• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PERSPEKTIF AL QUR’AN SURAT AL-HUJURAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PERSPEKTIF AL QUR’AN SURAT AL-HUJURAT"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

PERSPEKTIF AL QUR’AN SURAT AL

-HUJURAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

SITI NUR HALIMAH

NIM. 11112235

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Dan di antara tanda-tanda

kebesaran-Nya ialah terciptanya langit dan bumi serta

perbedaan bahasa-bahasamu sekalian dan warna-warnamu,

sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui”

(Q.S Ar.Rum:22)

Perbedaan ada bukanlah untuk dipersatukan,

Melainkan untuk disandingkan.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Bapak dan ibu tercinta yang senantiasa

(7)

maupun materil. Terimakasih untuk semua pengorbanan, kesabaran dan ketulusanmu; Kakak-kakakku tersayang, Mas Agus, Mas

Ikhsan, Mas Yuli dan Mas Arif;

Para dosenku, terimakasih atas ilmu dan

bimbingan;

Teman-teman seperjuangan, khususnya PAI

G angkatan 2012, good luck and success; Someone, thanks for care, spirit, support and

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana dari Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Tidak lupa penulis haturkan sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan, khususnya ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Ucapan terimakasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta dorongan yang sangat besar bagi penulis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku rektor IAIN Salatiga;

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan; 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga;

4. Bapak M. Farid Abdullah S.Pd.I, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan segala ilmu, waktu, tenaga dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dengan kesabaran dan keikhlasan.

(9)

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen beserta karyawan IAIN Salatiga yang telah dengan ikhlas membekali berbagai pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini;

7. Terkhusus untuk kedua orangtuaku tercinta (Muh Ali dan Siti Shoimah) yang telah merawat, membesarkan, mendidik dan mencurahkan kasih sayang kepada penulis.

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya ucapan terimakasih diiringi dengan doa semoga amal kebaikan mereka mendapat balasan dari Allah SWT yang berlipat ganda dan mendapat limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Semoga skripsi yang berjudul: KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PERSPEKTIF AL-QUR‟AN SURAT AL-HUJURAT ini dapat bermanfaat bagi siapa saja.

Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Amin.

Salatiga, 15 Desember 2016

(10)

ABSTRAK

Siti Nur Halimah. 2016. Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat. Skripsi. Salatiga. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2016. Pembimbing: M. Farid Abdullah S.Pd.I. M.Hum.

Kata kunci: Konsep Pendidikan Multikultural

Penelitian ini dilatar belakangi karena keadaan Indonesia yang multikultur. Kekayaan yang dimiliki Indonesia merupakan sumber kekuatan sekaligus sumber potensi timbulnya persoalan. Banyak konflik timbul karena sikap fanatisme, kecintaan terhadap kelompok, dan kurangnya sikap toleransi. Oleh karena itu, pendidikan multikultural dipilih sebagai upaya untuk menemukan solusi yang tidak terlepas dari Al-Qur‟an mengenai konflik yang terjadi karena pendidikan multikultural sangat relevan untuk konteks Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research. Sumber data primer menggunakan Tafsir Al-Mishbah karya M.Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Tafsir Nurul Majid karya Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dan terjemah tafsir Al-Maragi.

Pengumpulan data menggunakan pendekatan kajian tafsir maudlu‟i. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis ayat-ayat yang membicarakan tema yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan multikultural perspektif Al-Qur‟an surat Al-Hujurat dan implementasinya dalam pendidikan Islam di Indonesia.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Definisi Operasional ... 6

F. Kajian Pustaka ... 9

G. Metode Penelitian ... 10

H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 15

BAB II KAJIAN TEORI ... 17

A. Pendidikan Multikultural ... 17

1. Definisi Pendidikan Multikultural... 17

(12)

3. Pendidikan Multikultural di Indonesia ... 25

B. Surat Al-Hujurat ... 28

C. Pandangan Islam tentang Multikultural ... 33

BAB III TAFSIR AL-QUR‟AN SURAT AL-HUJURAT ... 37

A. Redaksi dan Terjemah Q.S Al-Hujurat ayat 11-13 ... 38

B. Asbabun Nuzul ... 39

C. Penafsiran ... 42

1. Penafsiran M Quraish Shihab ... 42

2. Penafsiran M Nasib Ar Rifa‟i ... 48

3. Penafsiran Allamah Kamal Faqih Imani ... 55

4. Penafsiran Al-Maragi ... 61

D. Munasabah ... 67

1. Pengertian Munasabah ... 67

2. Munasabah Surat ... 68

3. Munasabah Ayat ... 69

E. Konsep Pendidikan Multikultural yang terkandung dalam Q.S Al-Hujurat ... 71

BAB IV ANALISIS ... 76

A. Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia ... 76

B. Relevansi Pendidikan Multikultural dengan Pendidikan Islam dan Implementasi Pendidikan Multikultural di Indonesia ... 80

(13)

B. Saran ... 89 C. Penutup ... 90 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara multikultural terbesar di dunia. Negara yang terdiri dari ribuan pulau baik besar maupun kecil dengan jumlah penduduk lebih dari dua ratus juta jiwa ini, terdiri dari tiga ratus suku yang menggunakan hampir dua ratus bahasa yang berbeda-beda. Selain itu juga terdapat beragam agama dan kepercayaan yang dianut seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu serta aliran kepercayaan lainnya (Yaqin, 2005:4).

Al-Qur‟an menjelaskan bahwa umat manusia memiliki kesatuan muasal yaitu dari segumpal darah, seperti yang tercantum dalam QS. Al Alaq ayat 2:

ٍقَلَع ْنِم َناَسْنِْلْا َقَلَخ

(

2

)

“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”

Dalam ayat lain menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan pria dan wanita dari air mani apabila dipancarkan. QS An Najm ayat 45-46:

”Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita dari air

(16)

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa walaupun kita terlahir dengan kondisi yang beraneka ragam baik secara fisik, budaya, ras, suku, agama dan sebagainya, tetapi pada dasarnya manusia berasal dari hal yang sama yaitu dari segumpal darah, dan dari air mani.

Indonesia ditakdirkan menjadi negara yang multi-suku, multi-etnik, multi-agama juga multi-budaya. Kekayaan itu sesungguhnya merupakan potensi dan sumber kekuatan (source of power)bangsa Indonesia. Kekayaan tersebut sekaligus sangat berpotensi menimbulkan berbagai persoalan. Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya konflik dan menumbuhkan sikap kebersamaan, saling menghargai serta menghormati, perlu dilakukan tindakan preventif. Salah satunya dengan cara membangun kesadaran pluralis pada generasi muda melalui pendidikan multikulturalisme. Hal ini sesuai dengan ungkapan Abudin Nata:

Indonesia yang berideologi Pancasila memiliki latar belakang budaya, etnis, paham keagamaan, tingkat ekonomi dan sosial yang amat beraneka ragam. Kondisi pluralitas dan heterogenitas masyarakat di Indonesia yang demikian itu pula pada gilirannya sangat mempengaruhi corak pendidikan manusia (Nata, Tt : 1).

