• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan kelompok 6 kelurahan lonrae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan kelompok 6 kelurahan lonrae"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini yang berjudul “Laporan Hasil Survei Desa Lonrae Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone Tahun 2014” dengan baik sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Laporan ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Jamaluddin Jahid, ST, M.Si sebagai dosen mata kuliah Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota.

2. Asisten yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam menyusun laporan survei ini.

3. Serta rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan berbagai kontribusi yang berguna dalam penyusunan laporan survei ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan peningkatan pengetahuan penulis dalam hal penyusunan laporan ini. Serta besar harapan penulis agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.

Samata, 15 januari

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan mengandung unsur perubahan besar, perubahan struktur ekonomi, perubahan struktur sosial, perubahan struktur budaya, perubahan struktur politik, dan perubahan struktur pendidikan, serta ikut pula mempengaruhi perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan sumber daya alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi, dan perubahan sistem nilai. Pembangunan membuka kemungkinan perubahan keadaan lingkungan.

Kabupaten Bone merupakan salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang berkembang dalam berbagai sektor, seperti sektor perekonomian, pendidikan, kebudayaan, pariwisata, dan lain-lain. Dengan adanya perkembangan di beberapa sektor di Kabupaten Bone tentunya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan daerah tersebut.

Kecamatan Tanete Riattang Timur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bone, memiliki wilayah yang cukup luas dan memiliki beberapa desa dan kelurahan. Kelurahan Lonrae merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Tanete Riattang Timur yang mengalami perkembangan sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan. Maka dari itu, Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota mencoba survei di Kelurahan Tanete Riattang Timur untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada.

Perkembangan jumlah penduduk berdampak pada permasalahan sosial, ekonomi, dan keterbatasan lahan. Untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat, maka pembangunan sarana dan prasarana hal yang sangat penting untuk perkembangan suatu wilayah yang memiliki potensi yang sangat besar seperti yang terdapat di Kabupaten Bone.

Di dalam perkembangan suatu wilayah perlu adanya pemanfaatan potensi-potensi di daerah tersebut secara maksimal. Maka dari itu, dalam laporan survey ini perlu menemukan dan mengenali potensi apa saja yang terdapat di Kabupaten Bone dan masalah yang terdapat di daerah tersebut. Dengan mengetahui potensi dan masalah suatu wilayah, maka kita dapat mengidentifikasi dan mencari penyelesaian dari masalah tersebut sehingga potensi yang terdapat di suatu wilayah dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal sehingga wiayah tersebut dapat maju dan berkembang.

(3)

pembangunan daerah dan pihak swasta yang akan mendorong kegiatan-kegiatan masyarakat ke arah kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya survey di Kelurahan Lonrae yaitu :

1. Untuk mengetahui gambaran umum wilayah Kabupaten Bone Kecamatan Tanete Riattang Timur.

2. Untuk mengetahui gambaran wilayah Kelurahan Lonrae yang meliputi gambaran umum wilayah, kondisi demografi dan sebaran sarana dan prasarana.

C. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, ada beberapa manfaat yang kami sangat harapkan terhadap penulisan laporan hasil survey lapangan kami, di antaranya:

1. Dapat mengetahui gambaran umum wilayah Kabupaten Bone dan Kecamatan Tanete Ri-attang Timur.

2. Dapat mengetahui gambaran wilayah Kelurahan Lonrae yang meliputi gambaran umum wilayah, kondisi demografi dan sebaran sarana dan prasarana.

D. Ruang Lingkup Pembahasan

Mekanisme dalam proses pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tidak hanya ditentukan oleh faktor internal dari kota yang bersangkutan saja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Oleh karena itu ruang lingkup pembahasan tidak hanya tebatas pada aspek-aspek dari daerah pengamatan itu sendiri, tetapi juga diidentifikasikan dari berbagai data dan informasi serta permasalahan dari wilayah atau cakupan yang lebih luas, dan dianggap berpengaruh kuat terhadap proses perkembangan dan pertumbuhan wilayah tersebut.

Adapun ruang lingkup pembahasan kompilasi data ini secara garis besar meliputi 2 kajian pokok, yaitu:

1. Lingkup wilayah yang terdiri dari data makro dan data mikro.

a. Data makro yaitu, bagian dari data yang menyajikan informasi akan faktor-faktor ekster-nal yang melibatkan posisi kota dalam skala yang lebih luas. Dalam kaitannya dengan pengamatan kami pada Kelurahan Lonrae, maka data makro yang diperoleh adalah berskala kecamatan tepatnya Kecamatan Tanete Riattang Timur.

b. Data mikro yaitu, bagian dari data yang berisi kajian informasi akan faktor-faktor internal yang memperlihatkan kondisi lokasi survey dalam skala wilayah pengamatan serta kaitan-nya dengan aspek penunjang dalam wilayah itu sendiri tepatkaitan-nya di Kelurahan Lonrae. 2. Lingkup materi

Pada tingkat pembahasan materi pada skala makro dan mikro secara umum dibahas mengenai:

a. Aspek fisik dasar.

(4)

b. Aspek demografi.

Jumlah dan perkembangan penduduk, kepadatan penduduk, penduduk menurut jenis kelamin, penduduk menurut kelompok umur, dan penduduk menurut agama.

c. Aspek fasilitas Umum.

Fasilitas pemerintahan, fasilitas pendidikan , fasilitas kesehatan, fasilitas perdagangan dan Jasa, fasilitas peribadatan, fasilitas olahraga, fasilitas pemakaman umum dan faslitas transportasi.

d. Aspek utilitas.

Jaringan jalan , jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan persampahan, dan jaringan telekomunikasi.

e. Aspek penggunaan lahan. E. Sistematik Pembahasan

Bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai keseluruhan dari penulisan laporan, dengan itu sisitematika penulisan laporan adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang lingkup pembahasan, dan sistematik pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan pengertian wilayah, pilar-pilar pengembangan wilayah, defenisi kota, bentuk-bentuk kota serta karakteristik dan fungsi kota, perkembangan tata ruang wilayah, pengembangan dan pertumbuhan kota, ciri-ciri kota, dan fungsi kota dalam pembangunan wilayah.

BAB III GAMBARAN UMUM

Pada bab ini menguraikan gambaran umum wilayah makro (Kabupaten Bone dan Kecamatan Tanete Riattang Timur) dan wilayah mikro (KelurahanLonrae) yang ditinjau dari segi aspek fisik dasar, kondisi demografi, aspek fasilitas, aspek utilitas (infrastruktur) yang dalam hal ini terkait dengan jumlah dan kondisinya masing-masing, sistem penggunaan lahan serta sistem trasportasi.

BAB IV PENUTUP

Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sesuai dengan tujuan penulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wilayah

Menurut UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait, batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan aspek fungsional. 1

(5)

Wilayah adalah bagian geografis wilayah nasional beserta segenap unsure terkait padanya termasuk manusia, dengan sehala aspek kehidupan dan sumber daya alam dengan lokasi, luas, dan struktur menurut batasan ruang lingkup pengamatan tertentu.2

Klasifikasi tata ruang wilayah dapat diamati dari tiga segi pandang, yaitu dari aspek ekonomi adalah mengenai tingkat pendapatan perkapita, system pertanian, terjadinya infrastruktur pembangunan, sarana transportasi, dan lainnya. Dari aspek sosial yaitu mengenai aspek kegotongroyongan masyarakat, interaksi social, tingkat partisipasi masyarakat. Dari aspek budaya, yaitu mengenai keragaman adat istiadat daerah, bahasa daerah, karakter penduduk (masyarakat), pakaian penduduk (model dan warnanya), dan lainnya. Selanjutnya potensi, kondisi dan karakteristik dari masing-masing aspek pada wilayah-wilayah yang diamati, dikelompokkan berdasarkan kesamaan, kemiripan dan keserupaannya, sehingga terjadilah klasifikasi wilayah yang memiliki keserbasamaan kondisi dan karakteristik wilayah, maka dalam system wilayah disebut wilayah homogin (atau wilayah serba sama). Dalam studi dan penelitian wilayah yang dilakukan, wilayah-wilayah yang mempunyai kondisi dan karakteristik yang serupa (misalnya wilayah-wilayah yang memiliki tingkat pendapatan perkapita yang tinggi) dikelompokkan secara sendiri, apabila ditampilkan dalam gambar atau peta akan diberi warna atau notasi tertentu membedakan dengan wilayah lainnya (wilayah yang serupa diberi warna tersendiri).

Klasifikasi wilayah yang kedua adalah wilayah nodal atau wilayah polarisasi. Nodal (dalam bahasa Inggris adalah node) berarti pusat. Wilayah nodal berarti wilayah yang memiliki pusat (yang berfungsi sebagai ibukota, pusat kegiatan, pusat pembangunan/pertumbuhan atau pusat pelayanan). Masing-masing pusat atau nodal mempunyai interaksi atau pengaruh terhadap wilayah disekitarnya atau terhadap kota-kotayang lebih kecil yang terletak desekitarnya. Wilayah pengaruh disebut pula wilayah pelayanan atau wilayah pemasaran. Interaksi antara pusat dan wilayah pengaruh bersifat dua arah, yaitu dari pusat distribusi barang-barang manufaktur yang dibutuhkan penduduk diwilayah pengaruh, dan arah sebaliknya, dari wilayah pengaruh (wilayah pedesaan) dikirim komoditas hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang berada dipusat (daerah perkotaan).

