• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Miopia 2.1.1. Definisi - Gambaran Faktor Risiko yang Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Miopia 2.1.1. Definisi - Gambaran Faktor Risiko yang Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Miopia 2.1.1. Definisi

Menurut Dorland (2002), miopia adalah kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina, sebagai akibat bola mata yang terlalu panjang dari depan ke belakang (axial miopia) atau peningkatan kekuatan daya refraksi media mata (index miopia). Disebut juga nearsightedness, karena titik dekatnya kurang jauh dibandingkan pada emetropia, dengan amplitudo akomodasi yang sama.

Menurut Ilyas (2006), miopia atau penglihatan dekat adalah cacat mata yang disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata terlalu panjang sehingga bayang-bayang dari benda yang jaraknya jauh akan jatuh di depan retina. Pada miopia, orang tidak dapat melihat benda yang jauh, mereka hanya dapat melihat benda yang jaraknya dekat. Untuk cacat seperti ini orang tersebut dapat dibantu dengan lensa cekung (negatif).

Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini disebabka n sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata yang terlalu panjang, miopia aksial atau sumbu (Ilyas, 2009).

(2)

Gambar 2.1.Penglihatan Normal dan Penglihatan Miopia

2.1.2. Epidemiologi

(3)

Dari survei yang dilakukan terhadap 2.268 anak berusia 7 -13 tahun yang diperiksa dari 23 sekolah dasar (SD) di Yo gyakarta, kejadian miopia (rabun jauh) pada anak usia sekolah dasar di Yogyakarta yaitu 8,29% dengan prevalensi di kota dan di desa masing -masing 9,49% dan 6,87%. Penelitian lain juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi miopia seiring bertambahnya us ia. Prevalensi miopia pada anak -anak berusia 7-8 tahun adalah 17,93%, sedangkan anak usia 14-15 tahun prevalensinya adalah 26,47%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa usia anak sekolah merupakan kelompok risiko tinggi untuk kelainan refraksi terutama mio pia (Tiharyo, Gunawan, dan Suhardjo, 2008).

2.1.3. Etiologi dan Patogenesis 2.1.3.1. Etiologi

Menurut Ilyas (2006) miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk panjangnya bola mata akibat :

1. Kornea terlalu cembung

2. Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan dibiaskan kuat

3. Bola mata terlalu panjang

Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar (Ilyas, 2006).

(4)

Tabel 2.1.Jenis-jenis Miopia dan Etiologinya

Jenis-jenis miopia Etiologi-etiologi

Miopia Sederhana Keturunan/warisan

Sering bekerja dengan jarak melihat yang dekat

Idiopatik

Miopia Nokturnal Akomodasi untuk fokus gelap yang signifikan

Pseudomiopia Kelainan akomodasi

Axoforia tahap tinggi Agen kolinergik agonis

Miopia Degeneratif Keturunan/warisan

Retinopati akibat prematuritas

Gangguan pada hantaran cahaya melalui media okular

Idiopatik

Miopia Didapat Katarak nuclear yang berhubungan

dengan usia

Terpapar sulfonamida dan agen farmaseutikal yang lain

Variasi yang signifikan pada kadar gula dalam darah

Faktor Keturunan

Penelitian ginekologis telah memberikan banyak bukti bahwa faktor keturunan merupakan faktor etiologi utama terjadinya miopia patologi. Cara transmisi dari miopia patologi adalah autosomalresesif, autosomal dominan, sex linked dan derajat miopia yang diturunkan.

Faktor Perkembangan

(5)

kongenital adalah hipertensi sistemik, toksemia dan penyakit retina. Faktor lain yang dianggap berhubungan dengan miopia adalah kelahiran prematur yakni berat badan lahir kurang dari 2.500 gr. Brain menyebutkan bahwa hal ini berkaitan dengan defek mesodermal yang berkaitan dengan prematuritas.

