• Tidak ada hasil yang ditemukan

MTsN Kebumen 1 Membangun Madrasah Unggulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MTsN Kebumen 1 Membangun Madrasah Unggulan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Edisi 6/ Tahun I/ Juni 2015

Bidang Penmad :

Badai BOS

Akun 52

Akun 52

8

Dinamika Daerah

Kemenag Jadi

Partner TNI dalam

Program TMMD

22

34

Art ikel

MTsN Kebumen 1

MTsN Kebumen 1

Membangun

Membangun

Madrasah Unggulan

Madrasah Unggulan

media pemersatu umat

ang Penmad :

8

Dinamika Daerah

22

Art ikel

34

Kebijakan Sekolah

Kebijakan Sekolah

5 Hari

(2)

Salam

REDAKSI

Penanggung Jawab : Badrus Salam ; Redaktur : Budiawan, Gentur Rachma Indriadi, Suripah, Martina Wulandari, M Fachri ; Penyunting / Editor : Saronji, Djati Prasetyo ; Design Grafi s / Fo-tografer : Hery Basuki, Muhammad Khoirulloh ; Sekretariat : Yudi Prasetyo, Amin Sri Widodo

Majalah Bulanan

SEJAHTERA

Diterbitkan oleh : Subbag Informasi & Humas Kanwil

Kemenag Provinsi Jawa Tengah

Penerbit: Subbag Informasi & Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah

Alamat Redaksi : Jalan Sisingamangaraja 5 Semarang - 50232 Telp : 024-8412547, 8412548, 8412552 Fax. 024-8315418, EMAIL : sejahtera_jateng@kemenag.go.i

Keterangan Cover Depan : Wakil Presiden RI Jusuf Kalla membuka Ijtima Ulama Nasional di Tegal dilanjutkan menanam pohon durian di Pondok Pesantren Attauhidyyah Cikura Kabupaten Tegal.

Daftar Isi

Redaksi SEJAHTERA menerima sumbangan dalam bentuk tulisan, foto ilustrasi dan lainnya yang sesuai dengan misi Majalah SEJAHTERA. Ketikan 1,5 spasi maks 2 hal kuarto, disertai identitas resmi penulis. Redaksi berhak merubah tulisan tanpa mengurangi substansinya. Demi perbaikan penerbitan, redaksi mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Salam Redaksi ... 2

Pembinaan ... 3

Laporan Utama ... 5

Badai BOS

Akun S2

Keberadaan madrasah kini diper-hitungkan banyak pihak. Hal ini tidak lepas dari kerja keras semua kalangan, khususnya mereka yang memiliki komitmen tinggi untuk memajukan madrasah.Masyarakat pun berbondong-bondong me-nyekolahkan anaknya di madra-sah, baik Raudlatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) maupun Madrasah Aliyah (MA). Bidang PENMAD ... 8

Bidang PONTREN ... 10

Bidang PAIS ... 12

Pentas

PAI

sebagai Media Evaluasi

Bidang PAIS Kanwil Kementerian Agama Prov. Jawa Tengah menye-lenggarakan kegiatan dalam rangka memberikan tambahan pengeta-huan, pemahaman, pengalaman dan keterampilan pada peserta didik yang dikemas dalam Gebyar Pendidikan Agama Islam Taman Kanak-Kanak. Bidang URAIS ... 12

Bidang Penais Zawa ... 16

Bimas Kristen ... 18

Bimas Katolik ... 19

Bimas Hindu ... 20

Bimas Buddha ... 21

Dinamika Daerah ... 23

Artikel ... 28

KUB ... 33

Prestasi ... 35

Terapan ... 37

(3)

Pembinaan

Kaderisasi Ulama

Banyaknya lembaga

pendidikan pesantren

yang hanya fokus terhadap

pendidikan formal,

membuat kaderisasi ulama

minim. Perlumembuat

Terobosan untuk

mengatasi kelangkaan

ulama.

A

rif Aziz, bukan nama sebe-narnya, pernah enam tahun mondok di sebuah Pesantren

di Jawa Tengah. Di pondok pesantren itu, ia juga me-nempuh pendidikan formal Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Tapi setelah enam tahun mesantren, pria yang akrab disapa Azis itu ‘gagap’ membaca kitab kuning,

kitab-gundul yang tidak berharokat dan bermakna. Ilmu alatnya (gramatika), berantakan. Padahal, gramatika Bahasa Arab merupakan pintu masuk memahami seluruh khazanah pemikiran Islam. “Wong di sana (Pesantren) fokusnya sekolah for-mal,” tuturnya.

Situasi ini ditangkap Kantor Kementerian Agama Jawa Tengah (Kanwil Jateng) sebagai masalah yang harus diatasi. Mereka tahu, pesantren sejak dulu dikenal sebagai tempat kaderisasi ulama. Karenanya para santri pun dituntut untuk memi-liki pemahaman mendalam mengenai ilmu-ilmu agama, termasuk ilmu alat.

“Kompetensi tersebut merupakan salah satu persyaratan untuk menjaga dan memperkuat karakteristik pondok pesantren salafi yah dalam mengembangkan tradisi keilmuan (tafaqquhu fi al-din) dan memperkokoh benteng akhlaqul ka-rimah,” tutur Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, H. Solikhin.

Tapi seberapa banyak pesantren yang masih-menomorsatukan pengembangan tradisi tafaqquh fi al-din di tengah gempuran pendidikan formal yang sangat pragmatis? Inilah yang ditengarai Kanwil Jawa Tengah menyebabkan berkurangnya ulama. Apalagi sejumlah ulama kharismatik tanah air sudah banyak yang berpulang kerahmatullah.

Kepergian para masyayikh tersebut tidak serta merta kemudian dibarengi dengan munculnya ulama, paling tidak, sekaliber ulama sebelumnya. Ironisnya, kualitas kedalaman ilmu agama para

ulama ‘baru’ pun kurang mumpuni. Jangankan ushul fi qh, atau tafsir, ilmu alat saja banyak yang gagap. Alhasil, Indonesia pun berada di ambang krisis ulama.

Padahal, jumlah pesantren se-makin meningkat tajam dari tahun ke tahun.

Pada tahun 1997-2005 Jawa Tengah memiliki 3.477 pesantren dengan 2.737.805 santri. Kemudian pada tahun 2005- 2014 jumlah pesant-ren kembali meningkat menjadi 4.582 pesantren dengan santri berjumlah 3.464.334 orang. Pertumbuhan jumlah pesantren yang sangat signifi kan itu sebagian pesantrentidak mampu meregenerasi pengelolaan pesantren secara internal. Hal tersebut berdampak pada pengelolaan pesantren yang kurang maksimal, menurunnya kualitas pembelajaran dan ber-dampak langsung terhadap mutu lulusan dan jumlah santri.

Berdasarkan data EMIS Pondok Pesantren Jawa Tengah tahun 2014, Ketidakmampuan pesantren meregenerasi diri itu setidaknya disebabkan dua hal. Pertama, aspek internal pengasuh pesantren. Regenerasi internal pesantren terputus disebab-kan antara lain karena pengasuh tidak memiliki keturunan, anak maupun menantu pengasuh tidak bersedia mengelola pesantren, tidak ada keturunan pengasuh yang memiliki latar belakang pesantren, atau pengasuh meninggal dunia saat putra-putrinya belum dewasa.

“Permasalahan ini hanya bisa diselesaikan antara lain dengan mengembangkan pengelo-laan pesantren berbasis sistem, bukan berbasis

dzurriyyah (keluarga),” ujar H. Sholikhin yang di damping kasipondokpesantren kemenag Jateng muhtasit.

Kedua, metode pembelajaran kitab kuning yang menjadi karakteristik di pondok pesantren. Perlu ada inovasi pembelajaran ilmu alat agar bisa me-nyesuaikan dengan padatnya waktu belajar santri. Khususnya bagi santri yang sekaligus belajar di sekolah formal. Dengan inovasi, diharapkan dalam waktu belajar yang singkat, para santri mampu membaca kitab kuning dengan baik dan benar.

Permasalahan inilah yang mendorong Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kementerian Agama Propinsi Jawa Tengah melakukan serangkaian program dalam rangka

(4)

Pembinaan

mengantisipasi kelangkaan ulama, khususnya di Jawa Tengah. Yakni dengan pelatihan ilmu alat cara cepat bagi santri yang turut sekolah formal.

Program yang dibuat Kanwil Jateng adalah pelati-han Amtsilati. Metode teranyar membaca kitab kuning ini digagas oleh KH. Taufi qul Hakim dan telah “diujicobakan” pada santri di pondok pe-santrennya sendiri, PP. Darul Falah, Jepara-Jawa Tengah.

Metode ini khusus mempelajari “ilmu alat” untuk membaca dan memahami kitab kuning dengan benar, cepat dan tepat hanya dalam tempo 3-6 bulan. Dan tak kalah pentingnya adalah santri bisa mengajarkannya kembali pasca kepulangan-nya di madrasah/pondok pesantrenkepulangan-nya masing-masing.

Program pilot project ini hanya diperuntukkan bagi 50 orang yang berasal dari berbagai ustadz/ ah pondok pesantren se-Jateng. Dalam melak-sanakan program ini, Kanwil melibatkan berbagai

stakeholder internal maupun ekstenal. Dalam program yang bertajuk Akselerasi Mutu Ustadz/ ah Pondok Pesantren ini seluruh jajaran pejabat dan staff (Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren) Kanwil Kemenag Propinsi sampai Kemenag Kabupaten/Kota (Sie Pondok Pessantren/ Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, PAKIS) se-Jawa pun Tengah dilibatkan.

Program ini dilakukan melalui dua tahap. Pertama, In-Service Training, dalam bahasa Indonesia sering disebut pendidikan dalam jabatan semasa berdinas. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan secara kontinyu pengetahuan, keterampilan dan metode pembelajaran guna mengefektifkan dan mengefesiensikan amanahnya sebagai ustadz/ah. Kedua, On Th e Job Learning

(OJL). Pengembangan mutu proses pembelajaran OJL difokuskan pada upaya untuk mempraktek-kan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari selama In-Service Learning di pondok pesantren/madrsah asal.

