B. Saran

(24)

Daftar Pustaka

Buku

Novalinda dan Sarah Waddel. 2006. Buku 4: Air Perkotaan dalam Pembangunan Kota yang Berkelanjutan, buku panduan DPRD. Diterbitkan oleh Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), Konrad Adenauer Stiftung (KAS), Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ)/Program Lingkungan Hidup (ProLH) Indonesia-Jerman.

Jurnal

Panda, Smita Mishra. 2007. Mainstreaming Gender in Water Management: A Critical View, Jurnal Gender Technology and Development, 11:321. DOI: 10.1177/097185240701100302. Dipublikasikan oleh SAGE Publication atas nama Asian Institute and Technology (AIT) dan Gender And Development Studies (GDS).

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA).

Dokumen

Joint Monitoring Progress (JMP) Report on Water and Sanitation. JMP Report Progress on Sanitation and Drinking Water (2012 Update) http://www.wssinfo.org/documentslinks/ documents/. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

Evidence Report: “For Her It’s The Big Issue: Putting Women at The Centre of Water Supply, Sanitation, and Hygiene (WASH). Tanpa tahun. Dipublikasikan oleh UNICEF, Gender And Water Alliance (GWA), Norwegian Ministry of Foreign Affair, dan Water Supply and Sanitation Collaborative Council.

The Dublin Statement on Water and Sustainable Development, dibaca secara online pada http://www.wmo.int/pages/prog/hwrp/documents/english/icwedece.html

Outcome of the Conference: The Future We Want. 2012. Dokumen Hasil The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio de Janeiro-Brazil, pada tanggal 20-22 Juni 2012. Dikeluarkan oleh United Nations, A/CONF.216/L.1.

Makalah, Artikel, dan Policy Brief

Climate Change Adaptation is Mainly About Water…., Artikel padasitus

(25)

Drexhage, John dan Deborah Murphy, dari International Institute for Sustainable Development (IISD). 2010. Sustainable Development: From Brundtland to Rio 2012. Background Paper dipersiapkan untuk Pertemuan Pertama High Level Panel on Global Sustainability pada tanggal 19 September 2010, Kantor Pusat United Nations (UN), New York.

IFAD (International Fund for Agricultural Development). 2007. Gender and Water - Securing Water for Improved Rural Livelihoods: The Multiple-Uses System Approach. hal. 6.

Implementasi Gender dalam Proyek AMPL di Indonesia. April 2007. Laporan Utama dalam Majalah PERCIK. Media Informasi Air Minum, dan Penyehatan Lingkungan yang diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), Jakarta. ISSN I829-5967. Hal. 7.

Isu Gender dalam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi. Opcit. Hal. 6.

Mehta, Lyla. 2013. Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls. Fellow Institute of Development Studies, UK dan Visiting Professor di Norwegian University of Life Sciences, pada forum Interactive Expert Panel: Challenges and Achievements in the Implementation of the Millennium Development Goals for Women and Girls. United Nations Commission on the Status of Women, Sesi ke-57, tanggal 4-15 Maret 2013, New York.

UN (United Nations), The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, pada situs

http://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_ brief.pdf, hal. 2-6. Diakses pada tanggal 10 September 2013.

UN-Water, Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Pada situs UN-Water http://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf, diakses pada tanggal 20 September 2013.

UN Water, Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun. Diterbitkan oleh The Inter-agency Task Force on Gender and Water (GWTF), sub program dari UN-Water dan The Interagency Network on Women and Gender Equality (IANWGE), untuk mendukung pelaksanaan TheInternational Decade for Action, ‘Water for Life,’ 2005–2015.

UN-Water, Human Rights to Water pada situs United Nations (UN)-Water for Life Decade, http://www.un.org/waterforlifedecade/human_right_to_water.shtml, diakses tanggal 11

September 2013.

UNCSD (The United Nations Conference on Sustainable Development) Secretariat. 2012. Current Ideas on Sustainable Development Goals and Indicators, RIO 2012 Issues Briefs, No. 6. Hal. 1.

UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization): Definition

of Freswater Resources. Publikasi UNESCO pada

http://webworld.unesco.org/water/ihp/publications/waterway/webpc/definition.html, diakses tanggal 10 September 2013.

UNICEF (The United Nations Children's Fund) - Wash and Women, pada situs

(26)

Van Wijk-Sijbesma, Christine, 1998. Gender and Resource Management, Water Supply and Sanitation: Roles and Realities Revisited. International Research Centre for Water and Sanitation, Delft, The Netherlands, dalam UN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief.

Water. Ikhtisar Artikel pada http://www.un.org/en/globalissues/water/, diakses tanggal 4 September 2013.

Women and Water Management: an Integrated Approach (Chapter V), http://www.unep.org/pdf/women/ChapterFive.pdf

Zukang, Sha, Sekretaris Jenderal Konferensi Rio+20. 2012. The Future We Want, brosur Rio+20 United Nation Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio de Janeiro, 20-22 Juni 2012.

Pidato

Ki Moon, Ban. Pidato Sekjen PBB dalam Sidang Umum PBB ke-66 Tahun 2011. The Secretary General’s Report to the General Assembly – “We the Peoples”. New York, 21 September 2011. Dibaca dari situs:

http://www.un.org/apps/news/infocus/sgspeeches/search_full.asp?statID=1310, diakses pada tanggal 14 September 2013.

Puri, Lakshmi. 2012. Gender Perspective on Water and Food Security. Pidato disampaikan oleh Deputy Executive Director of UN Women pada acara penutupan Minggu Air Se-dunia/Closing Plenary Session of World Water Week, di Stockholm, Swedia, 31 August 2012. Diakses dari http://www.unwomen.org/en/news/stories/2012/8/gender-perspectives-on-water-and-food-security/#sthash.5IvRW5vh.dpuf, pada tanggal 26 September 2013.

Berita (Surat Kabar, Majalah, dan Internet)

Djoko Kirmanto: Potensi Sumber Daya Air RI No. 5 Terbesar di Dunia. Senin, 1 April 2013. Berita online pada situs:

http://finance.detik.com/read/2013/04/01/114256/2208129/4/djokir-potensi-sumber-daya-air-ri-no-5-terbesar-di-dunia.

Grynspan, Rebeca. The Associate Administrator of the UN Development Programme (UNDP), dalam berita: ’Water Cooperation Must be a Priority on Sustainable Development Agenda” – UN official

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45664&Cr=water&Cr1=#.UhV-sH-FQZE, diakses pada tanggal 16 September 2013.

(27)

Layanan Air Bersih Indonesia Masih Buruk. Kamis, 23 Mei 2013. Berita online pada situs http://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/206482543/Layanan-Air-Bersih-Indonesia-Masih-Buruk.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan jumlah jenis kepiting yang ditemukan, dapat ditentukan bahwa kondisi ekosistem mangrove dan estuari TN Bali Barat dalam keadaan baik dan sesuai bagi kehidupan fauna

Pr ofesi mer upakan peker jaan yang ber landaskan pada pengetahuan (knowl edge) yang tinggi atau kompleks, atau pengetahuan yang ber sifat esetorik. Selama ini

Poliklinik Yayasan Amil Zakat Pusri (YAZRI) didirikan pada tanggal 26 Agustus 2004, dengan tujuan memberikan bantuan pelayanan kesehatan berupa pengobatan gratis

Kelompok Kerja Pengadaan Barang/Jasa Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gayo Lues Tahun Anggaran

Sebagai kelanjutan proses pelelangan ini, kami mengundang Saudara untuk menghadiri tahapan pembuktian kualifikasi paket pekerjaan Penyempurnaan/Perbaikan Sarana dan Fasilitas

Pada hari ini Senin tanggal dua puluh empat bulan Oktober tahun dua ribu enam belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini Pokja Pelelangan Jasa Konsultansi Perencanaan Gedung

the LC or LU area sizes from official areal statistics (based on cadastral data). To summarise, the goal of the project Cop4Stat_2015plus is to extract information on landscape

[r]