• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku - Perilaku Kepatuhan Petugas Kesehatan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum dr. Yulidin Away Tapaktuan Aceh Selatan pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku - Perilaku Kepatuhan Petugas Kesehatan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum dr. Yulidin Away Tapaktuan Aceh Selatan pa"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisms (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulal dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karma mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dan yang dimaksud dengan perilaku pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah sernua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), Green mencoba menganalisis prilaku manusia dari tingkat kesehatan seseorang ,atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causes) selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor:

a. Faktor Predisposisi (predisposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,nilai-nilai dan sebagainya.

(2)

Faktor Pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap, dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2003)

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosa perilaku adalah konsep dari Green yaitu perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, seperti berikut :

Keturunan

Pelayanan kesehatan Status kesehatan Lingkungan

Perilaku

Proses pertumbuhan

"Hubungan status kesehatan dan perilaku"

2.2 Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan 2.2.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tabu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera. penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mats dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Predisposing factor (Pengetahuan, sikap, Kepercayaan, tradisi,

nilai, dsb.)

Reinforcing Factor (Sikap dan perilaku,

petugas) Enabling Factor

(3)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam Domain Kognitif mempunyai enam (6) tingkatan, yaitu

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi, yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (conferhension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu, objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sarna, lain.

5. Sintetis (sintetys)

Sintetis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation)

(4)

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2 Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2003).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Sikap ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu. 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek), misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2. Merespons (responding)

(5)

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu yang indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuating)

Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk menger akan atau mendiskusikan suatu masalah, merupakan indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).

Fungsi sikap dibagi dalam empat golongan, yaitu : 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri

Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Justru karena itu sesuatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan bersama biasanya ditandai oleh adanya sikap anggotanya yang sama terhadap sesuatu objek. Sehingga dengan demikian sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan kelompok lain. Oleh karena itu anggota-angola kelompok yang mengambil sikap sama terhadap objek tertentu dapat meramalkan tingkah laku terhadap anggota-anggota lainnya.

2. Sebagai alat pengatur waktu

(6)

pertimbangan, tetapi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya perangsang itu pada umurnya tidak diberi reaksi spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang tersebut. Antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkan yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan atau penilaian terhadap perangsang tersebut bukanlah hal yang dapat berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita sesorang, tujuan hidup, peraturan-peraturan yang ada dalam masyarakat, keinginan-keinginan sesorang, dan lain sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

Manusia di dalam menerima pengalaman dan dunia luar, sikapnya tidak pasif tetapi menerima secara aktif artinya bahwa semua pengalaman yang berasal dari luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi harus memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu, jadi semua pengalam tersebut diberi nilai, kemudian dipilih. Pemilihan tersebut ditentukan atas tinjauan apakah pengalaman tersebut mempunyai arti baginya atau tidak. Manusia setiap saat mengadakan pilihan pilihan. Tanpa pengalaman tidak ada keputusan dan tidak dapat melakukan perbuatan. Apabila manusia tidak dapat memilih ketentuan ketentuan dengan pasti akan terjadi kekacauan.

4. Sebagai pernyataan kepribadian

(7)

2.2.3 Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak-pihak lain.

Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritis adalah :

1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indikator tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasan maka is sudah mencapai praktik tingkat ketiga.

4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik, artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

(8)

2.3. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisms) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman Berta lingkungan, atau reaksi manusia baik bersifat pasif maupun bersifat aktif Dengan demikian perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance) ini terdiri dari 3 aspek :

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (Health promotion behavior)

b. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit (Health prevention behavior)

c. Perilaku terhadap gizi makanan dan minuman (Health nutrition behavior) 2. Perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior)

3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (Environmental health behavior)

Menurut pendapat Sadli (1982) dikutip oleh Notoatmodjo (2003), menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosial yang. Saling mempengaruhi, yakni :

1. Perilaku kesehatan individu, sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang erat kaitannya dengan lingkungan.

2. Lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan.

(9)

4. Lingkungan umum, kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.

2.4 Konsep Kepatuhan

Pengertian kepatuhan menurut Sockett yang dikutip oleh Neil Niven (2000) bahwa kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.orang mematuhi perintah dari orang yang mempunyai kekuasaan bukan hal yang mengherankan karena ketidakpatuhan sering kali di ikuti dengan beberapa bentuk hukuman,meskipun demikian yang menarik adalah pengaruh dari orang yang tidak mempunyai kekuasaan dalam membuat orang mematuhi perintahnya dan sampai sejauh mana kesediaan orang untuk mematuhinya.

2.4.1 Tingkat kepatuhan

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang dan jangka pendek.Sacket and Snow yang dikutip oleh Niven(2000)menemukan bahwa ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan sejumlah 70-adalah pencegahan.Kegagalan untuk mengikuti jangka panjang,yang bukan dalam kondisi akut,dimana derajat ketidakpatuhannya rata rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu.

