PERBEDAAN DERAJAT GINGIVITIS PADA ANAK TUNAGRAHITA USIA 12-15 TAHUN DI SEKOLAH BHAKTI LUHUR MALANG
M. Chair Effendi*, Diah**, Grace V. Octavianus*
Abstrak
Anak tunagrahita terdiri dari beberapa tingkatan keterbelakangan mental, yaitu keterbelakangan mental tingkat ringan, tingkat sedang, tingkat berat dan tingkat sangat berat, Keterbelakangan tingkat ringan dan tingkat sedang adalah tingkatan anak tunagrahita yang dibina atau dididik oleh Sekolah Bhakti Luhur Malang. Kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita tidak dapat dipastikan apakah terawat dengan baik atau buruk karena semua tergantung dari orang tuanya atau orang yang ada disekelilingnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan derajat gingivitis terhadap tingkatan tunagrahita di Sekolah Bhakti Luhur Malang dan juga untuk mengetahui perbedaan derajat gingivitis anak tunagrahita yang tinggal di dalam asrama dengan yang berada di luar asrama.Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik dengan menggunakan desain cross sectional
dengan jumlah total sampel sebanyak 41 anak. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011 di Sekolah Bhakti Luhur Malang, dengan memeriksa keadaan rongga mulut, khususnya derajat gingivitis ke 41 anak tunagrahita. Data dianalisis dengan uji non parametrik dan didapatkan besar korelasinya adalah 0,445 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara derajat gingivitis anak tunagrahita tingkat ringan dengan anak tunagrahita tingkat sedang di Sekolah Bhakti Luhur Malang. Untuk perbedaan derajat gingivitis anak tunagrahita yang tinggal di asrama dengan di luar asrama juga digunakan uji non parametrik dengan hasil 0,007 yang berarti (p < 0,05) sehingga terbukti bahwa ada perbedaan derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang diasrama dan diluar asrama.
Kata Kunci: anak tunagrahita, tingkat keterbelakangan mental, derajat gingivitis.
Abstract
Mental retarded children are categorized into some levels of mental retardation is mild level, moderate level, severe level and profound level of mental retardation. Mild level and moderate level of mental retardation who was educated in Bhakti Luhur Malang School. It can not be determined easily whether the oral and dental health of the mental retarded children because it relies much on their parents or those who are close to them. The study aims to know the difference of gingivitis level in relation to mental retardation level in Bhakti Luhur Malang and also the difference of gingivitis level between mental retarded children who live in dormitory and their counterparts who don’t live in dormitory. The study is analytical survey type of study and uses cross sectional design with total number of sample of 41 children. The study was conducted in August 2011 in Bhakti Luhur Malang through the examination of oral cavity condition, especially for gingivitis level of those 41 mental retarded children. Data is analyzed by using non parametric test and the resulted correlation is 0.445 (p > 0.05) showing that there is no difference of gingivitis level between mild level mental retarded children and moderate level mental retarded children in Bhakti Luhur Malang. For the difference of gingivitis level between mental retarded children who live in dormitory and their counterparts who don’t live in dormitory, the study also uses non parametrictest with the result of 0.007 meaning that (p < 0.05) is found, so it can be shown that there is difference of gingivitis level between mental retarded children who live in dormitory and their counterparts who don’t live in dormitory.
Keywords : mental retarded children, level of mental retardation, level of gingivitis.