Terminologi lain dari wilayah nodal adalah wilayah polarisasi. Polarisasi berasal dari asal kata pole (Bahasa Inggris) yang artinya kutub, maka polarisasi dimaksudkan sebagai arus kegiatan yang menuju ke kutub atau mengutub. Wilayah polarisasi diartikan sebagai suatu wilayah yang memiliki pusatnya dan terdapat arus kegiatan dari wilayah pengaruh atau wilayah sekitarnya ( dalam bentuk arus penduduk, factor produksi, atau komoditas hasil pertanian) menuju kepusat (daerah perkotaan).interaksi antara wilayah pusat dan daerah pengaruh yang bersifat dua arah ataupun arus kegiatan menuju kenodal atau pusat (daerah perkotaan) mencerminkan hubungan formal. Hubungan

(6)

firmal ( atau interaksi keterkaitan ) terjadi pula antara kota besar dengan kota-kota kecil yang berada disekitarnya. Keadaan ini disebut interaksi daerah perkotaan (kota).

Klasifikasi wilayah yang ke tiga, yang didasarkan pada sasaran akhir yang diberi sebutan wilayah perencanaan (Planning Region) atau wilayah program (Programming Region). Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dipilih (ditetapkan) sebagai lokasi fimana suatu rencana pembangunan akan dilaksanakan, misalnya Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah dimana rencana pembangunan daerah aliran sungai dilaksanakan (misalnya DAS Jeneberang di Sulawesi Selatan, DAS Berantas di Jawa Timur, dan lainnya). Mirip dengan wilayah perencanaan, yaitu wilayah program, yang menekankan pada suatu program pembangunan yang mempunyai sasaran pembangunan yang tertentu, misalnya wilayah andalan, adalah wilayah yang dipilih untuk melaksanakan program pengembangan komoditas andalan yang berada didaerah pertanian.

Klasifikasi wilayah menurut logika Aristoteles, yang terdiri dari wilayah homogin, wilayah nodal atau wilayah Polaris, serta wilayah perencanaan atau wilayah program, dianggap sebagai wilayah dasar, yang kemudian dikembangkan menjadi banyak macam/jenis wilayah dan kawasan. Berbagai macam/jenis wilayah dan kawasan dibuat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, misalnya untuk pembangunan pedesaan muncul konsep wilayah ogropolitan, dalam pembangunan perkotaan terdapat konsep wilayah inti (icore region), wilayah pinggiran (periphery region), wilayah metropolitan. Dalam pengembangan wilayah diketahui adanya terminology wilayah cepat berkembang, wilayah stagnant, wilayah terisolasi, wilayah terpencil, wilayah tertinggal, wilayah perbatasan, wilayah gusgus pulau. Dalam pembangunan sektoral dikenal sebagai sebutan, misalnya kawasan industry, kawasan perdagangan, kawasan budidaya, kawasan hutang lindung, kawasan wisata, dan sebagainya.3

B. Arti dan Pentingnya Perencanaan Wilayah

Defenisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Defenisi seperti ini sebetulnya tidal salah, tetapi tidak mampu member gambaran atas suatu perencanaan yang rumit dan luas.4

Dalam kamus management karangan Moekijat (1980) menyebutkan ada delapan perumusan tentang arti perencanaan. Kemungkinan besar perumusan ini dikutip dari berbagai buku teks manajemen. Empat diantaranya dikutip berikut ini (Moekijat, 1980: 431-432) :

(7)

dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan.

2. Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan, artinya menentukan apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, dan dimana hal itu dilakukan.

3. Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu hasil yang di -inginkan

4. Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan-tujuan yang diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai

Dari berbagai perumusan diatas dapat disimpulkan bahwa inti perencanaan adalah menetapkan tujuan dan merumuskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Hanya mengenai langkah-langkah tersebut ada yang diperinci dan ada yang kurang diperinci. Hal ini adalah sejalan dengan berbagai pengertian perencanaan seperti yang telah dikemukakan terdahulu.

Menurut Friedman perencanaan adalah cara berfikir mengatasi permasalahan social ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu dimasa depan. Sasaran yang dituju adalah keinginan kolektifyang mengusahakan keterpaduandalam kebijakan dan program. Fiedman melihat perencanaan memerlukan pemikiran yang mendalam dan melibatkan banyak pihak sehingga hasil yang diperoleh dan cara memperoleh hasil itu dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini berarti perencanaan social dan ekonomi harus memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perlu dicatat bahwa defenisi fiedman ini terkait dengan perencanaan pembangunan ekonomi wilayah dinegara maju, dimana perencanaan itu merupakan kesepakatan anatara pemerintah dan masyarakat.

Menurut Conyers dan Hills (1994) dalam Arsyad (1999: 19), perencanaan adalah suatu prosesyang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternative penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan dating.

Erdasarkan defenisi diatas, Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen dasar perencanaan, yaitu:

1. Merencanakan berarti memilih

2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya 3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan 4. Perencanaan berorientasi ke masa depan5

Mengapa perencanaan wilayah itu diperlukan? Telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa perencanaan berkaitan dengan factor-faktor produksi atau sumberdaya yang terbatas, untuk dimanfaatkan mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini perencanaan wilayah, pentingnya perencanaan dikuatkan oleh berbagai factor yang dikemukakan berikut ini:

1. Banyak diantara potensi wilayah selain terbatas juga tidak mungik lagi diperbanyak atau diperbarui. Kalaupun ada yang masih mungkin untuk diperbarui akan memerlukan waktu

(8)

yang cukup lama dan biayanya cukup besar. Potensi yang dimaksud antara lain yang menyangkut luas wilayah, sumber air bersih yang tersedia, bahan tambang yang sudah terkuras, luas hutan penyangga yang menciut, luas jalur hijau yang menciut, tanah longsor, atau permukaan tanah yang terkena erosi.

2. Kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia. Pada zaman per-adaban nenek moyang kita masih sangat sederhana, untuk dapat bertahan hidup, mereka ter-paksa merambah hutan dan membakarnya agar ditanami tanaman pangan. Akan tetapi, karena jumlah manusianyamasih sedikit dan mengandalkan kekuatan otot atau alat sederhana maka luas yang dapat mereka rambah hanya sedikit sehingga dampaknya tidak terasa dann alampun mampu untuk memperrbaikinya kembali setelah lahan itu ditinggalkan. Akan tetapi, pada masa kemajuan teknologi seperti sekarang ini, sebuah traktor dapat menguah bentuk puluhan hektar lahan hhanya dalam satu hari. Hal ini berarti jika tidak ada pengaturan (perencanaab) maka perubahan bisa menjadi tidak terkendali. Jika hal itu tidak terjadi, walapun kemudian diketahui bahwa hal itu salah, akan sulit untuk mengembalikannya pada keadaan semula atau keadaan yang dapat ditoleransi.

3. Kesalahan perencanaan yang sudah dieksekusi dilapangan sering tidak dapat diubah atau diperbaiki kembali. Hal ini misalnya adanya penggunaan lahan yang tidak terencana ataupun salah dalam perecanaan. Walaupun kemudian diketahui dampak negatifnya tetapi sulit untuk diperbaiki atau berbagai kepentingan yang tidak ingin dilepas oleh pengguna lahan tersebut. Misalnya masyarakat yang sudah terlanjur membangun rumah dijalur hijau atau didaerah yang terkena banjir tahunan, ataupun yang sudah membangun warung diatas parit jalan dan ditaman kota.

4. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya. Pada sisi lain, kemam-puan manusia untuk mendapatkan lahan tidak sama. Hal ini membuat penggunaan atau kepemilikan lahan tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Apabila dib-iarkan sepenuhnya kepada mekaniisme pasar, lahan dapat berada ditangan segelintir orang dan menetapkan sewa yang tinggi untuk orang-orang yang membutuhkan lahan. Padahal se-tiap orang membutuhkan lahan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.

5. Tatanan wilayah sekaligus menggambarkan kepribadian dari masyarakat yang berdomisili di-wilayah tersebut, dimana kedua hal tersebut adalah saling mempengaruhi. Masyarakat yang tidak disiplin (tidak mematuhi aturan yang berlaku) cenderung membuat wilayahnya tidak ter-tata, tetapi disisi lain wilayah yang tidak tertata juga cenderung membuat masyarakatnya tidak disiplin.

(9)

penggunaan lahan secara keseluruhan yang menjadi panduan bagi perencanaan lainnya (sek-toral) yang ersifat parsial.