Tahap pertama, In-Service Training, para peserta diharuskan mondok di Pondok Pesantren Darul Falah selama 90 hari. Selama 3 bulan itu, para ustadz/ah diharuskan belajar dan menguasai; 1) Kitab Amtsilati

jilid 1-5. 2) Qo’idati : Rumus dan Qoidah(ringkasan dari Amtsilai jilid 1- 5). 3) Shorfi yah (metode praktis memahami ilmu shorof dan i’lal). 4) Khulashoh Alfi yyah Ibnu Malik (intisari ilmu nahwu dari Kitab Alfi yyah Ibnu Malik). 5) Tatimmah 1-2 (Praktek baca kitab - penerapan rumus). Setelah menguasai kelima hal tersebut maka peserta bisa menuliskan kembali dari hafalan nadzam (Bahasa Arab, Indonesia dan Jawa). Dan yang lebih penting lagi, peserta menge-tahui cara mengajarkan Kitab Amtsilati.

Selain belajar Metode Amtsilati, para peserta

juga mendapatkan program penunjang yang ber-manfaat kelak ketika kembali ke pesantren asal. Program itu diantaranya adalah latihan mengajar Metode Amtsilati, mengelola program pembelajaran Amsilati, pengembangan kemampuan membaca kitab, kajian keislaman kontekstual dan menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL).

Yang khas ketika mesantren dengan Yi Taufi k (KH. Taufi qul Hakim) walupun mereka adalah para ustdaz/ah di pesantren asal namun seluruh peserta diposisikan sebagai seorang santri yang harus mentaati seluruh persyaratan yang diten-tukan pesantren (manut opo sing dingendikaake guru), dan dilarang melakukan tindakan yang mengganggu proses pembelajaran (ora entuk mbantah, ora entuk takon werno-werno, ora entuk ngrokok, ora entuk nggowo handphone).

Setelah tahapan pertama selesai, tahapan kedua selanjutnya adalah On Th e Job Learning (OJL). Pada fase ini peserta melaksanakan praktek men-gajar selama 90 hari dengan menerapkan seluruh pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka dapatkan selama kegiatan di in-service learning

di pondok pesantren asalnya. Sebagai sampel, Kementerian Agama Jawa Tengah mengharuskan para ustadz/ah membuat Kelas Model dengan 20 santri sebagai peserta didiknya. Selama menjalankan praktek mengajar, para ustadz/ah akan mengajarkan kembali ilmu yang telah mereka dapat baik dari segi metodologi dan kurikulum/sylabusnya.

Fase OJL ini, selain praktek mengajar dengan metode Amtsilati dengan minimal tatap muka selama 2 (dua) jam, mereka juga diwajibkan mem-praktekkan mengelola program pembelajaran dan kajian kitab kuning terhadap santri modelnya.

Tidak cukup dengan 2 tahap itu saja, Kemenag Jateng juga mengadakan pendampingan berupa monitoring dan evaluasi pasca pelatihan Amtsilati. Setelah kembali ke pondok pesantrennya masing-masing, para ustadz/ah diwajibkan mengimple-mentasikan pembelajaran metode Amtsilati bagi santriu baru selama 1 (satu) tahun. Sama seperti dulu, mereka harus mengajarkan kembali Kitab

Amtsilati, Rumus Qoidah, Khulasoh dan Shorfi yah dan Tatimmah minimal persis/sama dengan yang disampaikan Yi Taufi q.

Program ini diharapkan merupakan salah satu terobosan dan langkah kongkret dalam rangka men-gakselerasi peningkatan mutu para ustadz/ah di pondok pesantren dalam upaya penguasaan serta pembelajaran kitab kuning. “Semoga dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan muncul generasi

mutafaqqih fi al din sebagai jawaban atas kelangkaan ulama di nusantara,” pungkas Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, H. Sholikhin.

(5)

S

ejumlah SMA/SMK di Jawa Tengah pun mulai tahun ajaran 2015/2016 memberlakukan kebijakan sekolah lima hari tersebut (Senin s/d Jumat). Sebagian lainnya masih tetap menerapkan enam hari sekolah (Senin s/d Sabtu).Pada saat enam hari sekolah

kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 07.00-13.45 dan Jumat 07.00-11.00, sedangkan saat lima hari seko-lah diterapkan kebiatan belajar mengajar Senin hingga Kamis dimulai 07.00-15.30/16.00 dan Jumat 07.00-11.00. Bahkan, sejumlah sekolah menerapkan kebijakan pulang

Belakangan ini, ramai diberitakan di media massa tentang kebijakan ujicoba

pemberlakuan Sekolah Lima Hari. Penerapan sekolah lima hari tersebut

didasarkan pada Surat Edaran (SE) Gubernur Jateng Nomor 420/006752/2015

tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan pada Satuan Pendidikan di

Provinsi Jateng, tanggal 27 Mei 2015. Alasannya agar pada hari Sabtu para

siswa bisa berkumpul dengan keluarga.

kangan ini, ramai diberitakan di media massa tentang kebijakan ujicoba

b l k

S k l h Li

H i P

k l h li

h i t

b t

Kebijakan Sekolah

Kebijakan Sekolah

5 HARI

5 HARI

(6)

Laporan UTAMA

pukul 17.00 WIB.

Penerapan kebijakan sekolah lima hari tersebut, bagi umat Islam di Jawa Tengah, dan umat Islam Indonesia pada umumnya, berimplikasi luas. Implikasi itu baik berupa ekonomi, sarana dan prasarana maupun dampak negatif bagi umat Islam.

Sebagaimana diketahui, dengan pu-lang sekolah pukul 16.00 atau bahkan pukul 17.00, maka secara tidak lang-sung akan menghalangi anak-anak Islam untuk bisa mengikuti sekolah keagamaan pada sore hari, baik berupa Madrasah Diniyah maupun Taman Pendidikan Alquran (TPQ). Sebab, hampir seluruh Madrasah Diniyah dan Taman Pendidikan Alquran (TPQ) diselenggarakan pada sore hari, antara pukul 14.30 s/d 17.00. Dengan de-mikian, pemberlakuan sekolah lima hari secara langsung atau tidak lang-sung, akan memberangus keberadaan sekolah keagamaan tersebut.

Padahal, diakui atau tidak, eksis-tensi sekolah keagamaan, baik berupa Madrasah Diniyah maupun TPQ, te-lah ikut membentuk karakter islami anak-anak. Karakter luhur, karakter yang sesuai dengan tuntunan agama Islam.

Sebagaimana diketahui, pembelajaran TPQ mulai berkembang pesat sejak tahun 1990-an, dengan Metode Qiroati karya KH Dahlan Salim Zarkasy (Kebon Arum Semarang) tahun 1963, Metode Iqro karya KH Human Yogyakarta, dan Metode Yambua karya Pondok Pesantren Yambuul Quran yang di-gawangi KH Ulin Nuha dan KH Ulil

Albab Kudus. Adapun lembaga pendidi-kan keagamaan Madrasah Diniyah su-dah berdiri atau ada sebelum Indonesia merdeka. Kedua sekolah keagamaan pada sore hari tersebut diakui telah berjasa banyak bagi pembentukan karakter anak-anak Islam.

Teramcam Bubar

Namun sayangnya, baik Madrasah Diniyah maupun TPQ, kini terancam bubar lantaran kebijakan Gubernur Jateng yang memberlakukan sekolah lima hari mulai tahun ajaran 2015/2016. Meskipun kebijakan itu baru sebatas uji coba dan hanya pada SMA/SMK, tetapi hal itu tetap berdampak luas. Sebab tidak menutup kemungkinan, ke depan kebijakan itu akan diberlaku-kan permanen dan meliputi seluruh sekolah, baik SD-SMP maupun SMA/ SMK. Kalau hal ini sampai terjadi maka eksistensi Madrasah Diniyah dan TPQ benar-benar tamat dari bu-mi Jawa Tengah. Madrasah Diniyah dan TPQ akan gulung tikar. Kedua lembaga pendidikan keagamaan itu akan tutup.

“Kalau kebijakan lima hari seko-lah benar-benar diberlakukan, maka sama saja memberangus keberadaan pembelajaran TPQ. Dengan kata lain, eksistensi TPQ secara langsung atau tidak, akan bubar. Padahal, kita semua harus bertanggung jawab terhadap keberlangsungan TPQ,” kata Ketua Umum Badan Koordinasi (Badko) Taman Pendidikan Alquran (TPQ) Kota Semarang, Dr Abu Rakhmat.

Penolakan yang sama juga dilaku-kan oleh Badko TPQ Batang. ‘’Kalau

kebijakan tersebut betul-betul dit-erapkan lima hari sekolah, tiap hari anak-anak berangkat pukul 07.00 pu-lang pukul 16.00-17.00. Jelas anak usia SD-SMP sudah tidak ada waktu mengenyam pendidikan kemadrasa-han. Secara otomatis madrasah-TPQ, di Batang dan di seluruh Provinsi Jawa Tengah, akan gulung tikar atau tutup,’’ ujar penasihat Badko-TPQ Kabupaten Batang, Fatkhurizaq Zein.

Padahal, jumlah sekolah keagamaan pada sore hari tersebut sangat ban-yak. Berdasarkan data pada Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Jawa Tengah, Madrasah Diniyah di Jawa kini berjumlah 9.135 lembaga, atau secara nasional terbesar kedua setelah Jawa Timur. Adapun jumlah Taman Pendidikan Alquran (TPQ) berdasarkan data pada Kanwil Kemenag Jateng mencapai 32.000 lembaga. Dari jumlah itu, TPQ di Kota Semarang mencapai 1.200 lembaga, dengan 5.550 guru (ustadz/ustadzah) dan 24.000 santri.

