• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas negeri makassar digilib unm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Universitas negeri makassar digilib unm "

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurusan Pendidikan Olahraga FIK Universitas Negeri Makassar Jln. Wijaya Kusuma Raya No.14, Kampus Banta-bantaeng Kode Pos 90222, Tlp. (0411) 872602

Abstract: Proses Pembentukan Atp Melalui Proses Aerobik. Secara umum, pembentukan ATP didalam mitokondria merupakan hasil dari pemecahan glukosa atau asam lemak (glyserol) secara aerobic menjadi asam piruvat hingga proses akhir berupa transport electron (gambar 6). Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan perlu diketahu tentangbeberapa istilah kimia berikut: Acetyl, Acetyl-CoA, NAD+, NADH, FAD+, dan FADH2. Acetyl merupakan kumpulan dari dua molekul karbon. Contoh dalam pemecahan karbohidrat, asam piruvat kehilangan CO2 menjadi Asetyl yang berkombinasi dengan ko enzim A membentu acetyl-CoA sebelum memasuki siklus krebs. Begitu juga, dalam metabolisme asam lemak, dua kelompok asetyl dibutuhkan dalam proses beta-oksidasi dan kemudian memasuki siklus krebs. Setiap aktivitas fisik selalu memerlukan energi, baik yang diperoleh secara anaerobic maupun secara aerobic. Secara anaerobic yang prosesnya terjadi pada sitosol, system energi yang berkerja adalah system energi ATP-PC, dan Alactid Glycolytic. Sedangkan secara aerobic yang terjadi intra-mitochondria diperoleh melalui tiga proses kimia yaitu (1) Aerobic glycolysis, (2) The Krebs Cycle, dan (3) Electron Transport System (ETS). Sedangkan jumlah ATP terbanyak yang dihasilkan berasal dari system energi aerobic yang terjadi dalam mikondria yaitu 36 ATP.

Kata Kunci: ATP, energi, aerobik

Pada proses pembentukan ATP melalui proses aerobic terjadi pada organel sel yang disebut Mitokondria. Untuk menambah kedalaman pembahasan, selain proses pembentukan ATP intra-mitokondria, dalam subbab ini akan dibahas juga tentang “struktur motokondria”. Pada proses dalam mitokondria dihasilkan 36 ATP (Foss, 1998; Fox dan Bowers, 1993; Armstrong, 1995; Harper, 1996; Guyton, 1999; Ganong, 1999). Begitu besarnya ATP yang dihasilkan dibandingan dengan kedua system energi sebelumnya, maka mitokondria dikenal juga sebagai “pabrik energi”. Berikut ini akan dijelaskan tentang struktur mitokondria dan pembentukan ATP didalam mitokondria.

Mitokondria terbentuk dari membrana luar dan membrane dalam yang terlipat berbentuk Krista (Gambar 5). Ruang diantara 2 membran tersebut disebut ruang intrakrista dan ruang disisi dalam membrana dalam disebut ruang matriks. Secara umum mitochondria mengambil tempat dilokasi yang membutuhkan banyak energi. Mitokondria (gambar 4) adalah satuan unit sel yang paling banyak ditemukan didalam sel (gambar 3) dan mempunyai peranan sebagai penghasil

tenaga, serta memiliki bentuk yang paling sempurna pada bagian-bagian sel yang memerlukan proses penyediaan energi (Ganong, 1999).

Hasil kutipan penulis dari beberapa sumber ada empat penjelasan tentang pengertian mitochondria, yaitu: Menurut Fox and Bower (1993 : 127) Mitochondria merupakan satuan unit sel yang berada didalam sel otot yang mempunyai peranan sebagai tempat pemorosesan terjadinya energi. Dalam jurnal penelitian Suyanto

