1
Writer’s original copy
Post-positivist Paradigm as a Basic Sharpening Research Methodology for Powerful Knowledge Discovery in Geochemistry Laboratory Management
(Paradigma Post-positifisme
Sebagai Dasar Penajaman Metodologi Riset
Menuju Penemuan Ilmu Pengetahuan yang
Powerfuldalam Kaitan
Pengelolaan Laboratorium Geokimia)
Oleh: Ronaldo Irzon
(Pusat Survei Geologi; Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran)
Abstract
Knowledge is crucial to speed, accelerate and direct the human civilization. There is no unuseful knowledge, and now powerful knowledge became more interesting because the efficiency on time, power, and funds. Natural phenomenones would be answered deeper based on effectivity and efficiency of any laboratory measurements . Various paradigms have been constructed to reach strong vision on natura l and social sciences. Positivism had been develeped and familiar in science society for much longer time when post-positivism was just known at the end of 20th century. This paper gives the view both on positivism and post-positivism, dra ws the differences, then shows the relation on powerful sciences development. Post-positivism patterns optimize research potential using basic principles from positivism. Laboratory is an useful research centre with a variety of testing, measurement, and counting equipments. More specifically the geochemical laboratory management, post-positivist thinking patterns can lead laboratory management to be efficient on using time, power, and fund to serve the costumers. Scienctific paradigm of thinking should be developed further for the advance of human civilization.
Keywords: positifism, post-positifism, knowledge, geochemistry laboratory
Sari
2
Writer’s original copy
Kata kuncin: positifisme, post-positifisme, ilmu pengetahuan, laboratorium geokimia email: ronaldo_irzon@yahoo.com
Pendahuluan
Kemajuan peradaban manusia sejak awal hingga kemudian sangat bergantung pada kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan suatu suku, wilayah, bangsa maupun negara membutuhkan improvisasi kebudayaan dan pengetahuan bahkan untuk mewujudkan visi yang sebelumnya sangat sulit tercapai. Hingga agama pun, dalam hal ini Islam, menetapkan bahwa ilmu yang bermanfaat merupakan salah satu dari tiga sumber amal yang akan terus mengalir walaupun seorang manusia berilmu tersebut telah wafat. Ilmu pengetahuan tidak maju begitu saja, namun membutuhkan riset sebagai aktifitas ilmiah untuk memperoleh kejelasan suatu fenomena (Hirnawan, 2009).
Kebenaran suatu ilmu telah dikembangkan melalui ‘paradigma’ sebagai perangkat keyakinan fundamental, yang diaplikasikan untuk menjelaskan, menggali lebih dalam, maupun membuka akan koreksi terhadap kebenaran suatu ilmu. Perangkat fundamental itu
secara sederhana berbasis pada pertanyaan: ‘apa’, ‘bagaimana’, dan ‘untuk apa’. Tiga buah
pertanyaan tadi telah dikembangkan lagi menjadi empat dimensi: ontologi, epistimologi, aksiologi, metodologi. Paradigma juga diartikan sebagai seperangkat asumsi dan keyakinan yang benar.
Paradigma yang telah dikembangkan dalam proses kemajuan ilmu pengetahuan tentu memiliki beberapa ciri. Mengenai pentingnya paradigma yang benar juga diulas oleh Kuhn (1970) yang berpendapat bahwa revolusi ilmiah pun dapat terjadi tanpa bermuasal dari ilmu-ilmu lama yang telah ada. Positifisme merupakan paradigm yang telah lebih dahulu dianut masyarakat ilmu pengetahuan sebelum pos-positifisme (disebut juga postempiricism) dikembangkan. Pos-positifisme merupakan sikap metateoretikal kritik dan kesalahan positifisme. Positifisme percaya bahwa peneliti dan orang diteliti adalah independen satu sama lain. Pada sisi lain, postpositifists menerima bahwa teori, latar belakang, pengetahuan dan nilai-nilai peneliti dapat mempengaruhi apa yang diamati (wilkipedia, 2013). Namun, seperti positifisme, pos-positifisme mengejar objektivitas dengan mengakui kemungkinan efek bias. Oleh karena itu, penggalian pos-positifisme dapat menjadi perangkat penajaman metode riset yang kemudian dapat menjadi suatu ilmu yang powerful, demikiannya dalam pengelolaan laboratorium.