Mengingat dampaknya sangat luas, menyedihkan dan memprihatinkan bagi umat Islam, khususnya anak-anak Islam, sehingga sejumlah kabupaten/ kota menolak memberlakukan kebi-jakan sekolah lima hari yang digagas Gubernur Jawa Tengah tersebut. Badko TPQ Kota Semarang, Kabupaten Batang, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Batang, dan daerah-daerah lain-nya secara tegas menolak kebijakan Gubernur Jawa Tengah itu, yang se-cara langsung atau tidak, merugikan umat Islam.

Kebijakan sekolah lima hari tersebut jelas tidak memberikan kesempatan kepada anak-anak Islam untuk meng-enyam pendidikan kemadrasahan pada sore hari. Kebijakan itu cenderung terjebak menjadikan bangsa sekuler, dan Islam KTP. Umat muslim (pela-jar) secara perlahan tapi pasti, akan dijauhkan dari ajaran Islam.

Kebijakan sekolah lima hari juga akan berdampak terhadap kehan-curan moral secara besar-besaran, karena mematikan pendidikan non-formal di sore hari. Kita tidak boleh menutup mata, bahwa Pendidikan Agama Islam pada sore hari, telah mencetak generasi yang sholeh dan sholehah. Siapa yang akan bertang-gung jawab, di seluruh wilayah Jawa

(7)

Laporan UTAMA

Tengah kalau lima tahun mendatang akan lahir pelajar-pelajar yang tidak bermoral. Bahkan di kemudian hari tidak mustahil akan lahir di seluruh wilayah Jawa Tengah, pemimpin yang cerdas secara akademik tetapi miskin spiritual.

Kasus di Spanyol

Kasus memilukan yang terjadi di Spanyol jangan sampai terulang di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, karena kebijakan fatal yang dibiarkan dan kelengahan umat Islam. Dulu, Spanyol adalah negara berpenduduk muslim terbesar. Bangunan masjid begitu banyak dan megah-megah, lembaga-lembaga pendidikan Islam maju. Tetapi kini, masyarakat di sana/ Spanyol, tidak kenal apa itu Islam, apa itu Alquran, dan bagaimana cara membacanya.

Allah Swt memang menjamin bahwa Alquran tidak akan hilang atau pu-nah dari muka bumi ini. Hal ini se-bagaimana termaktub dalam Alquran Surat Al-Hijr ayat 9 : Sesunguhnya Kami telah menurunkan Alquran dan Kami pasti akan menjaganya.

Tetapi, siapa yang berani menjamin Alquran tidak akan punah dari bumi Jawa Tengah, Alquran punah dari rumah tangga kita. Siapa yang berani menjamin, anak-anak Islam tetap mengenal dan bisa membaca Alquran dengan baik dan benar, sementara keberadaan TPQ dan Madrasah Diniyah diberangus

dari bumi Jawa Tengah.

Sejatinya, umat Islam Jawa Tengah sudah sangat toleran. Ketika bantuan dari APBD I Jateng untuk guru-guru Madrasah Diniyah dan guru TPQ dihen-tikan dengan alasan politis-birokratis, umat Islam diam. Ketika batuan untuk pengembangan mushalla-mushalla dihentikan, umat Islam juga diam. Kini, muncul kebijakan yang secara langsung atau tidak akan memberan-gus keberadaan Madrasah Diniyah dan TPQ pada sore hari.

Kita umat Islam berharap kebijakan sekolah lima hari tersebut ditinjau ulang. Sebagai seorang pemimpin,

seyogyanya Gubernur mau menghargai kearifan lokal sesuai dengan otonomi daerah masing-masing, khususnya penyelenggaraan Madrasah Diniyah dan TPQ. Kalau tidak bisa memban-gun dan membantu pengembangan penyelenggaraan Madrasah Diniyah dan TPQ, semestinya kedua lembaga pendidikan keagamaan tersebut tidak diberangus dengan kebijakan yang esensinya tidak jelas. Apalagi secara yuridis formal lembaga pendidikan keagamaan tersebut juga diakui dalam UU Nonor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Mohammad Saronji

(8)

Bidang

PENM AD

Bagi Tim Manajemen

BOS Kanwil Kemenag

Jateng selama tahun 2015

merupakan tahun yang

bikin pusing, karena disaat

proses penyaluran dana

BOS sedang berjalan,

terjadi perubahan

kebijakan yang cukup

signifi kan dalam proses

penyaluran maupun

pelaporan penggunaan

BOS. Tahun-tahun

sebelumnya, anggaran BOS

pada DIPA (Daftar Isian

Pelaksanaan Anggaran)

masuk dalam akun 57

atau katagori pengeluaran

uang Negara untuk Belanja

Bantuan Sosial.

M

ekanisme penyaluran, penggunaan dan pe-laporan akun 57 sudah sangat familier, karena sudah berlangsung sejak program Bantun OperasionalSekolah (BOS) digulirkan pemerintahtahun 2005. Bahkan setiap rakor tentang evaluasi BOS, Jateng senantiasa menduduki peringkat tiga besar tercepat dalam setiap pencairan BOS.

Setiap tiga bulan sekali, secara ru-tin MI dan MTs menerima kucuran dana yang tidak sedikit, karena pagu anggaran tiap madrasah disesuaikan jumlah siswanya. Mulai tahun 2013, MA turut menikmati aliran dana segar yang tujuan untuk meningkatkan mu-tupendidikan. Bagi madrasah dengan jumlah siswa semakin banyak makin besar pula dana BOS yang diterima yang tentunya akan mempengaruhi kesejahteraan guru dan karyawan-nya.

Padahal sebelum pemerintah

menggelontorkan dana BOS, kondisi madrasah di tanah air, khususnya di Jawa Tengah yang hampir mencapai 96 persen berstatus swasta dan lebih banyak berada di pedesaan dengan kondisi ekonomi orangtua siswa dari golongan ekonomi lemah. Dengan kondisi seperti itu, madrasah dapat dipastikan mengalami kesulitan untuk menghimpun dana sekedar untuk membeli alat tulis dan honor

guru-ekanisme penyaluran, penggunaan dan pe

Badai BOS

Badai BOS

Akun 52

Akun 52

(9)

Bidang

PENM AD

gurunya, meski hanya 10 ribu per bulan sudah ditolak masyarakat karena dirasa cukup berat. Maka sangatlah wajar, sejakBOS digulirkan pemerintah tahun 2005 bagi madrasah bagaikan hujan di musim kemarau, disambut dengan suka cita.

Sedemikian senangnya atau bahkan “ketergantungan” setiap bulan tidak pernah kesulitan untuk menjalankan roda kegiatan belajar mengajar. Semua kebutuhan pendidikan, mulai dari memberi honor guru dan karyawan, membeli computer, alat tulis, honor kegiatan ekstrakurikuler, beaya listrik, telepon dan lainnya dibiyai dari uang yang bernama BOS. Tidak heran jika madrasah sempat dibuat klimpungan ketika dana BOS harus ditunda hingga lima bulan pada tahun

2013, karena terjadi pemblokiran anggaran oleh DPR.

Kejadian serupa terulang kembali tahun 2014 den-gan revisi yang berulang-ulang, sehingga dana BOS yang biasa diterima minggu pertama pada setiap awal triwulan, baru bulan April dana BOS dapat disalurkan. Sebagian besar madrasah swasta terpaksa harus

pin-jam kepada berbagai pihak. Sebagian madrasah swasta melupakan fungsi BOS yang sebenarnya, mestinya fung-siBOS hanya membantu sebagian pembiayaan pelaksanaan program pendidikan tetapi pada kenyataannya menjadi satu-satunya sumber penda-patan, sehingga mengabaikan larangan penggunaandana BOS, seperti untuk menggaji guru dan karyawan serta merehab bangunan madrasah.

Dari 57 ke 52

Jika sebelumnya madrasah dibuat kalang-kabut akibat penundaan pe-nyaluran dana BOS, kejadian hamper sama saat pelaksanaan penyaluran da-na BOS tahun 2015. Selain penundaan penyaluran, juga terjadi perubahan dalam penempatan anggaran BOS dari akun 57 dipindah dalam akun 52 atau pengeluaran uang Negara untuk belanja barang dan jasa. Dengan akun 52, penggunaan dana BOS madrasah swasta hampir sama dengan madrasah negeri, karena dikendalikan secara langsung oleh pemerintah dan system penyaluran danpelaporannya juga

berubah. Pemerintah dalam menerapkan kebijakan program BOS dari akun 57 menjadi akun 52, sudah melalui kajian cukup dalam disertai dengan monitoring cukup lama. Sebagaimana disampaikan BPKP (Badan Pemeriksa Keuangandan Pembangunan), dalam pelaksanaan program BOS selama ini dinilai tidak tepat sasaran, karena anggaran yang direncanakan untuk membiayai kegia-tan yang penerimanya tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam PMK 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial. Hal ini terjadi karena kegiatan-kegiatan tersebut tidak dapat dimasukkan dalam Belanja Modal maupun Belanja Barang sehingga oleh Kementerian/Lembaga Negara dimasukkan dalam Belanja Bantuan Sosial.

Dari review BPK juga menemukan

tumpang tindih anggaran, karena anggaran yang direncanakan untuk membiayai kegiatan yang memiliki kesamaan baik substansi maupun penerimanya diantara Eselon I dalam satu Kementerian/ Lembaga Negarayang bersangkutan

atau diantara Kementerian/ Lembaga Negara. Disamping BPK juga menemukan

dalam pelaksanaannya

tidak transparan dan tidak akuntabel, karena anggaran yang direncanakan untuk

membiayai kegiatan den-gan rencana pelaksanaannya tidak didukung dengan pedoman penyaluran yang jelas; program, kegiatan dan pedoman nya tidak dipublikasikan secara luas,serta daftar penerima dan jumlahnya tidak ditetapkan secara jelas dan diumumkan secara terbuka.

Lebih tragis lagi ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan investigasi terhadap pelaksanaan program “bagi-bagi duit negara” ini ditengarai dana BOS dijadikan alat politik dan menumbuh suburkan manipulasi penggunaan uang negara, khususnya sejak oto-nomi daerah dengan pilkada langsung. Lembaga anti korupsi ini juga menilai tidak ada kontrol dari pemerintah terhadap penggunaan uang negara, karena memberikan dana secara lang-sung dengan sasaran yang mencapai puluhan ribu sekolah/madrasah.