(17)

menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memelihara sejarah dan kebudayaannya.

Salah satu idealitas agama Islam sebagaimana tertulis dalam Al-Qur‟an adalah untuk saling mengenal dan menghormati berbagai budaya, ras, dan agama. Akan tetapi pada kenyataannya saat ini peta dunia diwarnai dengan konflik yang muncul akibat sara. Kesenjangan antara idealitas dan realitas itulah yang perlu dijembatani dengan memberikan pemahaman multikultural dalam proses pendidikan.

Sebagai sebuah konsep, pendidikan multikultural menemukan relevansinya untuk konteks Indonesia. Pendidikan multikultural sejalan

dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang memiliki

pengertian bahwa Indonesia merupakan salah satu bangsa di dunia yang terdiri dari beragam suku, ras, budaya, bahasa, dan agama yang berbeda-beda tetapi dalam kesatuan Indonesia (Haryati, 2009:153).

(18)

Sebenarnya, pendidikan multikultural dengan mengacu pada entitas budaya, telah ada pada diri masing-masing individu, institusi sekolah dan dunia pendidikan pada umumnya. Persoalannya, sejauh mana kesadaran nilai-nilai multikultural pada diri masing-masing individu itu teraktualisasi dalam kehidupannya. Untuk mengaktualisasikan nilai-nilai multikultural menjadi praktik dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan suatu upaya pengkondisian yang mengarah pada situasi tersebut (Nadlir,2013:63).

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana konsep pendidikan multikultural perspektif Al-Qur‟an surat Al-Hujurat dalam tafsir Al-Misbah, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Nurul Majid dan tafsir Al-Maragi?

2. Bagaimanaimplementasi konsep pendidikan multikultural perspektif

Al-Qur‟an surat Al-Hujurat dalam pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan multikultural dalam perspektif Al-Qur‟an surat Al-Hujurat;

2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi konsep pendidikan multikultural Al-Qur‟an surat Al-Hujurat dalam pendidikan di Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

(20)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan multikultural perspektif Al-Qur‟an.

b. Bagi Ilmu Pengetahuan

1) Menambah khazanah keilmuan tentang konsep pendidikan multikultural dalam perspektif Al-Qur‟an;

2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan di bidang tersebut.

c. Bagi Peneliti Berikutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini, antara lain:

1. Pendidikan

Kata pendidikan berasal dari kata “didik”, yang artinya memelihara

(21)

lakuseseorang dan kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan(Poerwadarminta, 1985:250).

Maslikhah (2007:48) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan dan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan pendidik untuk mengubah sikap dan tingkah laku (akhlak) yang dididik menuju ke arah yang lebih baik. Pengertian pendidikan lebih luas dari pengajaran. Karena pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu. Pendidikan bisa diperoleh kapan saja, tentang apa saja dan oleh siapa saja. Sedangkan pengajaran lebih bersifat formal di dalam kelas atau ruangan dan untuk mempelajari tentang materi tertentu.

2. Multikultural

Akar kata multikultural adalah kebudayaan, sedangkan secara bahasa, multikultural terdiri dari kata multi yang berarti banyak, dan kultur yang berarti budaya.

(22)

yang given tetapi merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai dalam suatu komunitas.

Multikultural yaitu keanekaragaman budaya, mencakup keanekaragaman suku, ras, bahasa, agama, dan sebagainya. keanekaragaman tersebut menjadi potensi dan sumber daya kekuatan sekaligus menjadi potensi munculnya berbagai persoalan. Berbagai persoalan tersebut salah satunya karena sikap kecintaan terhadap komunitasnya, sehingga perlu adanya sikap saling menghargai dan menghormati dengan cara membangun kesadaran pluralitas untuk meminimalisir kemungkinan munculnya berbagai persoalan.

3. Al-Qur‟an

(23)

F. Kajian Pustaka

Sebelum penulis meneliti lebih dalam tentang Konsep Pendidikan Multikultural perspektif Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat, penulis berusaha menelaah karya dari hasil beberapa penulis terdahulu yang berhubungan dengan pembahasan ini.

Pertama, dalam skripsi saudara Abu Chanifah NIM 12106022

mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, STAIN Salatiga, dan lulus

tahun 2012 yang berjudul “Multikulturalisme dalam Perspektif Pendidikan

Islam (Telaah Surah Al Anbiya‟ ayat 107 dan Surah Al-Hujurat ayat 9-13)”.

Kesimpulan dari skripsi tersebut yaitu konsep pendidikan multikulturalisme yang ada di Indonesia yaitu pada dasarnya adalah penegakkan akan “Bineka

Tunggal Ika”. Pendidikan multikultural dapat diimplementasikan melalui

pendidikan formal, dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Pendidikan multikultural mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan, baik ras, suku, budaya maupun agama. Pendidikan Islam mempunyai andil dalam upaya transformasi nilai-nilai religius peserta didik. Dalam menghadapi masyarakat yang multikultural, dibutuhkan paradigma pendidikan yang toleran, inklusif dan berorientasi pada kesalehan sosial dengan tidak melupakan kesalehan individual.

Kedua, dalam skripsi saudara Ismail Fuad NIM 104011000181

mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan lulus tahun 2009 yang berjudul “Konsep Pendidikan Multikultural dalam

(24)

pendidikan multikultural dengan pendidikan Islam. Menurutnya, keduanya mendukung terhadap kesetaraan dan persamaan derajat manusia, kelompok manusia, kelompok suku bangsa, kelompok bangsa untuk hidup berdasarkan kebudayaan sendiri secara bebas dan terkendali. Dilihat dari tujuannya, keduanya memiliki tujuan yang sama. Sedangkan dalam implementasinya, pendidikan Islam multikultural dapat diwujudkan tidak hanya dalam ranah pendidikan formal, ia bisa mengambil tempat dalam pendidikan non formal, keluarga, maupun lingkup masyarakat melalui proses yang panjang dan berkesinambungan.

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan multikultural harus diimplementasikan dalam konteks Indonesia, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Pada skripsi yang akan penulis susun yang berkaitan dengan konsep pendidikan multikultural diharapkan mampu memberikan gambaran positif yang belum sempat tercantumkan dalam kedua skripsi di atas.

G. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik untuk sampai pada tujuan penelitian, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku atau

(25)

melalui kajian pustaka dari buku-buku yang relevan dengan pembahasan (Nawawi, 1994:23).

2. Sumber Data

Sumber data yang dijadikan bahan-bahan dalam penelitian ini merupakan sumber data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang dikategorikan sebagai berikut:

a. Sumber data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkanlangsung dari lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau orang yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer ini disebut juga data asli atau baru (Hasan, 2004:19). Yang menjadi sumber primer dalam penelitian ini adalah buku-buku tafsir meliputi Tafsir Al-Mishbah karya M.Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Tafsir Nurul Majid karya Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dan terjemah tafsir Al-Maragi.

b. Sumber data sekunder

(26)

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan. Oleh karena itu teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengumpulan data literer yaitu bahan-bahan pustaka yang kohern dengan objek pembahasan yang dimaksud (Arikunto, 1990:24). Karena obyek dalam penelitian ini adalah ayat Al-Qur‟an, maka penulis menelaah dan memahami ayat-ayat yang dipilih sebagai bahan penelitian. Disamping itu, penulis memilih sumber-sumber lain yang dianggap menunjang terhadap penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

Setelah pengumpulan data selesai, maka data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan analisis dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut (Surahmad, 1990:139).

Menurut Miles & Huberman (1992: 16) analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

a. Reduksi data

(27)

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan di verifikasi.

Dengan reduksi data peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan dalam aneka macam cara yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana.

b. Penyajian data

Penyajian data menurut Miles & Huberman membatasi suatu

“penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi

(28)

c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi

Menurut Miles & Huberman, hal ini hanyalah sebagian dari dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian itu berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengembangkan

“kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk

menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya.

Dalam menganalisis data yang sudah terkumpul digunakan beberapa metode, antara lain:

1) Metode Deduktif

(29)

2) Metode Induktif

Yaitu proses berpikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus atau peristiwa-peristiwa yang konkrit kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa khusus tersebut ditarik generalisasi yang bersifat umum (Sugiyono, 2005:90). Berangkat dari analisa konsep khusus pendidikan multikultural yang terkandung dalam surat Al Hujurat, kemudian konsep tersebut ditarik kesimpulan yang merupakan esensi dari konsep pendidikan multikulturalyang terkandung dalam surat Al Hujurat ayat secara umum.

3) Metode Maudlu‟i

Metode Maudlu‟i adalah metode tafsir yang bermaksud

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat tersebut (Budiharjo, 2012:150)

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi dalam beberapa bab, yaitu:

(30)

Bab II, dalam bab ini berisi tentang kajian teori yang mencakup pengertian pendidikan multikultural, pembahasan mengenai surat Al-Hujuratdan pandangan Islam tentang multikultural.

Bab III, dalam bab ini berisi tentang tafsir Al Qur‟an Surat Al-Hujurat, mencakup redaksi dan terjemah surat Al-Hujurat ayat 11-13; Asbabun Nuzul surat Al-Hujurat ayat 11-13; Penafsiran surat Al-Hujurat ayat 11-13 menurut beberapa buku tafsir; Munasabah surat Al-Hujurat ayat 11-13; serta konsep pendidikan multikultural perspektif Al Qur‟an surat Al-Hujurat ayat.

Bab IV, dalam bab ini berisi tentang analisis konsep pendidikan multikultural dalam surat Al-Hujurat. Mencakup urgensi pendidikan multikultural di Indonesia; dan relevansi pendidikan multikultural dengan pendidikan Islam dan implementasi pendidikan multikulturaldi Indonesia.

(31)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Multikultural

1. Definisi Pendidikan Multikultural

Oleh beberapa ilmuwan, pendidikan multikultural masih diartikan sangat beragam. Belum ada kesepakatan, apakah pendidikan multikultural tersebut berkonotasi pendidikan tentang keragaman budaya, atau pendidikan untuk mengambil sikap agar menghargai keragaman budaya.

Pendidikan dan multikultural memiliki keterkaitan sebagai subjek

dan objek atau „yang diterangkan‟ dan „menerangkan‟, juga esensi dan

(32)

Kamanto Sunarto sebagaimana dikutip Dede Rosyada (2014:3) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan sebagai pendidikan yang menawarkan ragam model untuk keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar menghargai keragaman budaya masyarakat.

Adapun definisi yang diberikan para pakar pendidikan adalah fakta bahwa bangsa Indonesia terdiri dari banyak etnik, dengan keragaman budaya, agama, ras dan bahasa. Indonesia memiliki falsafah berbeda suku, etnik, bahasa, agama dan budaya, tapi memiliki satu tujuan, yakni mewujudkan bangsa Indonesia yang kuat, kokoh, memiliki identitas yang kuat, dihargai oleh bangsa lain, sehingga tercapai cita-cita ideal dari pendiri bangsa sebagai bangsa yang maju, adil, makmur dan sejahtera. Untuk itu seluruh komponen bangsa tanpa membedakan etnik, ras, agama dan budaya, seluruhnya harus bersatu padu, membangun kekuatan di seluruh sektor, sehingga tercapai kemakmuran bersama, memiliki harga diri bangsa yang tinggi dan dihargai oleh bangsa-bangsa lain di dunia (Rosyada, 2014:3).

(33)

multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugrah Tuhan/sunnatullah). Kemudian bagaimana kita mampu mensikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.

Pada prinsipnya pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan. Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan suatu proses dimana setiap kebudayaan bisa melakukan ekspresi. Akan tetapi tidak mudah untuk mendesain pendidikan multikultural secara praksis.

Menurut Said Agil Al Munawar (2005:207) secara sederhana

pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai “pendidikan

untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan dengan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”. Dengan demikian pendidikan multikultural selalu terkait dengan kebudayaan dan kultur lingkungan. Ini berarti pembahasan tentang pendidikan multikultural tak dapat dipisahkan dari budaya dan lingkungan sekitar masyarakat.

Istilah ”pendidikan multikultural” dapat digunakan baik pada

(34)

multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, maka kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti; toleransi; tema-tema tentang perbedaan ethno-kultural, dan agama; bahaya diskriminasi; penyelesaian konflik dan mediasi; HAM; demokratis dan pluralitas; kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan (Al Munawar, 2005: 210).