Enam alas an yang dikemukakan diatas saja sudah cukup untuk meyakinkan bahwa perencanaan wilayah mutlak diperlukan.6

C. Perkembangan Tata Ruang Wilayah

1. Strategis Nasional Pola Penataan Tata Ruang

Strategi Nasional pola penataan ruang (SNPPTR) berfungsi menggambarkan GBHN dari segi ruangnya, yang selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan dan arah untuk menyusun program pembangunan sektoral dan regional melalui penyusunan Rencana Struktur Tata Ruang Provinsi (RSTRP) dan Rencana Tata Ruang Daerah/Kota (RSTRD/K). untuk penyusunan konsep SNPPTR, telah dilakukan pengkajian 3 (tiga) topik kajian yang dianggap sangat strategis untuk merumuskan SNPPTR. Ketiga topik kajian tersebut adalah :

a. Pengkajian implikasi spasial sektor-sektor strategis. Pengkajian ini dimaksudkan untuk melakukan evaluasi perkembangan spasial dan pengkajian pembangunan sektor strategis, maka dengan demikian dapat mengenali pola pembanguanan spasial sektor strategis. Hasil akhir dari kajian ini adalah mencari rumusan mengenai strategi dan kebijakan spasial pengembangan sector-sektor strategis untuk mendorong pertumbuhan dan keseim-bangan pertumbuhanantar wilayah, dan selanjutnya adalah merumuskan program-pro-gram pembangunan yang tepat sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.

b. Menyusun indikator perkembangan tata ruang wilayah dan sistem informasinya. Dengan dirumuskannya berbagai indikator tersebut diharapkan dapat dipakai untuk melihat potensi dan masalah perkembangan tata ruang wilayah, serta menganalisis tingkat perkembangannya.

c. Pemantapan strategi nasional pembangunan perkotaan dan pengembangan sistem per-mukiman.

Masing-masing kajian diatas mempunyai tujuan yang telah ditentukan dan lingkup pembahasan yang berbeda, namun demikian ketiga kajian tersebut mempunyai keterkaitan satu sama lainnya, yaitu merumuskan strategi kebijakan pembangunan sektor-sektor strategis secara regional-spasial, menyusun indikator perkembangan tata ruang wilayah, dan pemantapan strategi pembangunan nasional.

(10)

pentingnya peranan sektor yang berpengaruh dominan terhadap pertumbuhan pembangunan wilayah, wilayah atau tata ruang sebagai elemen spasial sebagai landasan penyusunan indicator perkembangan tata ruang wilayah secara rinci dan terarah menurut dimensi dan aspeknya masing-masing dan terakhir adalah mengenai wajah daerah/wilayah (regional profile), dipadatkan/ disederhanakan menjadi tipologidaerah/wilayah (regional typology). 2. Teori-Teori Pertumbuhan Wilayah

SNPPTR diharapkan sangat membantu dalam penyusunan rencana pembangunan spasial di daerah-daerah sesuai dengan potensinya, hal ini berarti bahwa SNPPTR merupakan strategi yang membantu untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), yaitu untuk mencapai sasaran pembangunan secara serasi antara pertumbuhan, pemerataan, dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam pencapaian sasaran pembangunan tersebut, maka pembangunan sektor-sektor (terutama sektor strategis) dan pembangunan daerah harus diupayakan sejalan. Sektor strategis pada umumnya diartikan sebagai sector yang mempunyai kontribusi yang tinggi/ besar terhadap pertumbuhan produksi, kesempatan kerja, penerimaan devisa, dan perkembangan sektor-sektor lain. Sektor-sektor strategis tersebut misalnya sektor industry, pertanian (dalam arti luas), infrastruktur, dan lainnya.

Bebrapa analisis wilayah telah menggunakan konsep/teori economic base, yang menyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan industry ekspornya, perluasan dalam permintaan eksternal terhadap suatu wilayah merupakan penentu permulaan pertumbuhan dalam wilayah tersebut. Teori economic base membagi wilayah yang melakukan perdagangan menjadi dua, yaitu wilayah yang bersangkutan dan wilayah-wilayah sisanya. Demikian pula sektor ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu sektor dasar (sektor basisi) dan sektor non dasar (sektor non basis).

(11)

mendorong pergeseran sumber daya yang diperlukan.

Konsep pertumbuhan wilayah yang pertama menekankan pada sektor ekspor sebagai penentu permulaan pertumbuhan, sedangkan yang kedua adalah pada industri manufaktur (sektor sekunder). Keduanya sektor ekspor dan industry manufaktur telah ditampilkan sebagai penentu pertumbuhan wilayah, atau dapat dikatakan sebagai sektor strategis, dengan demikian mempounyai prioritas yang tinggi baik secara nasional maupun regional (wilayah).

3. Wilayah atau Tata Ruang Sebagai Elemen Spasial

Masalah lokasi dari setiap kegiatan produktif terutama dalam pembangunan harus dipertimbangkan dan dipilih secara efektif dan efisien. Penentu dimana kegiatan-kegiatan pembangunan tersebut akan dilakukan menyangkut masalah tata tuang.

Konsep tata ruang ekonomi sangat penting dalam studi pengembangan wilayah. Secara historis, tata ruang ekonomi mengalami perubahan dan pertumbuhan. Bebrapa kasus spasial dapat dikemukakan seperti terjadinya pemusatan kegiatan industri (aglomeris) dan urbanisasi ke kota-kota besar, terbentuknya pasar dan pusat-pusat baru yang menimbulkan wilayah-wilayah pelayanan dan mungkin pula perlu dilakukan penyempurnaan dalam pembagian wilayah pembangunan secara menyeluruh. Kasus-kasus diatas mempunyai pengaruh yang mendasar terhadap pengembangan tata ruang nasional.

Ahli-ahliilmu bumi dan ilmu ekonomi mempunyai pendapat dan gagasan yang berbeda mengenai konsep tat ruang. Ahli-ahli ilmu bumi menempatkan manusia dalam lingkungan alam, sebaliknya ahli-ahli ekonomi menganggap lingkungan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan manusia. Konsep tata ruang ekonomi mempunyai pengertian yang lebih operasional, misalnya investasi modal, jaringan transportasi, dan teknologi pertanian menciptakan perkembangan tata ruang wilayah. Tata ruang ekonomi merupakan suatu aplikasi variable-variabel ekonomi untuk memnuhi kebutuhan manusia pada tata ruang geografis (Boudeville).

Sesuai dengan logika Aristoteles, maka konsep wilayah dibedakan dalam tiga pengertian, yaitu wilayah homogin (berdasarkan uraian material), wilayah polarisasi atau wilayah nodal (menurut hubungan formal), dan wilayah perencanaan atau wilayah program (dikaitkan dengan sasaran akhir). Wilayah homogin menganggap bahwa wilayah-wilayah geografis dapat dikaitkan bersama-sama menjadi sebuah wilayah tunggal apabila wilayah-wilayah tersebut mempunyai karakteristik yang serupa, misalnya secara ekonomis keserupaan dalam pendapatan perkapita, struktur produksinya, atau pola konsumsinya, dapat pula bersifat geografis, misalnya keadaan topografi atau iklimnya, dan dapat pula bersifat social atau politis, misalnya suatu kepribadian daerah yang khas sehingga mudah dibedakan dengan karakteristik wilayah lainnya.

(12)

jaringan lalulintas jalan raya dibandingkan dengan kota-kota yang tidak terletak pada jaringan lalulintas jalan raya.

Wilayah perencanaan atau wilayah program sangat penting artinya jika dikaitkan dengan masalah-masalah kebijaksanaan pembangunan wilayah. Tata ruang perencanaan sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Pembagian wilayah perencanaan disusun berdasarkan pada analisa pembangunan sektoral yang berlokasikan pada suatu lingkungan geografis, merupakan suatu wilayah pengembangan dimana program-program pembangunan dilaksanakan. Disamping criteria homogenitas dan fungsionalitas terdapat pula variable lain yang digunakan untuk menentukan batas-batas wilayah yaitu uniformitas intensitas, namun mengingat pertimbangan praktis dalam ketersediaan data maka penentuan batas-batas wilayah mendasarkan pada wilayah administrasi (pemerintahan). Konsep wilayah perencanaan meliputi wilayah nodal yang mempunyai cirri-ciri yaitu terdapat suatu tempat sentral dan daerah komplementer disekitarnya lengkap dengan jaringan-jaringan pasar.

Selain dari konsep perwilayahan diatas, dapat dilakukan beberapa klasifikasi wilayah (homogin), misalnya :

a. Wilayah-wilayah yang sangat maju (the most highly developed region) b. Kawasan yang baru berkembang (the newly developing zones)

c. Wilayah-wilayah yang kurang berkembang dan lambat pertumbuhannya (less developed and slowly growing regions).

Masih banyak alternative perwilayahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perencanaan.7

4. Dimensi Ruang Wilayah dalam Perencanaan Pembangunan

Ruang wilayah merupakan bagian dari suatu wilayah pengembangan. Ruang0ruang wilayah tidak dapat dipisahkan dari suatu wilayah pengembangan. Wilayah pengembangan adalah permukaan wilayah, dimana terjadi interaksi pembangunan antara sumberdaya menusia (SDA) , sumberdaya modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan, dan sumber-sumberdaya pembangunan lainnya. Ruang wilayah lebih menekankan pada lokasi ditempatkannya kegiatan usaha dan pembangunan. Keadaan fisik masing-masing ruang wilayah bervariasi, berbeda dalam keadaan topografi wilayah, iklim, geologi, tingkat kesuburan dan kesesuaian lahan, ketersediaan air, dan lainnya. Selain perbedaan keadaan fisik, terdapat pula perbedaan dalam aspek ekonomi (kemampuan berkembangnya sektor-sektor unggulan), perbedaan dalam aspek social (sumberdaya kependudukan, fasilitas pelayanan pendidikan dan kesehatan).