2.1.3.2. Patogenesis Menurut Duke Elder S

Berbagai teori dikemukakan mengenai terjadinya miopia degeneratif, tetapi ada dua teori pokok yang saling bertentangan, yaitu :

i. Teori Mekanik

Timbul pada abad ke-19, yang mengatakan bahwa terjadinya miopia tinggi disebabkan karena peregangan sklera. Peregangan ini dapat terjadi pada sklera yang normal ataupun yang sudah lemah.

Adanya konvergensi yang berlebihan, akomodasi yang terus -menerus dan kontraksi muskulus orbi kularis okuli akan mengakibatkan tekanan intra okuler meningkat yang selanjutnya menimbulkan peregangan sklera. Selain itu pada akomodasi dimana terjadi kontraksi muskulus siliaris akan menarik koroid, sehingga menyebabkan atropi. Konvergensi pada posisi b ola mata ke arah inferior pada waktu membaca menyebabkan pole posteriortertarik oleh nervus optikus.

Perlemahan sklera diduga juga menjadi penyebab membesarnya bola mata. Perlemahan ini dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu :

 Kongesti sklera  Inflamasi sklera  Malnutrisi  Endokrin  Keadaan umum  Skleromalasia

(6)

ii. Teori Biologi

Teori ini timbul setelah pengamatan bahwa miop ia aksial adalahherediter, penipisan bola mata hanya di daerah pole posterior, degenerasi retina terjadi sekunder setelah atrofi koroid dan adanya perubahan -perubahan atrofi yang tidak sesuai dengan besarnya pemanjangan bola mata.

Vogt mengatakan bahwa fa ktor timbulnya miopia terdapat pada jaringan ektodermal yaitu retina, sedangkan jaringan mesodermal disekitarnya tetap normal. Retina tumbuh lebih menonjol dibanding dengan koroid dan sklera. Pertumbuhan retina yang abnormal ini diikuti dengan penipisan sk lera dan peregangan koroid. Koroid yang peka terhadap regangan akan menjadi atrofi. Seperti diketahui pertumbuhan sklera berhenti pada janin berusia 5 bulan sedangkan bagian posterior retina masih tumbuh terus sehingga bagian posterior sklera menjadi paling tipis.

Menurut David A. Goss

Faktor utama dari miopia ini adalah peningkatan panjang aksial bola mata, yang disebabkan oleh penurunan kuantitas dan perubahan karakteristik anatomi dari jaringan kolagen sklera. Sklera merupakan jaringan penyokong utama d ari segmen posterior. Dalam keadaan normal tersusun dari ikatan serabut kolagen yang padat. Ikatan-ikatan tersebut terdiri dari pita -pita lebar dan teranyam.

Nikolaev mengatakan bahwa pada miopia yang tinggi diameter serabut kolagen sklera mengalami penurunan. Curtin menyebutkan bahwa pada orang dengan derajat miopia tinggi akan mengalami penurunan kuantitas dan kualitas dari serabut kolagen sklera yang berupa sudut ikatan antara serabut kolagen sklera melebar dan anyamannya kurang terpola. Perubahan -perubahan ini dijumpai pada kutub posterior sehingga akan menyebabkan regangan dan penipisan pada sklera yang akhirnya menambah panjang aksial bola mata (Widodo dan Prillia, 2007).

2.1.4. Klasifikasi

Menurut Ilyas (2010) dikenal beberapa bentuk miopia seperti :

(7)

sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.

b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1 -3 dioptri b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3 -6 dioptri

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

b. Miopia progresif, miopia yang bertamb ah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata

c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.

MenurutAmerican Optometric Association (2006), miopia terbagi dalam : Tabel 2.2. Sistem klasifikasi Miopia

Klasifikasi Tipe Jenis-jenis Miopia

Klinikal Entity Miopia Sederhana

Miopia nokturnal Pseudomiopia Miopia Degeneratif Miopia Didapat

Derajat Miopia ringan (<3.00 D)

Miopia sedang (3.00 D-6.00 D) Miopia berat (>6.00 D)

(8)

Miopia pada anak-anak (<20 tahun) Miopia pada dewasa muda (20 -40 tahun)

Miopia pada dewasa tua (>40 tahun)

2.1.5. Faktor Risiko

Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia, yaitu berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan gizi (Ilyas, 2006).

