PENELITIAN PERBAIKAN PENGELOLAAN HARA P DAN K PADA TUMPANGSARI KAPAS DAN KACANG HIJAU
Mohammad Cholid dan F.T.Kadarwati
Abstrak
Penelitian Perbaikan pengelolaan hara P dan K pada tumpangsari kapas dan kacang hijau dilaksanakan dari September 1998 sampai Maret 1999 di instalasi Penelitian Asembagus, Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menduga kebutuhan pupuk P dan K tanaman kapas lebih tepat, didasarkan pada status hara P dan K tanah yang dikalibrasikan dengan tanggap tanaman kapas terhadap pemupukan dan mengetahui peran bahan organik terhadap kelarutan P. Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua kelompok kegiatan : (1) Penelitian perbaikan pengelolaan hara P dan (2) Penelitian perbaikan pengeloaan hara K. Penelitian pengeloaan hara P terdiri dari dua faktor disusun dalam Rancangan Petak Terbagi yang diulang tiga kali. Perlakuan bahan organik sebagai petak utama terdiri dari : B1. Tanpa bahan organik dan B2. Pemberian bahan organik 5 ton per ha. Perlakuan dosis pupuk P sebagai anak petak terdiri dari : P1. 0 kg P2O5 per ha, P2. 25 kg P2O5 per ha, P3. 50 kg P2O5 per ha dan P4. 75 kg P2O5 per ha. Penelitian perbaikan pengelolaan hara K disusun dalam Rancangan Acak Kelompok yang diulang tiga kali. Perlakuan pupuk K terdiri dari : K1. 0 kg K2O per ha, K2. 20 kg K2O per ha, K3. 40 kg K2O per ha, K4. 60 kg K2O per ha dan K5. 80 kg K2O per ha. Tanah dengan tektur pasir pemberian bahan organik sebesar 5 ton/ha belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kapas dan kacang hijau pada tahun pertama. Pada status hara P sedang dan K tinggi pemberian pupuk P dan K tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas tumpangsari dengan kacang hijau, sehingga pemberian pupuk P dan K pada kondisi tersebut dinilai tidak ekonomis.
Kata Kunci : Gossypium hirsutum L., Vigna radiata L., tumpangsari, pengelolaan hara, fosfor, kalium.
Abstract
Improvement of Phosphorus and Potassium Management for Cotton and Mungbean Intercropping
height, canopy, number of vegetative and generative branches, boll number and weight of 100 bolls) and yield of cotton and mungbean intercropping on single and combination factor. The growth and yield of cotton and mungbean intercropping was not influenced by potassium fertilizer rate of cotton. Implication of these researches that phosphorus and potassium status was medium to high, application of fertilizer was not needed. No additional of phosphorus and potassium is require when the mount of them in soil was medium to high.
Key word : Gossypium hirsutum L., Vigna radiata L., intercropping, management nutrition, phosphorus, potassium.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya ketersediaan hara dalam tanah. Untuk mencapai hasil serat tertentu tanaman
kapas memerlukan unsur-unsur pokok N, P, K, Mg dan S. Jumlah unsur hara yang
diperlukan bagi tanaman kapas tergantung pada beberapa produksi yang akan dicapai.
Jadi semakin tinggi target produksi kebutuhan hara semakin meningkat (Hobt and
Kemler, 1980).
Penyerapan hara N, P dan K pada berbagai fase pertumbuhan kapas dikemukakan
oleh Rude (1984), seperti tertera pada Tabel 2. Penyerapan hara terbanyak (lebih dari
80%) terjadi sejak pembentukan bunga sampai waktu pembentukan dan pemasakan
buah (umur 35-120 hari), hanya sedikit sekali yang diserap pada awal pertumbuhan
kapas.
Tabel 1. Serapan N, P dan K pada berbagai fase pertumbuhan kapas. Table 1. Absorbility of N, P and K on cotton gowth periods.
Fase pertumbuhan Growth periods
N P K
....%.... Kecambah ->Kuncup bunga
Seeedling->Squrring
Kuncup bunga->Pembungaan Squrring->Flowering
Pembungaan->Pembuahan Flowering->Bolling stage
Pembuahan->Pemasakan buah Bolling stage->Boll maturity
10
30
40
20
7
31
35
27
7
23
53
17
Walaupun kebutuhan NPK pada awal pertumbuhan kapas kurang dari 20% tetapi
mengurangi pembentukan kuncup bunga. Kekurangan P akan menghambat
perkembangan akar, sedangkan kekurangan K akan mengurangi vigor tanaman,
ketahanan kapas terhadap kekeringan dan penyakit (Guinn, 1982).