Hadi (Guru besar fakultas kedokteran Universitas Diponegoro, spesialis rematologi bagian dalam menjelaskan Mitokondrion (jamak mitokondria: berasal dari bahasa Inggris yaitu mitochondrion, mitochondria) yang artinya adalah bagian sel (kompartemen) atau organel tempat proses perubahan sistem (konversi) energi dalam bentuk molekul ATP (adenosine triphosphate) yang dibutuhkan berbagai aktivitas fungsi sel tubuh. (http. www.kalbefarma.com/cdk). Mitokondria berasal dari kata Yunani mito yang berarti benang, dan chondrion yang berarti seperti granul (butiranbutiran), dapat diartikan sebagai organela yang memiliki DNA dengan rangkaian butir-butir yang tersusun

(2)

seperti benang. (Penjelasan Prof Xavier Leverve pada Pertemuan Ilmiah Tahunan II Spesialis Kedokteran Okupasi (PERDOKI) 19 Februari 2005 di FKUI (http://www.kalbefarma.com).

Pada dasarnya mitokondria itu merupakan struktur yang dapat memperbanyak dirinya sendiri, yang berarti bahwa satu mitokondria dapat membentuk mitokondria kedua, ketiga dan seterusnya, hal ini diperlukan oleh sel untuk meningkatkan jumlah ATP-nya (Guyton, 1996). Ukuran dan bentuk mitokondria ternyata berbeda-beda, beberapa diantaranya hanya berdiameter sebesar beberapa ratus milimikron, dan bentuknya globular, sedangkan yang lain diameternya dapat mencapai 1 mikron hingga 7 mikron dan berbentuk filamen (Guyton, 1996). Meskipun morfologi mitokondria dari sel ke sel bervariasi, namun tiap mitokondria pada dasarnya mempunyai struktur yang menyerupai sosis, yang mempunyai membran luar (outer membrane) dan membran dalam (inner membrane) dan yang terliapt-lipat membentuk rak disebut cristae. Ruang yang terdapat diantara dua membran dinamakan ruang intra cista atau inter membrane dan ruang yang terdapat disisi dalam pada inner membrane disebut ruang matriks. Membran luar mitokondria terdapat enzim yang berkaitan dengan oksidasi biologi, menyediakan bahan mentah untuk terjadinya reaksi didalam mitokondria. Sedangkan enzim yang mengkonversi hasil-hasil karbohidrat terdapat pada siklus Krebs (Tricarboxylat acyd Cycle, atau TCA cycle) serta gula dan air (Sheeler & Bianchi, 1996).

Ukuran Mitokondria kira-kira sama dengan bakteri. Pada hepar agak memanjang 0,5-1,0 um x 3 um. Mitokondria seperti juga sel-sel yang lain (benda bebas di sitosol) seperti pada ginjal, pancreas. Bila mitochondria terdapat pada tempat yang terbatas, bentuknya lebih bervariasi. Mitokondria memiliki dua dinding yaitu outer dan inner membran. Dalam memasukkan protein kedalam matrik mitokondria terjadi mekanisme khusus. Pada mitokondria menurut Jutta, B. Mathias, F. Bauer Hans, G.S. Cristian, C.D. Walter, N and Bruner, M (1995) membran bagian luar mitokondria mengandung

(3)

metabolik mitokondria. Semua kompleks ini berada di membran dalam dan mereka dapat dicapai oleh substrat baik yang berada pada membran maupun pada matriks. Telah diketahui pula berbagai inhibitor rantai respirasi dan efek kliniknya

yang dapat dianggap sebagai pengetahuan awal dari mitochondrial medicine.

Tabel 3. Kompleks enzim respirasi mitokondria, sub unit yang disintesa oleh mitokondria dan inhibitor rantai respirasi.

Kompleks

Aktivitas enzim

Jumlah Polipeptida (yang disintesis di

mitokondria)

Pusat redoks Inhibitor

I

NADH-coQ

reductase >45[7;ND1-4,4L,5,6] 8 FeS(3 pusat)

Rotenone Piericidine

Amytal

II

succinate- coQ

reductase 4[tidak ada]

2Cytochrome b Cytochrome c1

2FeS(1pusat)

Malonate

III CoQH2

Cytochrome c

7-8 [1;cytochrome b] Cytochrome a

Cytochrome a3 Antimycin A

IV reductase

Cytochrome c

10 [3;CO I,

COII,COIII] 2 Cu

CO CN

V oxidase

ATP shyntase

10-16[2;ATP6,ATP8] tidak relevan Oligomycin

(4)