Kajian Pustaka
Positifisme dan Pos-positifisme
Pengenalan terhadap pos-posititvisme dapat dilakukan dengan membuka wawasan mengenai kata tersebut. Riset pos-positifisme memiliki ruang pandang yang luas, tak terspesialisasika. Peneliti berlatar pandang ini tidak dapat memisahkan teori dan praktek (kenyataan) yang ada dengan banyak mengatakan ‘tapi kenyataannya....’. Scientist dituntut untuk memiliki motivasi dan komitmen tersentralisai sebagai usahan pencapaian efisiensi dan efektifitas dengan ide terkonsentrasi hanya pada teknik yang tepat. Pos-positifists percaya bahwa pengetahuan manusia tidak didasarkan pada hal yang ‘tak tertandingi’ maupun
3
Writer’s original copy
Positifisme teramandemen oleh pos-positifisme, dimana positifisme hanya berlatar logika. Pos-positifisme bukanlah suatu penolakan terhadap metoda keilmuan, namun sebuah reformasi terhadap positifisme terhadap beberapa kritik mengenai nalar. Ia mengenalkan kembali asumsi dasar dari positifisme: realisme ontologis, kemungkinan dan keinginan akan kebenaran objektif, dan penggunaan metodologi eksperimental. Pos-positifisme merupakan hal yang dikenal luas pada ilmu sosial (khususnya sosiologi) untuk alasan praktis maupun konseptual.
Penajaman Metoda Riset
Metoda merupakan ragam prosedur, skema, algoritma yang dipakai dalam suatu pencapaian (Rajasekar dan Philominathan, 2006). Metoda perlu direncanakan secara khusus yang melingkupi prosedur teoritis, studi eksperimental, skema numerik, pendekatan statistik dan lain sebagainya. Secara sederhana riset adalah pencarian mengenai ilmu pengetahuan (Kothari, 2004). Riset juga bermakna pencarian saintifik dan sistematik mengenai informasi tentang topik tertentu yang merupakan seni invertigasi keilmuan. Metodologi riset merupakan cara sistematis untuk memecahkan suatu permasalahan dimana juga diartikan sebagai cara studi untuk memperoleh pengetahuan. Merupakan suatu hal yang penting bagi peneliti untuk mendesain suatu metoda terhadap problem terpilih. Peneliti tak hanya harus tahu bagaimana cara menghitung rata-rata, varian dan fungsi distribusi suatu kasus, namun perlu juga memilih: metoda yang cocok, tingkat akurasi, dan efisiensi metoda tersebut. Penelitian akan berjalan lebih fokus dengan adanya kajian mengenai penajaman metoda terhadap problem yang dipilih.
Ilmu yang powerful
Perkembangan peradaban manusia seperti yang telah dikemukakan sebelumnya sangat mempengaruhi perkembangan peradaban manusia. Ilmu pengetahuan modern secara keseluruhan merupakan realita secara materi secara utuh sebagaimana suatu komplek mesin (Laitman, 2006). Untuk lebih memahami realita yang ada manusia membutuhkan penetahuan-pengetahuan (ilmu) mengenai: cara hidup, cara mengembangkan keturunan, cara bersosialisasi, dan cara pengembangan humanisme. Pengembangan ilmu ini butuh suatu tata
laksana agar menjadi lebih ‘bernyawa’ dan kuat (powerful). Hal inilah yang dijawab dengan
melalui sebuah riset. Riset/penelitian memilih masalah tertentu, dengan metoda yang baik agar ilmu pengetahuan dapat menjadi suatu kekuatan untuk menopang kehidupan manusia.
