• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektifitas Program Pelayanan Sosial Anak Balita di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Anak Balita Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektifitas Program Pelayanan Sosial Anak Balita di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Anak Balita Medan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, hingga pertengahan tahun 2010 terdapat 6

kasus anak berusia 11 bulan, 2,5 tahun, dan 4 tahun yang kecanduan rokok, dari lima batang per

hari hingga dua bungkus perhari. Dari anak balita perokok yang dipantau itu, lama masa

merokok mereka antara 1,5 dan 2 tahun. Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional juga

menunjukkan prevalensi perokok yang mulai merokok pada usia 5-9 tahun meningkat lebih dari

4 kali lipat sepanjang tahun

2001-2015 pada pukul 22.58). Fenomena anak balita merokok ini merupakan bukti kelalaian orang tua

dan dipengaruhi juga lingkungan sekitar. Mengingat perkembangan zaman yang semakin maju,

dimana banyak unsur budaya yang datang dari luar dan sangat berpengaruh bagi perkembangan

jiwa si anak. Contohnya tontonan siaran televisi menunjukkan orang-orang merokok serta

lingkungan sekitarnya banyak terdapat para perokok. Sedangkan saat ini banyak para orangtua

terutama ibu yang bekerja di sektor publik sehingga anak balitanya ditinggal di rumah tanpa

arahan atau binaan yang sesuai dengan masa balita.

Setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik

untuknya. Hak anak untuk didengar atau penghargaan atas pendapat anak merupakan hal yang

penting agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal. Dengan kata lain, tidak

mungkin tercapai suatu keputusan yang terbaik bagi anak dan tumbuh kembang anak maksimal,

(2)

bagi dirinya. Hak-hak anak tersebut dapat terbentuk melalui lingkungannya, keluarga terutama

orang tua.

Dunia anak khas, unik dan memberikan ciri tersendiri untuk dipahami secara baik dan

komprehensif, tidak asal-asalan dan salah kaprah dalam membina dan mengawasi perkembangan

anak terumatama anak usia dini (balita). Kesalahan ini akan merugikan orang tua dan

perkembangan fisik (jasmani) dan psikis (rohani) anak itu sendiri. Perkembangan fisik dan psikis

anak merupakan proses tumbuh kembang yang berlangsung menurut prinsip-prinsip umum,

tetapi setiap anak memiliki ciri khas tersendiri. Pertumbuhan yang terjadi pada anak usia-dini

tidak hanya meliputi perubahan fisik, tetapi juga perubahan dan perkembangan dalam berpikir,

berperasaan, dan bertingkah laku menuju tingkat kedewasaan atau kematangan (maturation)

yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan. Suatu proses perubahan di

mana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek gerakan, berpikir, berperasaan,

dan berinteraksi pada sesamanya maupun dengan benda-benda dalam lingkungan sekitar

kehidupannya (Susanto, 2011).

Proses perkembangan anak dan perhatian orang tua memiliki hubungan yang sangat

dekat. Secara teoritis, anak-anak akan berkembang secara optimal apabila, mendapat perhatian

sepenuhnya dari orangtua yang memahami psikologi perkembangan anak dan memiliki waktu

yang cukup. Namun dewasa ini dengan semakin terbukanya peluang bagi wanita untuk bekerja

disektor nondomestik, perhatian mereka terhadap anak pun menjadi berubah. Kondisi wanita/ibu

pekerja jelas mengurangi porsi pengasuhan langsung mereka terhadap anak-anak, khususnya

anak balita atau usia dini. Dari kondisi ini, kita sering mendapatkan perbedaan kemampuan anak

(3)

Suatu keluarga seharusnya mampu memberikan fungsi pengasuhan, kasih sayang, dan dukungan

kepada anak (Pikunas, dalam Sulistyaningsih, 2008). Masalah mungkin bisa timbul bila ternyata

ibu tidak dapat sepenuhnya menjalankan fungsi mengasuh dan mendidik anak karena harus

meninggalkan anak untuk bekerja. Kalaupun ibu berhasil mendapatkan orang yang mampu

berperan sebagai “ibu”, namun dapatkah anak menerimanya? Apakah perkembangan tidak

menjadi terganggu karenanya? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik untuk dikaji mengingat

dewasa ini semakin banyak wanita yang bekerja di luar rumah selain menjalankan peran sebagai

ibu rumah tangga.

Masalah yang timbul selanjutnya adalah siapa yang dapat berperan sebagai pengganti ibu

agar perkembangan anak berjalan sebagaimana mestinya. Sebagian orang tua memilih agar anak

tetap tinggal di rumah dengan mendapatkan pengasuhan dari saudara (seperti misalnya nenek,

bibi, atau saudara yang lain) atau membayar orang lain untuk menggantikannya seperti misalnya

baby sitter ataupun pembantu. Pilihan ini mengandung keuntungan karena anak dapat tetap

merasa nyaman tinggal dirumah, namun dilain pihak juga dapat timbul masalah jika setiap

pengganti ibu tersebut menghentikan tugasnya karena berhenti kerja sehingga anak tidak ada

yang mengasuh (Steinberg dan Belsky, dalam Sulistyaningsih, 2008).