(13)

pandang ekonomi yang mengemukakan bahwa setiap kegiatan usaha dan pembangunan agar dilakukan pada tempat yang paling sesuai, dilihat dari beberapa pertimbangan, yaitu kapasitas (kesuburan) lahan dan kesesuaian lahan, serta kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup. Menempatkan kegiatan berdasarkan prinsip tata pandang yang memiliki kesesuaian terhadap kesuburan dan kesesuaian lahan, serta kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup diharapkan akan mencapai hasil yang efektif dan efisien. Misalnya, membangun industry tidak tepat bila ditempatka di daerah permukiman yang padat ditengah perkotaan, tetapi sebaiknya di daerah pinggiran kota atau diluar kota, yang tersedia lahan yang luas. Kegiatan usaha persawahan, ladang, pertambakan, dan peternakan, lebih dapat ditempatkan di daerah luar kota; lokasi pemukiman penduduk perkotaan dilakukan secara tersebar di daerah perkotaan. Uraian yang dikemukakan diatas tentang penentuan lokasi yang tepat dari berbagai kegiatan usaha dan pembangunan diletakkan pada lokasi yang sesuai berdasarkan pertimbangan aspek fisik, ekonomi, social, dan lingkungan hidup, dengan demikian diharapkan dapatmemberi hasil yang optimal.

Selanjutnya adalah bagaimana cara mencapai pemanfaatan tata ruang daerah (wilayah) secara optimal? Untuk mencapai pemanfaatan tata ruang daerah (wilayah) secara optimal haris dilakukan penataan tata ruang secara tepat, dalam arti bersesuaian dengan kondisi lahan yang tersedia, yang dimaksudkan adalah sesuai dengan keadaan fisik, ekonomi, social, kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan ruang wilayah harus sesuai dengan daya dukung lahan.

Jelaslah, bahwa peranan lahan sebagai ruang wilayah yang dimanfaatkan untuk pelaksanaan kegiatan usaha dan pembangunan adalah sangat penting dan menentukan keberhasilannya. Pemanfaatan lahan untuk pelaksanaan kegiatan usaha dan pembangunan harus dilakukan perencanaan tata ruang wilayah. Untuk melakukan penataan ruang wilayah secara optimal harus dilakukan perencanaan tata ruang wilayah. Perencanaan tata ruang wilayah merupakan proses, dan produknya adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (Daerah). 5. Pendekatan dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah

Pendekatan yang dilakukan Dallam perencanaan pembangunan terdiri dari beberapa macam, yaitu:

a. Yang umum dilakukan adalah pendekatan sektoral, diarahkan pada sektor-sektor dimana program-program pembangunan dilaksanakan, misalnya sektor pertanian, sektor pertam-bangan, sektor industri, sektor perhubungan, sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor pariwisata, dan lainnya.

b. Pendekatan regional, setingkat lebiih maju dari pendekatan sektoral, yang pada dasarnya menerapkan pendekatan sektoral, yang disebutkan lokasinya pada ruang wilayah yang tentukan, penyebutan ruang wilayah sebagai lokasi dari program pembangunan yang di-laksanakan hanya merupakan indeks lokasional.

(14)

perke-bunan, kawasan pedesaan terpadu, dan lainnya), biasanya lebih luas dari wilayah adminis-trasi (kecamatan dan kabupaten). Dan sebagai suatu kawasan perencanaan memiliki sec-tor dan komoditas unggulan, tersedia jaringan transportasi yang menghubungkan kepust-pusat pelayanan yang tersebar dalam lingkup suatu kawasan dan keluar kawasan.

d. Pendekatan spasial (tata ruang), yang lebih spesifik, yang diarahkan pada lokasi program dan proyek pembangunan ditempatkan pada tata ruang tertentu.

Pendekatan regional, pendekatan kawasan, pendekatan spasial adalah pendekatan pembangunan yang didasarkan pada luasan ruang wilayah. Selain dari itu, terdapat pula pendekatan pembangunan wilayah berdasarkan karakteristik wilayah menurut logika Aristoteles, yaitu wilayah homogin, wilayah nodal (polarisasi), dan wilayah perencanaan (program). Pendekatan wilayah homogin adalah pendekatan pembangunan yang ditujukan kepada penanganan wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik (ekonomi) yang sama, misalnya memiliki tingkat pendapatan perkapita, system pertanian yang relatif seragam (homogin). Pendekatan wilayah nodal (polarisasi) adalah pendekatan pembangunan yang membahas hubungan formal antar pusat pelayanan (atau kota-kota), yang menganalisis hubungan kegiatan dari pusat-pusat kecil menuju ke pusat besar dan hubungan kegiatan dari daerah perkotaan menujuu ke daerah-daerah pedesaan. Pendekatan wilayah perencanaan (program) adalah pendekatan pembangunan yang memfokuskan pada suatu wilayah perencanaan yang telah ditetapkan, dimana program pembangunan diletakkan (misalnya wilayah perencanaan Daerah Aliran Sungai).

Pendekatan pembangunan lainnya yang banyak dikenal, yaitu pendekatan pembangunan terpad, pembangunan komprehensif, pembangunan partisipatif, pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, dan lainnya.

Pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan diatas, pada dasarnya membutuhkan dukungan tersedianya ruang wilayah sebagai wadah interaksi kegiatan pembangunan, sebagai arena tempat dilaksanakannya pembangunan. Interaksi kegiatan pembangunan dan ruang wilayah tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pembangunan senantiasa berdimensi ruang wilayah.

(15)

sektoral tersebut tidak dapat dipisahkan dengan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh ruang wilayah (daerah) yang bersangkutan. 8

D. Pengertian Kota

Menurut UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, Kota adalah Wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.9

Secara umum kota adalah tempat bermukimnya warga kota,tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, social, ekonomi, budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern dan menjadi wewenang pemerintah.

Kota adalah suatu entitas yang utuh. Ada relasi fungsi social ekonomi, politik, budaya, dan lainnya, yang prosesnya bukan serta merta, ada begitu saja, ada suatu proseskultural panjang.

Hubungan dan fungsi dalam konteks struktur dan system kota, seharusnya ada system tata ruang yang diekplisitkan, yang fungsi tata ruang itu, harus fungsional, ada hubungan saling mempengaruhi dan tidak berdiri sendiri.

Kota merupakan suatu entitas sitemik atau utuh. Itu hal pertama yang harus dipakai. Sebagai sutu entitas yang utuh, apapun realutas kota, merupakan wahana hidup bagi seluruh warganya, dengan daya dukung material kewilayahan apapun yang ada dikota itu. Pada konteks seperti ini, hal mendasar yang harus diperhatikanadalah bagaimana sumberdaya kota secara material dan

nonmaterial, menjadi wahana hidup bagi seluruh warga.

Kota yang telah berkemang maju mempunyai peranan yang lebih luas lagi antara lain (1) Sebagai pusat pemukiman penduduk, (2) Sebagai pusat kegiatan ekonomi, (3) Sebagai pusat kegiatan social budaya, dan (4) Pusat kegiatan politk dan administrasi pemerintah serta tempat kedudukan pemimpin pemerintahan.10

Pada umumnya kota itu diartikan sebagai suatu permukaan wilayah dimana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk dan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi pemerintahan. Secara lebih riinci dapat digambarkan yaitu meliputi lahan geografis utamanya untuk permukiman. Berpenduduk dalam jumlah relatif bayak (besar), diatas lahan yang relatif terbatas luasnya, dimana mata pencaharian penduduk didominasi oleh kegiatan non pertanian, sebagian besar merupakan kegiatan sektor tersier (perdagangan, transportasi, keuangan, perbankan, pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya), sektor pengolahan atau sektor sekunder 8 Rahardjo Adisasmita, Analisis Tata Ruang Pembangunan, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h. 105-109 9 UU No.26 Tahun 2007, “Tentang Penataan Ruang” diakses pada tanggal 27 Desember 2013

(16)

(industri dan manuffaktur), serta pola hubungannya antar individu dalam masyarakat dapat dikatakan lebih bersifat rasional, ekonomis, dan individualistis.

Kota mempunyai daya tarik yang relatif (sangat) kuat bagi penduduk yang bedomisili diluar kota yang bersangkutan, baik yang tersebar di daerah pedesaan ataupun di kota-kota yang lebih kecil. Arus urbanisasi (kedaerah perkotaan) makin kuat. Daya tariiknya dalam bentuk menjanjikan lapangan kerja, pendapatan yang lebih tinggi, taraf kehidupan yang lebih baik, memberikan peluang mengembangkan bakat keterampilan melanjutkan studi dan lainnya. Jadi suatu kota itu mempunyai kaitan dengan kota-koata lainnya selain harus memperhatikan penyediaan pelayanan umum kepada penduduk kotanya (fungsi sekunder), maka dapat dikatakan bahwa fungsi primer kota itu adalah melaksanakan pelayanan kepada kota-kota lain (hubungan eksternal). Pelayanan kepada penduduk kotanya merupaka fungsi sekunder 9hubungan eksternal).