PENDAHULUAN
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan/kekurangmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri.1 Jumlah penderita keterbelakangan mental di Indonesia oleh WHO diperkirakan antara 5-9%, yang berarti 7-11 juta dari seluruh penduduk Indonesia, tetapi data yang tepat belum ada.2 Terdapat beberapa klasifikasi dengan anak keterbelakangan mental atau yang disebut dengan tunagrahita, umumnya klasifikasi didasarkan pada taraf intelegensinya yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat.3
Kondisi rongga mulut anak tunagrahita dengan anak normal adalah sama, hanya sebagian besar penderita cacat ini mempunyai kesehatan mulut yang buruk dari penderita normal.2 Semua ini disebabkan karena kondisi keterbelakangan anak tersebut, sehingga menyebabkan fungsi dan kemampuan mereka
terbatas serta kurangnya pengetahuan dan perhatian orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak yang menderita keterbelakangan mental.4 Hal ini juga
disebabkan tidak banyak dokter gigi yang telah memperoleh pendidikan khusus dalam perawatan gigi pada penderita keterbelakangan mental karena dasar rasa takut dari ketidakmampuan untuk menghadapi situasi.5
Perawatan gigi pada anak tunagrahita memerlukan pengertian, kesabaran dan harus menyediakan waktu yang cukup karena sulitnya
dibina kerjasama antara anak tunagrahita dengan dokter gigi. Orang tua dari anak
tunagrahita juga harus diberi nasihat untuk merawat kesehatan mulut anaknya, seperti cara dan penggunaan sikat gigi dan pasta gigi berfluoride pada anak mereka, maupun kontrol makanan. 6
Gingivitis adalah peradangan gusi yang paling sering terjadi dan merupakan perubahan patologis gingival yang disebabkan oleh mikroorganisme dalam sulkus yang menyebabkan kerusakan epitel, sel jaringan ikat dan jaringan intraseluler.7 Salah satu penyebab utama gingivitis adalah iritasi bakteri. Bentuk penyakit gusi yang umum terjadi adalah gingivitis kronis yang ditandai dengan pembengkakan gusi dan lepasnya epitel perlekatan. Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus menerus.7
Kebersihan rongga mulut penting untuk
dijaga agar tidak menimbulkan penyakit pada mulut dan gigi, terutama pada anak dengan keterbelakangan mental yang memiliki kesulitan dalam memelihara kebersihan rongga mulutnya.
Untuk menentukan derajat gingivitis digunakan Modified Gingival Index untuk melihat keadaan inflamasi gingiva terhadap timbulnya gingivitis marginalis kronis.
derajat gingivitis pada anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental
tingkat sedang dan juga perbedaan derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang tinggal di asrama dan anak tunagrahita yang tinggal bersama orang tuanya. Manfaat dari penelitian
ini adalah dapat memberikan informasi guna melakukan tindak lanjut baik dalam hal pencegahan dan perawatan dan juga menambah
ilmu pengetahuan tentang pentingnya perawatan kesehatan gigi dan mulut pada anak dengan keterbelakangan mental.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Bhakti Luhur Malang. Sampel studi dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita dengan keterbelakangan tingkat ringan dan dengan keterbelakangan tingkat sedang baik yang tinggal di asrama maupun yang tinggal bersama dengan orang tuanya (non asrama) usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang. Data yang digunakan adalah data populasi (total sampling) dikarenakan keterbatasan jumlah sampel.
Dalam penelitian ini orang tua/wali anak
tunagrahita dari Sekolah Bhakti Luhur Malang akan dibagikan inform consent sebagai persetujuan untuk dilakukan penelitian pada anak mereka. Setelah disetujui, dilakukan pemeriksaan
oleh peneliti dan dibantu oleh dokter gigi PSPDG FK UB untuk mengetahui kriteria gingivitis. Kriteria yang diperoleh dimasukkan ke dalam lembar pemeriksaan yang telah dipersiapkan. Kemudian dilakukan analisis untuk mencari ada tidaknya perbedaan derajat gingivitis pada anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang. Selain
itu, untuk mencari perbedaan derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang tinggal di asrama dan yang tinggal bersama dengan orang tuanya.
HASIL PENELITIAN
Jumlah total responden dalam penelitian ini sebesar 41 anak. Jumlah ini adalah keseluruhan jumlah anak tunagrahita di Sekolah Bhakti Luhur Malang yang mempunyai tingkat intelegensi ringan sampai sedang. Dalam penelitian ini, 22 anak yang menderita keterbelakangan ringan dan 19 anak yang menderita keterbelakangan sedang. Anak-anak tersebut diperiksa dan diukur skor derajat gingivitisnya menggunakan Modified Gingival
Index (MGI).
Berikut adalah data deskriptif yang berhasil dikumpulkan selama penelitian:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkatan Tunagrahita
Tunagrahita Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ringan 22 53,7 53,7 53,7
Gambar 1. Diagram Pie Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Tingkatan Tunagrahita
Dari table 1 dan pie diagram dapat dilihat bahwa jumlah anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan lebih banyak daripada anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tempat Tinggalnya
Gambar 2. Diagram Pie Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Tempat Tinggalnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,7%) menetap di asrama dan (46,3%) tetap diasuh oleh orang tuanya (non asrama).
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Derajat Gingivitis
Gambar 3. Diagram Batang Distribusi Responden
Berdasarkan Derajat Gingivitis
Dari tabel maupun grafik diatas terlihat bahwa derajat gingivitis skor 2 modified gingival index menduduki peringkat terbanyak (53,7% atau 22 anak) sedangkan yang paling sedikit adalah derajat gingivitis skor 0 modified gingival index (12,2% atau 3 anak).
