• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel dien KONTRASEPSI HORMONAL DAN IN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Artikel dien KONTRASEPSI HORMONAL DAN IN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRASEPSI HORMONAL PADA INFERTILITAS SEKUNDER

DI KEC. PATAMUAN, PADANG PARIAMAN TAHUN 2010

PENDAHULUAN

Infertilitas sekunder adalah kegagalan hamil pada pasangan pasutri yang sebelumnya

sudah punya anak selama satu tahun atau lebih tanpa menggunakan kontrasepsi meskipun

melakukan hubungan seksual secara teratur.1 Laporan WHO (2009), infertilitas

mempengaruhi lebih dari 80 juta orang di seluruh dunia, dimana sebanyak 15-25% pada

setiap 100 pasutri, yang sudah mempunyai anak dan menginginkan anak kembali berada

dibawah tingkat kesuburan normal.2 Tercatat kasus infertilitas sekunder mencapai sekitar 3

juta wanita di Amerika Serikat tahun 2009.3

Para ahli di Indonesia memastikan angka infertilitas telah meningkat mencapai 15-20

persen pada sekitar 50 juta pasangan usia suburpada tahun 2009,4 dimana dari 15%

infertilitas , sebanyak 5% adalah infertilitas sekunder. Jumlah WUS (Wanita Usia Subur) di

Indonesia terus meningkat sebesar 0,11% dari tahun 2004 sampai tahun 2009 yang seiring

dengan bertambahnya jumlah aseptor KB sebesar 0,4 % dengan rata-rata pemakai KB

sebanyak 60% dari total penduduk wanita usia subur.6 Begitu juga WUS infertil juga

bertambah sebesar 4,5%. 5

Data RSUP M. Djamil Padang didapatkan 96% wanita dari pasangan yang

memeriksakan diri ke SMF Obstetri mengalami infertilitas primer dan sekunder.6 Jumlah

WUS di Sumatera Barat mengalami peningkatan sebesar 0,1% dari total jumlah penduduk

perempuan dari tahun 2004 sampai 2009, dan WUS infertil meningkatan 1,73% dari tahun

(2)

Kabupaten Padang Pariaman adalah kabupaten dengan kasus infertilitas sekunder

terbanyak, dalam empat tahun terakhir terus terjadi peningkatan sebesar 0,4%-4%, dimana

pada tahun 2008 kejadiannya mencapai lebih dari separuh (51,8%).8 Dari data Kantor

Cabang KB Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman pada lima korong terluas

terdapat 9% kejadian infertlitas dan lima orang wanita mantan pengguna kontrasepsi

hormonal mengalami infertil sekunder.

Menurut Ingerslev penyebab infertilitas ada lima kelompok yaitu faktor anatomi,

endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui (unexplained infertility).9 Sebanyak 40-50%

infertilitas sekunder disebabkan oleh faktor wanita (disfungsi ovulasi).10 Penelitian sejumlah

spesialis infertilitas Barat menemukan adanya faktor antibodi antisperma pada wanita bisa

memicu kegagalan kehamilanpada penyebab yang tidak diketahui. Diduga penggunaan

kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu tertentu jadi penyebab meningkatnya antibody

antisperma.11

Franklin dan Dukes menemukan kadar antibody antisperma yang tinggi dalam serum

wanita infertil. Antibody imobilisasi sperma baik dalam serum maupun dalam saluran

reproduksi, dibawakan oleh kelas IgG. Sel sperma difagosit oleh makrofag yang ada pada

saluran reproduksi wanita, kemudian diproses dan dibawa ke daerah kelenjar limfe untuk

dipersentasikan kepada limfosit T maupun B, sehingga terjadi antibody antispema baik dalam

sirkulasi darah maupun dalm getah serviks.12 Sperma akan teraglutinasi dalam berbagai

corak/tipe, baik tipe head to head, tail to tail maupun tail to head agglutination sehingga

sperma tidak mampu melanjutkan perjalanannya ke tuba Fallopii. Meskipun terkadang ada

sperma yang lolos dan sampai tuba Falopii namun tidak mampu menembus ovum karena

disebabkan oleh akrosomnya terhalang antibodi antisperma.12

Hasil penelitian M. Blum dan teman-teman di Netherlands (1989) pada 35 wanita

(3)