Perkembangan daerah perkotaan menunjukkan daerah terbangun (urban area) makin bertambah luas sebagai akibat dari jumlah penduduknya bertambah besar. Seringkali terjadi luas daerah terbangun keluar melampaui batas administratifnya, sehingga batas wilayah administrasikota seperti dikemukakan diatas haruus diperluas. Untuk itu diperlukan perundingan dengan kabupaten tetangga agar bersedia menyerahkan sebagian dari wilayah administratifinya. Idealnya suatu kota itu harus mampu mengakomodasi perkembangan kota yang pesat dan dinamis pada masa mendatang. Oleh karena itu harus mampu mengantisipasi perkembangan perkotaan selama 20-30 tahun bahkan 50 tahun kedepan. 11

E. Pengembangan dan Pertumbuhan Kota

1. Pengembangan Kota; Meluas Kesamping dan Menjulang ke Atas Serta Memanjang

Perkembangan kota ternyata semakin pesat. Ada yang berkembang meluas secara horizontal. Perkembangan kota meluas yang bersifat mendatar. Daerah terbangun semakin luas, diperlukan lahan yang cukup luas, tetapi makin lama makinsulit mendapatkan lahan. Orientasi perkembangan menuju kearah wilayah perbatasan perluasan kota yang bersifat ini memunculkan konsep kota mendatar (horizontal city).12

Perkembangan kota secara horizontal, kota tumbuh dan berkembang secara horizontal dan meluas kesegala arah yang memungkinkan, dimana lahan masih tersedia dengan biaya yang terjangkau.

b. Keuntungan pembangunan kota secara horizontal: 1) Menghemat biaya pembangunan

2) Kemungkinan secara maksimum penggunaan pencahayaan alami 3) Kepadatan penduduk dapat dibatasi

11 Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Kota Optimum, Efisien dan mandiri, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), h.49-50

(17)

4) Bangunan dapat menggunakan konstruksi sederhana (ekonomis) 5) Lahan-lahan marjinaldapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka. c. Kerugian pembangunan kota secara horizontal:

1) Membutuhkan lahan yang luas, dan

2) Menjadi tidak ekonomis bila nilai lahan terlalu tinggi (mahal).13

Pada kota mendatar ini pemanfaatan lahan perkotaan makin bertambah luas dan makin jauh dari pusat kota, yang berarti pengaruh pusat kota menjadi semakinluas dan jauh, hal ini berpengaruh terhadap harga (nilai) lahan perkotaan, makin dekat kota harga nilai lahan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan yang terletak lebih jauh dari pusat kota.

Apabila pengembangan kota mendatar ini tidak mengikuti pola konsentris, maka akan membentuk pusat-pusat kota utama. Kota utama dan kota-kota baru tersebut membentuk semacam kerucut kepadatan kegiatan yang tidak sama tingkat intensitasnya satu sama lainnya. Lahan yang terletak pada puncak kerucut mempunyai harga (nilai) lahan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang terletak lebih jauh. Kemudahan pengangkutan, kemudahan lainnya dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi harga (nilai) lahan.

Sebaliknya dari kota mendatar, pola pengembangan kota dapat bersifat menjulang keatas atau vertikal, maka muncul konsep kota menjulang (vertical city) merupakan kota berskala besar, pembangunan gedung-gedung dan perumahan sangat padat dan banyak yang bertingkat tinggi sebagai akibat kesulitan dan keterbatasan lahan yang diperlukan, bahkan gedung-gedung dibangun beberapa lantai di bawah lantai dasar.

Gedung-gedung bertingkat tinggi di kota metropolitan internasional mencapai sekitar 100 tingkat/lantai yang dinbangun diatas sebidang lahan dengan luas tertetu, gedung yang mencakar langit mencapai berlipat-lipat kali dibandingkan dengan gedung yang tidak bertingkat. Kecenderungan ini terjadi pula pada pembangunan rumah-rumah bertingkat tinggi.14

Perkembangan kota secara vertikal, bangunan-bangunan kota dirancang dan dikembangkan secara bertingkat (multy-storey), dimana pembangunan ini dimungkinkan pada kawasan yang mempunyai nilai lahan tinggi (mahal).

a. Keuntungan pembangunan kota secara vertikal:

1) Banyak orang tinggal dan menggunakan pelayanan umum pada bangunan yang sama sehingga dapat menimbulkan rasa kebersamaan kelompok,

2) Pada lantai diatas ketinggian tertentu, pemandangan alam dapat dinikmati dengan baik (laut, sungai, gunung dan lai-lain),

3) Memungkinkan penggunaan secara maksimum teknik-teknik konstruksi modern, seperti lift, eskalator, dan lain-lain,

4) Penghematan lahan secara ekonomis sehingga nilai lahan yang tinggi dapat dimanfaatkan secara optimal,

5) Secara ekonomis, biaya konstruksi pada bangunan dapat dirancang dengan tipe struktur yang sama pada tiap-tiap lantai yang berbeda.

b. Kerugian pembangunan kota secara vertikal:

13 Rinaldi Mirsa, Elemen Tata Ruang Kota, (Yogyakarta :Graha Ilmu, 2012) h.19

(18)

1) Dalam kasus bencana (gempa, kebakaran) akan menyulitkan penghuni untuk meloloskan diri secara aman, khususnya lantai atas,

2) Kepadatan penduduk akan meningkat,

3) Rancangan pembangunan cenderung sama (stereo-type) dan tidak ada batasan pribadi menyangkut suka atau tidak suka ,

4) Kegagalan dalam mengoperasikan lift, pompa air, dan lain-lain dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi penghuni,

5) Secara psikologis, penghuni di lantai atas terpisah dengan kehidupan alam (tanah).15 Kota memanjang (linear city), dirancang dengan menggunakan prinsip bahwa rute transport harus menjadi determinan atau penentu mengenai bentuk kota dan yang pembangunannya diatur pada kedua sisi poros atau jalan utama. Istilah kota memanjang (linear city) diperkenalkan oleh Suria Y.Mata. Seorang sarjana teknik kebangsaan Spanyol.16

Selain itu kota juga dapat dilihat dari bebrapa sudut pandangyang berbeda sehingga dapat menghasilkan amatan yang berbeda pula, seperti halnya melihat kota dalam bentuk sebaran-sebaran yang terdapat dikota dapat kita lihat dari beberapa pola diantaranya adalah:

a. Pola Sentralisasi

Pola sentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung berkumpul atau berkelompok pada satu daerah atau wilayah utama. Area utama tersebut merupakan daerah yang ramai dikunjungi serta dilewati oleh banyak orang pada pagi, siang dan sore hari, namun sunyi dimalam hari.

b. Pola Desentralisasi

Pola desentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung menjauhi titik pusat kota atau inti kota sehingga dapat membentuk suatu inti/nukleus kota yang baru. c. Pola Nukleasi

Pola nukleasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang mirip dengan pola penyebaran sentralisasi namun dengan skala ukuran yang lebih kecil dimana inti kegiatan perkotaan berada di daerah utama.

d. Pola Segresi

Pola segresi adalah pola persebaran yang saling terpisah-pisah satu sama lain menurut pembagian sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya.17

Beberapa konsep kota yaitu : a. Kota Metropolitan

Kota raya (atau metropolitan) berkembang pesat karena arus urbanisasi yang sangat kuat. Berbagai kegiatan yang ditimbulkan cenderung berorientasi menuju kepusat kota. Pusat kota menjadi bertambah padat (gedung dan kegiatan bisnis) dan semakin macet (arus lalu lintas). Kepadatan dan kemacetan dipusat kota harus diupayakan untuk 15 Rinaldi Mirsa, Elemen Tata Ruang Kota, (Yogyakarta : Graha ilmu, 2012), h.19-20

16 Raharjo Adisasmita, Pembangunan Kota Optimum, Efisien dan Mandiri, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), h. 51

(19)

disebarkan ke beberapa pusat yang merupakan pusat pertumbuhan yang terletak disekitar pusat utama, yang termasuk dalam lingkup kota metropolitan.

Pusat-pusat yang potensial tersebut dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan, dan selanjutnya diberi sebutan ”kota mandiri”. Kota mandiri diartikan sebagai konsentrasi permukiman yang memiliki fungsi-fungsi perkotaan yang lengkap dan secara ekonomi mampu mandiri dalam arti dapat memberikan pelayanan umum dan memenuhi kebutuhan dasar permukiman setempat dan ppengembangannya didasarkan pada hasil kegiatan ekonominya. Yang direncanakan sebagai kota mandiri diharapkan kehidupan ekonominya tidak terlalu bergantung pada kegiatan perekonomian pusat kota utama.

Dengan berkembangnya kota-kota mandiri tersebul dimaksudkan mampu menampung arus urbanisasi yang jika dibiarkan akan menuju ke pusat kota utama. Kota-kota mandiri tersebut dapat dianggap mirip tetapi berbeda dengan Kota-kota satelit.

Kota satelit (datellite town) menurut definisinya, diartikan sebagai kota yang terletak dipinggir (di sekitar) atau berdekatan dengan satu kota besar, yang secara ekonomi, sosial, administrasi dan politis tergantung pada kota utama. Kota satelit mirip dengan kota mandiri, dilihat dari letaknya kota mandiri itu berdekatan (di sekitar) pusat kota umum, dan masih berada dilingkup kota metropolitan.

b. Kota Pertanian

Kota pertanian atau agropolitan yang dikemnagkan oleh Friedmann, dikembangkan karena kegagalan teori kutub pertumbuhan (growth pole theory yang diintroduksikan oleh Francois Perroux) dalam menyebarkan dampak pembangunan dari kutub pertumbuhan kedaerah sekitarnya (yaitu trickling down effect yang dikemukakan oleh Hirschman). Kegagalan tersebut mendorong perencanaan pembangunan perkotaan mempertimbangkan untuk menerapkan konsep kota pertanian atau ”agropolitan”yang sering diterjemahkan sebagai ”kota di ladang” yang mempunyai radius terhadap wilayah pengaruhnya sejauh sekitar 10 kilometer(atau satu jam perjalanan dengan sepeda). Di agropolitan terdapat kegiatan pelayanan pemasaran komoditas hasil pertanian (agrobisnis) dan terdapat pula kegiatan pengelolaan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah (agroindustri). Kota pertanian dikenal sebagai kota pusat pengumpulan hasil pertanian yang kegiatan ekonominya berdasarkan perdagangan hasil pertanian. Contoh : kota Karawang di Jawa Barat (beberapa waktu yang lalu).