2.1.5.1. Faktor Herediter atau Keturunan

Faktor risiko terpenting pada pengembangan miopia sederhana adalah riwayat keluarga miopia. Beberapa penelitian menunjukan 33 -60% prevalensi miopia pada anakanak yang kedua orang tuanya memiliki miopia, sedangkan pada anak anak yang salah satu orang tuanya memiliki miopia, prevalensinya adalah 23 -40%. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa ketika orang tua tidak memiliki miopia, hanya 6-15% anak-anak yang memiliki miopia (White, 2005). Penelitian yang dilakukan Gwiazda dan kawan -kawan melaporkan anak yang mempunyai orang tua miopia cenderung mempun yai panjang aksial bola mata lebih panjang di banding anak dengan orang tua tanpa miopia. Sehingga anak dengan orang tua yang menderita miopia cenderung menjadi miopia dikemudian hari (Jurnal Oftalmologi Indonesia, 2008). Indeks heritabilitas yang tinggi d itemukan dalam studi terhadap anak kembar yaitu dari 75% sampai 94%. Studi dengan jumlah sampel yang besar pada kembar yang monozigot dan dizigot indeks heritabilitasnya diestimasikan sekitar 77% (Myrowitz, 2012).

(9)

dampak dari tingginya miopia akibat keturunan dan hubungannya dengan tingkat keparahan serta awal mula timbulnya miopia (White, 2005).

2.1.5.2. Faktor Lingkungan

Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak dibuktikan sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal ini telah ditemukan, misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka perkembangan miopia pada sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja terutama pada pekerjaan dengan jarak pandang yang dekat secara intensive. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat mempengaruhi terjadinya miopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit, mekani k, pengacara, guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain (White, 2005).

Selain itu, faktor yang diketahui dapat mempengaruhi miopia adalah pendidikan. Beberapa penelitian secara konsisten menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tingkat pendid ikan dan kejadian miopia. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi risiko untuk terjadinya miopia. Goldschmidt melaporkan bahwa angka kejadian miopia pada mahasiswa di Hong Kong dan Taiwan lebih dari 90% dengan derajat miopia rata -rata 4-5 D (White, 2005).

Identifikasi hubungan antara miopia dengan near-working, dengan cara menghubungkan miopia dengan intelektualitas sangatlah rumit. Penelitian oleh Saw et al’s di Singapore menyebutkan bahwa mereka yang memiliki derajat

(10)

televisi, komputer, video game dan lain -lain, secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan aktivitas melihat dekat (Tiharyo, Gunawan, dan Suhardjo, 2008).

Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia. Adapun sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel, pisang, pepaya, jeruk, buah merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada sayuran dan buah tersebut memiliki kandungan beta karoten yang tinggi, yang nantinya akan dikonversikan menjadi vitamin A (retinol) untuk tubuh(Lubis, Siti Mahreni Insani, 2010).

2.1.6. Gejala dan Tanda 2.1.6.1. Gejala Klinis

Gejala klinis pada miopia antara lain adalah :

1. Menurunnya penglihatan bahkan d engan koreksi refraksi

2. Penderita merasa tidak nyaman ketika menggunakan lensa koreksi, dimana kacamata untuk miopia tinggi biasanya berat dengan distorsi yang bermakna ditepi lensa, lapang pandangan juga terbatas

3. Dijumpai degenerasi vitreus, dimana vitreus ini lebih cair dan mempunyai prevalensi yang tinggi untuk pelepasan vitreus posterior (PVD)

2.1.6.2. Tanda-tanda 1. Status refraksi

(11)

2. Status okulomotor

Banyak penderita dengan miopia patologi mengalami strabismus atau nistagmus. Nistagmus biasanya menetap walaupun dilakukan koreksi kesalahan refraksinya.