Secara internal yakni Direktorat Jenderal Pendidikan Islam juga da-lam mengevaluasi, keberadaan BOS membuat perkembangan madrasah tumbuh subur (ditunjang juga dengan kemudahan memperoleh ijin opera-sional) tetapi menjauhkan madrasah dari lingkungan (menurunnya par-tisipasi masyarakat). Dampaknya,

oleh DPR.

Kejadian serupa terulang kembali tahun 2014 den-gan revisi yang berulang-ulang, sehingga dana BOS yang biasa diterima minggu pertama pada setiap awa triwulan, baru bulan Apr dana BOS dapat disalurka Sebagian besar madras swasta terpaksa harus

pin-jam kepada berbagai pihak. Sebagian madrasah swasta melupakan fungsi BOS yang sebenarnya, mestinya

fung-BO nda hingga

berubah. Pemerintah dalam menerapkan kebijakan program

ata

(10)

Bidang

PENM AD

terjadi persaingan yang tidak sehat antar madrasah. Hal ini berimbas pada kurang tercapainya peningkatan mutu pendidikan pada sebagian madrasah. Jika kondisi seperti ini dibiarkan, akan memperburuk citra madrasah sebagai lembaga pendidikan tidak bermutu yang tentunya tidak diinginkan oleh ke-luarga besar madrasah itu sendiri.

Perubahan akun yang berlangsung pada saat proses penyaluran, tentu harus disikapi dan diikuti dengan perubahan mekanime agar tidak mem-bawa dampak negatif bagi pengambil kebijakan bidang pendidikan. Jajaran Dirjen Pendidikan Islam secara mar-athon terus berkoordinasi dengan instansi terkait, terutama dengan Kementerian Keuangan, BPKP dan bahkan dengan KPK. Dari hasil kon-sultasi, lantas muncul Surat edaran Dirjen Pendis nomor Dj.l/Dt.l.l/ PP.00.11/125/2015 tanggal 1 April 2015 tentang Mekanisme Pencairan dan Pemanfaatan Dana BOS Madrasah dan BOP RA.

Isi dari surat tersebut diantaranya agar tata cara pencairan dana BOS Madrasah dan BOP RA dengan akun 521219 berpedoman pada PMK Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diatur dalam Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor : S-8245/PB/2014 tanggal 28 November 2014.

Dengan surat ini, ternyata belum dapat memberikan solusi agar proses penyaluran dana BOS yang sudah terhenti tiga bulan dapat segera dilaksanakan, karena pelaksana penyaluran BOS yaitu Tim Manajemen BOS pada Kanwil Kemenag Provinsi mengalami hambatan. Hambatan yang paling mendasar terutama pada madrasah swasta dan kebanyakan belum memiliki SDM yang mampu melaksanakan perubahan kebijakan ini.

Untuk itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam melalui suratnya yang bernomor DJ.I/PP.04/1374/ 2015 tanggal 8 Mei 2015 menerbitkan revisi Petunjuk Teknis BOS Madrasah yang mengacu pada PMK Nomor 190/PMK.05/2012. Dengan adanya revisi ini, Tim Manajemen BOS memperoleh rujukan secara teknis dalam menyalurkan dana BOS dan bagi madrasah juga mendapatkan tata cara untuk dapat menerima BOS

Rupanya keresahan madrasah swasta yang mencapai 96 persen dari populasi madrasah secara nasional ini turut dirasakan pula oleh Menteri Agama H. Lukman Hakim Saifuddin. Terlebih lagi melihat kenyataan, proses penyaluran dana BOS pada Kementerian Pendidikan masih menggunakan tata cara sebagaimana dalam akun 57.

Didorong kondisi arus bawah yang sudah “menjerit” lantaran sudah lima

bulan belum menerima kucuran dana operasional pendidikan, Menteri Agama berinisiatif untuk melayangkan surat kepada Menteri Keuangan untuk dapat memberikan kebijakan dispensasi dalam proses penyaluran dana BOS akun 52, melalui suratnya bernomor MA/116/2015 tanggal 15 Mei 2015. Tanpa menunggu terlalu lama, Menteri Keuangan pun membalasnya melalui suratnya bernomor S-376/ MK.05/2015 tertanggal 21 Mei 2015. Namun isi balasan surat Menkeu tidak seperti yang diharapkan, karena mekanisme penyaluran dana BOS bagi madrasah masih tetap sama yaitu mengacu kepada PMK Nomor 190/ PMK.05/2012.

Dengan kondisi seperti ini, jajaran Kementerian Agama mau tidak mau harus melaksanakan sesuai mekanisme yang berlaku, meski madrasah sebagai pihak penerima dana BOS terpaksa harus “puasa” beberapa saat sambil menunggu berbuka yang pada saatnya nanti pasti akan menerimanya. “Puasa” BOS kali ini terasa sangat menyakitkan, lantaran berlangsung hingga puasa Ramadhan 1437 H selesai sehingga ribuan guru madrasah swasta tidak bisa merayakan lebaran kali ini dengan baju baru.

Inilah kondisi secara nasional yang terjadi dalam proses penyaluran dana BOS untuk madrasah. Sedangkan untuk Jawa Tengah dan lima provinsi sendiri sebenarnya sedikit lebih beruntung, karena sempat melaksanakan penyaluran tahap pertama pada Maret 2015 sebanyak Rp. 250 milyar lebih, sementara provinsi yang lain baru bisa menyalurkan pada bulan Juli. Langkah cepat dalam mensikapi kejadian ini, membuat Jateng bertenger pada posisi puncak serapan dana BOS secara nasional.

Mengingat mekanisme penyaluran dana BOS melalui akun 52 merupakan yang pertama kali sehingga diharapkan sebagaimana pepatah “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersusah-susah dahulu insyaallah akan mudah dan lancar pada tahap yang akan datang”. Semoga badai BOS akun 52 segera berlalu. Amin.

Penulis adalah Kasi Kesiswaan Kankemenag Prov. Jateng

(11)

Bidang

PONTREN

Optimalisasi Manajemen Pondok

Pesantren melalui SIMAPES

(Sistem Informasi Manajemen pada Madrasah dan

Pondok Pesantren )

Pondok Pesantren, atau

sering disingkat pontren

atau ponpes, adalah sebuah

asrama pendidikan di

mana para siswanya semua

tinggal bersama dan belajar

di bawah bimbingan ustadz

yang dibawah pimpinan

kyai.

P

endidikan pontren diselengga-rakan dalam kompleks asrama yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lain-nya. Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut penger-tian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok juga berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren.

Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengak-selerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejalan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horisontal (ke-sadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi

juga kurikulum yang menyentuh persoalan kekinian masyarakat (society-based curriculum). Seiring

perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidi-kan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren Salaf dan pesantren Modern, pesantren Salaf adalah pesantren yang murni men-gajarkan Pendidikan Agama sedang-kan Pesantren Modern menggunasedang-kan sistem pengajaran pendidikan umum atau Kurikulum.

Di tengah kemajuan zaman yang serba digital ini, peningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan Islam di lingkungan pondok pesantren meru-pakan hal penting yang tidak bisa ditawar lagi. Namun sampai sekarang sebagian besar Pondok Pesantren manajemennya belum memiliki sistem yang didukung basis tekhnologi, pa-dahal, sistem ini sangat penting untuk kemajuan lembaga pendidikan, baik level dasar maupun tingkat lanjut .

Selain itu manajemen yang baik di pondok pesantren bisa mempermu-dah masyarakat untuk memperoleh Informasi yang akurat, sehingga pondok pesantren tidak dipandang sebelah mata ,dan tentunya akan membantu perkembangan pondok pesantren

itu sendiri. Untuk itu sudah saatnya pondok pesantren mempunyai sistem manajemen pendidikan yang berbais tekhnologi untuk kemajuan pondok pesantren itu sendiri

Dengan penggunaan manajemen yang masih manual mengakibatkan dalam pengelolaan data masih kurang tertib, sehingga ketika Kementerian Agama membutuhkan data pada pon-dok pesantren untuk pengisian data Emis sering kali data yang disajikan oleh pondok pesantren bukanlah data yang akurat, akuntabel, rapi, integrited dan tepat waktu, padahal data tersebut sangat dibutuhkan untuk perencanaan program, seperti BOS, KIP, Pondok Pesantren Tahfi dz, Pondok Pesantren Agribisnis, dan Pondok Pesantren Bahari, bila data yang disajikan tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan tentunya bisa merugikan sendiri bagi pondok pesantren, karena bantuan yang diberikan oleh pemerintah bisa tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Beberapa hal terebut diatas disebab-kan karena Sumber Daya manusia di bidang IT pada pondok pesantren masih rendah dan sarana prasarana yang kurang memadai, seperti perleng-kapan komputer di pondok pesantren masih sangat terbatas

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Bidang Pondok Pesantren Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah adalah dengan menjalin kerja sama dengan Rabithatul Maahad al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) Jawa Tengah dengan menyiapkan Sistem Manajemen Madrasah dan Pesantren (SIMAPES) yakni sistem aplikasi berbasis komputer sebagai salah satu instrumen dalam pengem-bangan sistem administrasi pondok pesantren.

(12)

Bidang

PAI S

Pentas PAI sebagai Media

Evaluasi PAI di Jawa Tengah

Pekan Keterampilan dan Seni

Pendidikan Agama Islam

(Pentas PAI) Tingkat Provinsi

Jawa Tengah Ke 3 Tahun 2015

diselenggarakan di Asrama

haji Donohudan, Boyolali,

tanggal 14 s.d 17 Juni 2015

dibuka secara resmi oleh Kepala

Kantor Wilayah Kemenag

Prov. Jawa Tengah, diikuti

oleh peserta didik perwakilan

terbaik dari masing-masing

jenjang yang sudah diseleksi

dari 35 Kabupaten /Kota di Jawa

Tengah sejumlah 770 peserta,

yang terbagi dalam jenjang

SD sebanyak 245 siswa, SMP

sebanyak 245 siswa, SMA/SMK

sebanyak 280 siswa.