(kelompok B) dibandingkan usia dan latar belakang terhadap adanya antibodi antisperm

serum, dimana terdapat peningkatan frekuensi antibodi antisperma pada serum pengguna

kontrasepsi oral.13

Pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi hormonal terjadi pembentukan

antibodi terhadap sperma yang semakin lama kadarnya semakin tinggi dan pertahanannya

semakin kuat. Diduga, inilah pemicu utama kesulitan mendapatkan keturunan. Dengan kata

lain, dalam tubuh si wanita telanjur timbul “kontrasepsi alami”, atau tercipta antibodi kuat

penolak kehadiran sperma yang hendak membuahi sel telurnya. Kalaupun sampai terjadi

pembuahan, bisa jadi, akan membentuk efektor imun lebih dahsyat yang mampu

menimbulkan peradangan terhadap janin dan plasenta yang mulai berkembang dalam rahim

sang ibu sehingga berujung pada keguguran.10 Pada penelitian tentang hubungan lama

penggunaan kontrasepsi oral berkaitan dengan kesuburan ditemukan asosiasi terkuat setelah

3-5 tahun penggunaan. Hal ini sesuai dengan laporan Majalah Health Journal memaparkan

hal baru tentang kasus infertilitas, sebanyak 48% perempuan muda yang menggunakan pil

antihamil selama 2-4 tahun, mengalami sulit hamil saat menginginkan anak pertama.

Sejumlah spesialis infertilitas Barat pun kemudian melakukan penelitian untuk mengetahui

penyebabnya12

Dampak infertilitas bisa terjadi secara ekonomi dan psikologis yang berujung pada

tekanan psikologis pasangan suami isteri juga dapat menjadi akar terjadinya perceraian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan Kontrasepsi hormonal pada infertilitas

(4)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan case control yang dilakukan di Pariaman bulan

Juni-Agustus tahun 2010. Populasi penelitian adalah wanita yang pernah melahirkan namun

kesulitan mendapatkan anak selanjutnya. Sebagai kasus adalah wanita infertil sekunder yang

berusia 19-49 tahun yang berjumlah 72 orang, sedangkan kontrol adalah wanita yang bukan

infertil sekunder yang berusia 19-49 tahun yang berjumlah 728 orang dengan kriteria yang

dipasangkan adalah umur, pekerjaan, dan pendidikan. Dengan menggunakan rumus

didapatkan jumlah sampel untuk kasus dan kontrol adalah sebanyak masing-masing 61 orang

dengan teknik Simple Random Sampling.14

Data yang dikumpulkan berupa data primer dari kuesioner dengan cara wawancara dan

data sekunder mengenai infertilitas sekunder dan pemakaian kontrasepsi hormonal.

Pengolahan data dilakukan dengan proses editing, coding dan tabulasi. Setelah itu data

dianalisa secara univariat dalam bentuk table distribusi dan bivariat dengan uji Chi-Square

(X2) dengan α = 0,05 untuk melihat ada pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap kejadian

infertilitas sekunder dan dengan menghitung Odds Ratio, dimana jika OR>1 menunjukkan

merupakan faktor resiko, OR<1 faktor protektif dan jika OR = 1 maka tidak ada asosiasi

antara kontrasepsi hormonal dengan infertilitas sekunder.15

Didefenisikan infertilitas sekunder jika kesulitan hamil lagi walaupun sebelumnya

pernah hamil melakukan hubungan seksual 2-3 kali perminggu tanpa kontrasepsi selama ≥ 12

bulan dengan jarak anak terakhir dengan anak sebelumnya minimal 3 tahun atau tidak

memiliki keturunan setelah 3 tahun sampai pada saat wawancara dilakukan dengan skala

ordinal dan hasil ukur berupa fertil dan infertil. Sedangkan kontrasepsi hormonal adalah

pemakaian hormon estrogen dan progesterone (pil, suntik, implan) dengan skala ordinal dan

(5)

pemakaian terus menerus dan tidak memakai jika tidak memakai atau memakai kontrasepsi

hormonal < 3 tahun pemakaian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian didapatkan pemakaian kontrasepsi hormonal lebih banyak

dilakukan oleh pasangan infertil (57,3%) dibandingkan pasangan fertile (11.4%). Responden

yang memakai kontrasepsi hormonal lebih dari 3 tahun lebih banyak mengalami infertilitas

sekunder (34.4%) dibandingkan yang fertile (1,6%). Infertilitas sekunder banyak terjadi pada

penghentian kontrasepsi hormonal 12-24 bulan dan lebih dari 36 bulan, seperti terlihat pada

tabel 1

(6)

kontrasepsi oral dikaitkan dengan penurunan risiko yang berkaitan dengan usia keguguran16.

Jenis kontrasepsi hormonal yang banyak digunakan adalah suntik (29,5%) yang sama dengan

penelitian yang dilakukan Nur Afni yang mendapatkan kontrasepsi hormonal yang paling

banyak digunakan adalah suntik yaitu sebanyak 65%17.

Sebanyak 34,4% kasus menggunakan kontrasepsi hormonal selama > 3 tahun.