(20)

disubordinasi oleh kota yang berskala kegiatannya lebih besar (dalam sektor jasa dan manufaktur).

c. Kota Pariwisata (Resort Town)

Kota pariwisata merupakan permukiman yang dibangun terutama untuk rekreasi termasuk kegiatan yang bersifat fisik, mental dan budaya, umumnya terdapat fasilitas hotel, motel, rumah makan, cafe, money changer, toke cenderamata dan lain-lainnya. Kota-kata pariwisata dibangun pada tempat-tempat yang udaranya sejuk dan pemandangan alamnya indah atau yang memiliki peninggalan sejarah dan budaya atau detepi pantai, contoh : Lembang (Jawa Barat), Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Berastagi (Sumatera Utara), Kaliurang (Yogyakarta), Senggigi (Lombok, Nusa Tenggara Barat). d. Kota Taman (Garden City)

Kota taman adalah kota yang dirancang dengan tujuan untuk memperbaiki mutu kehidupan kota industri yang dirasakan semakin memburukknnya lingkungan kehidupan dimana kawasan permukiman yang tersebar itu dikelilingi jalur hijau (daerah pertanian). Kota taman mengandung didalmnya jalur dan kantong-kantong fasilitas taman umum, pekarangan hijau, selain terdapat fasilitas-fasilitas lengkap untuk kehidupan sosial beserta kemudahan-kemudahan lainnya. Konsep kota taman dikembangkan oleh Ebeneser Howard dalam bukunya ”The city of tomorrow” (1902), pada dasarnya berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu :

1) Lahan dikuasai atau dikendalikan oleh pemerintah 2) Didesain secara cermat dan lengkap unsur-unsur kotanya

3) Ada jalur lingkaran hijau yang mengelilingi kota ini secara pemanen yang antara lain fungsinya untuk membatasi pertumbuhan fisik kota.

e. Kota Danau

Kota yang mementingkan kondisi lingkungan hidup perkotaan yang bersih seperti kota Camberra, ibukota Australia, ditenganh kota dibangun tiga danau besar dan luas, dapat menciptakan udara yang segar dan bersih, dapat mengurangi polusi udara. Daerah permukiman terletak tersebar dari pusat kota. Rencana tata ruang perkotaan yang disayembarakan, yang terbaik adalah sebagai pemenangnya. Metode sayembara tersebut dimaksudkan untuk memperoleh ide atau perencanaan yang baik.

Seperti di kota Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan), di mana ada beberapa tempat yang permukaan daratnya lebih rendah dari permukaan laut, maka jika terjadi hujan lebat beberapa hari saja secara terus-menerus akan terjadi banjir. Saran pembuatan danau besar untuk menampung air hujan dan mencegah banjir ditinjau dari segi perencanaan kota adalah tepat, tetapi mengalami kesulitan seluruh lahan perkotaan sudah bersertifikat, sehingga tidak mudah diambil alih oleh pemerintah kota untuk dibangun menjadi danau perkotaan (urban lakes).

f. Kota Pantai

(21)

tadinya merupakan tempat pendataran ikan (TPI) kemudian berkembang menjadi kegiatan-kegiatan pengolahan, (seperti industri pengolahan ikan dan jasa pemasaran perikanan).

Kota pantai muncul karena tersedianya fasilitas perhubungan atau karena strategi pertahanan, kota pantai seharusnya berkembang dengan memanfaatkan ruang daratan yang meliputi ruang laut (arah ke kota) yang dihubungkan dengan ruang daratan yang meliputi ruang permukimam dan lokasi berbagai kegiatan perkotaan. Ruang rantai dan laut serta daratan secara keseluruhan merupakan aset dan lansekap kota pantai yang sangat menarik, sehingga perlu direncanakan penataan ruangnya secara terintegrasi. g. Mega City Masa Depan

Berdasarkan kota diukur dari jumlah penduduknya. Koat berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa (kota metropolitan) banyak dijumpai didunia, seperti New York, London, Paris, Tokyo, Sydney, dan Jakarta, bahkan ada kota yang jumlah penduduknya mendekat 30 juta jiwa (Megapolitan atau Mega City) yaitu New Mexico. Jumlah penduduk yang banyak diikuti oleh luasan wilyahperkotaan yang sangat besar. Penataan lahan perkotaan sangat rumit (untuk perumahan, perkantoran, perbelanjaan, transportasi, pertamanan, rekreasi dan sebagainya). Penyediaan dan pengelolaan fasilitas umum, misalnya air minum/bersih, listrik, sanitasi, persambapahan, pasar, telepon, peyedotan limbah manusia, dan lainnya bukan merupakan permasalahan yang sederhana. Pertumbuhan perkotaan berlangsung cepat, pembangunan prasarana dan sarana perkotaan harus disediakan secara cepat pula, pelayanan kepada masyarakat luas harus diselenggarakan dengan cepat, murah dan berkualitas. Semuanya serba cepat dan meningkat.

Pembangunan rumah tempat tinggaldilakukan dalam ukuran kecil (rumah mini) karena jumlah penduduk semakin banyak. Ada kecenderungan banyak karyawan tinggal dikantor, setiap akhir pekan pulang kerumahnya yang terletah jauh daripusat kota (lebih dari 100 mil). Rumah Susun Sewa (Rusunawa) bertingkat tinggi banyak dibangun. Tempat mandi umum yang berkapasitas besar banyak dibangun. Ada yang mengusulkan untuk membangun rumah tidur untuk berkapasitas besar, berbentuk lubang-lubang ruangan tidur bersusun-susun tinggi keatas yang dilengkapi dengan pendingin AC dan pengatur waktu, disewakan kepada yang membutuhkan sesuai waktu yang digunakan untuk istirahat atau tidur. Rumah tidur umum berkapasitas besar adalah menguntungkan dibangun di kota-kota yang berpenduduk banyak. Pembangunan gedung-gedung (perkantoran, perbelanjaan, bank dan lainnya) dilakukan beberapa tingkat /lantai dibawah permukaan tanah untuk mengatasi hambatan temperatur yang sangat dingin, dengan demikian interaksi/komunikasi antar gedung dapat dilaksanakan tanpa hambatan.

(22)

semakin meningkat. Kepadatan dan kemacetan lalulintas dijalan akan mendorong diciptakan mobil terbang (aircar).

Dalam kehidupan perkotaan yang semakin besar (metropolitan dan megapolitan/mega city) terdapat dorongan dan tuntutan untuk melakukan inovasi dan modernisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi kehidupan perkotaan.18

2. Perkembangan Kota Menurut Asal Pertumbuhan

a. Perkembangan alamiah, yaiutu perkembangan kota dimasa yang lalu secara alamiah tanpa dilakukan kegiatan perencanaan kota. Dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan kota, didasarkan pada kegiatan manusia yang berdasarkan pertimbangan keuntungan sesaat. Infrastruktur dibangun secara tidak teratur, tanpa mempertimbangkan perluasan kota dimasa depan. Bentuk kota yang berkembang secara alamiah, antara lain: 1) Peyebaran secara konsentrik (Concentric Spread), merupakan kecenderungan alamiah

dimana orang ingin sedekat mungkin dengan pusat kota, dan sebagai wujudnya adalah kota berkembang berbentuk konsentrik dengan pusat kota sebagai inti. Permasalahan yang ditimbulkan meliputi kemacetan lalu lintas, jalan-jalan sempit, konsentrasi penduduk dan lain sebagainya.

2) Pengembangan bentuk pita (Ribbon Development). Pada umumnya perkembangan berbentuk pita terjadi sebagai akibat peningkatan sistem jaringan jalan dan pertumbuhan lalu lintas kendaraan bermotor. Secara alamiah, kecenderungan setiap orang membangun aktifitas sedekat mungkin dengan jalur jalan utama. Jika tanpa pengendalian yang efektif dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan, antara lain:

a) Peningkatan biaya pelayanan prasarana dasar,

b) Perbaikan pelayanan dimasa depan menjadi mahal dan suli,

c) Kegiatan yang ada akan terkena dampak arus lalu lintas yang tinggi (kebisingan, polusi udara, debu dan lain-lain),

d) Berpeluang terjadinya kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas, e) Kapasitas lalu lintas dan efisiensi pada jalan utama berkurang.

3) Pertumbuhan berbentuk satelit (Satellite Growth). Pertumbuhan kota satelit terjadi bila besaran kota telah mencapai ukuran tertentu, yang berkembang disekitar kota utama (metrapolitan) dan secara sosial-ekonomi masih bergantung pada kota induknya. Permasalahan yang terjadi umumnya berkaitan dengan akses terhadap kota induknya.