S

etelah tujuan penyelenggaraan Pentas PAI ke 3 kali ini adalah melihat tolok ukur keberhasilan pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam. Sebab kegiatan lomba sebagai sarana membangun kelengkapan aspek psikomotorik dalam meningkatkan kompetensi dan skill siswa dalam memahami pelajaran di sekolah. Dan fungsi lain, untuk memberikan model pembelajaran lifeskill siswa juga. Maka sejak awal tujuan Pentas PAIS ini ungkap Kabid PAIS sebagai pencermatan secara mendalam dan evaluasi terhadap hasil edukasi PAI sebagai outcome penyelenggaraan program-program Bidang Pendidikan Agama Islam di Jawa Tengah, saat rapat pemantapan Pentas PAI di ruang pertemuan Bidang PAIS lantai 2 pada Jumat, 11 Juni 2015.

(13)

kegiatan peserta didik sebagaimana tertera dalam tema Pentas PAI Tingkat Provinsi Jawa Tengah Ke 3 Tahun 2015* “Sportif Berkompetisi,Raih Prestasi, dan Bumikan PAI”*

Dewan Juri dan Panitera pada ajang ini tidak hanya melakukan penilain namun melakukan pencatatan *(notu-lasi)* untuk memotret wajah PAI pada setiap jenjang pendidikan. Disini akan terekam implementasi kurikulum PAI 2013 pada penyelenggaraan tahun didik 2014/2015 pada masing-mas-ing kabupaten/kota di Jawa Tengah. Sekaligus Dewan juri mampu mem-berikan rekomendasi dari hasil dasar penilaian dari segala aspek untuk pe-doman dalam pencarian kader-kader atlit di lingkungan sekolah se Jawa Tengah. Sekaligus untuk menunjang kesuksesan ke jenjang nasional sebab setelah pelaksanaan sekarang ini akan dihadang juga pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya sehingga kita akan dapat berlatih dengan waktu yang masih banyak waktu untuk meraih prestasi yang kita harapkan.

Kejuaraan Pentas PAIS sebagai juara umum adalah Kab Semarang dengan memboyong tropi bergilir. Dan ajang Pentas PAIS ke 3 menjadi

potret penyelenggaraan kurikulum PAI. Dan berfungsi untuk bahan masu-kan bagi para stakeholder, terutama Tim Pengembang Kurikulum PAI Provinsi Jawa Tengah dan lembaga terkait Pendidikan Agama Islam di daerah FKG, KKG, MGMP untuk segera bergerak, meningkatkan yang sudah bagus dan memperbaiki yang masih kurang.

Hasil yang sangat mendasar bahwa

segala bentuk kompetisi antar siswa adalah mampu memberikan inovasi, kreatifi tas dan dinamika system dan metode pembelajaran bagi seorang guru di sekolah. Maka melalui kegiatan justru mendorong para guru akan kaya strategi dalam mengembangkan model pembelajaran PAI nantinya. Semoga penyelenggaraan ini dapat menjadi bahan evaluasi untuk membumikan PAI di Jawa Tengah. Amin. (*)

Bidang

PAI S

Pentas Lomba Debat PAI SMA

(14)

Bidang

URAI S

Menyongsong Idul Fitri 1436 H

Sebagai bentuk komitmen

untuk melaksanakan

kesepakatan Ijtimak Ulama

Komisi Fatwa MUI dan

ormas Islam se-Indonesia

pada 2003, yaitu penentuan

awal bulan Ramadan,

Syawal, dan Zulhijah

didasarkan pada metode

rukyat dan hisab.

K

ita mengakui bahwa masih ada perbedaan di antara ormas Islam di dalam menentukan awal bulan Hijriah karena perbedaan metode yang digunakan serta kriteria imkanur rukyat atau batas visibilitas hilal. Musyawarah

Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) menyepakati imkanur rukyat adalah pada saat matahari terbenam dan ketinggian hilal di atas ufuk minimal 2 derajat dengan jarak lengkung bulan-matahari minimal 3 derajat dan usia bulan minimal 8 jam dihitung sejak ijtimak (konjungsi). Sementara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menilai secara ilmiah hilal baru bisa dilihat di atas ketinggian 5 derajat di atas ufuk. Ormas Islam yang menggu-nakan metode hisab murni seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) menetapkan standar ber-beda mengenai awal bulan karena Muhammadiyah menggunakan kri-teria wujudul hilal, sedangkan Persis menggunakan imkanur rukyat.

Ada tiga kriteria dalam penentuan 1 Syawal ini.

Pertama, wujudul hilal, yakni ketika hilal sudah terlihat berapa pun ting-ginya. Ini yang selama ini menjadi patokan ormas Muhammadiyah dalam menentukan 1 Syawal.

Kedua, hilal harus bisa dilihat. Pengalaman selama ini, hilal harus di atas 3 derajat, bahkan ada yang mengatakan 4 derajat dengan usia bulan minimal 8 jam dihitung sejak ijtimak (konjungsi).

ketiga, hilal sudah mungkin dirukyat. Penetapan Lebaran atau Idul Fitri 2015 berpotensi berbeda antara organisasi kemasyarakatan Islam yang satu dengan yang lain maupun dengan pemerintah. Tidak tertutup kemungkinan puasa Ramadan di istikmalkan menjadi 30 hari jika tim rukyat di seluruh Indonesia

Oleh : Saifulloh

(15)

Bidang

URAI S

tidak berhasil melihat hilal. Sehingga lebaran akan jatuh pada hari Sabtu tanggal 18 Juli 2015, Sehingga masih terbuka kemungkinan lebaran idul fi tri terjadi perbedaan antara tanggal 17 atau 18 Juli 2015. Semenatara Ormas Islam Muhammadiyah memastikan Idulfi tri 1436 Hijriyah/2015 Masehi pada Jumat, 17 Juli 2015.

Memang bagi yang mengguna-kan perhitungan hisab seperti Muhamadiyah sudah dapat memas-tikan Idul Fitri jatuh pada 17 Juli 2015, 16 Juli malam mulai takbiran. Perbedaan ini dikarenakan ormas-ormas Islam masih menggunakan metode yang berbeda serta belum menyerahkan otoritas sepenuhnya untuk penetapan tanggal hari raya pada pemerintah.

Berdasarkan perhitungan secara matematis dan astronomis, posisi hilal pada 16 Juli di Menara Masjid Agung Jawa Tengah, berada pada posisi ;

ketinggian 2 derajat 44 menit 50 detik. Jarak busur 4 derajat 51 menit 55 detik. U

mur hilal saat itu 9 jam 26 menit

47,5 detik. Lama hilal 14 menit 13

detik. Mulai 17.41 s.d 17.55

Posisi hilal atau bulan sabit pada

29 Ramadan atau tanggal 16 Juli

2015 yang jatuh pada hari Kamis

nanti, dinilai sangat tipis sehingga

ada kemungkinan tidak akan terlihat.

Sangat susah melakukan

rukyatul

hilal

pada posisi seperti itu.

Sementara yang berpatokan pa-da hisab (hitungan) menetapkan standar berbeda-beda, seperti antara Muhammadiyah dan Persis, Muhammadiyah telah memutuskan bahwa tanggal 1 Syawal 1436 H jatuh pada hari Jumat, 17 Juli 2015. Dengan demikian bulan Ramadhan tahun ini hanya 29 hari menurut ormas itu. Sementara menurut Persis, itu belum masuk, jadi kalau kalender Persis itu Lebaran 18 Juli,”

Sementara NU, seperti biasanya, mendasarkan penetapan 1 Syawal pada rukyatul hilal, sehingga meski di dalam penanggalan NU berdasar hitungan 1 Syawal 1436 H jatuh pada 17 Juli, namun tidak serta merta tang-gal itu ditetapkan sebagai hari Idul Fitri. Tidak tertutup kemungkinan NU menggenapkan Ramadhan 30 hari jika tim rukyat yang disebar di sejumlah daerah tidak berhasil me-lihat hilal.

Namun apabila hilal dapat dilihat pada saat rukyat hari kamis tanggal 16 Juli 2015, maka Pemerintah akan segera megumumkan bahwa awal Syawal (Idul Fitri) bertepatan dengan tanggal 17 Juli 2015,

”Akan tetapi, apabila hilal atau bu-lan sabit muda tidak terlihat, maka

pemerintah akan mengistikmalkan atau menyempurnakan puasa Ramadan menjadi 30 hari sehingga Idul Fitri jatuh pada 18 Juli.

Apabila nantinya ada perbedaan dalam penentuan awal Syawal sekaligus Idul Fitri. perbedaan harus disikapi sebagai bagian dari keberagaman yang dimiliki umat IslamdiIndonesia.

“Posisi hilal sangat tipis, hanya

tiga derajat, sehingga ada potensi

berbeda. Sangat susah melakukan

rukyatul hilal pada posisi seperti itu.

Sementara yang berpatokan pada

hisab (hitungan) menetapkan

stan-dar berbeda-beda, seperti antara

Muhammadiyah dan Persis

Tidak tertutup kemungkinan

NU menggenapkan Ramadhan

30 hari jika tim rukyat yang disebar

di sejumlah daerah tidak berhasil

melihat hilal.

Kita tunggu saja hasil sidang isbat

hari kamis, tanggal 16 Juli 2015,

se-moga tetap jadi lebaran. amiin

(16)

Bimas Kristen

Ciri Kepemimpinan Kristen dan

Penerapannya dalam Praktek Berorganisasi

Untuk memahami tentang

ciri kepemimpinan Kristen

dan penerapannya dalam

berorganisasi, sebagai

seorang pemimpin terlebih

dahulu harus mampu

memahami tentang arti

dari kepemimpinan,

maka perlu dibedakan

pemahaman antara

kepemimpinan umum dan

kepemimpinan Kristen.