Baidhawy (2005:6-7) menyimpulkan mengenai pendidikan multikultural. Menurutnya, ada dua istilah penting yang berdekatan secara makna dan merupakan suatu perkembangan yang sinambung,

yakni pendidikan multietnik dan pendidikan multikultural. “Pendidikan

multietnik” sering dipergunakan di dunia pendidikan sebagai suatu usaha

sistematik dan berjenjang dalam rangka menjembatani kelompok-kelompok rasial dan kelompok-kelompok-kelompok-kelompok etnik yang berbeda dan memiliki potensi untuk melahirkan ketegangan dan konflik. Sementara

itu istilah “pendidikan multikultural” memperluas payung pendidikan

multietnik sehingga memasukkan isu-isu lain seperti relasi gender, hubungan antar agama, kelompok kepentingan, kebudayaan dan subkultur, serta bentuk-bentuk lain dari keragaman. Kata “kebudayaan”

lebih diadopsi dalam hal ini daripada “rasisme” sehingga audiens dari

pendidikan multikultural semacam ini akan lebih mudah menerima dan mendengarkan.

(35)

upaya meredefinisi maknanya menjadi perayaan makanan dan festival etnik; bidang ini seringkali mendapatkan kritik karena terpisah dari kritik utama terhadap rasisme dalam dunia pendidikan. Adalah penting menempatkan pendidikan multikultural dalam perjuangan hak-hak sipil demi kebebasan, kekuasaan politik, dan integrasi ekonomi (Baidhawy, 2005:7).

Sebagai sebuah pembaruan, pendidikan agama berwawasan multikultural memiliki karakteristik khusus, meliputi: menanamkan pilar keempat kesadaran pentingnya hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan agama-agama (how to live and work together with others); menyemangati relasi antar manusia dengan spirit kesetaraan dan kesederajatan (modest ang equal), saling percaya (mutual trust),saling memahami (mutual understanding), dan menghargai persamaan, perbedaan dan keunikan agama-agama (respect to similarities, differences, and uniqueness);menyuguhkan suatu jejalin kelindan relasi dan interdependensi

dalam situasi saling mendengar dan menerima perbedaan perspektif agama-agama dalam satu dan lain masalah dengan pkiran terbuka (open mind); suatu kreasi untuk menemukan alan terbaik mengatasi konflik (conflict resolution) antaragama dan menciptakan perdamaian (reconsiliation)melalui

sarana pengampunan (forgiveness) dan tindakan nirkekerasan (non violence) (Baidhawy, 2005:14).

(36)

dan multikultural. Pendidikan semacam ini harus dilihat sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanggulangan konflik etnis agama, radikalisme agama, separatisme, dan disintegrasi bangsa, sedangkan nilai dasar dari konsep pendidikan ini adalah toleransi.

2. Sejarah Multikulturalisme di Indonesia

Sejak presiden Soeharto jatuh dari kekuasaannya, yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut “era reformasi”, kebudayaan Indonesia cenderung mengalami disintegrasi. Krisis moneter, ekonomi dan politik yang bermula sejak akhir 1997, pada gilirannya juga telah mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita. Hal ini semakin merebak seiring dengan kian meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya Barat, khususnya Amerika, sebagai akibat proses globalisasi yang terus tidak terbendung. Hal ini bisa dilihat misalnya, dari semakin merebaknya budaya McDonald, juga makanan instan lainnya serta budaya serba instan.

(37)

dalam teori politik Barat sepanjang dasawarsa 1930-an dan 1940-an,

khususnya wilayah Indonesia dipandang sebagai “lokus klasik” bagi

konsep “masyarakat majemuk/plural” (plural society) yang

diperkenalkan ke dunia Barat oleh JS Furnivall (1994, 1948).

Berhadapan dengan tantangan untuk tidak hanya mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga eksistensi negara-bangsa (nation building) yang mengandung keragaman tersebut, maka para penguasa negara-negara baru ini memiliki kecenderungan kuat untuk melaksanakan politik

“keseragaman budaya” (monokulturalisme atau monoculturality).

Pengalaman Indonesia sejak masa awal kemerdekaan dan masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto memperlihatkan kecenderungan kuat pada penerapan politik monokulturalisme.

Secara restrospektif, politik monokulturalisme atau monokulturalitas yang dilaksanakan pemerintahan orde Baru atas nama stabilitas untuk developmentalism telah mengahancurkan local cultural geniuses, seperti tradisi “pelandong” di Ambon, republik nagari” di

Sumatera Barat dan lain-lain. Padahal tradisi sosio kultural lokal seperti ini merupakan kekayaan kultural yang tidak ternilai harganya bukan hanya bagi masyarakatnya sendiri, tetapi juga bagi masyarakat lain.

(38)

sebagaimana dikutip Mahfud (2006:87) mengatakan bahwa akar sejarah multikulturalisme bisa dilacak secara historis, bahwa sedikitnya selama tiga dasawarsa kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan secara terbuka, rasional dan damai.

Menurut Mahfud (2006:89) ada tiga kelompok sudut pandang yang berkembang dalam menyikapi perbedaan identitas kaitannya dengan konflik yang sering muncul. Pertama, pandangan kaum primordialis. Kelompok ini menganggap bahwa perbedaan genetika, seperti suku dan ras (juga agama), merupakan sumber utama lahirnya benturan kepentingan etnis dan agama.

Kedua, pandangan kaum instrumentalis. Menurut mereka, suku, agama dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar, baik dalam bentuk materiil maupun non-materiil. Konsepsi ini lebih banyak digunakan oleh politisi dan para elit untuk mendapatkan dukungan dari kelompok identitas.

Ketiga, pandangan kaum konstruktivitis, beranggapan bahwa

(39)

mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka, persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah.

3. Pendidikan Multikultural di Indonesia

Hingga saat ini wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk oleh para pakar dan pemerhati pendidikan sekalipun. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda). Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati, justru mungkin akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional (disintegrasi bangsa dan separatisme) (Mahfud,2006:190).

Menurtu Azyumardi Azra sebagaimana dikutip Mahfud (2006:190) mengatakan bahwa pada level nasional, berakhirnya sentralisme

kekuasaan yang pada masa Orde Baru memaksakan ”monokulturalisme”

yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang mengandung implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, juga terjadi peningkatan fenomena/gajala

“provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “etnisitas”.

(40)

hanya disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, bahkan juga disintegrasi politik.

Menurut SAH Al Munawar, pendidikan di Indonesia maupun di negara-negara lain, menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapainya. Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan multikultural yang mencakup revisi isi atau materi pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Revisi pembelajaran seperti di Amerika Serikat merupakan strategi yang paling penting dalam reformasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari perspektif yang lebih beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan intelektual, aktivis dan praktisi pendidikan (Al Munawar, 2005:210).