Tabel 4. Tabel Silang Antara Tingkat Keterbelakangan
Mental Anak Tunagrahita dengan Derajat Gingivitisnya Tempat tinggal Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Non asrama 19 46,3 46,3 46,3
Asrama 22 53,7 53,7 100,0 Total 41 100,0 100,0
Derajat Gingivitis
(Skor MGI) Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Skor 0 3 7,3 7,3 7,3
Skor 1 11 26,8 26,8 34,1 Skor 2 22 53,7 53,7 87,8 Skor 3 5 12,2 12,2 100,0
Dalam penelitian ini indeks gingivitis dilakukan dengan perhitungan menggunakan Modified Gingiva Index (MGI). Skor MGI diperoleh
dengan memberi skor untuk 4 sisi tiap gigi, kemudian dijumlah dan dibagi 4 untuk mendapatkan skor rata-rata 1 gigi. Setelah didapatkan skor untuk masing-masing gigi, skor tersebut dijumlah lalu dibagi jumlah gigi yang diperiksa.
Berdasarkan derajat gingivitisnya, sebagian besar responden (53,7% = 22 anak) mengalami derajat gingivitis skor 2 modified gingival index dan sebagian kecil (12,2% = 5 anak) yang mengalami derajat gingivitis skor 3 modified gingival index, dan hanya 3 anak saja (7,3%) yang tidak menderita gingivitis. Bila dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat tunagrahitanya, maka pada anak-anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan sebagian besar (59,1% = 13 anak) menderita derajat gingivitis skor 2 modified gingival index. Sedangkan pada anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang sebagian
besar (47,4% = 9 anak) juga menderita derajat gingivitis skor 2 modified gingival index.
Tabel 5. Tabel Silang Antara Tempat Tinggal dengan Derajat Gingivitis
Dari tabel dan grafik diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam hal derajat gingivitis antara anak tunagrahita yang bertempat tinggal di asrama dengan anak tunagrahita yang bertempat tinggal bersama orang tuanya. Pada anak yang bertempat tinggal di asrama, sebagian besar
Dari data diatas kemudian dilakukan uji komparasi Mann Whitney-U untuk mencari perbedaan antara derajat gingivitis pada anak
tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang. Dari hasil analisis data didapatkan nilai p sebesar 0.445, atau probabilitas diatas 0,05 (0,445 > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna (tidak signifikan) derajat gingivitis antara anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan dengan anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
Begitu juga untuk mencari perbedaan derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang tinggal di asrama dan anak tunagrahita yang tinggal bersama orang tuanya usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang, digunakan uji komparasi Mann Whitney-U. Dari hasil analisis data didapatkan probabilitas dibawah 0,05 (0,007 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan memang ada perbedaan derajat gingivitis pada anak
tunagrahita yang tinggal di asrama dan anak tunagrahita yang tinggal bersama orang tuanya usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian tentang derajat gingivitis pada anak tunagrahita usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang yang diteliti selama bulan Agustus 2011 dengan total sampel sebanyak 41 anak tunagrahita, didapatkan data 22 anak (53,7%) yang menderita tunagrahita ringan dan 19 anak (46,3%) yang menderita
tunagrahita sedang Jumlah anak tunagrahita ini sebenarnya tidak bisa dijadikan patokan bagi penentuan jumlah anak tunagrahita yang ada
pada masyarakat. Menurut statistik, diperkirakan angka kejadian retardasi mental (anak tunagrahita) berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.8
Pola asuh anak tunagrahita yang dilaksanakan di Sekolah Bhakti Luhur Malang menerapkan kebijaksanaan yang terbuka, dalam arti, orang tua diperkenankan mengasuh anaknya yang mengalami keterbelakangan intelektual (retardasi mental) dirumah sendiri atau ditempat lain diluar institusi dengan pengawasan/supervisi dari pihak Bhakti Luhur. Hal ini terlihat pada data yang diperoleh selama penelitian. Dari 41 anak tunagrahita, yang diasuh oleh orang tuanya sendiri atau non asrama sebanyak 19 anak (46,3%). Pola asuh seperti ini banyak
mendatangkan manfaat terutama kepada anak tunagrahita tersebut. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh orang tuanya akan banyak membantu perkembangan fisik dan mental dari
anak tunagrahita.
adalah gingivitis. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme dalam sulkus menyebabkan kerusakan epitel, sel jaringan ikat dan jaringan
intravaskuler.7
Pada hasil penelitian didapatkan hasil bahwa antara anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan dan keterbelakangan mental tingkat sedang ternyata memiliki kesamaan dalam derajat gingivitis yang dideritanya, dapat dilihat bahwa anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan sebanyak 13 anak sedangkan anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang sebanyak 9 anak. Pada anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat ringan prevalensi terbanyak adalah derajat gingivitis dengan skor 2 modified gingival index (MGI) yaitu, peradangan ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna, sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian yang melibatkan seluruh bagian marginal atau papilla gingiva, begitupula pada anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang.
