Persoalan penngetahuan dewasa ini telah beralih menjadi persoalan metodelogi. Hal ini yang mendorong munculnya upaya untuk mencari dasar dan dukungan metodologis baru bagi ilmu sosial dengan mengembalikan peran subjek dalam proses keilmuan itu sendiri .
Setidaknya ada tiga pendekatan yang sama -sama mencoba mengatasi positivisme dalam ilmu soasial dengan
menawarkan metodologi baru yang lebih memposisikan subjek yang menafikan objeknya sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam proses keilmuan ,
salah satunya adalah hermeneutika. Hermeneutika adalah salah satu dari beberapa teori yang menawarkan pendekatan baru dalam ilmu -ilmu sosial.
Dari pemaparan pembahasan awal diatas,
maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
Bagaimana kerangka dasar teori keilmuan
hermeneutika (studi kritis)?
Apa kontribusi hermeneutika dalam
pengembangan ilmu sosial, serta
konsekuensinya dalam kerja ilmiah?
Istilah hermeneutika berasal dari kata Yunani
“
hermeneuein
”
diterjemahkan“menafsirkan”
D A L A M T R A D I S I Y U N A N I K U N O K A T A H E R M E N E U E I N
D I P A K A I D A L A M T I G A M A K N A , Y A I T U :
Mengatakan (to say);
Menjelaskan (to explain);
Dengan demikian perbuatan interpretasi
menunjuk pada tiga hal pokok, yaitu:
1.
Pengucapan lisan (
an oral recitation
);
2.
Penjelasan yang masuk akal (
a
reasonable explanation
);
3.
Terjemahan dari bahasa lain (
a
translation from another language
) atau
mengekspesikan.
hermeneutika biasa dipahami sebagai
seni
dan
ilmu menafsirkan
khususnya
tulisan-tulisan berkewenangan, terutama berkenaan dengan
kitab suci dan sama sebanding dengan tafsir.
Ada juga yang memahami bahwa hermeneutika
merupakan
sebuah filsafat yang memusatkan bidang
kajiannya pada persoalan
understanding of
understanding
(pemahaman pada pemahaman)
terhadap teks, terutama pada teks kitab suci.
Scheleiermacher, mengubah makna hermeneutika dari
sekedar kajian teks keagamaan
–
bible menjadi kajian
pemikiran filsafat.
Wilhelm Dilthey, makna herneneutika menjadi kajian
sejarah
Edmund Husserl, pengetahuan dunia objektif bersifat
tak pasti, karena pengetahuan sesungguhnya diperoleh
dari apparatus sensor yang tak sempurna.
Martin Heidegger, Hermeneutika sebagai kajian
ontologis
Hans
–
Georg Gadamer, Menekankan
dialektika
–
dialogis.
Jurgen Habermas, Menggeser makna
hermeneutika kepada pemahaman yang
diwarnai oeh kepentingan.
Paul Ricoeur, Aspek pandangan hidup
hermeneutika sebagai sebuah
metodologi,
hermeneutika sebagai filsafat dan
hermeneutika sebagai kritik.
pemikiran hermeneutika menjadi enam pembahasan, yaitu: 1. hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci,
2. hermeneutika sebagai metode filologi,
3. hermeneutika sebagai pehamahaman linguistik,
4. hermeneutika sebagai fondasi dari ilmu sosial -budaya,
5. hermeneutika sebagai fenomenologi dasein, dan
6. hermeneutika sebagai sistem interpretasi.
problem hermeneutika sosial adalah untuk
menerobos otoritas paradigma positivisme
dalam ilmu-ilmu sosial dan humanities.
Pembahasan hermeneutika pada umumnya
merupakan problem filsafat ilmu atau
problem metodologi,
bukan problem
metafisika yang mempersoalkan realitas
.
Hermeneutika sebagai cara pandang untuk
memahami realitas terutama pada aspek
sosial, seperti
„teks‟
sejarah dan tradisi.
Beliau mengajukan sebuah dikotomi
antara
1.
metode
erklaren
untuk ilmu-ilmu alam
(
naturwissenchaften
) dan
2.
metode
verstehen
untuk ilmu-ilmu
sosial (
geisteswissenchaften
).