3. Segmen anterior

Pada sebagian besar penderita, mata akan menjadi lebih besar, kornea akan lebih datar dan tipis, pupil akan mengalami dilatasi, bilik mata depan akan lebih dalam. Banyak penderita akan mengalami sklera yang transfusen dan tampak biru. Badan siliaris biasanya terletak lebih posterior, lebih panjang, datar dan atrofi.

4. Lensa

Prevalensi katarak pada miopia adalah dua kali lipat dari populasi normal, dan terjadi pada usia-usia awal, umumnya nuklear a tau subkapsuler.

5. Vitreus

Vitreus mengalami degenerasi dan pencairan. Semakin tua penderita, semakin tinggi derajat miopia, semakin besar derajat keparahan degenerasi vitreus. Degenerasi vitreus ini menghasilkan filamen -filamen vitreus yang tampak sebagai vitreus floaters. Pencairan vitreus menyebabkan terjadinya posterior vitreus detachment (PVD).

Perubahan-perubahan pada vitreus ini meningkatkan prevalensi terjadinya retinal tears, retinal haemorrhages, retinal detachment. Kelainan-kelainan ini sering terjadi di area supero temporal retina.

6. Perubahan pada diskus optikus

(12)

7. Perubahan pada retina perifer

Elemen-elemen retina mengalami proses peregangan dan menurut suplai darah, arteri vena retina. Tampak lebih lurus, retina akan mengalami penipisan. Epitel pigmen retina, akan mengalami penipisan, pigmen -pigmen menggumpal dan bergerak ke innerlayer retina. Semua perubahan tersebut disebut lattice degeneration.

8. Sklera

Karena sklera tidak memberikan dukungan yang memadai bagi bola mata pada miopia, mata memanjang kearah posterior dan semua lapisan bola mata pada kutub posterior mengalami perubahan degeneratif yang semakin bertambah seiring berjalannya waktu, salah satu yang terjadi adalah staf iloma posterior. Ini biasanya berkembang antara usia 9 sampai dengan 26 tahun.

9. Koroid

Perubahan pada koroid terutama terjadi pada fase lanjut. Proses yang pasti dari degenerasi dan atrofi koroid masih belum diketahui, tetapi hal ini terkait dengan pemanjangan aksial mata.

10. Perubahan pada area makula

(13)

2.1.7. Diagnosis dan Pemeriksaan 2.1.7.1. Diagnosis

Untuk menegakan diagnosa pada pasien miopia, dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu: Riwayat pasien, Pemeriksaan klinis dan Pemeriksaan tambahan. Riwayat pasien

Komponen utama dari riwayat pasien yaitu identifikasi masalah dan keluhan -keluhan utama seperti -keluhan visual, okular, dan riwayat kesehatan umum pasien, riwayat keluarga dan perkembangan, dan alergi obat -obatan.

i. Miopia sederhana

Gejala yang terdapat pada miopia sederhana yaitu penglihatan yang tidak jelas atau kabur. Dalam hal ini pemeriksa harus menanyakan apakah penglihatan yang tidak jelas tersebut menetap atau hanya sementara. Klinisi harus menyadari bahwa pada miopia pada anak -anak sulit didiagnosa karena anak-anak sulit menyampaikan penglihatan yang kabur. ii. Miopia nokturnal

Gejala utama pada miopia nokturnal adalah penglihatan kabur pada jarak yang jauh dengan pencahayaan yang redup. Pasien mungkin mengeluhkan sulit untuk melihat rambu -rambu lalu lintas saat berkendara pada malam hari.

iii. Pseudomiopia

Pandangan kabur yang bersifat sementara, terutama setelah bekerja dalam jarak dekat, mungkin di indikasikan adanya daya akomodasi yang tidak adekuat atau pseudomiopia.

iv. Miopia degeneratif

(14)

v. Miopia yang didapat

Pasien dengan miopia yang didapat juga melaporkan pandangan kabur. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien tergantung pada penyebab terjadinya miopia tersebut. Misalnya, pupil yang konstriksi ketika penyebab dari miopia didapat adalah terpapar oleh agen agonis kolinergik (American Optometric Association, 2006).