Tidak adanya perbedaan yang bermakna
antara tingkat keterbelakangan mental anak tunagrahita dengan derajat gingivitis ini menunjukkan bahwa baik anak tunagrahita ringan maupun sedang masih belum mampu untuk
memelihara kesehatan gigi dan mulutnya. Munculnya gingivitis pada anak-anak tunagrahita atau anak yang memiliki keterbelakangan mental ini dapat dipahami karena pada umumnya anak dengan retardasi mental (tunagrahita) selalu tidak dapat mempertahankan kebersihan mulutnya dengan baik. Oral hygiene sangat berpengaruh terhadap timbulnya gingivitis.
Pada penelitian ini juga didapatkan hasil yang cukup menarik, yakni terdapat perbedaan derajat dan prevalensi gingivitis pada anak
tunagrahita yang berada pada asrama dengan yang hidup diluar asrama (tinggal bersama orang tuanya). pada anak yang bertempat tinggal di asrama, sebagian besar (40,9%) menderita derajat gingivitis dengan skor 1 modified gingival index (MGI) yaitu, peradangan ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna, dan sedikit perubahan pada tekstur disetiap bagian tapi tidak melibatkan seluruhnya, marginal atau papillary gingiva. Pada anak-anak tunagrahita yang bertempat tinggal non asrama sebagian besar (73,7%) menderita derajat gingivitis dengan skor 2 modified gingival index (MGI) yaitu, peradangan ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna, sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian yang melibatkan seluruh bagian marginal atau papilla gingiva. Buruknya kebersihan mulut dan tingginya prevalensi penyakit periodontal dan karies gigi merupakan ciri-ciri yang umumnya dapat ditemukan pada anak tunagrahita atau
penderita retardasi mental. Oleh karena itu didalam pemeliharaan kesehatan oral hygiene, anak-anak tunagrahita sangat memerlukan bantuan orang dewasa terutama oleh orang
tuanya.
National Institute of Child Health and
Human Development Information Resource
Center (2010) menyatakan bahwa sesungguhnya
penderita tunagrahita ringan sampai sedang
memiliki peluang untuk mendapatkan kualitas
diajarkan secara intensif oleh orang-orang
disekelilingnya (keluarga).10
Anak tunagrahita yang diasuh diluar
asrama, pada umumnya mereka berasal dari keluarga yang cukup berada (Panti Bhakti Luhur, 2011) berpendidikan dan sangat memperhatikan tumbuh kembang dan oral hygiene anaknya. Kondisi inilah yang menyebabkan perbedaan prevalensi atau angka kejadian gingivitis yang diderita oleh anak-anak tunagrahita yang dirawat di asrama dengan yang dirawat diluar asrama. Namun jika ditinjau dari derajat gingivitisnya, justru anak yang diasuh di rumah (luar asrama/non asrama) lebih banyak menderita gingivitis dengan skor 2 MGI yaitu, peradangan ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna, sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian yang melibatkan seluruh bagian marginal atau papilla gingiva daripada anak tunagrahita yang di asuh di asrama. Hal ini diduga akibat perbedaan perilaku makan dari anak-anak tunagrahita tersebut.
Pada anak tunagrahita yang diasuh di
rumah, cenderung diberi makanan yang mengandung karbohidrat serta snack diantara waktu makan yang biasanya berupa makanan yang manis-manis dan lengket sedangkan
kemampuan untuk memelihara kesehatan gigi dan mulutnya sangat kurang dan tidak diarahkan oleh orang tua untuk membersihkan giginya setelah mengkonsumsi makanan tersebut.12 Sedangkan di asrama, anak tunagrahita diberikan diet makanan biasa dengan jam makan yang teratur sehingga konsumsi snack atau makanan yang manis-manis lebih terkontrol.