Pemupukan berimbang merupakan pengelolaan hara tanaman yang ditujukan
untuk mencapai keseimbangan optimum semua hara yang ada dalam tanah dalam
mencapai hasil yang optimal dan lestari tanpa merusak fungsi sumberdaya lahan dan
lingkungan (Sri Adiningsih et al., 1995). Pemupukan berimbang difokuskan pada
keseimbangan unsur hara makro N, P dan K. Unsur N tidak tersedia dalam mineral
tanah, unsur P tersedia tapi lambat dan banyak faktor yang mempengaruhi
ketersediaannya, sedang K sama dengan P tetapi mobilitasnya tinggi (Bastari, 1996). Berdasarkan “Cotton Handbook” yang disusun oleh Commercial Cotton Growers Association (1985) bahwa pada status hara P diatas 50 ppm P2O5 dan status hara K
diatas 0,25 me/100 g tanah pada tektur pasir, diatas 0,30 me/100 g tanah pada lempung
berpasir dan diatas 0,50 me/100 g tanah pada tektur liat, pemupukan P dan K tidak
perlu dilakukan. Kebutuhan hara P dan K tanaman kapas didasarkan atas analisis
tanah tertera pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Kebutuhan hara P (P2O5) kapas berdasarkan analisis tanah Table 2. Cotton nutrition requirement of P (P2O5) base on soil analysis.
Status P tersedia
Tabel 3. Kebutuhan hara K (K2O) kapas berdasarkan analisis tanah Table 3. Cotton nutrition requirement of K (K2O) base on soil analysis Status K dalam tanah
Bahan organik merupakan penyangga biologis yang mempunyai fungsi dalam
memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan
hara dalam jumlah berimbang. Penambahan bahan organik jerami sebanyak 5
ton/ha/musim selama 4 musim dapat meningkatkan C-organik 1,5 %, K-dd 0,22 me,
Mg-dd 0,25 me, KTK 2 me/100 g tanah, meningkatkan Si tersedia dan stabilitas agregat
tanah (Adiningsih dan Rochayati, 1996).
Berdasarkan proyeksi kebutuhan pupuk tahun 1987 – 1995, kebutuhan pupuk TSP dan KCl memperlihatkan kecenderungan terus meningkat dengan kenaikan setiap tahun
masing-masing sebesar 8,6% dan 8,7%. Sehubungan dengan meningkatnya konsumsi
pupuk P dan K dan mengingat sangat terbatasnya dana subsidi pemerintah, maka
perlu diupayakan penggunaan pupuk yang efisien dengan memperhatikan
keseimbangan hara yang ada didalam tanah. Hal ini disebabkan pupuk P dan K ini
merupakan komoditas impor, sehingga banyak menyedot devisa negara.
Hara P dan K yang diberikan dalam bentuk pupuk hanya sebagian saja yang
tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk TSP yang diberikan kedalam
tanah hanya 15% - 20% yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sedang sisanya
tertinggal sebagai residu dalam tanah yang terikat dengan unsur hara lain seperti besi
(Fe), aluminium (Al), mangan (Mn) dll. Sedang pupuk KCl yang diberikan kedalam
tanah hanya sekitar 30% yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sisanya terbawa lairan
air dan difiksasi dalam tanah (Dabin, 1980).
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan secara lebih tepat kebutuhan pupuk P
dan K tanaman kapas, didasarkan atas status hara P dan K tanah yang dikalibrasikan
dengan tanggap tanaman kapas terhadap pemupukan dan mengetahui peran bahan
organik terhadap kelarutan P.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi penelitian di Instalasi Penelitian Asembagus, Jawa Timur yang
dilaksanakan dari bulan September 1998 sampai Maret 1999.
Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua kelompok kegiatan : (1) Penelitian
perbaikan pengelolaan hara P pada tumpangsari kapas dan kacang hijau ; dan (2)
Penelitian disusun dalam Rancangan Petak Terbagi yang diulang tiga kali.
Perlakuan bahan organik sebagai petak utama terdiri dari : B1. Tanpa bahan organik dan
B2. Pemberian bahan organik 5 ton per ha. Perlakuan dosis pupuk P sebagai anak petak
terdiri dari : P1. 0 kg P2O5 per ha, P2. 25 kg P2O5 per ha, P3. 50 kg P2O5 per ha dan P4.
75 kg P2O5 per ha.