Di Jepang, aktivis kemanusiaan melakukan advokasi serius untuk merevisi buku sejarah, terutama yang menyangkut peran Jepang pada Perang Dunia II di Asia. Walaupun belum diterima, usaha ini sudah mulai membuka mata sebagian masyarakat akan pentingnya perspektif baru tentang perang, agar tragedi kemanusiaan tidak terulang kembali. Sedangkan di Indonesia masih perlu usaha panjang dalam merevisi buku-buku teks agar mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif warga dari berbagai latar belakang dalam pembentukan Indonesia. Indonesia juga memerlukan pula materi pembelajaran yang

(41)

Model kedua yaitu pendidikan multikultural yang tidak sekedar merevisi materi pembelajaran tetapi melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas. Model ini menunjukkan bagaimana sekolah dianggap sebagai medium yang penting untuk perubahan perspektif siswa dengan harapan akan perubahan masyarakat di masa yang akan datang. Tergantung tujuan dan model penerapan di atas melihat pendidikan multikultural sebagai

“filsafat, metodologi untuk melakukan reformasi pendidikan”, atau

sekedar “satu set substansi pelajaran dengan program pembelajarannya”.

Menurut SAH Al Munawar (2005:212) untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kedua model di atas. Dengan meminjam analisis Gorski, Al Munawar menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah dan proses belajar-mengajar; dan (3) transformasi masyarakat.

(42)

mengintegrasikannya dalam kurikulum yang sudah terlalu sarat dengan berbagai macam indoktrinasi? Persoalan-persoalan ini merupakan tantangan bagi penerapan pendidikan multikultural di Indonesia.

Selain itu, wacana pendidikan multikultural dimungkinkan akan terus berkembang semakin besar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih penting dan diharapkan adalah wacana pendidikan multikultural dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multikultural ini.

B. Surat Al-Hujurat

Surat Al-Hujurat merupakan surat ke 49 dalam Al-Qur‟an, terdiri dari 18 ayat, termasuk juz ke-26, dan diwahyukan di Madinah. Kata hujurat adalah bentuk jamak dari hujrah yang diambil dari ayat ke empat dalam surat ini (Imani,2013:311). Dinamakan Hujurat karena mengungkapkan bahwa seseorang tidak dipandang beradab apabila tidak memuliakan Rasul saw (ash-Shieddiqy,2003:3907).

(43)

Surat ini melengkapi dasar-dasar kesopanan yang tinggi serta menunjukkan manusia kepada pekerti-pekerti utama. Selain itu juga menjelaskan sikap para muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya, bagaimana cara mereka menerima berita-berita (keterangan) dari orang-orang yang tidak dapat dipercaya, dan bagaimana memperlakukan saudara seagama, baik sewaktu mereka berhadapan muka ataupun tidak(Ash-Shieddieqy, 2003:3907).

Aspek hukum yang terkandung dalam surat ini yaitu larangan mengambil keputusan yang menyimpang dari ketetapan Allah dan Rasul-Nya; keharusan meneliti suatu pekabaran yang disampaikan oleh orang fasik; kewajiban mengadakan islah (damai) antara orang muslim yang bersengketa karena orang-orang Islam itu bersaudara; kewajiban mangambil tindakan terhadap golongan kaum muslimin yang bertindak merugikan kaum muslimin yang lain; larangan mencaci, menghina dan sebagainya, larangan buruk sangka; bergunjing dan memfitnah, dan lain-lain. Selain itu, surat ini juga memuat adab sopan santun berbicara dengan Rasulullah saw. Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu sama lain kenal-mengenal; setiap manusia sama di sisi Allah, kelebihan hanya ada pada orang-orang bertaqwa; serta sifat-sifat orang yang benar-benar beriman(Depag, 1986:423).

(44)

1. QS. Al-Hujurat ayat 6

Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Ayat ini mengajarkan kepada manusia agar meneliti kebenaran setiap kabar atau berita yang datang dan tidak mudah menjatuhkan vonis serta selalu mengutamakan klarifikasi (tabayyun).

2. QS. Al Hujurat ayat 9 berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.”

(45)

golongan tersebut dengan adil dan jujur tanpa memihak kepada salah satu golongan, yakni dengan cara membela yang benar dan menghakimi yang salah dengan berdasarkan pada pemahaman duduk permasalahannya.

3. QS. Al-Hujurat ayat 10



Artinya:”orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa semua orang beriman adalah bersaudara. Allah SWT. mengulangi kalimat-Nya untuk mendamaikan antar saudara serta menyeru manusia untuk bertakwa kepada-Nya agar manusia mendapat rahmat-Nya.

4. QS. Al-Hujurat ayat 11







(46)

Dalam ayat tersebut Allah SWT. melarang setiap orang yang beriman saling merendahkan satu sama lain, mencela diri sendiri yakni dengan cara mencela orang lain, serta memanggil orang lain dengan gelar yang buruk. Ayat tersebut juga mengandung perintah Allah SWT. kepada hambanya untuk bertobat.

5. QS. Al-Hujurat ayat 12







Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Ayat tersebut mengandung larangan untuk berprasangka buruk, ghibah atau menggunjing, serta perintah untuk bertakwa kepada Allah SWT. 6. QS. Al-Hujurat ayat 13







(47)

Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya manusia saling mengenal. Bukan dijadikan sebagai dasar untuk saling bermusuhan, karena perbedaan yang ada adalah sebuah anugrah. Ayat ini juga menjelaskan bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang bertakwa kepada Allah SWT.

Ayat-ayat di atas mengisyaratkan mengenai pendidikan multikultural yang relevan dengan konteks kekinian. Dalam hal ini, untuk mempermudah dalam menghafal maka penulis memfokuskan hanya meneliti tiga ayat, yakni ayat 11, 12 dan 13 berdasarkan beberapa buku tafsir.

C. Pandangan Islam tentang Multikultural

Masyarakat menyadari bahwa keberagaman merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari. Tapi pembahasan tentang bagaimana menyikapi multikultural ini masih sering menjadi perdebatan. Bagi sebagian kelompok perbedaan-perbedaan yang ada agar segera dilenyapkan dan perlu adanya upaya untuk penyeragaman. Ada juga yang berpendapat agar perbedaan yang ada itu tetap dipelihara. Perbedaan pandangan dalam menyikapi perbedaan yang ada juga muncul dari beberapa kelompok dalam kehidupan masyarakat muslim, apalagi masyarakat Indonesia yang disusun atas mayoritas masyarakat muslim.

(48)

agama-agama sebelumnya. Islam sangat sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan sebab, melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri adalah bagian horizontal dari pengaplikasian nilai-nilai keislaman. Dalam Islam tidak hanya membahas mengenai norma-norma dan kaidah-kaidah Ilahiyah, tetapi juga nilai-nilai yang berhubungan dengan dasar-dasar kemanusiaan(Al Munawar, 2002: 404). Termasuk di dalamnya pemberian penghormatan setinggi-tingginya terhadap hak-hak yang dimiliki setiap manusia.