2.4.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpetuhan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan menurut Niven (2000) antara lain adalah :

1. Pemahaman tentang intruksi.

(10)

2. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajad kesehatan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan bersikap ramah dan memberikan informasi dengan singkat dan jelas.

3. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu dan dapat juga menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima.

4. Motivasi

Motivasi dapat diperoleh dari diri sendiri, keluarga, teman, petugas kesehatan, dan lingkungan sekitarnya.

5. Pengetahuan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin besar kemungkinan untuk patuh pada suatu program pengobatan.

2.5 Konsep Sehat-Sakit

(11)

bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka is akan memilih untuk berobat pada. "orang pandai" yang dianggap mampu mengusir makhluk halos tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang (Sarwono, 1997).

2.6 Penyakit TBC (Tuberkulosis) Paru 2.6.1 Defenisi

TBC (Tuberkulosis) paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobakterium tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting setelah penyakit malaria.

Sebagian besar basil Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui udara yang terhirup, dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon. Pada stadium permulaan, setelah pembentukan fokus primer, akan terjadi beberapa kemungkinan

1. Penyebaran bronkogen 2. Penyebaran limfogen 3. Penyebaran hematogen

Keadaan ini hanya berlangsung beberapa saat. Penyebaran akan berhenti bila jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap hasil tuberkulosis. Tetapi bila jumlah basil tuberkulosis yang masuk ke dalam saluran pernapasan cukup banyak, maka akan terjadi tuberkulosis milier atau tuberkulosis meningitis (Alsagaff, 2005).

2.6.2 Penyebab Penyakit TBC Paru

(12)

Tuberkulosis Para ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882,

adalah suatu basil yang bersifat tahan asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang bersifat aerob, panjangnya 1-4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung (sinar ultraviolet), dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun dan dapat kembali aktif jika mekanisme pertahanan tubuh lemah (Alsagaff, 2005).

2.6.3 Penyebaran Kuman TBC Paru.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi adalah 1. Harus ada sumber infeksi

- Penderita dengan kasus terbuka- Hewan yang menderita tuberkulosis (walaupun jarang ada)

1.Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup. 1.Virulensi yang tinggi dari hasil tuberkulosis.

1. Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan hash ‘berkembang biak dan keadaan ini menyebabkan timbulnya penyakit tuberkulosis paru (Alsagaff, 2005).

(13)

udara dalam bentuk droplet atau percikan dahak. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup, ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung bagian-bagian tubuh lainnya (Alsagaff, 2005).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Dep.KesRI, 2002).

Sesuai dengan sifat proses perkembangan penyakit TB yang menular melalui pereikan sputum atau infeksi melalui debu, maka paru adalah organ yang pada umurnya pertama kali berhubungan dengan kuman TB. Sebagai produk mekanisme pertahanan paru, sputum merupakan bahan yang menjadi patokan dalam penatalaksanaan penyakit TB secara luas (Faizal, dkk., 1992).

Pemeriksaan bakteriologik sputum TB sekalipun sederhana dan murah dewasa ini masih kurang disadari.arti dan manfaatnya.

2.6.4 Diagnosa TBC (Tuberkulosis) Paru

Diagnosa penyakit TBC Paru dapat dilakukan dengan cars 1.Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

(14)

Penemuan basil tahan asam (BTA) merupakan suatu alat penentu yang arnat penting dalam diagnosis Tuberkulosis Paru. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen hasilnya positif (Dep.Kes RI, 2002).

Tujuan pemeriksaan dahak adalah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan klasifikasi/tipe penyakit, menilai kemajuan pengobatan dan untuk menentukan tingkat penularan. Pemeriksaan dilakukan pada penderita Tuberkulosis Paru dan suspek Tuberkulosis.

Pengambilan spesimen dahak yaitu : (Dep.Kes RI, 2002)

a. S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek datang berkunjung pertarma kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari kedua.

b.P (Pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (Unit Pelayanan Kesehatan).

c.S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, Tuberkulosis Paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis Paru BTA Positif

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif.

ii. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

(15)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif ditentukan oleh dokter, selanjutnya dibagi menjadi bentuk berat dan ringan tergantung pada gambaran luas kerusakan paru pada foto rontgen dan melihat kepada keadaan Harus penderita yang buruk. Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai 2.Pemeriksaan Foto Toraks

Tidak dibenarkan mendiagnosa penyakit TBC Paru hanya dengan berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TBC Paru (Din.Kes Provinsi SU, 2007). Indikasi pemeriksaan foto toraks adalah sebagai berikut :

1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

2. Mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (Din.Kes Provinsi SU, 2007).

2.6.5 Gejala TBC (Tuberkulosis) Paru

Gambaran klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi atas dua golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik (Faizal, dkk.,1992).