(2) Penelitian perbaikan pengelolaan hara K pada tumpangsari kapas dan kacang hijau Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok yang diulang tiga kali.
Perlakuan pupuk K terdiri dari : K1. 0 kg K2O per ha, K2. 20 kg K2O per ha, K3. 40 kg
K2O per ha, K4. 60 kg K2O per ha dan K5. 80 kg K2O per ha.
Kedua kegiatan penelitian menggunakan ukuran petak percobaan (20 x 6) m2, tata
tanam dalam bentuk tumpangsari dengan sistem tanam 1 baris kapas + 3 baris kacang
hijau (44.000 kapas/ha + 264.000 kc. Hijau). Jarak tanam kapas 150 cm x 30 cm (2
tanaman per lubang) dan kacang hijau 25 cm x 20 cm (2 tanaman per lubang) .
Pemupukan N kapas berdasarkan analisis kadar N-Nitrat (N-NO3) dalam tanah dengan
dosis 60 N per ha (setara dengan 100 kg ZA dan 100 kg Urea) , sedang kacang hijau
dipupuk 50 kg Urea per ha. Varietas kapas yang digunakan adalah Kanesia 7, sedang
untuk kacang hijau digunakan varietas lokal Wongsorejo.
Pengamatan yang dilakukan meliputi : variabel pertumbuhan kapas (tinggi
tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif, jumlah cabang generatif, jumlah buah,
bobot 100 buah), produksi kapas berbiji dan serapan hara P dan K; serta produksi
kacang hijau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
(1) Perbaikan pengelolaan hara P pada tumpangsari kapas dan kacang hijau Komponen Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman dan lebar kanopi
Tabel 4. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi kapas pada umur 105 hst.
Table 4. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on plant height dan canopy width
Perlakuan Treatments
Tinggi tanaman/Plant height (cm)
Lebar kanopi/Canopy width (cm)
Tanpa BO/No organic matter (OM) BO 5 ton/ha/ OM 5 ton/ha
126,91 128,01
78,52 79,42
KK (CV) (%) 16 14
Dosis pupuk P kapas (kgP2O5/ha) Rate of P fertilizer (kg P2O5/ha) 0
25 50 75
126,13 128,13 126,98 128,48
79,40 78,12 78,65 79,72
DMRT 5% t.n. t.n.
KK(CV) % 15 12
Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Dari Tabel 4. Terlihat bahwa pemberian bahan organik dan dosis pupuk P kapas dari 0
hingga 75 kg P2O5/ha , tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lebar
kanopi secara interaksi maupun masing-masing faktor.
Komponen Produksi
Komponen produksi kapas yang diamati meliputi : cabang vegetatif, cabang
generatif , jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah. Tidak Terdapat pengaruh
masing-masing faktor maupun interaksi antara pemberian bahan organik dan dosis
pupuk P tanaman kapas terhadap cabang vegetatif, cabang generatif, jumlah buah per
Tabel 5. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap jumlah cabang vegetatif, cabang generatif dan jumlah buah per tanaman pada 105 hst.
Table 5. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on numbers of vegetative and genetarive branches, boll numbers per plant and 100 boll weight
Perlakuan
Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Hasil Kacang hijau dan Kapas
Tidak terdapat pengaruh masing-masing faktor maupun interaksi antara
pemberian bahan organik dan dosis pupuk P tanaman kapas terhadap produksi kacang
hijau dan produksi kapas berbiji.
Tabel 6. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap produksi kacang hijau dan produksi kapas berbiji.
Table 6. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on mungbean and cotton yields.
Perlakuan Tanpa BO/No organic matter (OM)
KK(CV) % 16 9
Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Kadar P Petiol
Kadar P dalam petiol tanaman kapas pada umur 60 hari dan 90 hari setelah tanam
dipengaruhi dosis pupuk P, sedang interaksi nya dengan bahan organik tidak berbeda
nyata. Pemberian bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P petiol
(Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap kadar P dalam petiol pada 60 hst dan 90 hst.
Table 7. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on P petiol content at 60 DAP and 90 DAP
Perlakuan Treatments
Kadar P petiol (%)/ P petiol content (%) 60 hst 90 hst Tanpa BO/No organic matter (OM)
BO 5 ton/ha/ OM 5 ton/ha
0,44 0,45
0,49 0,54
KK (CV) (%) 6 3
Dosis pupuk P kapas (kgP2O5/ha) Rate of P fertilizer (kg P2O5/ha) 0
25 50 75
0,41 c 0,43 bc 0,45 ab 0,48 a
0,46 c 0,50 b 0,52 b 0,61a
DMRT 5% t.n. t.n.
