• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

2.1.1 Pengertian Komposit

Di dalam dunia industri kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw, komposit adalah struktur material yang terdiri dari dua kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika [9]. Sedangkan menurut Matthews dkk, komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat [10].

2.1.2 Jenis – Jenis Komposit 2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks

Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga [10], yaitu :

1. Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah Metal Matrix Composite (MMC). Komposit dengan matriks logam biasanya terdiri dari aluminium, titanium, dan magnesium. Secara umum komposit matriks logam mempunyai sifat seperti :

(2)

b. Kekuatan/kekakuan spesifik yang tinggi.

c. Diharapkan tahan terhadap temperatur yang tinggi.

2. Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic Matrix Composite (CMC). Adapun keuntungan yang diperoleh dari komposit matriks keramik seperti :

a. Tahan pada temperatur tinggi (creep).

b. Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus. Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu :

a. Susah diproduksi dalam jumlah besar. b. Biaya mahal.

3. Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang banyak digunakan antara lain adalah :

a. Polimer termoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon, polipropilen, dan polietereterketon. Komposit ini dapat didaur ulang.

b. Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti epoksida, bismaleimida (BMI), dan poli imida (PI). Komposit ini tidak dapat didaur ulang.

Pada penelitian ini, jenis matriks yang digunakan adalah polimer termoset yaitu resin epoksi.

2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Pengisi

Berdasarkan bahan pengisi yang digunakan, komposit dibagi menjadi tiga [1], yaitu:

1. Laminated Composite (Komposit Laminat)

Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

2. Particulate Composite (Komposit Partikel)

(3)

3. Fibrous Composite (Komposit Serat)

Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat (fiber). Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Pada penelitian ini, jenis bahan pengisi yang digunakan adalah serat yaitu serat daun nanas.

2.1.2.3 Tipe – Tipe Komposit

Berdasarkan penempatannya ada beberapa tipe serat pada komposit [11], yaitu:

1. Komposit Serat Anyaman

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah. 2. Komposit Gabungan

Komposit gabungan merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

3. Komposit Serat Panjang

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.

4. Komposit Serat Pendek

Komposit ini adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu :

(4)

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Tipe Komposit Serat Pendek [11]

Pada penelitian ini, jenis serat yang digunakan adalah serat pendek dengan arah orientasi acak.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.2 Tipe Komposit Serat (a) Komposit Serat Panjang (b) Komposit Serat Anyaman (c) Komposit Serat Pendek (d) Komposit Gabungan [11]

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sifat Komposit

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat – sifat komposit yang dihasilkan antara lain [12] :

1. Faktor Letak Serat

Serat adalah bahan pengisi matriks yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matriks yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matriks pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi.

(5)

a. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus maksimum pada arah axis serat.

b. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau masing-masing arah orientasi serat.

c. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic

kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya. Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan, jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada satu arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya juga akan menyebar ke segala arah maka kekuatan akan meningkat.

2. Panjang Serat

Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matriks sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit.

Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah

aspect ratio. Bila aspect ratio makin besar maka makin besar pula kekuatan tarik serat pada komposit tersebut. Serat panjang (continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek. Akan tetapi, serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Serat panjang pada keadaan normal dibentuk dengan proses filament winding, dimana pelapisan serat dengan matriks akan menghasilkan distribusi yang bagus dan orientasi yang menguntungkan.

Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat mengalirkan beban maupun tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain. Pada struktur

(6)

tegangan yang tinggi dan yang lain mungkin tidak terkena tegangan sehingga keadaan di atas tidak dapat tercapai.

Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber. Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman kekuatan tarik setinggi 1500 kips/in2 (10,3 GPa). Komposit berserat pendek dapat diproduksi dengan cacat permukaan yang rendah sehingga kekuatannya dapat mencapai kekuatan teoritisnya.

Faktor yang mempengaruhi variasi panjang serat chopped fiber composites adalah critical length (panjang kritis). Panjang kritis yaitu panjang minimum serat pada suatu diameter serat yang dibutuhkan pada tegangan untuk mencapai tegangan saat patah yang tinggi.

3. Bentuk Serat

Bentuk serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga mempengaruhi.

4. Faktor Matriks

Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matriks, sehingga matriks dan serat saling berhubungan.

(7)

Bahan Polimer yang sering digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada dua macam adalah termoplastikdan termoset. Termoplastik dan termosetada banyak macam jenisnya, yaitu:

a. Termoplastik, contohnya : polyamide (PI), polysulfone (PS), polyetheretherketone (PEEK), polyhenylene sulfide (PPS), polypropylene (PP), polyethylene (PE), dan sebagainya.

b. Termoset, contohnya : epoksi, polyester, phenolic, plenol, resin amino, resin furan, dan sebagainya.