4) Pertumbuhan secara terpencar (Scattered Growth). Pertumbuhan kota berlangsung dengan pola yang tidak teratur. Hal ini akan menimbulkan permasalahan kemacetan lalu lintas, masuknya kegiatan industri dalam lingkungan permukiman, munculnya kawasan kumuh, kurangnya ruang terbuka (taman). Bila tidak terkendali, persoalan ini akan sulit dipecahkan dimasa depan.

(23)

b. Perkembangan yang direncanakan, yaitu kota berkembang berdasarkan acuan/rencana yang telah disususn oleh perencana kota. Keseluruhan pertumbuhan kota dikendalikan melalui aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Perkembangan kota memperlihatkan distribusi berbagai aktivitas secara rasional untuk menghindari terjadinya konflik dimasa depan. Penyediaan berbagai sarana dan prasarana kota didasarkan pada kebutuhan dimasa depan.19

3. Prinsip Pertumbuhan Kota

Dalam membahas masalah pertumbuhan kota perlu diketahui mengenai struktur kota, demikian pula pertumbuhan penduduknya. Boulding melukiskan pertumbuhan kota sebagai suatu proses yang cukup pelik, dia mengemukakan beberapa prinsip yang penting untuk menganalisis masalah pertumbuhan kota. Dua diantaranya ialah :

a. Prinsip pertama menyatakan bahwa dalam setiap gerak pertumbuhan, maka bentuk dari setiap objek, organisme atau organisasinya adalah merupakan akibat dari aturan hukum pertumbuhannya. Lebih lanjut prinsip ini menyatakan bahwa pertumbuhan suatu kota akan menciptakan bentuknya sendiri dan seringkali terjadi bahwa bentuk suatu kota dapat membatasi pertumbuhannya.

b. Yang kedua adalah prinsip ”Equal advantage” (faedah atau manfaat sama). Prinsip ini berusaha menjelaskan bahwa kemampuan bertumbuh diantara bagian-bagian struktur kota diupayakan secara berimbang.

Teoti ekologi klasik pada pentingnya saling ketergantungan antara pertumbuhan dan bentuk kota, sedangkan teori-teori modern kelihatannya lebih menekankan pada prinsip aqual advantage.

Manfaat dan faedah penempatan tempat tinggal atau suatu kegiatan usaha pada suatu jarak dari pusat kota dapat dibandingkan dari besarnya biaya perumahan dan biaya transport. Semakin jauh dari dari pusat kota berarti semakin tinggi biaya transport dan semakin kecil pula dalam kemampuan pertumbuhannya. Penempatan pada pusat kota dikatakan lebih menarik karena memperoleh banyak kemudahan. Demikian penempatan lokasi pada rute utama transpor atau pada daerah sekitar persimpangan rute transpor. Secara umum data dinyatakan bahwa pertumbuhan kota cenderung mengikuti perkembangan teknologi transportasi.

Dalam implementasinya struktur kota yang lebih berkembangm mungkin dapat menunjang pertumbuhan kota yang dimaksud, tetapi sebaliknya dapat pula membatasinya. Jadi walaupun dua buah kota besarnya sama akan tetapi pertumbuhannya mungkin saja berbeda, hal ini dipengaruhi oleh teknologitransportasi dan struktur kotanya masing-masing.

Dikota-kota lama terlihat dan bahkan lebih dirasakan adanya kongesti lalulintas dari daerah tempat tinggal penduduk ke daerah pusat kota dibandingkan dengan dikota-kota yang baru. Terdapat keterkaitan antara kepadatan total dan distribusi pertumbuhan kota. Dalam jangka panjang pertumbuhan kota akan menyebar dan merata keseluruh kawasan.

a. Kaitan antara Pertumbuhan Kota dan Bentuk Kota

(24)

Menurut Burgess struktur kota sebagai suatu rangkaian ”concentric zones” (kawasan konsentris atau kawasan sepusat), dan berkembangnya struktur tersebut terjadi dengan cara ekspansi kawasan lainnya. Pada kakikatnya kawasan itu merupakan suatu hasil ekspansi dari suatu kota. Mengenai invasi suatu kawasan terhadap kawasan lainnya hendaknya jangan ditafsirkan secara sempit yaitu sebagai pengusiran atau menggantikan pemakaian tanah yang lama oleh yang baru, akan tetapi bebagiannya diartikan lebih luas yaitu dikaitkan dengan konsep kesuksesan. Menurut konsep ini penempatan usaha atas sebidang tanah yang kurang serasi atau tidak menguntungkan atau diganti oleh usaha atau penempatan kegiatan yang lebih baik.

Jaringan transportasi menghubungkan dari pusat kota ke berbagai kawasan disekitarnya. Permukiman penduduk cenderung mengikuti tersedianya jaringan transportasi. Berdasar pada asumsi bahwa dalam kota terdapat sebuah pusat (mono centered) maka pemanfaatan tanah kenyataannya sebuah pusat (center) mempunyai beberapa sub-center disekitarnya yang berfungsi untuk melayani kebutuhan perdagangan eceran bagi penduduk yang bertempat tinggal dikawasan tersebut. Pola ini adalah pola multi center (multi nucleition). Jadi dilihat dari struktur kota terdapat 3 pola yaitu pola segmentasi, pola konsentrasi dan pola multy center.20

b. Skala dan Pertumbuhan Ekonomi

Kota merupakan pemusatan dari berbagai kegiatan yang meliputi sosial, kegiatan ekonomi, kegiatan politik, kegiatan kebudayaan dan kegiatan administrasi. Berbagai industri, modal, tenaga ahli dan terampil, tenaga buruh kasar, fasilitas-fasilitas penunjang dibidang perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta kedudukan pemimpin pemerintahan dari berbagai tingkat berbeda di kota. Peranan kota dalam kehidupan masyarakat menjadi semakin besar dan semakin penting. Pertumbuhan kota semakin pesat baik dilihat dari pertumbuhan maupun dari tingkat kegiatannya.

Sebagian besar analisis mengenai pertumbuhan kota baik secara tegas maupun secara kurang tegas, menjalankan bahwa besarnya kota merupakan determinan utama dari tingkat pertumbuhan kota. Biasanya kota-kota besar tumbuh lebih cepat dibandingkan dengankota-kota kecil. Proses pertumbuhan kota tidak selamanya terlaksana smooth (mulus), akan tetapi banyak pula hambatan yang dihadapinya. Penghematan ekonomis (economies) yang ditimbulkan dari adanya pemusatan kegiatan (aglomeris) dikota-kota besar memang telah banyak dirasakan manfaatnya, akan tetapi manakala gejala aglomerasi tersebut sudah berlebihan dan melampaui tingkat yang dianggap cukup, maka akan mengakibatkan pemborosan ekonomis (diseconomies), seperti dapat ditunjukkan terjadinya gejala bahwa tingkat upah meningkat, tingkat biaya produksi dan harga-harga barang juga bertambah mahal. Pengaruh lainnya yang sama pula akibatnya yaitu

(25)

merupakan hambatan terhadap laju pertumbuhan kota, misalnya kongesti (kemacetan) dari kendaraan-kendraan bermotor dan polusi pabrik-pabrik besar berlokasi didaerah perkotaan.

Interpretasi hubungan antara besarnya kota dan pertumbuhan kota dapat dijelaskan sebagai berikut : pertama, dengan industrialisasi kota menjadi semakin penting fungsinya ditinjau dari pertimbangan ekonomi, karena indusrti memerlukan tenaga kerja dan keterampilan. Untuk menarik dan mengembangkan industrimerupakan determinan utama pertumbuhan kota, maka suatu kota dapat tumbuh cepat dengan mengadakan penyesuaian kembali struktur spasialnya sehingga dapat mengobservasi industri-industri baru secara efisien, suburbanisasi (pinggiran/kota), perluasan batas kota, pembangunan perumahan dan fasilitas transportasi untuk para komuter. Indusri barang konsumsi cenderung menempatkan diri sesuai dengan distribusi penduduk. Wilayah industri dikembangkan diluar pusat kota.

Ke dua, masyarakat kota bertumbuh besar karena terjadi konsentrasi penduduk yang memerlukan jasa yang lebih banyak dan luas, misalnya perumahan, jasa sosial, fasilitas distribusi, fasilitas rekreasi dan sebagainya. Potensi pertumbuhan suatu kota tergantung pada kemampuan untuk menciptakan dan menarik sumbernya produktif untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan oleh pasar regional dan nasional. Kapasitas suatu kota memperluas stok sumberdaya dibatasi oleh tingkat pertambahan penduduk alamiah, hasrat para manejer lokal dan investor untuk meningkatkan produktivitas. Kota-kota yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi harus mampu menarik faktor-faktor produktif dari luar, harus menarik migran, modal, keahlian manajerial, dan inovasi dari luar. Kota-kota besar cenderung menjadi pusat-pusat inovasi.

Jadi pada dasarnya perkembangan atau perkembangan atau pertumbuhan kota itu tidak berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa berkaitan dengan daerah sekitarnya, berkaitan dengan daerah belakangnya (hinterland) dan bahkan dari luar negeri.

c. Formulasi Teori ”Central Place” (Tempat Sentral)

(26)

yang lebih kecil, dan terlihat pula arus polarisasi atau mengutubnya arus kegiatan-kegiatan ekonomi ke kota-kota sebagai pusat kegiatan-kegiatan.