A

da kesamaan pemaha-man yaitu; (1) Apa itu Kepemimpinan (2) Apa be-danya kepemimpinan umum dengan Kepemimpinan Kristen dan (3) Bagaimana penerapannya dalam berorganisasi. Dengan pemahaman awal seperti itu, barulah kita bisa memahami secara jelas tentang Ciri Kepemimpinan Kristen dan penera-pannya dalam praktek berorganisasi di tengah-tengah kehidupan social, gereja maupun keluarga.

Apakah Kepemimpinanitu ?

Ada begitu banyak pengertian ten-tang Kepemimpinan. Tetapi secara umum, Kepemimpinan dapat dis-ebut sebagai; suatu proses terencana

yang dinamis melalui suatu periode

waktu dalam situasi yang di dalam-nya pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan yang khas, sarana dan prasarana untuk mempengaruhi pengikut-pengikutnya (bawahannya) demi mencapai tujuan bersama.

Apakah Kepimpinan Kristen itu ?

Pertanyaan kritis kita selanjutnya adalah apa itu kepemimpinan Kristen dan apakah ada perbedaan diantara kepemimpinan umum dan kepemimpi-nan Kristen? Dan kalau ada, dimana perbedaannya? Inilah pertanyaan yang akan kita bahas pada bagian ini.

Bicara tentang Kepemimpinan Kristen, berarti kita berbicara tentang model

kepemimpinan umum yang disertai dengan ciri-ciri kekristenan. Ciri-ciri itu berpusat pada Sosok Yesus Kristus sebagai sumber kepemimpinan Kristen. Jadi kepemimpinan Kristen tidak sekedar menambahkan kata “Kristen”, untuk membedakannya dengan kepemimpinan umum. Tetapi dalam Kepemimpinan Kristen men-gandung nilai-nilai kekristenan yang sangat kuat yang tercermin dalam proses kepemimpinan yang dilakoninya.

Terkait dengan itu maka sebagai suatu proses yang terencana dan dinamis maka Allah dalam Yesus Kristus yang dilihat sebagai pengambil prakarsa (inisiatif) di dalam proses kepemimpi-nan itu. Sementara kehadiran seorang pemimpin mesti dilihat sebagai “se-orang pelayan”, “jongos”, atau hamba yang melayani dan bukan seorang penguasa yang memerintah dengan tangan besi.. Dengarlah pernyataan Yesus berikut ini : “…Anak manusia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani… (Matius 20:28a).

Kemudian orang yang dipimpin (bawahan) mesti dilihat sebagai umat Allah yang bertanggung jawab untuk terlibat aktif dalam pekerjaan pelayan-an itu. Sedpelayan-angkpelayan-an tujuan yang akan dicapai harus selalu berorientasi pada kemuliaan Allah.

Seterusnya untuk memahami nilai-nilai kepemimpinan Kristen tersebut maka di bawah ini dihadapkan 5 ciri khas dari kepemimpinan Kristen ,

yang diuraikan secara garis besar. Kepemimpinan Kristen Menghadirkan Nilai-nilai Tanggung Jawab.

Maksudnya adalah seorang pemimpin Kristen harus merasa bertanggung jawab terhadap tugas kepemimpi-nan yang dipercayakan kepadanya. Katakanlah ia harus sangat sadar bahwa jatuh bangunnya kehidupan semua orang yang dipimpinnya be-rada dipundaknya. Karena itu ia tidak bisa menggunakan gaya Pilatus yaitu

“mencuci tangan” untuk melepaskan dirinya dari tanggung jawab yang harus dipikulnya sebagai resiko seorang

pemimpin.

Kepemimpinan Kristen menuntut Pemimpin Yang bertumbuh (dina-mis).

Pertumbuhan itu mencakup penge-tahuannya, kepribadiannya dan

kehidupan spiritualitasnya.. Pertumbuhan yang berhubungan dengan pengetahuan maksudnya ada-lah seorang pemimpin harus terus belajar, untuk memperluas wawasan, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang san-gat cepat.

Pertumbuhan yang berhubungan dengan kehidupan spiritualitas ada-lah berhubungan dengan sikap dan perilaku yang terus membangun hubungan yang akrab dengan Allah sebagai sumber pertumbuhan dan kehidupannya. Dalam upaya menca-pai kepemimpinan yang bertumbuh itu, maka sikap yang harus ditampil-kan adalah : Sikap rendah, sikap hidup yang saleh, sikap Bijaksana. Sementara sikap yang harus dihin-dari adalah: Sikap angkuh dan sikap kemalasan.

Kepemimpinan Kristen membu-tuhkan pemimpin yang dapat meng-hadirkan dirinya sebagai teladan atau model.

Pemimpin Kristen adalah pemimpin model, yang harus dapat menjadi teladan atau contoh bagi orang lain terutama bawahannya. Keteladanan itu bukan hanya dibicarakannya, tetapi mesti muncul dalam sikap dan peri-laku hidup.

Keteladanan itu dia bergerak maju secara terus menerus dan keteladan-an itu harus membketeladan-angkitkketeladan-an moti-vasi orang lain untuk kreatif dalam memimpin. Terkait dengan itu maka ada 3 bentuk keteladanan yang patut diperhatikan yaitu ;

Keteladanan hidup rohani.

Keteladanan dalam membangun hubungan dengan orang lain.

(17)

I

a memberkati mereka dan berfi r-man: “Beranak cucu dan bertam-bah banyaklah.” Untuk tujuan perkembangbiakan inilah, Allah menciptakan Hawa. Allah berfi rman: “Tidak baik kalau manusia itu seorang

diri saja, Aku akan menjadikan se-orang penolong yang lain baginya yang sepadan dengan dia.”

Artinya, partner sederajat dan sangat dekat dengan dia. Maka Allah mencip-takan Hawa dari tulang rusuk Adam.

Lalu berkatalah Adam: “Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan

Bimas Katolik

Perkawinan Katolik adalah luhur dan mulia, seperti pesan Paulinus Sulardi, SAg,

selaku Pembimas Katolik dalam setiap perjumpaan dengan umat Katolik. Dikatakan

luhur dan mulia karena mempunyai ciri : Ikatan seumur hidup, monogami (satu

suami atau satu isteri) dan tak terceraikan. Pada halaman pertama Kitab Suci, setelah

Allah menciptakan jagat raya, Ia menciptakan manusia; pria dan wanita menurut

citra-Nya (Kejadian 1:28).

Oleh Paulinus Sulardi, SAg

P

Per

k

kaw

i

inan

K

atol

li

i

k

k a

d

da

l

la

h

h

l

lu

h

hur

d

dan mu

l

l

i

ia, seper

t

t

i

i pesan

P

Pau

l

l

inus

i

S

Su

l

lar

d

d

i

i,

S

S

A

Ag,

Oleh Paulinus Sulardi, SAg

PERKAWINAN KATOLIK

Panggilan yang Luhur dan Mulia

C. Penerapannya Dalam Praktek Berorganisasi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa proses kepemimpinan itu justru mun-cul atau menjadi nyata dalam praktek berorganisasi. Apapun bentuk organ-isasi itu, kecil, menengah atau besar, yang biasa sifatnya atau yang bonafi t sifatnya, semuanya dapat berjalan den-gan baik untuk mencapai tujuannya, bila proses kepemimpinan itu dapat dijalankan dengan baik pula. Sebagai

orang Kristen, maka suka atau tidak suka, mau atau tidak mau kita harus mulai membiasakan diri untuk meng-hadirkan ciri-ciri kepemimpinan Kristen dalam berorganisasi. Terkait dengan itu mesti digaris bawahi bahwa tidak bisa dikatakan, semua pemimpin yang beragama Kristen adalah “Pemimpin Kristen”. Kenapa? Karena hal itu sangat terkait dengan seberapa besar sang pemimpin itu menghadirkan ciri-ciri kepemimpinan Kristen dalam proses

kepemimpinan yang dilakoninya. Kenyataan membuktikan bahwa da-lam praktek berorganisasi di tengah-tengah masyarakat, gereja maupun dalam keluarga, Ciri kepemimpinan Kristen terasa begitu jauh dari harapan kita. Inilah suatu tantangan yang dih-adapkan kepada anda sekalian sebagai generasi penerus gereja, masyarakat, bangsa dan Negara.

(18)

Bimas Katolik

istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kej 2:23-24).

Konsili Vatikan II berbicara tentang perkawinan sebagai anugerah Allah :

“Persekutuan hidup dan kasih suami istri yang mesra, diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukum-Nya. Allah sendirilah Pencipta perkawinan” (GS 48).

Sebagai tanda bahwa Allah ada-lah Pencipta dan Penganugerah perkawinan itu, maka perkawinan Katolik selalu berada dibawah tangan Allah, melalui kehadiran-Nya dalam Sakramen Perkawinan. Karena pen-cipta perkawinan itu pada hakikatnya adalah suci, maka perkawinan Katolik bersifat suci adanya. Allah sendiri yang mempersatukan mereka.

Allah menghendaki perkembangbiak-kan manusia sebagaimana ciptaan-Nya yang lain. Karena itu, Allahlah yang menghendaki persatuan manusia den-gan sesamanya sebagai suami istri. Akan tetapi, yang menjadi dasar dari persatuan ini adalah cinta kasih dari antara kedua pribadi, sebagaimana Allah sendiri adalah kasih (1 Yoh 4:16).

Maka manusia diundang Allah untuk mengambil bagian dalam kodrat-Nya yang terdalam, yaitu kasih. Perkawinan merupakan ungkapan cinta antara manusia dan merupakan wujud nyata dari pengambilbagian manusia dalam kodrat ilahi Allah, yaitu cinta.

Oleh sebab itu, yang menjadi dasar dari perkawinan adalah cinta. Cinta

yang dimaksud lebih dari perasaan ketertarikan sebagai pria dan wanita. Suatu tindakan saling menyerahkan diri dan saling menerima. Menerima yang dicinta apa adanya dan men-erima yang mencinta sesuai dengan adanya.