5. Faktor Ikatan Fiber Matriks

Komposit serat yang baik harus mampu untuk menyerap matriks yang memudahkan terjadi antara dua fase. Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matriks tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan

interfacial antara matriks dan serat yang kurang besar. 6. Katalis

Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula proses

(8)

2.2 RESIN EPOKSI

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan termoset, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [13] :

1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. 4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.

Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan. Hardener untuk sistem curing pada temperatur ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina.

Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses

curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap 10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan

curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [13].

Tahapan reaksi curing dari resin epoksi [14], yaitu:

1. Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu –NH yang terdapat pada amina, dimana setiap grup epoksi dibuka maka satu gugus hidroksil akan dihasilkan.

CH3

(9)

2. Tahapan selanjutnya adalah proses pengikatan rantai satu sama lainnya atau sambung silang, untuk mencapai hal ini setiap molekul amina akan mempunyai lebih dari dua gugus –NH, terjadi saling mengikat antara rantai molekul ini menyebabkan peningkatan viskositas yang cepat.

CH3

Gambar 2.4 Reaksi Epoksi Tahap 2 [14]

3. Grup epoksi yang tidak bereaksi dapat berikatan dengan gugus hidroksil dari rantai yang lain dengan bantuan katalis amina dan panas matahari.

CH3

(10)

4. Berikut merupakan struktur epoksi yang sudah mengalami proses curing.

Gambar 2.6 Rumus Struktur Epoksi [14]

2.3 SERAT

(11)

Adapun klasifikasi serat dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Klasifikasi Serat [15]

Serat kimia atau buatan

Serat regenerasi Selulosa (Rayon) Serat semi sintetik Selulosa (Asetat)

Serat protein (Promiks)

Serat sintetik

Poliamid (Nilon 6, Nilon 66) Polivinil alkohol (Vinilon) Serat anorganik Serat gelas

Serat karbon Serat alam

Serat tumbuhan Kapas, flaks, rami, jut Serat binatang Wol, sutra

Serat galian Asbes

2.3.1 Serat Daun Nanas

Serat daun nanas (pineapple leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman nanas. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh [16].

(12)

Tabel 2.2 Komposisi Serat Daun Nanas dan Serat Alami lainnya [17] Komposisi Kimia Serat Nanas (%) Serat Kapas (%) Serat Rami

(%)

Adapun perbandingan sifat mekanis serat daun nanas dengan serat alami lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Sifat - Sifat Mekanis Serat Alami [18]

Serat Kekuatan Tarik (MPa) Pemanjangan (%) Kekerasan (MPa)

Tandan sawit 248 14 2.000 nanas memiliki kekuatan tarik yang tertinggi diantara serat alami lainnya dan kekerasan yang cukup baik, dimana dari kedua data ini mengindikasikan bahwa serat daun nanas memiliki sifat yang kuat, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan pengisi pada komposit epoksi.

2.3.2 Proses Pengambilan Serat Daun Nanas

Proses pengambilan serat dari daunnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan peralatan decorticator. Cara yang paling umum dan praktis adalah secara manual, yaitu dengan proses water retting

dan scraping. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism

(13)

water retting pada dasarnya adalah proses micro-organism, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari pH air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macronutrients, jenis bakteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses [19].

Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat – serat daun nanas akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting dan terutama pada proses scraping diperlukan keahlian dan kesabaran seseorang untuk mengerjakannya. Penelitian menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses micro-organism yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat [19].

Pengambilan serat daun nanas dengan mesin decorticator disebut dengan dekortikasi. Mesin decorticator terdiri dari suatu drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan cylinder terpasang beberapa plat yang memiliki jarum-jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat cylinder berputar sehingga akan menguraikan serat daun nanas [16].

2.4 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT

Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi selanjutnya, antara lain [12] [20]:

2.4.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)

(14)

1. Compression molding

Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 psi. Di awali dengan mengalirkan resin dan

reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan suhu 330 - 400oF, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.

2. Pultrusion

Pada metode ini pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap, seperti pada berbagai macam rods, bar section, ladder side rails, tool handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang digunakan seperti roving, matdiletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performing shapers atau guides untuk membentuk karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet out, yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat.

3. Resin Transfer Molding (RTM)

(15)

4. Vacuum Bag Molding

Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat. 5. Wet Lay-Up

Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya

void dalam produk komposit yang dicetak. 6. Prepreg

Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada

autoclave setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan perlengkapan militer.

7. Vacuum Infusion Processing

(16)

penggunaan metode vacuum Infusion yang menghasilkan sifat mekanik sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum Infusion Processing dapat digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah.

2.4.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)

Beberapa metode pabrikasi komposit dengan pencetakan terbuka antara lain [12] [20]:

1. Chopped Laminate Process

Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang membentuk serat menjadi lebih pendek.

a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material komposit dengan ukuran yang lebih kecil.

b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang kontinu.