Gambar Struktur Sel

Gambar Struktur Mitokondria

Gambar . Matriks di dalam mitokondria

Pembentukan Atp Intra-Mitochondria Secara umum, pembentukan ATP didalam mitokondria merupakan hasil dari pemecahan glukosa atau asam lemak (glyserol) secara aerobic menjadi asam piruvat hingga proses akhir berupa

(5)

karbon. Contoh dalam pemecahan karbohidrat, asam piruvat kehilangan CO2 menjadi Asetyl yang berkombinasi dengan ko enzim A membentu acetyl-CoA sebelum memasuki siklus krebs. Begitu juga, dalam metabolisme asam lemak, dua kelompok asetyl dibutuhkan dalam proses beta-oksidasi dan kemudian memasuki siklus krebs. Sedangkan, metabolisme asam amino lebih kompleks lagi karena hanya beberapa dari asam pemecahan asam amino yang dapat memasuki siklus krebs. NAD+ ,(nicotinamide adenine dinucleotide) dan FAD+ (flavin adenine dinucleotide) merupakan reseptor hydrogen dan mengangkutnya. Sedangkan NADH dan FADH diturunkan dari NAD+ dan FAD+ yang berfungsi membawa electron ke system transport electron (Fox dan Bowers, 1993).

Pada dasarnya terdapat beberapa reaksi sistem aerobik yang terjadi di dalam mitokondria, yaitu: (1) Aerobic glycolysis, (2) The Krebs Cycle, dan (3) Electron Transport System (ETS) (Foss, 1998; Fox dan Bowers, 1993; Armstrong, 1995; Harper, 1996; Guyton, 1999; Ganong, 1999). Glikolisis Aerobik, Reaksi pertama adalah pemecahan glikogen menjadi CO2 dan H2O disebut glikolisis. Pada dasarnya, hanya terdapat satu perbedaan antara proses glikolisis anaerobic dengan aerobic, yaitu pada glikolisis aerobic tidak terjadi akumulasi asam laktat (Coyle, 1984). Dengan kata lain, terdapatnya aksigen menghambat terbentuknya asam laktat, tetapi tidak terjadi proses pembentukan kembali ATP. Dalam glikolisis, hasil akhinya berupa dua molekul asam piruvat, dua ATP dan 4H. Secara singkat dapat dituliskan dalam rumus kimia berikut:

Glukosa + 2 ADP + 2PO4 2 Asam piruvat + 2 ATP + 2ATP dan 4H

Asam piruvat yang terbentuk kemudian dikonversi menjadi molekul asetikoenzim A (asetil KoA). Dalam proses konversi ini, tidak terbentuk ATP, tetapi 4 atom hydrogen yang dilepaskan akan membentuk 6 molekul ATP jika keempat atom hydrogen tersebut di oksidasi, seperti yang akan dibahas dalam siklus asam sitrat atau siklus Krebs.