Untuk memberikan gambaran tentang pandangan Islam mengenai wawasan multikultural maka dirasa penting untuk mengemukakan berbagai ayat yang berhubungan dengan hal tersebut. Antara lain:

1. Surat Al-Hujurat ayat 13

َّنِإ اوُفَراَعَ تِل َلِئاَبَ قَو ًبًوُعُش ْمُكاَنْلَعَجَو ىَثْ نُأَو ٍرَكَذ ْنِم ْمُكاَنْقَلَخ َّنَِّإ ُساَّنلا اَهُّ يَأ َيَ

ٌيرِبَخ ٌميِلَع ََّللَّا َّنِإ ْمُكاَقْ تَأ َِّللَّا َدْنِع ْمُكَمَرْكَأ

(

13

)

(49)

3. Surat Al-Baqarah ayat 213

Artinya:”Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”(Depag RI, tt:51).

4. Surat Yunus ayat 99

َيِْنِمْؤُم اوُنوُكَي َّتََّح َساَّنلا ُهِرْكُت َتْنَأَفَأ اًعيَِجَ ْمُهُّلُك ِضْرَْلْا ِفِ ْنَم َنَمََلَ َكُّبَر َءاَش ْوَلَو

(

99

)

Artinya:”dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”(Depag RI, tt:322).

5. Surat Al-Baqarah ayat 256

َهاَرْكِإ َلَّ

(50)

akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”(Depag RI, tt:63).

Dari berbagai uraian ayat di atas dapat dipahami bahwa Islam sebagai suatu agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Islam yang dibawa Rasulullah merupakan agama yang mendatangkan rahmat bagi

seluruh alam (Rahmatan lil „alamin). Islam tidak hanya mendatangkan

rahmat bagi pemeluk Islam itu sendiri, namun juga bagi seluruh alam.

Al Qur‟an mengingatkan dengan tegas dalam ayat di atas sebagai

antisipasi kemungkinan timbulnya sikap dan budaya saling mencemooh dan merendahkan antara kelompok yang satu dengan yang lain. Karena tindakan mencemooh dan mengejek, serta merendahkan orang, apalagi kelompok lain, merupakan cikal dan sumber konflik sosial (Abdullah, 2000:77).

Dari berbagai macam ayat di atas yang menunjuk pada perbedaan senantiasa ada pada setiap manusia, sudah jelas bahwa perbedaan merupakan hal yang diakui dalam islam, sedangkan yang dilarang adalah perpecahan. Dengan kata lain, Islam sangat menghargai adanya perbedaan, perbedaan tersebut tidak menjadi api dalam mengobarkan kekerasan, tetapi justru dijadikan sebagai alat untuk saling mengenal lebih dekat.

(51)

Pertama, prinsip plural is usual. Yakni kepercayaan dan praktek

kehidupan bersama yang menandaskan kemajemukan sebagai sesuatu yang lumrah dan tidak perlu diperdebatkan. Keragaman cara berpikir dan cara bertindak umat manusia dalam kontek ruang dan waktu akan terus eksis.

Kedua,Equal is usual, dalam prinsip ini Islam mencoba

memperlihatkan bahwa keragaman itu adalah suatu hal yang biasa. Dan prinsip yang ketiga adalah prinsip sahaja dalam keragaman (modesty in diversity). Bersikap dewasa dalam merespon keragaman.Yakni sikap

moderat yang menjamin kearifan berpikir dan bertindak, jauh dari fanatisme yang sering melegitimasi penggunaan instrumen kekerasan.

(52)

BAB III

TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL-HUJURAT

A. Redaksi dan TerjemahAl Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 11-13

ٍءاَسِن ْنِم ٌءاَسِن َلََّو ْمُهْ نِم اًرْ يَخ اوُنوُكَي ْنَأ ىَسَع ٍمْوَ ق ْنِم ٌمْوَ ق ْرَخْسَي َلَّ اوُنَمَآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ َيَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang seburuk-buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang yang zalim(11). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena

(53)

B. Asbabun Nuzul

1. Pengertian Asbabun Nuzul

Al Qur‟an diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur dalam masa

22 tahun 2 bulan 22 hari, yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan peristiwa yang terjadi pada masa Nabi saw. (Mahali,

1989: XI). Suatu peristiwa yang karenanya Al Qur‟an diturunkan untuk

menerangkan status hukum pada saat terjadinya, baik itu berupa peristiwa ataupun pertanyaan, disebut asbabun nuzul (al-Qattan, 2001:110).

Menurut Az-Zarqani, asbabun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan satu ayat atau beberapa ayat diturunkan untuk membicarakan sebab atau menjelaskan hukum sebab tersebut pada masa terjadinya sebab itu(Az-Zarqani, 2001:95).

Sedangkan Hasbi Ash-Shiddieqy (1980:78) mendefinisikannya sebagai kejadian yang karenanya diturunkan Al-Qur‟an untuk menerangkan hukumnya di hari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana yang di salam suasana itu Al-Qur‟an diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmat.

Dari beberapa definisi dan pengertian asbabun nuzul di atas dapat dipahami bahwa latar belakang turunnya ayat ataupun beberapa ayat

Al-Qur‟an dikarenakan adanya suatu peristiwa tertentu dan pertanyaan yang

(54)

Al Qur‟an diturunkan melalui sebab musabab (Asbabun Nuzul),

tetapi tidak semua ayat yang terdapat di Al Qur‟an memiliki Asbabun Nuzul. Demikian juga dengan surat Al-Hujurat. Berikut ini akan

dipaparkan beberapa sebab turunnya ayat surat Al-Hujurat dan tidak semuanya memiliki Asbabun Nuzul. Karena ayat tertentu saja yang memiliki peristiwa turunnya ayat.

2. Asbabun Nuzul QS. Al-Hujurat Ayat 11

Ada beberapa versi yang menjelaskan tentang sebab turunnya ayat ini. Pertama, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang laki-laki mempunyai dua atau tiga nama, dan dipanggil dengan nama tertentu agar orang itu tidak senang dengan panggilan itu. Ayat ini turun sebagai larangan untuk menggelari orang dengan nama-nama yang tidak menyenangkan(Shaleh, 1990:473)

Kedua, dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nama-nama gelaran di zaman jahiliyah sangat banyak. Ketika Nabi saw. memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada nabi bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat ini yang melarang memanggil orang dengan gelaran yang tidak disukainya.