KK(CV) % 5 3
Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa pemupukan P kapas dengan dosis 75 kg P2O5/ha
memberikan kadar P petiol tertinggi pada umur 60 hst (0,48%) dan 90 hst (0,61%).
Sedang kadar P terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan P yaitu : 60 hst
(0,41%) dan 90 hst (0,46%).
Perlakuan pemberian bahan organik dan dosis pupuk P pada tanaman kapas, baik
masing-masing faktor maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi kapas serta kacang hijau.
Pemberian bahan organik sebanyak 5 ton /ha tidak berpengaruh terhadap semua
parameter pertumbuhan kapas ( tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif,
jumlah cabang generatif, jumlah buah dan bobot 100 buah kapas) dan produksi kapas
yang paling besar dalam kaitannya dengan perbaikan sifat fisik tanah, sedang sebagai
suplai hara sangat sedikit dan lambat tersedia, sehingga pengaruh tidak nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kapas yang ditumpangsarikan dengan kacang
hijau.
Bahan organik merupakan penyangga biologis yang mempunyai fungsi dalam
memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan
hara dalam jumlah berimbang. Dalam hubungannya dengan sifat fisik tanah bahan
organik membantu meningkatkan laju infiltrasi dan absorbsi tanah serta kemantapan
struktur tanah. Pupuk organik dalam tanah merupakan persediaan unsur hara yang
berangsur-angsur dibebaskan dan tersedia bagi tanaman. Tanah yang diberi bahan
organik dalam jangka waktu lama akan memberikan hasil yang baik.
Penambahan bahan organik jerami sebanyak 5 ton/ha/musim selama 4 musim
dapat meningkatkan C-organik 1,5 %, K-dd 0,22 me, Mg-dd 0,25 me, KTK 2 me/100 g
tanah, meningkatkan Si tersedia dan stabilitas agregat tanah (Adiningsih dan Rochayati,
1996). Apabila dihitung dalam hektar setara dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si 1,7
ton c-organik yang sangat dibutuhkan bagi kegiatan jasad renik tanah. Peranan bahan
organik sebagai pemacu kelarutan P tanah belum terlihat, diduga jumlah bahan organik
yang diberikan terlalu rendah. Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang
kemampuan daya penyangga pupuk anorganik, sehingga efisiensinya menurun karena
sebagian besar pupuk akan hilang melalui pencucian, fiksasi atau penguapan.
Dari hasil analisis P tanah di lokasi penelitian dengan menggunakan metode P-olsen
menunjukkan status hara P dalam tanah sedang yaitu 23,12 ppm P2O5 sesuai dengan
kriteria CCGA (1985). Pemupukan P pada tanaman kapas sebesar 0, 25, 50, dan 75 kg
P2O5/ha tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter
pertumbuhan kapas (tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif, jumlah
cabang generatif, jumlah buah dan bobot 100 buah kapas) dan produksi kapas berbiji
serta kacang hijau. (Tabel 4, 5, dan 6 ).
Hasil penelitian pemupukan P pada lahan berstatus hara P sedang hingga tinggi
tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas
(Manwan, 1993; Kadarwati et al, 1995 a dan Machfud, 1998). Pemupukan P dari dosis 0
hingga 75 kg P2O5/ha tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi , karena
tanah mampu menyediakan hara P yang cukup bagi tanaman dan tanaman kapas dan
kapas tumpangsari dengan kedelai di lahan sawah dengan residu P tinggi sampai
sangat tinggi menunjukkan bahwa pemberian pupuk P tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan hasil kapas berbiji ( Kadarwati et al. , 1995a ; 1995b). Demikian juga
pada penelitian Machfud (1996) menyebutkan bahwa kapas yang tidak dipupuk P tidak
berbeda nyata dengan kapas yang dipupuk P dosis 56,25 kg P2O5/ha . Hal ini
membuktikan bahwa residu P tanah masih dapat diserap tanaman kapas untuk
mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksi. Produksi kapas berbiji dan kacang
hijau yang dicapai pada perlakuan bahan organik dan pemupukan P adalah 2100,72 kg/ha – 2239,61 kg/ha kapas berbiji dan 607,02 kg/ha – 746,42 kg/ha kacang hijau.