Sebagaimana diketahui, sifat fisis makanan yang manis dan makanan yang bersifat lunak atau campuran semi liquid membutuhkan
sedikit pengunyahan menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi.13
Suatu penelitian yang dilakukan terhadap sekelompok anak, ditemukan sedikit sekali yang membersihkan mulutnya segera setelah makan. Pada kondisi mulut yang tidak hygienis tersebut terjadi sejumlah penumpukan makanan, sehingga setiap tempat dimana terdapat plak yang mengandung banyak bakteri akan menyebabkan infeksi/inflamasi pada gingiva. Kebiasaan makan makanan yang manis-manis cenderung dilakukan sehingga hal ini juga dapat memperparah keadaan gingivitis pada anak tunagrahita.12
KESIMPULAN
1. Tidak ada perbedaan derajat gingivitis (P = 0.445 > α = 0.05) antara anak tunagrahita
dengan keterbelakangan mental tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang. Pada anak tunagrahita dengan
keterbelakangan mental tingkat ringan lebih banyak menderita derajat gingivitis skor 2 Modified Gingival Index (MGI), yaitu peradangan ringan. Demikian pula pada anak tunagrahita dengan keterbelakangan mental tingkat sedang.
anak tunagrahita yang bertempat tinggal di asrama dengan yang tinggal bersama orang tuanya. Pada anak tunagrahita yang
tinggal di asrama lebih banyak yang menderita derajat gingivitis skor 1 Modified Gingival Index (MGI), yaitu peradangan ringan yang tidak melibatkan seluruhnya, marginal dan papillary ingival sedangkan anak tunagrahita yang tinggal bersama orang tuanya (non asrama) menderita derajat gingivitis skor 2 Modified Gingival Index (MGI), yaitu peradangan ringan yang melibatkan seluruh bagian marginal dan
ingiva ingival.
SARAN
Untuk mengatasi masalah gingivitis yang dijumpai pada anak tunagrahita usia 12-15 tahun yang tinggal di asrama maka diperlukan tindakan oral prophylaxis yang baik dan penyuluhan kesehatan gigi kepada suster atau pengurus asrama terutama dalam hal membersihkan gigi yang efektif.
Selain itu perlu kiranya ditanamkan suatu pengertian yang baik tentang kesehatan gigi dan mulut kepada orang tua anak tunagrahita sehingga dapat lebih perhatian terhadap kesehatan oral anaknya.
Pelayanan kesehatan gigi bagi penyandang tunagrahita berbeda dengan yang umumnya dilaksanakan. Kesabaran dan ketekunan sangat dibutuhkan, serta
perlu pula menyelami keadaan para tunagrahita.
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menyusun program perawatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gabe, Rossa Turpuk. 2008. Anak Tunagrahita dan Perkembangannya. Jakarta: Universitas Indonesia.
2. Anonim. 2009. Penanganan Kesehatan
Gigi dan Mulut,
http://www.paradipta.blogspot.com/2009/ 03/penanganan-kesehatan-gigi-dan-mulut.html. Diakses tanggal 7 December 2010 Jam 22.25
3. Somantri, T.Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa, cetakan ke II. Bandung: PT.Reflika Aditama.
4. S, Kumar, Sharma J, Duraiswamy P, Kulkarni S. 2009. Determinants for Oral Hygiene and Periodontal Status Among Mentally Disabled Children and Adolescents. Jurnal Indian Society of Pedodontics Preventive Dentistry 2009; vol 27: 151-157.
5. Dewi, Siti Rusdiana Puspa. 2003. Keadaan Oral Hygiene Pada Anak Cacat Mental Berdasarkan Tingkat IQ. Medan: Fermin A.Carranza. 2006. Carranza’s Clinical Periodontology, 10th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders co.
8. Swaiman KF. 1989. Mental Retardation, Pediatric Neurology: Principles and Practice. UK: Elsevier Mosby.
9. Salmiah, Siti. 2010. Retardasi Mental. Medan: Universitas Sumatra Utara. 10. Anonim. 2010. National Institute of Child
Health and Human Development
11. Yayasan Bhakti Luhur. 2011. Service for The Disabled, Poor and Disadvantaged People. http://www.bhaktiluhur.org. Diakses tanggal 4 Oktober 2011 Jam 20.08
12. Praptiwi, Yeni Hendriani. 2009. Peranan Dental Hygienist Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pada Pasien Dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas Indonesia.
13. Hafsari, Laila Suci. 2003. Perawatan Dasar Gingivitis Pada Anak. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Menyetujui, Pembimbing 1