Siklus Asam Sitrat atau Siklus Krebs. Tahap selanjutnya dalam degradasi molekul glukosa dalam mitokondria disebut siklus asam sitrat (juga disebut sebagai siklus asam trikarbosilat atau siklus krebs) (Foss, 1998; Fox dan Bowers, 1993; Armstrong, 1995; Harper, 1996; Guyton, 1999; Ganong, 1999). Siklus ini merupakan suatu urutan reaksi kimia dimana gugus asetil dari asetil-KoA dipecah menjadi karbon dioksida dan atom hydrogen. Reaksi ini terjadi di dalam matrik mitokondria. Gambar 7 memperlihatkan urutan reaksi asam sitrat ini. Penjelasan dari rangkaian proses kimia di atas adalah sebagai berikut: Pemecahan asam piruvat menjadi CO2 dan H2O di dalam mitochondria dengan mempergunakan O2.Setiap molekul asam piruvat kehilangan atom karbon dan 2 atom oksigen sebagai CO2. Pada bersamaan setiap molekul asam piruvat dioksidasi dengan adanya NAD+, dan kehilangan 2 elektron dan 2 ion H. Elektron sangat penting untuk produksi ATP. Dua molekul karbon yang tersisa setelah setiap molekul asam piruvat kehilangan CO2, elektron dan ion hidrogen dinamakan kelompok asetil dan kemudian bergabung dengan kelompok lain dinamakan “Ko enzim A (Co A) untuk membentuk asetil Ko A. (reaksi “A”). Setiap molekul asetil Ko A kemudian masuk ke reaksi rangkaian daur yang dinamakan “daur kreb”. Pada gambar dapat dilihat bahwa Asetil Ko A bergabung dengan asam oksaloasetat dan kehilangan molekul koenzim A. Hasil reaksinya molekul Asam sitrat. Asam sitrat kemudian dikonversi menjadi asam sis-asonitat dan selanjutnya diubah menjadi asam isositrat. Reaksi “B” Asam isositrat (dengan bantuan pengangkut elektron, NAD+) menjadi asam oksalosuksinat. Pada reaksi “C” Asam oksalosuksinat melepaskan molekul CO2 dan menjadi asam Alfa-ketoglutarat. Pada reaksi “D” dilepaskan kembali karbon yaitu pada waktu asam alfa-ketoglutarat mengalami oksidasi dengan NAD+ dan kehilangan CO2 ketika menghasilkan 1 ATP. Didalam reaksi “E” pengangkut elektron adalah FAD (Flavin Adenin Denukleotida).

(6)

dengan yang baru lagi. Untuk menghasilkan sejumlah ATP yang lebih besar melalui pemecahan asam piruvat secara aerobik, elektron dan ion hidrogen dikeluarkan ke perangkat elektron NAD dan FAD dan harus diangkut ke oksigen melalui sistem transport electron (Armstrong, 1995; Guyton, 1999; Ganong, 1999). Sistem Tranpor Elektron (ETS. Setelah siklus asam sitrat selesai maka proses selanjutnya adalah system transpor electron (ETS). Menurut Armstrong, 1995; Guyton, 1999; dan Ganong, 1999, penjelasan rangkaian reaksi di atas sebagai berikut: Pada sistem transport elektron ion hidrogen dan elektron ditransfer dari persenyawaan yang satu ke persenyawaan berikutnya. Energi kimia dibebaskan pada 3 langkah (A, D, G) untuk menyediakan energi dalam pembentukan ATP dari ADP dan kelompok fosfat. Hilangnya elektron (oksidasi) pada waktu mengalami berbagai persenyawaan adalah bertanggung jawab untuk mengikat fosfat (fosforilasi) terhadap ADP untuk membentuk ATP di dalam mitokondria berhubungan dengan oksidasi molekul yang berurutan dua dalam sistem

transport elektron yang diketahui sebagai “fosforilasi oksidasi” (oxidative phosphorylation). Proses ini menyediakan jumlah ATP yang terbesar untuk kontraksi otot. Reaksi “A” terjadi oksidasi NADH dan pada reaksi “B” adalah Flavoprotein H2 yang mengalami reaksi pada A, sekarang mengalami oksidasi. Dari sini sampai langkah H hanya elektron yang ditransfer diantara persenyawaan, sedangkan 2 ion hidrogen (H+) yang telah terikat ke flavoprotein H2 sekarang masuk ke dalam larutan dan dapat dipergunakan lagi pada H, pada reaksi oksidasi-reduksi.

Oksigen dari darah menerima 2 elektron dari persenyawaan “G” (cytochrome oxidase) dan bergabung dengan larutan ion Hidrogen (H+) untuk membentuk air (H2O). Berdasarkan dari keterangan proses pembentukan ATP secara aerobic intra-mitochondria di atas, maka dapat disederhanakan tentang jumlah ATP yang dihasilkan oleh tiap Reasksi, yaitu sebagai berikut:

-2 Phosphorylation of glucose and fructose

6-phosphate uses two ATP from the cytoplasm.