2.1.7.2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Dalam melakukan pemeriksaan refraksi ada 2 cara, yaitu : 1. Refraksi subjektif

Memeriksa kelainan pembiasan mata pasien dengan memperlihatkan kartu lihat jauh dan memasang l ensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan bersama pasien.

2. Refraksi Objektif

Melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata pasien dengan alat tertentu tanpa perlunya kerjasama dengan pasien.

Pemeriksaan objektif dipakai alat :

 Refrationometer apa yang diseb ut pemeriksaan dengan komputer  Streak retinoskopi

Pemeriksaan refraksi subjektif

Pada pemeriksaan subjektif diperlukan hubungan atau komunikasi yang baik antara pemeriksa dengan pasien. Dalam pemeriksaan ini, optotype diletakan sejauh 5 atau 6 pasien yan g akan diperiksa karena pada jarak 5 meter sinar -sinar datang dianggap merupakan sinar sejajar dan pasien yang diperiksa matanya dalam keadaan istirahat atau tidak berakomodasi. Keadaan penerangan dalam ruang pemeriksaan tidak terlalu cerah. Dilihat kontra s kartu Snellen cukup baik. Mata yang biasa diperiksa terlebih dahulu adalah mata kanan.

(15)

b. Dilihat apakah titik tengah terletak tepat di depan mata

c. Pasang penutup (occluder) pada mata yang tidak diperiksa (mata kiri)

d. Catat tajam penglihatan mata yang dibuka Untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan khusus untuk miopia. Miopia

Selanjutnya pada mata miopia dilakukan pemeriksaan berikut :

1. Bila penglihatan kurang dari 6/6 diletakan lensa pada bagian ka ca mata coba-coba dengan kekuatan S +0,5 atau S -0,5.

2. Ditanyakan dengan lensa mana yang terlihat lebih jelas. Tajam penglihatan dapat lebih kurang dari 6/10 sehingga penambahan lensa diberikan yang lebih berat.

3. Penambahan lensa lanjut, bila lebih terang de ngan lensa S - 0,5 maka pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan lensa S – yang dinaikan perlahan sehingga terdapat penglihatan yang paling jelas.

4. Lensa ditambahkan perlahan sampai tajam penglihatan maksimal.

Resep kaca mata yang diberikan adalah lensa neg atif yang paling tidak berat. Pemeriksaan miopia pada anak diperlukan rujukan berikut :

1. Pemeriksaan dengan sikloplegik harus dilakukan pada pemeriksaan mata anak, anak dengan juling esotropia dan miopia sangat tinggi (>10 D). 2. Koreksi sebaiknya dilakukan se cara total pada kelainan refraksi dan

astigmatismatnya.

3. Rencana koreksi kurang (under correction) pada miopia dengan juling ke dalam atau esotropia untuk mengurangi esotropia sudut tidaklah begitu ditoleransi.

(16)

5. Pada anak dengan miopia tinggi dan anisometropia yang mengakibatkan aniseikonia dapat dipertimbangkan (Ilyas, 2006).

Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan tambahan dapat dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi yang berkaitan dengan perubahan retina pada pasien dengan miopia degeneratif. Pemeriksaan tambahan tersebut dapat berupa : Fotografi fundus, Ultrasonografi A- dan B-scan, Lapangan pandang, Tes seperti gula darah puasa (misalnya untuk mengidentifikasi penyebab dari miopia yang didapat) (American Optometric Association,2006).