ILMUAN YANG MENCETUSKAN BAHWA
Metode
erklaren
(menjelaskan) adalah
metode khas positivistik yang dituntut
menjelaskan objeknya yang berupa ‘prilaku’
alam menurut hukum sebab-akibat.
Metode
verstehen
(memahami), yaitu
pemahaman subjektif atas makna tindakan
-tindakan sosial, dengan cara menafsirkan
Dalam pendekatan dalam ilmu sosial,
hermeneutika tidak bisa dipisahkan dengan pendekatan sebelumnya (fenomenologi).
Keterkaitan antara keduanya tampak jelas, terutama
dalam
filsafat Heidegger.
Dalam sebuah artikel, Budi Hadirman mengutip pernyataan Heidegger :“
Makna metodologis dari deskripsi fenomenologis
adalah penafsiran. Logos dari fenomenologi Dasein
memiliki ciri hermenuein.... Fenomenologi Dasein
adalah hermeneutik dalam pengertian asli kata itu,
menurut pengertian pokoknya, yaitu kesibukan
penafsiran.”
DA L A M P E N D E K ATA N DA L A M I L M U
S O S I A L , H E R M E N E U T I K A T I DA K B I S A D I P I S A H K A N D E N G A N P E N D E K ATA N S E B E L U M N YA
apa yang dalam fenomenologi disebut
“kesadaran yang mengkonstitusi
(membentuk) kenyataan”
dan yang
kemudian dalam hermeneutik
ditunjukkan dalam pengertian kata
hermeneutik itu sendiri (
yakni
penafsiran
), adalah menunjukkan
peranan subjek dalam kegiatan
pengetahuan.
F.D.E Schleiermacher dan Wilhellm Dilthey
Dalam sejarah hermeneutika, dua filusuf ini
biasanya dikenal dengan filsuf Romantik atau
Hermeneutika Romantik
, karena
kecenderungan
pemikirannya yang selalu melihat ke masa
lampau.
Menurut hermeneutika Romantik ini,
pembaca
teks harus mampu berempati secara psikologis ke
dalam isi teks dan pengarangnya;
pembaca harus
mampu
“mengenang kembali”
pengalaman-pengalaman yang pernah dialami pengarang yang
termuat di dalam teks itu.
PERANAN SUBJEK (SUBJEK TIFITAS) DALAM PROSES
PENAFSIRAN, PEMIKIRAN HERMENEUTIKA YANG
Empati psikologis menurut Schleiermacher yaitu
gagasan agar bisa mengerti suatu teks dari masa
lampau
.
Orang mesti membayangkan bagaimana
pemikiran, perasaan dan maksud pengarang
.
Contoh, dalam teks sejarah, orang harus keluar dari zamannya dan membangun
kembali masa lampau ketika pengarang teks itu hidup sehingga dapat dikenali dengan baik suasana penulisnya.
Dilthey mengatakan bahwa
meskipun orang tidak dapat
mengalami secara langsung
(
erleben
) peristiwa-peristiwa di masa
lampau
, tetapi ia dapat
membayangkan bagaimana
orang-orang dulu mengalaminya
Jadi, meski ada perbedaan pandangang,
namun baik Dilthey maupun
Scheiermacher sama-sama
mempertahankan pendapat bahwa
hermeneutik berarti
“menafsirkan
secara reproduktif”
.
Dalam arti,
penafsiran merupakan sebuah kerja
reproduktif; mencoba memahami
Pramoedya mengisahkan begitu saja, apa adanya tentang
pengalaman para tahanan sehari -hari di pulau terpencil,
Pulau Buru.
Pengalaman bagaimana harus sur vive di bawah tekanan militer, pengalaman santiaji (indoktrinasi) Pancasila , pengalaman
penyiksaan fisik yang membuat pandangan mata kabur dan
pen -dengarannya berkurang, pengalaman teman -temannya diperbudak sebagai penebang hutan untuk memperbesar kekayaan komandannya,
pengalaman tentang usaha ternak ayam, tentang perjuangan keras membuka jalan, tentang pemberontakan dari para
tahanan, tentang kematian teman -temannya yang sebagian misterius, dan lain -lain diceritakannya lebih berupa fakta.