Glycolysis pay-off phase

4 Substrate-level phosphorylation

2 NADH 4 Oxidative phosphorylation. Only 2 ATP per NADH

since the coenzyme must feed into the electron transport chain from the cytoplasm rather than the

mitochondrial matrix. Oxidative

decarboxylation

2 NADH 6 Oxidative phosphorylation

Krebs cycle 2 Substrate-level phosphorylation

6 NADH 18 Oxidative phosphorylation

2 FADH2 4 Oxidative phosphorylation

Dikutip dari http://www.en.wikipedia.org/wiki/Mitochondrion

Sedangkan rangkaian keseluruhan dalam proses pembentukan ATP dari pemecahan glukosa di dalam mitokondria adalah sebagai berikut: ATP dari pemecahan Glukosa secara Aerobik. Adaptasi Mitokondria Terhadap Latihan Aerobik. Penelitian pertama kali yang dilakukan pada tikus muda yang latih dengan berlari di treadmill selama 5

(7)

berlari 120 menit per hari. Latihan dilakukan secara interval dengan 12 kali interval, 10 persesi, istirahat 30 detik diantara sesi interval dan kecepatan interval lari 42 m/menit. Hasil dari penilitian ini adalah terjadi peningkatan kemampuan dayatahan aerobic yang sangat besar.

Penemuan hasil tersebut didukung dengan ditemukan bukti bahwa jumlah mitokondria dalam sel otot skelet menjadi lebih banyak dari pada sebelum latihan (Coyle, dkk. 1984). Selain itu, Succinate

dehidrogenase, NADH dehidrogenase,

NADH-cytocrom c reductase, dan aktivitas

cytocrom oksidase per gram otot meningkat duakali lipat sebagai respon atas latihan yang telah dilakukan (Holozzy, 1967). Konsentrasi cytocrom c juga meningkat duakali lipat, ini merupakan bukti bahwa protein enzim dalam mitokondria juga meningkat. Jumlah total protein dalam mitokondria meningkat 60%. Secara umum peningkatan kapasitas respirasi sel meningkat, karena meningkatnya tingkat respon enzyme terhadap aktivasi, transport, dan β oksidasi asam lemak. Enzim yang digunakan dalan oksidasi keton, sklus asam sitrat juga meningkat.

Gambar. A. ilustrasi pembentukan energi di dalam mitokondria, dan B.ilustrasi pembentukan

Sedangkan perubahan komposisi mitokondria, selain peningkatan enzim yang mencapai tiga kali lipat, adalah peningkatan protein motokondria seperti

creatine kinase, adenylate kinase, dan

alfa-glyserophosphate dehydrogenase yang

berperan dalam peningkatan kapasitas respirasi otot (Coyle, dkk. 1984). Peningkatan komposisi ini, membuat mitokondria tampak lebih besar.

Latihan Berdasarkan Sistem Energi. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam tubuh manusia berkeja dua system energi utama yaitu system energi anaerobic dan aerobic. Aktivitas dalam suatu cabang olahraga, sangat bervariasi.

Hal ini menyebabkan jenis system energi predominan dalam tiap cabang olahraga juga berbeda. Dengan mengetahui system energy yang bekerja dalam cabang olahraga tertentu, maka latihan tidak akan menjadi sia-sia (Bompa, 1999). Bagaimana mungkin, seorang sprinter yang sebagian besar energy diperloleh dari system energy anaerobic dilatih dengan lari jarah jauh, tentunya ini sangat tidak sesuai dengan prinsip kekhususan dalam latihan (Hare, 1982; Quinn, 2006). Untuk membedakan system energy yang bekerja pada suatu aktivitas fisik, dapat digunakan acuan waktu dalam melakukan aktivitas sebagai panduaanya, sebagaimana di jelaskan di bawah ini:

(8)

Durasi (detik)

Klasifikasi Energy Supplied By

1 - 4 Anaerobic ATP (dalam otot)

4 - 20 Anaerobic ATP + PC

20 – 45 Anaerobic ATP + PC + Glikogen Otot 45 - 120 Anaerobic, Lactic Glikogen Otot