Sedangkan kontrol selama < 3 tahun (21,3%). Berbeda dengan penelitian Farrow yang

mendapatkan pengguna kontrasepsi hormonal paling banyak (55%) menggunakan selama 5

tahun dan 22,3% selama 3 tahun. Hal ini dikarenakan penggunaan kontrasepsi terlalu lama

akan menimbulkan ketidakcocokan dan efek samping yang merugikan. Penelitian Ford dan

MacCormac mendapatkan penggunaan kontrasepsi hormonal jenis pil dalam waktu yang

panjang berhubungan dengan penurunan resiko lama keguguran 16.

Responden yang hamil setelah pencopotan kontrasepsi sebanyak 17,2% hamil di

tahun ke 2 dan sebanyak 8,1% di tahun pertama. Pada kasus lebih banyak bisa hamil di tahun

ke-2 dan ke-4 yaitu sebanyak 22,9% sedangkan kelompok kontrol lebih banyak bisa hamil

setelah tahun pertama yaitu sebesar 14,7%. Berbeda dengan penelitian Farrow yang

menemukan 99,5% menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk hamil yaitu sebanyak 74,2%

bisa hamil kembali dalam 6 bulan pertama, 13,9% dalam 6 bulan kedua, 8,5% di tahun-tahun

2 dan 3, dan 3,4% setelah 3 tahun setelah menggunakan kontrasepsi hormonal jenis pil16.

Perbedaan hasil penelitian yang didapat, berbeda dengan penelitian Farrow ini karena

disebabkan karena pemakaian jenis kontrasepsi yang digunakan. Dalam penelitian ini jenis

kontrasepsi yang digunakan adalah paling banyak jenis suntik, sedangkan dalam penelitian

Farrow, jenis kontrasepsi yang digunakan adalah pil. Keprihatinan mengenai kemungkinan

gangguan kesuburan setelah penggunaan kontrasepsi hormonal telah berkembang selama dua

dekade terakhir dan penundaan sementara dalam konsepsi dibandingkan dengan metode

(7)

Barlas, 1984, Chasan-Taber 1997. Kumpulan literatur kehamilan dalam docstoc.com

dijelaskan bahwa mengapa setelah penggunaan kontrasepsi dapat memicu ketidaksuburan.

Dalam tubuh hormone buatan yang dibawa oleh media kontrasepsi berupa suntik, pil, dan

implant akan disimpan dalam jaringan lemak tubuh. Dengan demikian meskipun sudah

berhenti menggunakan kontrasepsi hormonal, secara substansial masih ada dalam darah.

Inilah yang menyebabkan ketidaksuburan sementara setelah menggunakan kontrasepsi

hormonal.

Tabel 2 Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Infertilitas Sekunder di Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman

Faktor Resiko

Kejadian Infertilitas Sekunder

OR 95% CI valuep Kasus Kontrol

f % f %

Memakai Kontrasepsi

Hormonal 35 57,3 7 11,4

10,3 10,3 0,000

Tidak Memakai Kontrasepsi Hormonal

26 42,6 54 88,5

Jumlah 61 100 61 100

Dari Tabel 2 dapat dilihat adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan

kontrasepsi hormonal dengan infertilitas sekunder (p=0.000). Dari teori tersebut jika

dihubungkan dengan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan kontrasepsi

hormonal memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian infertilitas sekunder. Dari

hasil analisis bivariat terlihat bahwa jika semakin banyak kejadian infertilitas sekunder, maka

semakin banyak pula penggunaan kontrasepsi hormonal. Sebaliknya pada kelompok kontrol

(fertil) banyak yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Jadi terlihat disini bahwa

penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko terjadinya kasus infertilitas

(8)

Arjatmo Tjokronegoro dalam ilmu kebidanan mengatakan bahwa uraian tentang

kemungkinan timbulnya reaksi imun terhadap sperma maupun plasenta dan janin, telah

menimbulkan berbagai pemikiran kearah pengembangan dan pemanfaatan mekanisme

imunologis sebagai metode Keluarga Berencana. Saat ini telah tersedia berbagai cara

meregulasi fertlitas manusia, namun sering dipertanyakan keamanannya. Kemungkinan jika

metode imunologis dimanfaatkan untuk keperluan pembatasan kelahiran salah satu cara yang

lebih ampuh dan jauh dari efek samping yan merugikan. Memang saat ini belum ada satupun

metode kontraseptif yang benar-benar ampuh dan cukup aman tanpa efek samping yang

merugikan tubuh. Berdasarkan fakta inilah maka penelitian ke arah pencarian metode

kontraseptif baru tetap berjalan terus bahkan telah mendapat dukungan dari dunia

internasional 12.