Meskipun secara kenampakan belum menunjukkan perbedaan yang nyata dari
parameter yang diamati, tetapi kondisi ini perlu dicermati karena dari hasil analisis
kadar P petiol menunjukkan bahwa pada kapas yang tidak dipupuk P kadar P dalam
petiol menunjukkan persentase terendah dibanding yang dipupuk P 25 kg, 50 kg dan 75
kg P2O5/ha. Apabila tanaman kapas tidak dipupuk P terus menerus rendahnya serapan
hara P akan ditujukkan pada penurunan parameter pertumbuhan dan produksi kapas
tumpangsari dengan kacang hijau.
(2) Perbaikan pengelolaan hara K pada tumpangsari kapas dan kacang hijau Komponen Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan kapas yang diamati meliputi tinggi tanaman dan lebar
kanopi kapas. Hasil pengamatan kedua parameter tersebut disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh dosis pupuk K terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi kapas Table 8. Effect of rate of K fertilizer for cotton on plant height dan canopy width
Perlakuan Treatments
Tinggi tanaman/Plant height
(cm)
Lebar kanopi/Canopy width
(cm) Dosis pupuk K kapas (kg K2O/ha)
Rate of K fertilizer (kg K2O/ha) 0
20 40 60 80
112,62 116,03 116,53 121,08 119,38
73,77 75,53 74,93 77,37 77,27
DMRT 5% t.n. t.n.
KK(CV) % 15 16
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Dari Tabel 8 Terlihat bahwa dosis pupuk K kapas, tidak berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi .
Komponen Produksi
Komponen produksi kapas yang diamati meliputi : cabang vegetatif, cabang
generatif , jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah. Tidak terdapat pengaruh
dosis pupuk K tanaman kapas terhadap cabang vegetatif, cabang generatif, jumlah buah
per tanaman dan bobot 100 buah (Tabel 9.).
Tabel 9. Pengaruh dosis pupuk K terhadap jumlah cabang vegetatif, cabang generatif , jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah.
Table 9. Effect of rate of K fertilizer for cotton on numbers of vegetative and genetarive branches, boll numbers per plant and 100 boll weight
Perlakuan
Rate of K fertilizer (kg K2O/ha) 0
Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Hasil Kacang hijau dan Kapas
Tidak terdapat pengaruh dosis pupuk K tanaman kapas terhadap produksi
Tabel 10. Pengaruh dosis pupuk K terhadap produksi kacang hijau, bobot 100 buah dan produksi kapas berbiji.
Table 10. Effect of rate of K fertilizer for cotton on mungbean and cotton yields.
Perlakuan
Rate of K fertilizer (kg K2O/ha) 0
Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Kadar K Petiol
Kadar K dalam petiol tanaman kapas pada umur 60 hari dan 90 hari setelah
tanam dipengaruhi dosis pupuk K yang diberikan pada tanaman kapas (Tabel 11).
Tabel 11. Pengaruh dosis pupuk K terhadap kadar K dalam petiol pada 60 hst dan 90 hst
Table 11. Effect of rate of K fertilizer for cotton on K petiol content at 60 DAP and 90 DAP
Perlakuan Treatments
Kadar K petiol (%)/ K petiol content (%) 60 hst 90 hst Dosis pupuk K kapas (kg K2O/ha)
Rate of K fertilizer (kg K2O/ha) 0
Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05
Dari Tabel 11. menunjukkan bahwa pemupukan K kapas dengan dosis 80 kg K2O/ha
memberikan kadar K petiol tertinggi pada umur 60 hst (6,26%) dan 90 hst (3,60%).
Sedang kadar K terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan K yaitu : 60 hst
Pemupukan K pada tanaman kapas sebesar 0, 20, 40, 60 dan 80 kg K2O /ha tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan ( tinggi tanaman,
lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif, jumlah cabang generatif, jumlah buah dan bobot
100 buah kapas) dan produksi kapas berbiji serta kacang hijau. (Tabel 8, 9, dan 10 ).
Tidak adanya pengaruh pemupukan K terhadap pertumbuhan dan produksi kapas
tumpangsari dengan kacang hijau disebabkan tanah mampu mensupai hara K yang
cukup bagi tanaman . Hal ini sesuai dengan hasil analisis K tanah di lokasi penelitian
dengan menggunakan metode uji tanah K-NH4OAc, menunjukkan status hara K sangat
tinggi yaitu 1,44 me /100 g tanah.
Hasil penelitian pemupukan K pada lahan dengan status hara K sedang hingga
tinggi tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas
( Mitchell et al., 1992; Tupper et al. dalam Gregory et al., 1994 dan Sahid, 1990).