120 - 240 Aerobic + Anaerobic

Glikogen Otot + Error! Hyperlink reference not valid. Laktat

240- 600 Aerobic Glikogen Otot + asam lemak

Latihan untuk system anaerobik (ATP-PC). Untuk membentuk kemampuan ini, sesi latihan dilakukan selama 4 sampai 7 detik dengan intensitas kerja tinggi mendekati puncak kecepatan. 3 × 10 × 30 meter dengan rekavery 30 detik/repetisi dan 5 menit per set, 15 × 60 meter dengan 60 detik rekavery, 20 × 20 meter shuttle runs

dengan 45 detik rekavery. Latihan untuk system laktat anaerobic. Ketika PC yang ada dalam otot telah habis, maka akan dilakukan pemecahan glukosa secara anaerobic agar kebutuhan ATP tetap terpenuhi. Pemecahan dalam keadaan ini,

menyebabkan akumulasi asam laktat dan hydrogen dalam otot yang menyebabkan capek. Salah satu contoh latihan untuk membentuk system ini adalah: 5 - 8 × 300 m fast - 45 detik rekavery – sampai pace terlihat sangat lambat, 150 m intervals pada 400 m pace - 20 s rekavery - sampai pace terlihat sangat lambat, 8 × 300 m - 3 menit rekavery (lactate recovery training). Terdapat tiga jenis didalam kerja system energi ini, yaitu: Speed Endurance, Special Endurance 1 and Special Endurance 2. Setiap unit dapat dibentuk melalui cara sebagai berikut:

Speed Endurance Special Endurance 1 Special Endurance 2

Intensitas 95 - 100% 90 to 100% 90 to 100%

Jarak 80 - 150 m 150 to 300 m 300 to 600 m

No of Repetitions/Set 2 - 5 1 to 5 1 to 4

No of Sets 2 - 3 1 1

Total Jarak/Sesi 300- 1200 m 300 to 1200 m 300 to 1200 m Contoh 3 × (60, 80, 100)

2 × 150 m + 2 × 200 m

3 × 500 m

Latihan Aerobik. Sistem energi aerobic menggunakan protein, lemak, dan karbohidrat (glikogen) dalam membentuk kembali ATP. System Energy ini dapat

dibentuk dengan berbagai intensitas (tempo). Jenis tempo berlarinya adalah sebagai berikut: Continuous Tempo

(9)

dari detak jantung maksimal. Disini membutuhkan glikogen otot dan glikogen dalam hati. Respon normal dari system ini adalah meningkatkan simpanan glikogen dalam otot dan hati serta aktivitas glikolisis yang juga meningkat. Extensive Tempo

berlari terus menerus pada 60 to 80% detak jantung maksimal. Latihan ini sudah menyebabkan akumulasi laktat. Respon normal dari system ini adalah meningkatkan kemampuan tubuh dalam menoleransi laktat serta melatih kerja system dalam mengolah kembali asam laktat yang terbentuk. Intensive Tempo - berlari terus menerus pada 80 to 90% detak jantung maksimal.. Pada latihan ini akan terjadi akumulasi laktat yang sangat tinggi, latihan ini juga membentuk speed endurance dan special endurance serta daya tahan anaerobic.

Bentul latihan untuk membentuk system ini: Lari 4 -6 × 2 to 5 menit - 2 - 5 menit rekavery, 20 × 200m - 30 s rekavery, 10 × 400m - 60 - 90 s rekavery, lari 5 - 10 km

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Setiap aktivitas fisik selalu memerlukan energi, baik yang diperoleh secara anaerobic maupun secara aerobic. Secara anaerobic yang prosesnya terjadi pada sitosol, system energi yang berkerja adalah system energi ATP-PC, dan Alactid Glycolytic. Sedangkan secara aerobic yang terjadi intra-mitochondria diperoleh melalui tiga proses kimia yaitu (1) Aerobic glycolysis, (2) The Krebs Cycle, dan (3)

Electron Transport System (ETS).

Sedangkan jumlah ATP terbanyak yang dihasilkan berasal dari system energi aerobic yang terjadi dalam mikondria yaitu 36 ATP.