2.1.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan miopia terdiri dari : i. Koreksi refraksi

Langkah pertama yang dilakukan adalah koreksi dengan lensa oftalmik atau lensa kontak.

ii. Modifikasi lingkungan

Beberapa penelitian mendukung efektivitas diet dalam pengelolaan miopia, dianjurkan pada penderita miopia yang terpapar secara genetik untuk meningkatkan konsumsi protein hewani, mengurangi karbohidrat dan gula. Duke Elder menyarankan diet kay a vitamin D dan kalsium untuk penderita miopia ini. Aktivitas yang dianjurkan adalah olahraga luar ruang misalnya jogging, namun aktivitas lain yang cenderung meningkatkan tekanan intra kranial dan stress sebaiknya dihindari, misal angkat berat. iii. Tindakan operatif

Tindakan operatif kornea tidak disarankan pada penderita miopia patologi, misal tindakan LASIK, namun implantasi IOL merupakan tindakan bedah refraksi yang disarankan.

iv. Fotokoagulasi laser

(17)

ini terdapat pemanjangan dan peregangan bola mata sehingga sikatrik yang diakibatkan oleh laser akan menambah peregangan bola mata tersebut.

v. Pengawasan Tekanan Intra Okule r (TIO)

Tekanan intra okuler (TIO) harus dipantau secara cermat. Curtin melaporkan bahwa TIO ini berperan secara mekanik dalam pemanjangan aksial bola mata. Black merekomendasikan bahwa TIO dibawah 20 mmHg vi. Pendidikan penderita

Penderita dengan miopia patol ogi cenderung mengalami koroid yang tipis dan rapuh sehingga trauma pada mata atau bahkan gosokan keras pada membran Bruch dan mengakibatkan perdarahan. Penderita harus disarankan untuk memeriksakan mata jika mengalami kilatan cahaya terang, berbentuk sepe rti busur atau peningkatan jumlah floaters. Faktor pendidikan penderita lainnya adalah konseling genetik. Penderita dengan miopia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memiliki anak dengan miopia pula. Jika kedua orang tua menderita miopia terdapat kemungkinan yang lebih besar anak -anaknya akan menderita miopia (Widodo dan Prillia, 2007).

2.1.9. Prognosis dan Komplikasi 2.1.9.1. Prognosis

(18)

harus diperiksa 3-4 minggu setelah menerima koreksi untuk daya lihat pada malam hari, untuk memeriksa apakah koreksi tersebut telah menghilangkan gejala-gejala sulit melihat saat gelap dan kesulitan berken dara pada malam hari. Prognosis pada miopia nokturnal adalah baik. Prognosis untuk pseudomiopia biasanya baik tapi biasanya waktu yang dibutuhkan untuk koreksi lebih lama. Prognosis pada pasien dengan miopia degeneratif bervariasi tergantung pada perubahan retina dan okuler. Pada kasus miopia didapat, baik prognosis maupun pemeriksaan berkala dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya kondisi yang menjadi pemicu terjadinya miopia (American Optometric Association, 2006).

2.1.9.2. Komplikasi

Komplikasi yang timbul pada miopia adalah akibat dari proses degenerasi, yaitu :

a) Floaters

Kekeruhan badan kaca yang disebabkan proses pengenceran dan organisasi, sehingga menimbulkan bayangan pada penglihatan.

b) Skotoma

Defek pada lapang-pandangan yang diakibatkan oleh atrofi retina. c) Trombosis koroid dan perdarahan koroid

Sering terjadi pada obliterasi dini pembuluh darah kecil. Biasanya terjadi di daerah sentral, sehingga timbul jaringan parut yang mengakibatkan penurunan tajam penglihatan.

d) Ablasio retina

Merupakan komplikasi yang tersering. Biasanya disebabkan karena didahului dengan timbulnya holepada daerah perifer retina akibat proses -proses degenerasi di daerah ini.

e) Glaukoma sederhana

(19)

f) Katarak

Gambar

Gambar 2.1.Penglihatan Normal dan Penglihatan Miopia
Tabel 2.1. Jenis-jenis Miopia dan Etiologinya
Tabel 2.2. Sistem klasifikasi Miopia

Referensi

Dokumen terkait