Pusat kota dapat dikatakan pula dengan istilah central place (tempat sentral). Teori central place diintoridusir oleh Christaller dalam tahun 1993 yang dikenal secara luas sebagai teori pertumbuhan kota. Suatu central place didefenisikan dalam arti fungsi-fungsi sentral yang dilaksanakan untuk suatu daerah. Fungsi utama kota adalah bertindak sebagai suatu pusat pelayanan untuk daerah hinterland di sekitarnya (yang dibuat sebagai daerah komplementer), mensuplai barang-barang dan jasa-jasa sentral, seperti perdagangan besar dan eceran, jasa perbankan, organisasi bisnis, jasa-jasa profesional, jasa administrasi, fasilitas pendidikan, dal lainnya.

Menurut teori central place atau tempat sentral, kota tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari penawaran barang-barang dan jasa-jasa kepada daerah sekitarnya, atau dengan perkataan lain pertumbuhan kota merupakan suatu fungsi permintaan penduduk daerah hiterlandnya dan sudah tentu pula merupakan fungsi dari tingkat pendapatannya. Setiap teori pasti mempunyai kelemahan atau keterbatasan, demikian pula teori central place.

Bebrapa keternbatasanteori central place dapat dikemukakan dalam beberapa hal, yaitu sebagai berikut: pertama, kenyataannya menunjukkan bahwa banyak kota-kotabesar tidak mengkhususkan fungsinya pada produksi barang-barang dan jasa-jasa yang akan dipasarkan kedaerah pasar yang luas sebagaimana yang diklaim oleh teori central place. Sebagai contoh dapat dikemukakan yaitu telah terasa adanya kepadatan penduduk kota, maka proses pertumbuhan kota yang meningkat akan diikuti peningkatan kebutuhan internal, misalnya dalam hal fasilitas parkir kndaraan bermotor, demikian penyediaan fasilitas pelayanan air minum, listrik, angkutan umum, dan lain sebagainya. Persoalan-persoalan yang timbul dalam pertumbuhan kota ternyata tidak sesederhana seperti persoalan pemasaran barang-barang dan jasa –jasa yang diproduksi oleh central place yang berada dalam kota untuk daerah-daerah sekitarnya. Kebutuhan pelayanan kepada penduduk kota yang cukup banyak jenisnya dan sangat luas jangkauannya tidak boleh tidak hharus dipenuhi dan disediakan secara cukup, merata, dan murah.

Ke dua analisis central place ternyata lebih menekankan pada peranan sektor perdagangan dan kegiatan produktif lainnya seperti manufacturing dan transportasi. Kegiatan manufacturing dan transportasi dianggap sebagai kehiatan produktif yang non centrla place, hal ini tidak benar, sebagai contoh dapat dikemukakan seperti Inggris di mana kegiatan manufacturingnya cenderung melayani kebutuhan pasar basional daripada melayani kebutuhan pasar regional atau lokal.

(27)

sumberdaya tersebut dari luar daerah tidak dapat dijelaskan dalam pengertian permintaan barang-barang dan jasa-jasa oleh daerah hinterland seperti yang dikemukakan oleh teori central place.

Diakui bahwa kedudukan hinterland dan kota berkaitan satu sama lainnya. Tanpa hiterland pertumbuhan kota tidak akan sepesat seperti yang telah terjadi sampai saat ini, dan sebaliknya hiterland tanpa kota juga tidak akan menikmati kemajuan teknologi yang pada umumnya ditransfer dari kota-kota besar.

Williamson dan Swanson (1966) telah mendemonstrasikan pengaruh hiterland secara positif dan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan kota di Amerika Serikat bagian timur laut dalam abad ke-19, walaupun dampaknya sudah tidak terlihat lagi dewasa ini. Disamping keterbatasannya seperti telah dikemukakan diatas, analisis central place mempunyai manfaat yang esensial yaitu dapat menerangkan terjadinya evoluso hierarki kota, demikian pula pertumbuhannya dari tiap-tiap kota.

d. Pendekatan Urban Economic Base (Basis Ekonomi Perkotaan)

Adanya teori pertumbuhan kota yang hampir sama dengan central place yaitu teori urban base atau basis perkotaan. Kalau teori centrla place menyatakan bahwa sumber utama pertumbuhan kota adalah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa didaerah hiterlandnya, maka menurut teori urban base sumbernya adalah permintaan dari tempat mana saja diluar batas pusat kota.

Teori urban base secara tegas memperhitungkan pula adanya industri-industri jasa yang melayani kebutuhan penduduk kota, industri tersebut dianggap sebagai sektor yang dependent atau tidak bebas terhadap perkembangan ekspor. Struktur ekonomi perkotaan terdiri dari dua kategori utama, yaitu kegiatan-kegiatan dasar (basic activities) yang memproduksikan dan mendistribusikan barang-barang dan jasa-jasa untuk ekspor keluar daerah perkotaan dan kegiatan-kegiatan jasa atau non dasar (non basic activities) dimana barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan akan dikonsumsikan didaerah perkotaan sendiri. Teori urban base mengasumsikan bahwa kegiatan dasar merupakan kunci pertumbuhan kota dan perluasan dalam sektor dasar akan mendorong pertumbuhan dalam kegiatan jasa.

(28)

Dapat dikemukakan tiga buah kritiknutama terhadap pendekatan urban base. Pertama, terdapat kesulitan serius dalam mengukur economic base, khususnya masalah bagaimana membedakan antara kegiatan dasar dengan kegiatan jasa. Kedua, sebagai alat untuk meramalkan pertumbuhan kota pada masa yang akan datang konsep economic base tidak dapat digunakan dengan baik. Ketiga, analisis economic base mempunyai kelemahan-kelemahan teoretik, pembagian kedalam sektor dasar dan sektor non dasar dapat dikatakan tidak mempunyai arti penting.

e. Model Pertumbuhan Kota yang Berorientasi Penawaran

Teori pertumbuhan kota seperti dikemukakan diatas yaitu central place dan urban base pada dasarnya berorientasi pada segi permintaan. Sangat jarang yang menekankan pada penawaran adalah cocok untuk analisis coimperative static, dimana dapat diketahui secara jelas kaitannya perubahan-perubahanyang terjadi pada dua titik waktu yang berlainan, misalnya mengenai nilai hasil ekspor dan perubahan tingkat pendapatan. Dalam jangka pendek hal tersebut bermanfaat untuk mengetahui arus perdagangan antara kota dengan daerah-daerah disekitarnya. Dalam jangka panjang kapasitas pertumbuhan ditentukan oleh arus masuknya sumber daya tenaga kerja dan modal dari pada arus perdagangan ekspor. Faktor arus kegiatan diatas merupakan unsur pokok prosespertumbuhan dalam sistem ekonomi terbuka seperti halnya dalam pertumbuhan kota.

Analisis berdasarkan segi permintaan lebih relevan untuk menjelaskan pertumbuhan kota-kota pada abad-19, dimana kota-kota mempunyai fungsi yang spesialistis, yang keadaannya sudah banyak berbeda dengan kota-kota metropolitan dewasa ini yang berfungsi aneka dan kompleks sifatnya. Dengan perkembangan teknologi dalam bidang transportasi, industri menjadi lebih mobil dan tidak terikat lokasinya terhadap sumber bahan mentah yang digunakan.21

F. Ciri-Ciri Kota

Adapun ciri-ciri kota secara umum adalah 1. Ciri Fisik

Secara fisik, kota merupakan suatu lingkungan di mana terdapat suatu tatanan lingkungan fisik yang didominasi oleh struktur binaan, contohnya :

a) Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan

Gambar

Tabel  3.1.   Luas Kabupaten Bone Menurut Kecamatan Tahun 2013
Grafik 3.1. Luas Kabupaten Takalar Menurut Kecamatan Tahun 2013
Tabel  3.2.   Jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibu kota Kecamatan di Kabupaten              Takalar Tahun 2013
Grafik 3.2 Perkembangan Penduduk Kabupaten Takalar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, menurut data yang diperoleh penulis, dalam upayanya meningkatkan kepuasan pelanggan, Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bogor selalu berusaha memberikan pelayanan yang

Menurut Soeripto (1989 ), perencanaan dan penyesuaian alat yang tepat bagi tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas, menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja

Menurut hasil analisis sederhana dari data yang diperoleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta maka berdasarkan sampel yang diambil dapat disimpulkan SMP Negeri

Meningkatkan jumlah beban penyusutan akan memberikan dampak pula pada besarnya laba yang diperoleh perusahaan PDAM Kota Gorontalo dari tahun 2009 sampai dengan

Penggunaan sukrosa sebagai bahan tambahan dalam pembuatan gula semut bertujuan untuk meningkatkan kandungan sukrosa pada gula merah sehingga

biaya produksi yang tinggi akibat teknik produksi yang kurang efisien, sehingga tidak bisa bersaing dengan minyak goreng kemasan. Menurut keterangan masyarakat setempat, saat ini

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan, pembelajaran melalui dongeng yang dilakukan dengan baik dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak usia

Menurut data yang diperoleh, responden melakukan pelaksanaan kegiatan pemanenan yang termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 34 responden (80,95%), hal ini berarti