Saran

Penting bagi para pelatih untuk mengetahui system energi diminan yang berkerja pada cabang olahraga yang dilatihnya. Karena dengan begitu, program yang disusun akan sesuai dan meningkatkan performan atlet ketika bertanding atau berlomba sebagai akibat

dari ketepatan pengembangan system energi yang dilatih. Walaupun telah banyak referensi yang telah menyebutkan system energi yang dominant pada cabang olahraga tertentu, masih perlu diadakan lagi kajian tentang system energi dalam aktivitas olahraga, terutama untuk olahraga yang baru berkembang di tingkat Asia

Federation of American Society for Eperimental Biology. Pp. 4-5. Available at www.American-Sportsjournal.org

Amstrong, F.B. 1995. Buku Ajar Biokimia

3rd Edition. Jakarta: EGC

Bompa, T.O. 1999. Periodization: Theory and Methodology of Training. Champaign, IL: Human Kinetics. Coyle, dkk, 1984. Adaptation of Sceletal

Muscle to Endurance Exerciseand Their Metabolic Consequences.

American Physilogy

Society.Retrieved by Fax

12/03/2003

Fahey T.D. dan G.A. Brooks. 1984.

Exercise Physilogy: Human

Bioenergetics and Its Applications. New York: John Wiley.

Fox, E. L., dan D. L. Costill, 1972. Estimated Cardiorespiratory Responses During Marathon Running. Arch Environ Health. 24:315-324.

Fox EL, and Bower WR. 1993. The Phisiological Basic for Exercise and Sport 5th Ed. WBC. Brown & Philadelpia: WB Soudners Company.

(10)

Hesterlee S. Mitochondrial Disease in Perspective Symptoms, Diagnosisand Hope for The Future.(

http://www.mitoresearch.org/Quest _6_5.htm)

Hickson, J.F., Buono, M.J., Wilmore, J.H. dan Constable, SH. 1984.Energy Cost Of Weight Training Exercise.

National Strength andConditioning Assosiation Journal Vol 3:22-24. Hollozy, J.O. Biochemical Adaptation in

Muscle. Efect of Exercise onMitochondrial Oxigen Uptake dan Repiratory Enzym Activity inSceletal Muscle. Journal Biochemical. 242:2278-2282. Hurltman E.J. 1967. Studies on Muscle

Metabolism of glycogen andAktive Phospate in Man with Special Reference to Exercise and Diet.

Scand J Clin Lab Invet (Supll 94). 19:1-63.

Karlson. 1971. Lactate and Phosphagen Concentration in Working Muscleof Man. Acta Physiol Scan

(Supll) 358:1-72

Morgan, Beth., Sarah J. woodruuf dan Peter M. Tiidus. 2003. AerobicEnergy Expenditure During Recreational Weight Training in Females dan Males.

Journal of Sports Science and Medicine

Vol 2:117-122. Retrieved From WWW.JSSM.ORG

Philips W.T dan Zuraitis J.R. 2003. Energy Cost of The ACSM Single Test Resistance Training Protocool.

Journal of Strength

angConditioning Researh Vol

17:350-355.

Power, S. K. 1993. Fundamentals of Exercise Metabolism. ACSM’SResourch Manual For

Guidelines For Exercise Testing AndPresription: second edition. Indianapolis: A Warley Company. Quinn, Elizabeth. 2006. The Principles of

Sports Conditioning. Retrieved from Http://www.coachesinfo.com up date 12/09/06. Downloaded 19/10/2006.

Richard A. Berger. 1982. Applied Exercise

Physiologi. United States

ofAmerica, Philadelphia : Lea and Febiger.

Sheeler, Philip and Bianchi, Donald E. 1995. Cell and Molecular Biology,3th Ed. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Sherwood, Laure. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC. http://www.en.wikipedia.org/wiki/Mitocho

ndrion, retrieved 25-12-2006 http://www.kalbefarma.com

http://pharmrev.aspetjournals.org/cgi/conte nt/full/54/1/101.

Gambar

Tabel 3.
Gambar Struktur Sel
Gambar. A. ilustrasi pembentukan energi di dalam mitokondria, dan B.ilustrasi pembentukan
Tabel 4. Perkiraan system energi yang bekerja pada tubuh pada durasi waktu tertentu

Referensi

Dokumen terkait