Meningkatnya jumlah balita terlantar merupakan kegagalan orang tua dalam memberikan pola

pengasuhan terhadap anak. Balita terlantar tentunya akan menjadi anak negara, diasuh di panti–

panti sosial dan akan tetap berada di bawah pengawasan pemerintah, kalau tidak ditangani secara

cepat akan ada oknum – oknum tertentu yang akan memanfaatkan situasi tersebut, Ini menjadi

hal yang ironis dan memprihatinkan, seyogyanya ada kesadaran dari semua pihak baik aparat

pemerintah maupun masyarakat betapa pentingnya memperhatikan hak-hak anak untuk dapat

(4)

anak-anak tersebut menunjukkan bahwa anak-anak akan mengalami resiko kekerasan,

eksploitasi, penelantaran, diskriminasi dan situasi buruk lainnya, sehingga menjadikan generasi

yang tidak punya masa depan (lost generation) faktor ekonomi sering menjadi alasan, sehingga

balita rentan menjadi korban trafficking, ditambah banyaknya TKW hamil diluar nikah dan

memiliki anak.

Kasus-kasus balita terlantar sebenarnya dapat diselesaikan dengan kebijakan-kebijakan

yang terkait perlindungan dan hak anak. Semenjak kemerdekaannya, Indonesia telah memiliki

kebijakan untuk melindungi anak terlantar. Dalam UUD 1945 pasal 34 telah disebutkan bahwa

fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Untuk anak dan balita terlantar

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selanjutnya

UU RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pada BAB II (Hak Anak) Pasal 2.

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang

Berkeadilan ditetapkan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) sebagai program prioritas

nasional yang didalamnya termasuk Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita dan Program

Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar. Selain itu terdapat Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia nomor 30 tahun 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga

Kesejahteraan Sosial Anak.

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) merupakan salah satu produk yang

dihasilkan oleh kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang perlindungan hak anak dan balita

terlantar. Di dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia nomor 30 tahun 2011 tentang

Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk LKSA disebutkan bahwa setiap LKSA harus memiliki

(5)

terdapat dalam Peraturan Menteri tersebut diantaranya: standar pelayanan pengasuhan, standar

berbasis LKSA, dan standar kelembagaan.

Merujuk pada peraturan tersebut, sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) pelayanan sosial

anak balita harus memberikan pelayanan sosial yang mendukung pemenuhan hak anak agar

tercapainya kesejahteraan anak balita. Pelayanan sosial yang harus diberikan oleh sebuah UPT

adalah pelayanan pengasuhan di UPT tersebut. Untuk itu, UPT harus memberikan pelayanan

dalam rangka memenuhi kebutuhan anak balita sehari-hari. Fasilitas makanan, pakaian, dan

perlengkapan termasuk dalam pelayanan sosial untuk anak balita yang harus maksimal

pemenuhannya. Termasuk dalam pelayanan yang harus diberikan adalah pelayanan

perlindungan, perkembangan anak, akses mendapatkan pendidikan, dan kesehatan

diakses pada tanggal 19 Februari 2015 pada pukul 23.00 WIB)

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Anak Balita Medan merupakan salah satu

lembaga kesejahteraan sosial anak yang memberikan pelayanan terhadap balita terlantar dari usia

2 s/d 6 tahun. Sebagai tempat penitipan balita dari keluarga miskin atau kurang mampu, serta

orang tua yang bekerja yang mempunyai anak balita, agar anak-anak mereka tidak terlantar

dirumah tanpa ada binaan yang sesuai dengan masa balitanya. UPT Pelayanan Sosial Anak

Balita Medan memberikan pelayanan sosial untuk pemenuhan pertumbuhan dan perkembangan

balita terlantar.

Dengan melihat kondisi yang ada maka penulis tertarik melaksanakan penelitian dengan

judul “Efektifitas Program Pelayanan Sosial Anak Balita di Unit Pelaksana Teknis (UPT)

(6)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, adapun

masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah efektifitas Program

Pelayanan Sosial Anak Balita di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Anak Medan?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas Program Pelayanan

Sosial Anak Balita di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Anak Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka:

a. Pengembangan konsep dan teori-teori pemberdayaan program pelayanan sosial anak

balita.

b. Pengembangan model-model pemecahan masalah ataupun dalam rangka pembuatan

program pelayanan sosial anak balita.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dapat disajikan dalam 6 (enam) bab dengan sistematika penulisan

sebagai berikut :

(7)

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta

sistematika penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti,

kerangka, defenisi konsep dan kerangka operasional

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data

dan teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah

objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan pekerjaan Penggantian dan Penataan Lampu Taman di Pusat Penngelolaan Komplek Kemayoran, Nomor : BA.06/PPBJ/PJU.LT/10/2012 Tanggal 04

Dalam manfaat besi menurut sains, besi dan berbagai jenis logam lainnya adalah ciptaan Allah yang jika dipanaskan akan mencair dan apabila didinginkan akan membeku, sehingga besi

Finite State Automata digunakan untuk mengatasi kemungkinan yang terjadi didalam sistem serta mempermudah pemain dalam melakukan permainan ini. Permasalahan yang ada ialah masih

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara peran serta suami dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas

Pengolahan tanah baik secara intensif maupun minimum tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biomassa karbon mikroorganisme tanah (C- mik) pada petak pertanaman ubi

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Pangkalpinang, Oktober 2016.. penerimaan retribusi daerah dari tahun ketahun tidak

Selain itu, adanya amaliyah NU disini tujuannya adalah untuk mengenalkan pada siswa mengenai ajaran ahlussunnah waljamaah melalui berbagai kegiatan seperti yang sampean

berjudul PENGGAMBARAN KONFLIK BATIN CALON BIARAWATI SEBAGAI IDE PENULISAN SKENARIO DRAMA LEPAS SIAPA KAMU.. Penyusunan laporan tugas akhir kekaryaan ini bukan semata-mata