Ketiga, dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Bani Salamah. Ketika Nabi saw. tiba di Madinah orang-orang mempunyai dua atau tiga nama. Apabila Rasulullah memanggil seseorang yang disebutnya dengan salah satu nama itu tetapi

(55)

panggilan itu”. Ayat “wala tana bazu bil alqab” turun sebagai larangan

memanggil orang dengan sebutan yang tidak disukainya(Shaleh, 1990:474).

3. Asbabun Nuzul QS. Al-Hujurat ayat 12

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman al-Farisi yang apabila selesai makan ia terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang mempergunjingkan perbuatannya itu. Maka turunlah ayat ini yang melarang seseorang mengumpat menceritakan keaiban orang lain(Shaleh, 1990:474).

4. Ababun Nuzul QS. Al-Hujurat ayat 13

Ada dua versi yang menyatakan sebab turunnya QS Al-Hujurat ayat 13. Pertama dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika fathu

Makkah, Bilal naik ke atas Ka‟bah untuk adzan. Berkatalah beberapa

orang: “Apakah pantas budak hitam ini adzan di atas Ka‟bah?” maka

berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti

Allah akan menggantinya”. Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa

dalam Islam tidak ada diskriminasi, dan yang paling mulia adalah yang paling bertakwa(Shaleh, 1990:475).

Kedua, diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Hindin akan dikawinkan oleh Rasulullahkepada seorang wanita Bani

Bayadlah. Bani Bayadlah berkata: “Wahai Rasulullah pantaskah kalau

(56)

ini turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dengan orang merdeka(Shaleh, 1990:475).

Ayat-ayat di atas menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi daripada yang lain, bukan saja antara satu bangsa, suku, atau warna kulit dan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka. Karena kalaulah seandainya ada yang berkata bahwa Hawwa, yang perempuan itu bersumber daripada tulang rusuk Adam, sedang Adam adalah laki-laki, dan sumber sesuatu lebih tinggi derajatnya dari cabangnya, sekali lagi seandainya ada yang berkata demikian itu hanya khusus terhadap Adam dan Hawwa, tidak terhadap semua manusia karena manusia selain mereka kecuali Isa, lahir akibat percampuran laki-laki dan perempuan(Shihab, 2003:616).

C. Penafsiran Al Qur’an Surat Al-Hujurat menurut Beberapa Tasir

1. Model Penafsiran M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah

Berikut ini tafsir mengenai surat Al-hujurat ayat 11-13 dalam kitab Al-Mishbah.

ٌءاَسِن َلََّو ْمُهْ نِم اًرْ يَخ اوُنوُكَي ْنَأ ىَسَع ٍمْوَ ق ْنِم ٌمْوَ ق ْرَخْسَي َلَّ اوُنَمَآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ َيَ

ِباَقْلَْلِْبً اوُزَ باَنَ ت َلََّو ْمُكَسُفْ نَأ اوُزِمْلَ ت َلََّو َّنُهْ نِم اًرْ يَخ َّنُكَي ْنَأ ىَسَع ٍءاَسِن ْنِم

َنوُمِلاَّظلا ُمُى َكِئَلوُأَف ْبُتَ ي َْلَ ْنَمَو ِناَيمِْلْا َدْعَ ب ُقوُسُفْلا ُمْس ِلَّا َسْئِب

(

11

)

(57)

wanita-wanita terhadap wanita-wanita lain, boleh jadi mereka lebih baik dari mereka. Dan janganlah kamu mengejek diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah kefasikan sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim(11).

Allah berfirman memanggil kaum beriman dengan panggilan mesra: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum, yakni kelompok pria, mengolok-olok kaum kelompok pria yang lain karena hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian - walau yang diolok-olokan kaum yang lemah - apalagi boleh jadi mereka yang diolok-olokkan itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok. Dan jangan pula wanita-wanita,

yakni mengolok-olok, terhadap wanita-wanita lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antar-mereka, apalagi boleh jadi mereka, yakni wanita-wanita yang diperolok-olokkan itu, lebih baik dari

mereka, yakni wanita yang mengolok-olok itu, dan janganlah kamu mengejek siapapun – secara sembunyi-sembunyi – dengan ucapan, perbuatan, atau isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai

buruk oleh yang kamu panggil baik kamu yang menciptakan gelarnya

(58)

َلََّو اوُسَّسََتَ َلََّو ٌْثِْإ ِّنَّظلا َضْعَ ب َّنِإ ِّنَّظلا َنِم اًيرِثَك اوُبِنَتْجا اوُنَمَآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ َيَ

ََّللَّا اوُقَّ تاَو ُهوُمُتْىِرَكَف اًتْ يَم ِويِخَأ َمَْلْ َلُكَْيَ ْنَأ ْمُكُدَحَأ ُّبُِيَُأ اًضْعَ ب ْمُكُضْعَ ب ْبَتْغَ ي

ٌميِحَر ٌباَّوَ ت ََّللَّا َّنِإ

(

12

)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari dugaan, sesungguhnya dugaan adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain serta jangan sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka kamu telah jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Ayat tersebut menyatakan: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dengan upaya sungguh-sungguh banyak dari dugaan, yakni prasangka buruk terhadap manusia yang tidak memiliki indikator itu,

adalah dosa. Tidak jarang prasangka buruk mengundang upaya mencari

tahu, maka ayat di atas melanjutkan bahwa: dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain yang justru ditutupi oleh pelakunya

serta jangan juga melangkah lebih luas, yakni sebaagian kamu

menggunjing, yakni membicarakan aib sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah

(59)

atas kesalahan, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang(Shihab, 2001: 609).

Ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir dihadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh orang yang bersangkutan. Jika keburukan yang disebut itu tidak disandang oleh yang bersangkutan, ia dinamai buhtaan atau kebohongan besar. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa, walaupun keburukan yang diungkap oleh penggunjing tadi memang disandang oleh objek ghibah, ia tetap terlarang. Memang, pakar-pakar hukum membenarkan ghibah untuk sekian banyak alasan antara lain:

a. Meminta fatwa, yakni seorang yang bertanya tentang hukum dengan menyebut kasus tertentu dengan memberi contoh. Ini seperti halnya seorang wanita yang bernama Hind meminta fatwa Nabi menyangkut suaminya, yakni Abu Sufyan, dengan menyebut kekikirannya. Yakni apakah sang istri boleh mengambil uang suaminya tanpa sepengetahuan sang suami?

b. Menyebut keburukan seseorang yang memang tidak segan menampakkan keburukannya di hadapan umum. Seperti menyebut si A adalah pemabuk karena memang dia sering minum dihadapan umum dan mabuk.