A. Gejala Respiratorik

Gejala Respiratorik seperti 1. Batuk

(16)

2.Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian dapat bercampur dengan darah.

3. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak. Kehilangan darah yang banyak kadang akan mengakibatkan kematian yang cepat.

4. Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas atau pengumpulan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi tuberkulosis paru.

5. Nyeri Dada

Nyeri kadang berupa, nyeri menetap yang ringan. Kadang-kadang lebih sakit sewaktu menarik nafas dalam. Bisa juga disebabkan regangan otot karena batuk (Faizal, dkk.,1992).

B. Gejala Sistemik

Gejala sistemik merupakan gejala selain gejala respiratorik yang dijumpai pada penderita tuberkulosis paru antara lain badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malatse), berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

(17)

Bila menderita satu atau lebih dari gejala-gejala tersebut di atas, dapat memeriksakan diri ke Puskesmas, Balat pengobatan, klinik PPTI setempat, Dokter Umum atau Dokter spesialis paru (PPTI, 1999).

2.6.6 Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pende rita yaitu: (Dep.Kes RI, 2002)

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten tersebut. Penderita pindahan tersebut harus membawa Surat rujukan/pindah (Form TB. 09). d. Setelah Lalat (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

(18)

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih. Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhiri bulan ke 2 pengobatan.

2). Kasus Kroni

Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 (Faizal, dkk., 1992).

2.6.7 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis. 1. Infeksi Primer

Tuberkulosis paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pemah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil tersebut. Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana.

(19)

6 bulan (Dep.Kes RI, 2002).

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBQ)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah tuberkulosis primer. Infeksi dapat berasal dari luar (eksogen) yaitu infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis, infeksi dari dalam (endogeny yaitu infeksi berasal dari basil yang sudah ada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali, misalnya karena daya, tahan tubuh yang menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk (Dep.Kes RI, 2002).

2.6.8 Faktor Determinan Penyakit Tuberkulosis 1. Host

a. Umur

Sebagian besar masuknya TB pada anak tidak menimbulkan penyakit tetapi tetap tinggal dalam paru sampai anak menjadi dewasa. Pada negara berkembang cenderung terjadi pada kelompok umur produktif (15-50 tahun), hal ini disebabkan karena orang pada usia produktif mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga untuk terpapar kuman Tuberkulosis lebih besar (Crofton, 2002).

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung terkena TB Paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi, selain itu adanya kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena TB Paru (Crofton, 2002).

(20)

Keadaan malnutrisi akan mempermudah terjadinya penyakit TB Paru Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak (Crofton, 2002).

d. Faktor Toksik

Kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, selain itu obat-obatan kortikosteroid dan imunosupresan juga dapat menurunkan kekebalan tubuh (Crofton, 2002).

e. Penyakit lain

Pada beberapa negara, infeksi HIV/AIDS Sering ditemukan bersamaan dengan penyakit Tuberkulosis. Hal ini disebabkan karena rusaknya sistem pertahanan tubuh (Crofton, 2002).

2. Agent

Tuberkulosis Paru disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Untuk dapat mempengaruhi seseorang menjadi sakit tergantung dari :

1. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi yang mencukupi 2. Virulensi yang tinggi dari basil Tuberkulosis.

3. Lingkungan

(21)

2.7 Kerangka Konsep

PERILAKU KEPATUHAN Intruksi

Interaksi

Isolasi sosial dan keluarga Penggunaan Alat Pelindung Motivasi Diri Terhadap Pencegahan Pengetahuan Penyakit TBC

Referensi

Dokumen terkait

mencari/menemukan suatu lintasan terpendek dari beberapa lintasan yang ditemukan maka dengan menggunakan pendekatan-pendekatanvisualisasi mapping hunian, perhitungan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui inovasi berbasis IoT pada sektor pertanian dengan menganalisis metadata publikasi ilmiah yang relevan pada database akademik

• Mendapatkan persetujuan Dosen Pembimbing Akademik (DPA). • Mengikuti program kegiatan di program studi yang sama pada perguruan tinggi lain sesuai dengan ketentuan

Untuk variabel tanggung jawab profesi dan variabel integritas baik akuntan publik maupun akuntan pendidik, keduanya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

Shuttle Express merupakan suatu perusahaan di bidang transportasi, dan dalam kegiatan operasionalnya Shuttle Express mengubah sistemnya dari yang sebelumnya

Menganalisis peta (RBI) merupakan tingkatan tersulit dalam menggunakan peta, karena kegiatan itu biasanya memerlukan informasi lain yang ada di luar peta. Jadi

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya beberapa faktor saja yang mempengaruhi tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu pengungkapan Kinerja keuangan,

a.. Tampaknya, dalam Tabel l 1 baik <li dalam kantor maupun di mana saja pemakai bahasa Larnpung lebih senang memakai bahasanya. Hal ini disebabkan oleh rasa