2. Filament Winding Process

Proses ini melalui metode yang memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.

3. Hand Lay-Up Process

Pada Penelitian ini digunakan metode pencetakan terbuka jenis

(17)

dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu:

a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan

fiber dilakukan secara manual dengan tangan.

b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu.

Gambar 2.7 Metode Hand Lay-Up [12]

2.5 PENGUJIAN KOMPOSIT

2.5.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

(18)

gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [21].

2.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Daerah linier Titik luluh

Tegangan tarik maksimum

Titik putus

Pertambahan panjang

G

a

ya

t

a

ri

k

Gambar 2.8 Kurva Hubungan Gaya Tarik Terhadap Pertambahan Panjang [22]

(19)

mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan [22].

Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan

/ mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Hasil pengujian adalah grafik

beban vs perpanjangan (elongasi) [22].

Enginering Stess (σ) :

σ =

(2.1)

dimana :

Fmaks = Beban yang diberikan terhadap penampang spesimen (N)

A0 = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)

σ = Enginering Stress (Nm-2)

Enginering Strain (ε):

ε =

(2.2)

dimana :

ε

= Enginering Strain

lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan

lt = Panjang setelah pembebanan

Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E =

(2.3)

dimana :

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young(Nm-2)

σ = Enginering Stress (Nm-2)

(20)

Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs

strain). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik [22].

Gambar 2.9 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik [22]

2.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Flexural Strength)

Pada pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan lentur dari material komposit. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi beban lentur secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji lentur bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar berikut ini [23]:

R1 R2

L/2 L/2

P

b

d

(21)

Momen flexural yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan [24]:

M = x (2.4)

Menentukan kekuatan lentur menggunakan persamaan [24]:

σ

b

=

(2.5)

Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas flexural menggunakan rumus sebagai berikut [24]:

Eb = (2.6)

dimana:

M = momen flexural σ b = kekuatan lentur (MPa)

P = beban yang diberikan (N) L = jarak antara titik tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm)

d = tebal spesimen (mm)

δ = defleksi (mm)

Eb = modulus elastisitas (MPa)

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [24] :

(2.7)

(2.8) dimana :

D = kekakuan (N/mm2)

E = modulus elastisitas (N/mm2) I = momen inersia (mm4) b = lebar (mm)

(22)

2.5.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength)

Pengujian impact bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian impact

merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (beban impact). Dalam pengujian impact terdiri dari dua teknik pengujian standar yaitu Charpy dan Izod. Pada pengujian standar Charpy dan Izod, dirancang dan masih digunakan untuk mengukur energi impact yang juga dikenal dengan ketangguhan takik [25].

Gambar 2.11 Spesimen Uji Kekuatan Bentur [25]

Spesimen uji kekuatan bentur dalam penelitian ini adalah jenis unnochted izod berbentuk batang dengan penampang lintang bujur sangkar. Mesin pengujian

impact diperlihatkan secara skematik dengan (Gambar 2.12). Beban didapatkan dari tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h. Spesimen diposisikan pada dasar seperti pada (Gambar 2.11) tersebut. Ketika dilepas, ujung pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk mencapai ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan h’ dan h (mgh –mgh’), adalah ukuran dari energi impact. Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan

adalah α dan posisi lengan pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur spesimen adalah β. Dengan mengetahui besarnya energi potensial yang diserap

(23)

Gambar 2.12 Peralatan Uji Skematik Peralatan Uji Bentur [23]

Es = energi awal – energi yang tersisa

= m.g.h –m.g.h’ (2.9)

= m.g.(R –R.cos α) – m.g.(R –R.cos β) (2.10)

Es = m.g.R.(cos β –cos α), (2.11)

dimana :

Es = energi yang diserap (J)

m = berat pendulum (kg) = 20 kg

g = percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2 R = panjang lengan (m) = 0,8 m

α = sudut pendulum sebelum diayunkan = 30o

β = sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen

Harga impact dapat dihitung dengan :

(2.12)

dimana :

(24)

Es = energi yang diserap (J)

Ao = Luas penampang (mm2)

Keretakan akibat uji bentur ada tiga bentuk [23], yaitu : 1. Patahan getas

Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalau potongan-potongannya kita sambungkan lagi, ternyata keretakannya tidak disertai dengan deformasinya bahan. Patahan jenis ini mempunyai harga impact

yang rendah. 2. Patahan liat

Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram dan berserat, tipe ini mempunyai harga impact yang tinggi.

3. Patahan campuran

Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahan getas dan patahan liat. Patahan ini paling banyak terjadi.

Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya. Artinya

pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung semakin kecil, demikian sebaliknya [23].