Menurut CCGA (1985) yang menyatakan bahwa pada status hara K diatas 0,25 me/100 g
tanah pada tanah dengan tektur pasir, pemupukan K tidak perlu dilakukan. Pada
perlakuan pemupukan K produksi kapas berbiji dan kacang hijau yang dicapai adalah
1977,06 kg/ha – 2264,80 kg/ha kapas berbiji dan 610,93 kg/ha – 706,04 kg/ha kacang hijau.
Meskipun demikian perlu dimonitor secara kontinu status hara K tanah dalam
kaitannya dengan respon tanaman kapas terhadap pemupukan K yang terakumulasi
dalam petiol menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata yaitu peningkatan dosis
pupuk K yang diberikan pada tanaman kapas meningkatkan kadar K petiol kapas,
meskipun secara penampakan belum menunjukkan perbedaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Tanah dengan tektur pasir pemberian bahan organik sebesar 5 ton/ha belum
mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kapas dan kacang hijau pada tahun
pertama.
Pada status hara P sedang dan K tinggi pemberian pupuk P dan K tidak
memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas
tumpangsari dengan kacang hijau, sehingga pemberian pupuk P dan K pada kondisi
tersebut dinilai tidak ekonomis.
Dengan memperhatikan semakin langka bahan baku dan tingginya harga pupuk P
pengelolaan hara P dan K yang merupakan perpaduan antara pemanfaatan P tanah dan
pupuk P.
DAFTAR PUSTAKA
Bastari, T. 1996. Penerapan anjuran teknologi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Hal:7-35. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Cipayung, 16-17 Nopember 1987.
Dabin, B. 1980. Phosphorus deficiency in tropical soil as constraints on agricultural out put. P:217-232. In: Soil related constraints to food production in the tropics. IRRI. Los Banos.
Grerory L. Mullins, Donald W. Reeves, Charles H. Burmester and Hamilton H. Bryant. 1994. In row sub soilling and potassium placement effect on root growth and potassium content of cotton. Agron. J. 86:136-139.
Guinn, G. 1982. Causes of square and boll shedding in cotton. Technical Buletin. Number 1672. Agricultural Research service United State Department of Agriculture.
Hasnam, Prima, D.R., Machfudz, M. Sahid dan Darmono. 1989. Beberapa anjuran agronomi untuk meningkatkan produktivitas kapas rakyat. Prosiding Lokakarya Teknologi Kapas tepat Guna. Balittas. Malang.
Hobt, H. and G. Kemler. 1980. Magnesium and Sulfur for better crops. Sustained high yield and pusfit. Kah und salz ag. Kaseel. Germany.
Kadarwati, F.T. , M. Yusron., M. Machfud., dan G. Kustiono. 1995 a. Pengaruh pemupukan P padi dan kapas setelah padi terhadap pertumbuhan dan hasil kapas. Penelitian Tanaman Tembakau dan serat 10 (1) : 67 – 76.
Kadarwati, F.T. , B. Hariyono, M. Machfud., dan Soewarno. 1995 b. Pemanfaatan residu fosfor pada tumpangsari kapas dan kedelai. Penelitian Tanaman Industri 1(4) : 191-198.
Kadarwati, F.T. 1996. Pendayagunaan tanah, air, pupuk dalam budidaya kapas. Makalah Pelatihan Peningkatan Sumber Daya Manusia untuk Program IKR Sukun Group di Kudus. 14-18 Desember 1996.
Machfud, M., M.Sahid dan F.T. Kadarwati. 1998. Pemupukan P kapas yang ditumpangsarikan dengan kedelai di lahan sawah. Prosiding Diskusi Kapas Nasional. Jakarta. 26 November 1996. 135-140.
Mitchell, C.C., G. pate, C.H. Burmester, K.L. Edmisten, and W. Gazaway. 1992. Fertility status of Alabama cotton soil. Proc. Belwide Cotton Prod. Res. Conf. Natl. Cotton Council of Am. Memphis. p.1120-1125.
Sri Adiningsih, J. 1987. Penelitian pemupukan fosfat pada tanaman pangan lahan kering. Hal 285-308 dalam Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Fosofat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Cipanans. 29 Juni – 2 Juli 1987.
Sri Adiningsih, J., Diah Setyorini, dan Tini Prihatini. 1987. Pengelolaan hara terpadu untuk mencapai produksi pangan yang mantap dan akrab lingkungan. Hal 55-69 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Cisarua. 10-12 Januari 1995.