(60)

d. Menyampaikan leburukan seseorang kepada siapa yang sangat membutuhkan informasi tentang yang bersangkutan, misalnya dalam konteks menerima lamarannya.

e. Memperkenalkan seseorang yang tidak dapat dikenal kecuali dengan

menyebut aib/kekurangannya. Misalnya “Si A yang buta sebelah itu”

(Shihab, 2002:611).

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa - bangsa juga bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(13)

Ayat ini beralih kepada uraian tentang prinsip dasar hubungan antar-manusia. Allah berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Yakni

Adam dan Hawwa, atau dari sperma (benih laki-laki) dan ovum (indung telur perempuan), serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa juga bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal yang mengantar kamu

untuk bantu-membantu serta saling melengkapi, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di

antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

(61)

Penggalan ayat sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan adalahpengantar untuk

menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan yang lain. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan terakhir ayat ini yakni “sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu

di sisi Allah ialah yang paling bertakwa”. Karena itu, berusahalah untuk

meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah(Shihab, 2001:616).

Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu, ayat diatas menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup(Shihab, 2002:617).

(62)

2. Model Penafsiran Muhamad Nasib Ar Rifa’i dalam ringkasan Ibnu

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”(QS.Al-Hujurat:11)

Allah swt melarang kita mengejek dan menghina orang lain, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hadits sahih bahwa Rasulullah saw bersabda,

kesombongan itu adalah mencampakkan kebenaran dan

menghinakan manusia

Kesombongan ini hukumnya haram. Boleh jadi, orang dihina itu kedudukannya lebih mulia di sisi Allah. Itulah sebabnya Allah swt

berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka diolok-mengolok-olokkan itu

lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan itu. Dan jangan pula

(63)

yang diperolok-olokkan itu lebih baik dari wanita yang

memperolok-olokkan.” Ayat ini merupakan larangan bagi laki-laki dan wanita.

مكسفنأ اوزملت لَّو

Kalimat ini seperti firman-Nya “janganlah kamu mencela diri kamu sendiri” (an-Nisa:29). Maksudnya ialah janganlah satu sama lain saling membunuh. Sedangkan, maksud penggalan di atas ialah janganlah satu sama lain saling mencela dengan perkataan. Al-hamz adalah mencela dengan perbuatan, sedangkan al-lamz adalah mencela dengan perkataan. Hal itu dilakukan untuk menghina orang lain dan berbuat sewenang-wenang terhadap mereka. Dan, mengadu domba manusia termasuk mencela lewat perkataan (Ar-Rifa‟i, 2000:430).

باقللْبً اوزبانت لَّو

Yaitu, janganlah kalian memanggil sebagian kalian dengan sebutan yang buruk yang tidak enak bila didengar oleh seseorang. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Abu Jubairah bin Dhahhak

mengatakan “ayat ini, dan janganlah kamu panggil memanggil dengan

gelar yang buruk diturunkan berkenaan dengan kami, Bani Salamah.

Perawi mengatakan, „Rasulullah saw sampai di kota Madinah dan tidak

ada seseorangpun di antara kami melainkan dia mempunyai dua atau tiga nama. Maka bila beliau memanggil seseorang dengan salah satu namanya, maka orang-orang mengatakan, „Ya Rasulullah, dia marah jika

(64)

panggil-memanggil dengan gelar yang buruk.”. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud (Ar-Rifa‟i, 2000:430).

نايملْا دعب قوسفلا مسلَّا سئب

Yaitu, sejelek-jelek sifat dan nama ialah yang buruk, yaitu saling memanggil dengan sebutan yang buruk, sebagaimana sifat-menyifati yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah, setelah kalian masuk Islam dan kamu memahami keburukannya, “Dan barangsiapa yang tidak bertobat”

dari kelakuan ini, “maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

َلََّو اوُسَّسََتَ َلََّو ٌْثِْإ ِّنَّظلا َضْعَ ب َّنِإ ِّنَّظلا َنِم اًيرِثَك اوُبِنَتْجا اوُنَمَآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ َيَ

ََّللَّا اوُقَّ تاَو ُهوُمُتْىِرَكَف اًتْ يَم ِويِخَأ َمَْلْ َلُكَْيَ ْنَأ ْمُكُدَحَأ ُّبُِيَُأ اًضْعَ ب ْمُكُضْعَ ب ْبَتْغَ ي

ٌميِحَر ٌباَّوَ ت ََّللَّا َّنِإ

(

12

)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat.12)

(65)

ِثْيِدَْلْا ُبَذْكأ َّنَّظلا َّنِ َف َّنَّظلاو ْمُكَّيَإ

“Jauhilah berprasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta. Janganlah kamu meneliti rahasia orang lain, mencuri dengar, bersaing yang tidak baik, saling mendengki, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian ini sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (riwayat Bukhari Muslim dan Abu Dawud) (Ar-Rifa‟i, 2000:432).



Yakni, satu sama lain saling mencari-cari kesalahan masing-masing. Dan istilah tajassasu biasanya digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berarti jelek. Dari kata itu pula lahir istilah jasus (mata-mata). Adapun pengertian tajassus biasanya digunakan untuk sesuatu yang baik. Seperti firman Allah SWT ketika menceritakan tentang

Ya‟qub a.s. yaitu, “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita

tentang Yusuf dan saudaranya...” Akan tetapi terkadang kedua istilah ini

digunakan untuk menunjukkan hal yang jelek, sebagaimana yang terdapat di dalam hadis di atas(Ar-Rifa‟i, 2000:432).



Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sidik ragam berat kering akar tanaman sorgum menunjukkan bahwa faktor kompos dan interaksi perlakuan kompos dengan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap

(1) Kreditur pemegang hipotek atau pemegang gadai dimaksud dalam pasal yang latu, wajib melaksanakan tuntutannya sebelum lewat waktu dua bulan, terhitung dari

Topologi jaringan penyiaran televisi digital pada umumnya dijelaskan pada gambar 3, sinyal televisi yang dipancarkan dari antena pemancar akan diterima oleh antena

125 informasi ngeunaan tugasna nu geus dilaksanakeun sarta jadi bahan obsérvasi pikeun mikanyaho kahontal henteuna tujuan atikan katut pangajaran anu geus

PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SUBTEMA 4 KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA MENGACU KURIKULUM SD 2013

2017/2018 memiliki pengetahuan tentang sastra dan minat membaca karya sastra yang memiliki hubungan positif secara signifikan dengan kemampuan mengapresiasi karya

Keuntungan mengetahui pola sekuens, tidak hanya membantu proses identifikasi forensik tetapi juga dalam bidang antropologi dan arkeologi oleh karena perbedaan posisi

Dari kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa siswa mengalami kesalahan dalam menentukan apa yang diketahui, penyebab kesalahan siswa melakukan kesalahan