Akan tetapi, pemaknaan yang sesungguhnya atas realitas itu berlangsung, yakni betapa kemanusiaan ditundukkan sedemikian dahsyatnya sampai -sampai manusia tahanan politik kehilangan kemanusiaannya
SUPRIYONO (2004) MEMBERIKAN CONTOH TENTANG
TULISAN PRAMOEDYA ANANTA TOER,
NYANYI SUNYI
kita harus memahami dahul berbagai
kompleksitas disekitar penghayatan agama
itu.
Misal dalam kehidupan budaya, ekonomi,
sosial dan juga hubungan dengan kelas-kelas
sosial lain.
Karena keseluruhan masyarakat harus
dipahami dari komponen-komponen
pembentuknya dan penghayatan agama kelas
bawah salah satu diantaranya.
Pemikiran Gadamer tidak bisa dilepaskan dari
pemikiran Heidegger, senior dan gurunya, yang
pemikirannya dikenal dengan
“fenomenologi dasein”.
Bagi heidegger, hermeneutika berarti penafsiran
terhadap esensi (being), yang dalam kenyataanya
selalu tampil dalam eksistensi.
Sehingga suatu kebenaran tidak lagi ditandai oleh
kesesuaian antara konsep antara realita objektif,
tetapi oleh tersingkapnya esensi tersebut. Wahana
bagi penampakan being adalah manusia. Maka,
hermeneutika tidak bisa lain dari pada penafsiran
dari manusia itu sendiri (
desain
) melalui bahasa
1.
Building
2.
Sensus Cummunis
3.
Pertimbangan
4.
Taste atau Selera
DALAM PANDANGAN GADAMER, ADA EMPAT FAK TOR
YANG SELALU TERLIBAT DALAM SUATU PROSES
Berdasarkan pandangannya itu, Konsep ini dim aksudkan u ntuk m elihat tig a kerangka wak tu yang mengitari wilayah tek s -teks historis, yaitu:
M a sa lam pau , dimana tek s itu dilahirkan atau dipulikasikan. Disini, m akna tek s bu kan m ilik si penyusun m elainkan m ilik setiap orang yang m enginterpretasikannya.
M a sa k ini , dim ana penaf sir datang deng an prejudicernya. Pransangka -pransangka ini selanjutnya akan berdialog deng an m asa sebelumnya, sehingga akan m u ncul su atu penaf siran yang sesu ai deng an konteks penaf sir.
M a sa d e pan , dim ana di dalamnya terdapat nu ansa baru yang produktif. Disinilah terkandung “effective history”, yak ni su atu kenyataan bahwa ak tivitas penaf sir (dalam hal ini, ilmuan sosial) dan pelaku sam a -sama merpakan bag ian tak terpisahkan dari ak tifitas historis yang berada dalam su atu kontinuitas sejarah. Karenanya, dalam ak tifitas
herm eneutis tidak boleh dibatasi hanya pada apa yang dim aksud oleh peng arang saja atau hanya pada situ asi yang m engitari saat tek s
dicipta.
G A DA M E R M E L I H AT S UAT U P RO S E S H E R M E N E U T I S, T E RU TA M A T E R H A DA P T E K S -T E K S H I S TO R I S , B E R L A K U A PA YA N G I A
Kerangka dasar teori keilmuan Hermeneutika dipaparkan oleh beberapa tokoh yaitu
Menurut Josep Bleicher Terbagi menjadi tiga pembahasan, yaitu hermeneutika sebagai sebuah metodologi,
hermeneutika sebagai filsafat dan hermeneutika sebagai kritik.
Sedangkan menurut Richard E. Palmer, Menggambarkan perkembangan pemikiran hermeneutika menjadi enam
pembahasan, yaitu hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci, hermeneutika sebagai metode filologi,
hermeneutika sebagai pehamahaman linguistik,
hermeneutika sebagai fondasi dari ilmu sosial -budaya, hermeneutika sebagai fenomenologi dasein, dan
hermeneutika sebagai sistem interpretasi .