Secara keseluruhan kita dapat melihat keterkaitan antara ilmu yang powerful, riset, penajaman metoda, dan pos-positifisme. Ilmu pengetahuan yang kuat membutuhkan tata cara yang tepat dalam pencariannya, dalam pemecahan masalah yang dihadapi, maupun dalam formulasi suatu teori yang kesemuanya terangkum dalam suatu riset. Penelitian akan berjalan tanpa arah bila tidak didesain dengan teratur. Para peneliti akan membuang waktu, tenaga, dan mentalitas yang tinggi tanpa adanya suatu prosedur, algoritma, maupun skema dalam pencapaian suatu masalah. Prosedur itulah yang terangkum dalam suatu metoda yang harus tajam agar problem terpilih dapat terselesaikan secara efektif dan efisien.
4
Writer’s original copy
Gambar 1. Rekonstruksi pos-positifisme terhadap powerful science
Diskusi
Konsep pos-positifisme dalam penajaman metoda riset
Peneliti berbasis pendekatan positifisme ini percaya bahwa mereka dapat mengerti keseluruhan risetnya berdasar penelitian dan percobaan dengan menafikan sikap politis dan sosial peneliti sebagai manusia. Konsep dan pengetahuan dianggap hasil pengalaman secara langsung, terintepretasi melalui deduksi rasional. Dominansi pendekatan ini memiliki dua efek: menyebabkan masyarakat berasumsi bahwa riset sosial akan berhasil bila mengikuti model riset ilmu alam, dan cara satu-satunya dalam riset ilmu sosial adalah mengikuti model ilmu alam dalam memahami kompleksitas kehidupan sosial.
Bagaimanapun, umumnya asumsi kita pada suatu riset juga tidak murni terhadap ideologi, politisasi, keinginan dan tujuan sang peneliti. Ryan (2006) menganggap bahwa cara memahami dunia adalah penetapan bahwa kepastian dan ilmu empirislah yang bernilai valid, dan rasional berubah nilainya sesuai pola pikir seperti halnya intuisi. Hal tersebut menuntun pembagian ilmu pengetahuan dan literatur sebagai cara-cara untuk memahami pengalaman manusia, lalu dikenal sebagai pos-positifisme yang percaya bahwa kuantifikasi pada suatu ide yang memakai teknik yang tepat akan menghasilkan jawaban yang tepat. Publik mulai berpendapat bahwa tidak ada pengetahuan yang netral alamiah, sebagai ritik terhadap positifisme karena pengetahuan tak dapat dipisahkan dari pengalaman manusia. Pos-positifisme membangkitkan kembali pertanyaan mengenai kegunaan dan tujuan penelitian, aplikasi riset, dan ilmu pengetahuan yang setidaknya beretika seimbang dengan teknisnya sehingga menajamkan metoda penelitian.
Makna Pos-positifisme bagi Pengelolaan Laboratorium Geokimia
Pos positifisme mendorong peneliti untuk lebih mengutamakan fungsi belajar dari pada sekedar mencoba (Ryan, 2006). Peneliti dapat mengenal kebiasaan manusiawi yang berhubungan dengan peneliti dan orang yang berpartisipasi dalam riset. Positifisme berusaha untuk menemukan kebenaran objektif yang tersembunyi pada pemikiran subjek, positifisme memisahkan perkiraan yang dapat hadir secara personal. Dalam hal ini, pos-positifisme mengaktifkan ‘stok pengetahuan’ para responden suatu penelitian.