“Saya menerima engkau sebagai istri saya, saya menerima engkau seba-gai suami saya.” Kesepakatan saling menerima ini diwujudkan demikian, bahwa ‘kedua-duanya menjadi satu daging’ (Kej 2:24).

Saling Menyerah dan Saling Menerima

“Saling menyerah dan saling men-erima” ini merupakan suatu ungkapan cinta yang sejati dalam perkawinan. Menerima bukan saja kelebihan dan menolak kelemahannya, melainkan mencakup seluruh aspek kepriba-diannya. Saling menyerah bukan saja saat suka melainkan juga dalam keadaan duka.

Singkatnya menerima dan meny-erah apa adanya dan dalam keadaan apapun. Dalam kenyataannya, ternyata cinta sejati sebagai suami istri tidak tergantung pada hal-hal lahiriah, berupa kekayaan, ketampanan, ka-cantikan, kepandaian, dll karena pada kenyataannya banyak rumah tangga yang mengalami perpeca-han justru dari kalangan-kalangan tersebut. Karena semua kekayaan, kecantikan, ketampanan, kepanda-ian tidak dapat menggantikan cinta yang sejati, cinta yang murni yang dianugerahkan Allah.

Cinta sejati terletak dalam saling mengerti satu dan yang lainnya. Mengerti pribadi dia sebagai citra Allah dan mau menerimanya sebagai anugerah Allah. Disinilah kekuatan dari cinta suami istri.

Jika hal demikian yang terjadi, maka yakinlah bahwa “Air yang banyak tidak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghayutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina” (Kidung Agung 8:7). Cinta yang sejati tak dapat dibeli dengan harta, kedudukan, pangkat, kepandaian dll.

“Sebab cinta kuat seperti maut dan ny-alanya seperti nyala api Tuhan” (Kidung Agung 8:7). Madah cinta Santo Paulus

mencakup segala-galanya:

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegah-kan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengaharapkan segala sesuatu sabar menanggung segala sesuatu” (1 Korintus 13:4-8).

Karenanya, panggilah hidup berkelu-arga merupakan panggilan yang amat luhur dan mulia karena memang di-anugerahkan Allah sendiri dan hidup berkeluarga merupakan wujud nyata dari suatu jawaban manusia terhadap undangan Allah untuk mengambil-bagian dalam kodrat-Nya. Tak seorang-pun dapat meremehkan panggilan ini. Tanpa panggilan hidup berkeluarga, maka perintah Allah: ‘Beranakcucu dan bertambah banyaklah’ tidak mungkin dapat terwujud. Seandainya panggilan hidup berkeluarga tidak ada, maka panggilan untuk hidup keperawanan demi kerajaan Allah pun tidak mung-kin ada.

Tidak bermaksud membanding-kan satu yang lainnya, keduanya merupakan panggilan Allah yang harus ditanggapi manusia sebagai anugerah yang mulia, luhur dan indah. Karena itu, Santo Yohanes Krisostomus mengatakan:

“Barangsiapa meremehkan perkaw-inan sekaligus juga merongrong ke-luhuran keperawanan, barang siapa memuji perkawinan juga meningkatkan penghormatan terhadap keperawa-nan.” Justru hidup keperawanan demi Kerajaan Allah ada, karena ada hidup berkeluarga.

MUTIARA IMAN :

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, seh-ingga keduanya menjadi satu daging”. (Kejadian 2:24).

“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:6)

Penulis adalah Pembimas

Kato-lik Kemenag Prov. Jateng

(19)

Bimas Hindu

Kegiatan Simakrama

Provinsi Jawa Tengah

Tanggal 27 Mei 2015

Simakrama adalah ajang pertemuan

umat Hindu untuk menyalurkan

berbagai gagasan yang ada dalam

benak pikiran, hal ini sebagi ajang

mengungkapkan syukur dapat

berkumpul dan berbagi antara satu

dengan yang lain.

S

imakrama yang dilaksanakan oleh Parisada bekerjasama dengan Bimas Hindu Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, merupakan satu rangkaian puncak hari raya Nyepi.

Simakrama Provinsi Jawa Tengah bertempat digedung Wanita Karanganyar, pada Simakrama dihadiri lima ribu lebih umat Hindu di jawa ten-gah, panitia pelaksana pada awalnya menargetkan tiga ribu limaratus umat Hindu, namun disaat pelaksanaan gudung dan kursi yang disiapkan tidak mencukupi.

Pada Simakrama tersebut dihadiri oleh Dirjen Bimas Hindu, Gubernur Jawa Tengah di wakili asisten satu Kesra, Parisada Pusat dan tamu undangan yang lain. Dalam sambutanya Dirjen Bimas Hindu Prof, Drs. I Ketut Widnya, M.Ag. M.Fil, P.Hd antausias yang luar biasa kepada panitia dan umat Hindu Jawa Tengah yang mampu menyelenggarakan Simakrama dengan dua nuansa jawa dan bali yang hidup rukun berdampingan untuk memajukan Hindu di Jawa Tengah.

Gubernur Jawa Tengah dalam sambutanya yang dibacakan oleh Asisten satu Kesra, berharap ban-yak agar umat Hindu mengembangkan potensi keagamaan dan seni budaya tradisi, karena Hindu adalah gudangnya seni tradisi.sedangkan dalam dharmawacana yang disampaikan oleh pengurus Parisada pusat Drs. I Ketut Wiana, M.Ag, memberi-kan kronologis lahirnya tahun Caka.

Sebagai isian acara pada Simakrama adalah tari Gamyong dari tradisi tari jawa dan Cenderawasih dari unsur seni bali, tidak ketinggalan adalah paduan suara Pasraman Pitha Maha Klaten dengan lagu kreasi keagamaan.

Kemeriahan Simakrama masih berlanjut dengan suguhan sendra tari kembangan yang menceritakan

kisah pertempuran antara Abimanyu dan Gatotkaca dalam melawan butha kala dengan berbagai bentuk ujudnya. Dilanjutkan dengan tari topeng tua yang memberikan nuansa lain karena tari topeng tua menceritakan bagaimana kronologis kehidupan dari gelap menjadi terang.

Ketua panitia pelaksana Simakrama Widadi Nur Widyoko, S.Sos, mengatakan sangat bahagia den-gan terselenggaranya Simakrama, sebagai awal dilaksanakanya kegiatan Provinsi yang digawangi oleh Parisada kabupaten Karanganyar, selama ini belum pernah dilaksanakan kegiatan yang begitu besar di siapkan oleh umat Hindu Karanganyar. Kami berharap kedepan agar diberikan kepercayaan sebagi usaha untuk membangunkepercayaan umat terhadap Parisada Karanganyar.

Antosiasme umat Hindu Jawa Tengah sangat luar biasa, itu diungkapkan oleh umat dari Kabupaten Banyumas bapak Slamet, bahwa kegiatan ini ada-lah penyambung komunikasi antara umat Hindu di jawa tengah dan membangun kesadaran akan keyakinan bahwa Hindu mempunyai nilai tradisi yang terus harus dipertahankan.

Simakrama yang terlaksana merupakan satu kes-atuan dengan dharmasanti, menyatukan pemikiran dan mencurahkan harapan atara umat Hindu agar terbangun komunikasi yang baik. (*)

(20)

Bimas Buddha

Makna Tri Suci Waisak

H

ari Waisak tiba umat Buddha akan mengenang tiga per-istiwa yang terjadi dalam kehidupan guru junjungan para dewa dan manusia:

1. Kelahiran calon Buddha, yaitu Pangeran Siddhartha Gotama, di TamanLumbini.

2.Tercapainya Penerangan Sempurna, yaitu Petapa Gotama men-jadi Buddha, di Buddha Gaya.

3. Mahaparinirwana Buddha, yaitu Buddha Gotama meninggalkan dunia ini, di Kusinara.

Sidharta Budha Gautama telah men-gajarkan dharma yang berisi nilai-nilai universal, falsafah kehidupan yang mendalam, serta pencerahan tentang hakekat dan makna kehidupan umat Budha yang sejati. Budha Gautama juga telah menunjukkan keteladan kepada umat manusia dalam me-nyempurnakan kebajikan. Diawali dengan sikap dan tekad kuat Pangeran Sidharta dengan meninggalkan ke-pentingan pribadi untuk mencari jalan kebebasan dari penderitaan sehingga tercapai kebudhaan. Dengan meme-gang teguh dharma itu, sehimgga akan dapat memahami makna hidup yang sesungguhnya. “Para Biksu, ada satu orang yang terlahir di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk; Ia terlahir karena kasih kepada dunia, untuk kepentingan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan ma-nusia. Siapakah orang yang satu ini? Ia adalah Tathagata, seorang Arahat yang Mahasuci, seorang yang men-capai Penerangan Sempurna. Inilah, Biksu, manusia luar biasa yang satu itu.” (Anguttara Nikaya I, 21)

Karena kasihNya kepada dunia, Buddha telah menunjukkan kepada kita bahwa manusia itu mampu men-jadi Buddha. Selanjutnya, setelah menjadi Buddha, karena kasihNya Beliau mengajarkan Dharma yang merupakan jalan pembebasan total dari dukha, jalan untuk mencapai Kebahagiaan Sejati.

Setelah kita menyadari betapa besar kasih Buddha kepada dunia, kita

seharusnya memberikan penghorma-tan dengan cara yang terbaik kepada Buddha. Jika kita menempuh jalan Dharma, inilah cara yang terbaik untuk menghormati Buddha. Kita tidak bisa mencapai tujuan kita den-gan hanya mempersembahkan lilin, dupa, dan bunga. Marilah kita mem-baca petikan MahaparinibbanaSutta, untuk mengetahui apa yang dikata-kan Buddha tentang penghormatan tertinggi terhadap Beliau.

Dharma juga mengingatkan bahwa perubahan masyarakat harus dimu-lai dengan perubahan dalam diri setiap individu. Revolusi mental dan karakter yang sesuai ajaran Dharma adalah tanggung jawab masing-masing untuk membangun-nya, membangunnya dengan peduli kepada semua yang menderita atau dhana, dengan pengendalian diri untuk berperilaku baik atau sila, dan dengan mengembangkan batin atau samadhi. Dharma yang dilaksana-kan dengan baik adilaksana-kan melindungi pelaksanaannya dari kemerosotan dan kehancuran. Itulah pesan yang diberikan Sang Budha.