2.5.5 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisis ini digunakan sebagai data pendukung dalam pengujian kekuatan bentur, dengan menggunakan analisis SEM kita dapat melihat struktur mikroskopi untuk mengetahui bentuk patahan yang dialami komposit yang telah mengalami pengujian bentur [26].

2.5.6 Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption)

(25)

memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [27].

2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT

Penggunaan serat alam (organik) seperti serat daun nanas memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengganti fiberglass ataupun pengisi lainnya pada material komposit diperkuat serat. Potensi serat alam ini didukung oleh beberapa keunggulan serat organik, antara lain : densitas yang rendah, ramah lingkungan,

biodegradable, ketersediaan yang melimpah, ketangguhan yang tinggi, proses penyiapan yang relatif mudah, harga bahan baku yang relatif murah, dan mengurangi konsumsi energi pabrikasi [28]. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan serat gelas [29].

Tabel 2.4 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [29]

Serat Harga Spesifik Graviti Harga

$/m3 kg/m3 $/kg

(26)

Gambar 2.13 Jenis Mobil Sports yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari Komposit Epoksi [30]

Gambar 2.14 Leaf Spring Dari Bahan Komposit Epoksi [30]

(27)

Dalam penelitian ini, komposit epoksi berpengisi serat daun nanas diaplikasi dalam pembuatan aksesoris exterior mobil, yaitu cover kaca spion mobil.

(a) (b)

Gambar 2.16 Cover Kaca Spion Mobil Dari Komposit Epoksi (a) tampak depan (b) tampak belakang

2.7 ANALISIS BIAYA

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis biaya terhadap pembuatan komposit epoksi berpengisi serat daun nanas. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Resin epoksi dan hardener 2 kg Rp 92.500 ,-/kg 185.000,- Lilin cetakan (malam) 4 buah Rp 5.000,-/buah 20.000,-

Serat daun nanas 500 gram Rp 2.800,-/kg 1.400,-

Plastik transparan 10 lembar Rp 500,-/lembar 5.000,-

Analisis Fourier Transform Infra-Red (FT-IR)

3 sampel Rp 75.000,-/sampel 225.000,- Analisis sifat mekanik : Analisis Scanning Electron

Microscopy (SEM)

3 sampel Rp 175.000,/sampel 525.000,-

Total 4.201.400,-

(28)

Produk yang akan dihasilkan dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas yaitu cover kaca spion mobil. Adapun dimensi cover spion mobil yang akan diproduksi, yaitu :

 Panjang = 20 cm  Lebar = 13 cm  Tebal = 5 mm

Volume resin epoksi dan hardener yang diperlukan untuk membuat 1 unit cover

kaca spion adalah : v = p × l × t = 20 × 13 × 0,5 = 130 cm3

Adapun perkiraan biaya pembuatan 1 set produk (cover spion mobil sebelah kanan dan kiri) antara lain :

Tabel 2.6 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk Bahan dan Peralatan Jumlah yang

diperlukan

Biaya Total (Rp)

Resin Epoksi dan Hardener 351 g 32.500,-

Serat daun nanas 32,5 g 100,-

Cetakan 2 buah 14.000,-

Biaya Tambahan - 4.660,-

Total Rp 51.260,-

Gambar

Gambar 2.1 Tipe Komposit Serat Pendek [11]
Gambar 2.3 Reaksi Epoksi Tahap 1 [14]
Gambar 2.5 Reaksi Epoksi Tahap 3 [14]
Gambar 2.6 Rumus Struktur Epoksi [14]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laba, likuiditas, sales growth, kepemilikan

Dengan adanya area parkir khusus untuk sepeda motor dan satpam tanpa pengelolaan yang baik, tidak akan memberikan jaminan rasa aman dan nyaman saya ketika parkir

Sebagai umat muslim yang taat terhadap ajaran- ajaran Islam, tentunya dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi lebih diutamakan tentang status hukumnya halal

Meskipun teknik ini semakin berkembang dan banyak digunakan untuk analisis genetik pada berbagai jenis dalam genus Taxus namun sampai saat ini belum ada laporan

lsi Wawancara Wawancara dengan Key Informan "Mengenai pekerjaan sesuai dengan harapan organisasi sudah menjadi kewajiban dan konsekuensi kerja bagi pegawai, oleh sebab itu jika

Artis tato merupakan seorang yang memiliki client yang bermacam macam, jika client tersebut meminta agar artis dating ke client tersebut maka dari itu sangat dibutuhkan tas

Berdasarkan hasil temuan penelitian pada perguruan tinggi swasta yang ada di Banten, khususnya di Cilegon, Serang dan Pandeglang, melahirkan sebuah model. Model ini

Metode yang digunakan yaitu DKL 3.2 yang merupakan pendekatan secara sektoral yang terbagi dari sektor rumah tangga, sektor bisnis, sektor industri dan sektor publik..