Laboratorium Geologi – Pusat Survei Geologi sebagai pusat riset kimia kebumian dibawah kendali Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan dukungan beragam perangkat dan metoda analisa, selain tentu ahli teori dan aplikasi geokimia, perlu diarahkan untuk dapat menilai pengaturan suatu masalah daripada langsung pemecahan masalah pada tema terpilih seorang scientist. Manajemen pos-positifisme didorong untuk tak bisa hanya
sekedar menggabungkan data untuk mendapatkan ‘seluruh kebenaran’, namun dengan dialog
(diskusi) terhadap rencana maupun hasil analisa, dimana pengetahuan yang valid datang dengan mengadu interpretasi yang berlainan dengan diskusi. Peneliti tak dituntut untuk
langsung menjawab ‘inikah kebenaran itu?’, namun dapat membicarakan isu yang muncul,
reaksi partisipan, dan interpretasi kita terhadap ide yang mengalir.
Sebelum memulai permintaan analisa, pengelola laboratorium dapat mendorong efisiensi dan efektifitas penelitian dengan kembali mengingatkan peneliti akan konsep suatu wacana agar lebih baik dalam pemilihan metoda maupun perangkat uji. Produktivitas suatu wacana juga dapat diingatkan agar dapat membuahkan ilmu pengetahuan yang powerful.
5
Writer’s original copy
menerangkan proyek penelitiannya. Manajemen juga dapat memberi pemahaman tentang refleksi terhadap argumen tidak sejalan yang tentu dapat muncul terhadap hasil penelaahan proyek penelitian. Keseluruhan umpan balik yang dapat didiskusikan manajemen kepada peneliti pengguna fasilitas laboratoium terangkum pada Tabel 1. Laboratorium Geologi telah mampun menghasilkan beberapa riset, seperti kandungan panas dalam bahan bakar minyak (Irzon, 2012) maupun dalam menghasilkan standard internal yang tepat guna tentu akan berkembang lebih baik dengan pola berfikir pos-positifme ini.
Tabel 1. Pos-positifisme sebagai bahan diskusi laboratorium dan peneliti demi efisiensi dan efektifitas riset
Kunci Pos-positifisme dalam Riset
1. Perkuat Konsep Riset2. Buat Wacana Produktif 3. Kembangkan Narasi 4. Bersikap refleksif
Kesimpulan
Beragam pola dan cara personal menjalankan hidup semakin efektif dan efisien dengan adanya ilmu baru. Riset merupakan tata cara dalam pencarian makna ilmu kehidupan yang tentu saja memerlukan metoda yang tajam agar lebih fokus tanpa membuang banyak waktu, tenaga dan aspek psikologis. Manusia juga merupakan mahluk sosial yang secara tidak sadar sulit untuk melepaskan kepentingannya walaupun sebagai seorang peneliti. Oleh karena itu muncullah konsep pos-positifisme agar faktor ilmu pengetahuan dan kemanusiawian dapat terakomodir dalam suatu riset tanpa harus menanggalkan tujuan dan tata cara prinsip dalam menjalankannya. Penelitian ilmu kebumian dapat mengkolaborasikan fasilitas yang tersedia di laboratorium geokimia dengan paradigma pos-positifisme untuk mengembangkan riset dengan hasil ilmu pengetahuan yang powerful.
Daftar Pustaka
Rajasekar, S., dan Philominathan, P., 2006, Research Methodology, Cornell University Library arXiv:physics/0601009. Hal 1-23.
Kothari, C.R., 2004, Research Methodology: Methods &Technique, New Age International Publisher ltd. New Delhi - India.
Laitman, M., 2006. Kaballah, Science and The Meaning of Life, Laitman Kabbalah Publishers. Toronto – Canada.
Snow, N., 2013. The Meaning of Science in the Copyright Clause, University of South Carolina School of Law, US
Hirnawan, F., 2009. Riset, Bergulirlah Proses Ilmiah. CV. Buana Mekar. Bandung – Indonesia.
Irzon, R., 2012. Perbandingan Calorific Value Beragam Bahan Bakar Minyak yang Dipasarkan di Indonesia Menggunakan Bomb Calorimeter. Jurnal Sumber Daya Geologi v.36 hal 32-39.
Ryan, A.B., 2006, Post-positifist Approaches to Research, Maynooth, Retrieved May 28, 2013, from http://eprints.nuim.ie/archive/00000874/