Melaksanakan Dharma adalah meneladani perjuangan yang te-lah dilakoni oleh Buddha. Diawali sebagai manusia biasa, jika kita terus berjuang di jalan Dharma maka pada akhirnya kita pun akan bisa men-jadi Buddha. Semua Buddha memi-liki tubuh Dharma (Dharmakaya).

Dharmakaya itu maha esa dan senan-tiasa ada, maka kasih Buddha pun senantiasa ada. Kasih Buddha adalah kasih semesta untuk semua orang dan kasih yang tidak pernah padam ini memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk. Sebagai bentuk nyata pelaksanaan Dharma dalam hidup sehari-hari.

Mengasihi berarti membawa keba-hagiaan, mengurangi penderitaan, mempersembahkan sukacita, dan melampaui semua diskriminasi. Dalam KaraniyaMetta Sutta, terda-pat bait yang mengajarkan praktik mengasihi tersebut: “Selagi berdi-ri, berjalan, duduk, atau berbar-ing, selama tiada lelap, dia tekun mengembangkan perhatian penuh kesadaran ini, yang disebut Kediaman Luhur.”Kediaman Luhur adalah metta yang membawa kebahagiaan, kar-una yang mengurangi penderitaan, mudita yang mempersembahkan sukacita, dan upekkha yang melam-paui semua diskriminasi.

(21)

Khonghucu

Hubungan antara Suami

dan Istri yang Harmonis

K

eluarga berfungsi sebagai tempat anak tumbuh, berlindung, dan belajar menghadapi kehidupan. Kehidupan yang harmonis dalam keluarga dapat tercipta ketika setiap anggota kelu-arga menjalani fungsi diri sesuai dengan kedudukannya dalam Lima Hubungan Kemasyarakatan, dalam hal ini suami dan istri sebagai orang tua yang meru-pakan nahkoda bagi keluarga dalam mengarungi bahtera kehidupan.

Keluarga yang harmonis berawal dari hubungan antara suami dan is-tri yang harmonis, di mana terdapat kasih sayang dan pembagian tugas yang dijalankan dengan baik, seh-ingga orang tua dapat membimbing anak-anak untuk menjadi manusia berkepribadian Junzi.

Manusia dengan nalurinya

Ketika manusia dilahirkan, Tian memberikan berkah Watak Sejati dan juga naluri untuk mempertah-ankan kelangsungan hidup. Ketika bersinggungan dengan naluri banyak celah bagi manusia untuk berbuat salah, oleh karena itu manusia wajib mengembangkan Watak Sejati (Cinta Kasih, Kebenaran, Kesusilaan, dan Kebijaksanaan) untuk mengendalikan nalurinya dalam upaya menciptakan kehidupan yang harmonis.

Beberapa permasalahan yang sering kali timbul dalam hubungan antara suami dan istri akibat naluri yang tidak terkendali, yaitu : perselingkuhan, poligami/poliandri, dan perceraian, yang kesemuanya akan menjadikan anak sebagai korban.

Permasalahan Rumah Tangga

Konfl ik yang timbul dalam hubungan antara suami dengan istri yang tidak diselesaikan secara tuntas merupakan awal dari ketidakharmonisan rumah tangga yang kemudian menjadi pemicu timbulnya berbagai masalah dalam keluarga dengan korban utama ada-lah anak.

Perselingkuhan

Alasan orang melakukan perseling-kuhan ternyata berbeda antara pria dan wanita, sebagai berikut :

-Ketertarikan fi sik -Ketertarikan hati

Namun alasan apapun tidak dapat di-jadikan alat bantu untuk membenarkan tindakan perselingkuhan, karena sekali lagi, yang akan menjadi korban utama adalah anak (jika sudah mempunyai anak), kedua adalah pasangan hidup (suami/istri/pacar), perselingkuhan juga menimbulkan efek sosial yang buruk bagi keluarga besar (orang tua dan saudara). Seorang yang melakukan perselingkuhan, dalam tempo singkat mungkin dapat menutupi, tetapi seir-ing waktu semua pasti terungkap, dan dalam rangka menutupi kebohongan seseorang akan cenderung bertindak tidak rasional, menyebabkan ketidak-harmonisan rumah tangga.

Poligami

Dalam istilah antropologisosial dike-nal isti lah poligami, yaitu praktik

pernika-han kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Lawan kata dari po-ligami adalah monogamiyaitu yang hanya memiliki satu suami atau istri.

Macam poligami : Poligini (se-orang pria memiliki beberapa istri sekaligus), pada masa lalu, umum

ditemukan pada kaum bangsawan dan raja. Poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), pada masa lalu, dilakukan oleh wanita-wanita bangsawan.

Group Marriage atau pernikahan kelompok, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Apapun alasannya, poligami selalu menimbulkan banyak permasalahan, yang jelas keharmon-isan keluarga tidak mungkin tercipta dengan perilaku salah satu dari suami atau istri melakukan poligami.

Perceraian

Timbulnya ketidakharmonisan da-lam keluarga merupakan simpul dari permasalahan-permasalahan yang tidak teratasi, menumpuk dan meledak pada saat terjadinya keputusan cerai. Dua hal di atas, yaitu perselingkuhan dan poligami merupakan pemicu terbesar, meskipun perselingkuhan dan poligami sendiri pun memiliki alat picu yang lainnya sebelum terjadi, namun jika manusia bertindak sesuai dengan Watak Sejatinya dalam menjaga keharmonisan keluarga, dapat menghindar dari per-buatan tersebut, bahkan bila terlanjur melakukan, masih dapat menyadari dan segera memperbaiki kesalahan, kembali kepada Watak Sejati, maka dapat menyelamatkan keharmonisan keluarga dan menghindari akibat-akibat yang lebih buruk lagi.

Di dalam ajaran Agama Khonghucu, manusia hidup diatur oleh norma-norma etika moral yang terdapat dalam Watak Sejati (Cinta Kasih, Kebenaran, Kesusilaan, dan Kebijaksanaan) yang berwujud men-jadi manusia yang dapat dipercaya, se-hingga memegang kepercayaan adalah landasan keharmonisan hubungan antara manusia, seorang suami keluar rumah memegang kepercayaan yang diberikan oleh istrinya, demikian pula sebaliknya, sehingga anak-anak pun akan belajar untuk memegang kepercayaan yang diberikan orang tuanya. (*)

(22)

Dinamika

Dinamika

Daerah

Daerah

KARANGANYAR

Kemenag Jadi Partner TNI

dalam Program TMMD

K

erjasama antara Tentara Negara Indonesia (TNI) dan Kementerian Agama (Kemenag) dalam pro-gram TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) reguler ke 94 tahun 2015 di Desa Ngadirejo, Mojogedang, Karanganyar berjalan sukses. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari kegiatan non fi sik hingga kegiatan fi sik berupa pembangunan infrastruktur yang melebihi target.

Kemenag Karanganyar yang menjadi partner TNI da-lam program TMMD tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Mengambil peran lebih dari sekedar kegiatan non fi sik yang sudah ditetapkan seperti pengajian massal, Kemenag beserta unsur keagamaan yang ada di Kabupaten Karanganyar turut menyumbangkan materi dan tenaganya.

Di awal pelaksanaan TMMD, Kemenag beserta unsur keagamaan mendistribusikan 40 buah kloset jongkok

untuk rumah yang belum memiliki toilet, 300 Zak semen, 2000 batu bata, dua rit pasir, serta sembako yang terdiri dari 300 kg beras, 2 dus mie instan dan 45 kg telur. Di akhir TMMD, Kemenag dan unsur keagamaannya meningalkan 200 paket sembako yang berisi beras, minyak goreng, gula, teh dan mie telor. Selain itu ada Al-Qur’an dua dus yang dibagikan secara cuma-cuma untuk penduduk desa.

Dalam pembangunan infrastruktur desa berupa jalan, rumah tinggal layak huni, pos kamling dan lain sebagainya, Kemenag beserta unsur keagamaan juga berkontribusi dengan mengirimkan relawannya. 50 PNS Kemenag Karanganyar, 100 orang penyuluh agama Islam, 4 ormas keagamaan (NU, Muhammadiyah, LDII, MTA), Kepala madrasah dan Kepala KUA bahu membahu membangun desa tempat pelaksanaan TMMD.

Menurut Kepala Kakakemenag Kabupaten Karanganyar, H. Musta’in Ahmad, apa yang dilakukan seluruh jaja-rannya semata-mata untuk membantu masyarakat di desa Ngadirejo melalui program TMMD. Selanjutnya Kakankemenag juga berharap ada kedekatan emosional antara masyarakat dengan tokoh-tokoh agama yang dalam hal ini Kemenag dan unsur keagamaan.

Ida Nurhijati

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tabel-tabel yang terdapat dalam masing- masing dataset adalah tabel KRS (tabel krs), lama ujian (tabel mk_lama_ujian), mata kuliah TPB (tabel mk_tpb), mata kuliah

Sistem pendinginan sangat diperlukan pada proses pengamplasan karena akan mengurangi atau menghilangkan dampak panas yang ditimbulkan akibat pergesekan kertas amplas yang

Nama kegiatan ini adalah Pengabdian Masyarakat berupa ”PENGABDIAN PADA MASYARAKAT BERUPA PEMBELAJARAN MICROSOFT OFFICE 2013 (MS WORD DAN MS EXCEL) BAGI PEGAWAI

Penggunaan tepung daun papaya menambah sumber kalsium dalam ransum, namun karena ayam Sentul yang digunakan berumur 36 minggu dalam masa mencapai puncak

Masalah Matematika Berdasarkan Polya pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat , Jurnal Elektronik Matematika” Vol 2, No 9, dalam http://jurnal.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal

pembelajaran NHT disertai bahan ajar modul lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran STAD untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kemampuan afektif