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman ini

sesuai juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Williamson dan kawan-kawan di

enam Negara dari Subsahara Afrika dan satu dari Asia Tenggara dengan kisaran usia 13-19

tahun. Empat dari studi didasarkan perkotaan, satu desa, satu semi-pedesaan, dan satu

dicampur (terutama pedesaan). Penggunaan metode hormonal dibatasi oleh karena kurangnya

pengetahuan responden, keprihatinan atas efek samping, dan terutama takut terhadap

infertilitas17. Sesuaian juga dengan penelitian M. Blum, J. Pery dan I. Blum. Yang

mendapatkanadanya hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan infertilitas. Dimana

terdeteksi antibody antisperma setelah penggunaan kontraasepsi hormonal yang merupakan

penyebab unexplained infertility pada kelompok responden yang pernah menggunakan

kontrasepsi hormonal jenis pil dengan p < 0.05 18. Bebagai laporan penelitian memberikan

informasi yang berbeda, sehingga konklusi tentang peranan antibody antisperma belum dapat

(9)

Franklin dan Dukes menemukan menemukan antibody antisperma cukup tinggi dalam

serum wanita infertil, sedangkan Isojima dkk, melaporkan adanya kadar antibody antisperma

yang juga tinggi dalam serum wanita yang sedang hamil 16.

Dengan banyaknya pendapat para ahli tentang pengaruh penggunaan kontrasepsi

hormonal dengan kejadian infertil dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa kemungkinan

penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko terjadinya infertilitas sekunder.

Penelitian tentang penggunaan kontrasepsi hormonal dengan infertil masih dalam

pengembangan namun dari hasil studi yang dilakukan di dunia barat, memang ada ditemukan

hubungan yang bermakna dan dukung pula dengan pendapat famakolog. Para farmakolog itu

mengatakan bahwa kontrasepsi hormonal yang digunakan bersifat Abocificient atau bersifat

mematikan embrio 17.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sebagian besar responden kasus menggunakan kontrasepsi hormonal , paling banyak

menggunakan suntik. Kelompok kasus ( infertil) sebesar 57,5% dari total pengguna

kontrasepsi hormonal, dan kelompok kontrol 65% dari total pengguna kontrasepsi hormonal,

kelompok kasus paling banyak menggunakan kontrasepsi hormonal adalah selama > 3 tahun

dan kelompok kontrol paling banyak menggunakan kontrasepsi hormonal selama < 3 tahun.

Waktu yang dibutuhkan responden untuk bisa hamil kembali setelah tidak menggunakan

kontrasepsi hormonal adalah bervariasi. Kelompok kasus paling banyak bisa hamil kembali

setelah tahun ke-2 (21,3%) dan tahun ke-4 (19,7%). Sedangkan kelompok kontrol paling

banyak bisa hamil kembali setelah tahun ke-2 (8,2%) dan tidak ada yang bisa hamil di tahun

ke-4. Ada hubungan pengaruh pada responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal

(10)

SARAN

WUS disarankan agar mengkonsultasikan terlebih dahulu pemilihan alat KB kepada

pihak yang berkompeten dalam masalah ini. Dan juga disarankan agar tidak menggunakan

kontrasepsi hormonal lebih dari 4 atau 5 tahun. Kepada BKKBN untuk dapat

mengembangkan penelitian terkait dengan substansi yang dikandung oleh kontrasepsi

hormonal dan BKKBN juga diharapkan bekerja sama dengan Badan Kefarmasian untuk

dapat melakukan penekanan efek samping yang merugikan pemakai. Selain itu disarankan

agar Badan Kefarmasian juga bisa menciptakan kontrasepsi hormonal yang bersesuaian

dengan sistem imunologis seperti yang saat ini sedang dikembangkan oleh dunia

internasional.

KEPUSTAKAAN

1. Abdelrahman M. Abdelkader dan Yeh, John. 2009. The Potential Use of Intrauterine Insemination as a Basic Option for Infertility: A Review for

Technology-4. Infertilitas Pasutri (1). 2009. dalam www.muslimah.or.id.

5. Pusdiknas.2001.Infertil Dapat Terjadi Pada Pria Maupun Wanita.Dalam www. Pusdiknas.or.id

6. BKKBN.2009.Hasil Mini Survey Peserta KB Aktif Tahun 2004-2008

7. BKKBN. 2009. Proyeksi Jumlah Wanita Subur Menurut Provinsi Tahun 2004-2009 8. BKKBN. 2009.Unmet need Menurut Alasan/ Latar Belakang dan Kabupaten/ Kota Hasil

Mini Survey 2006

9. Infertilitas.2010.Dalamhttp://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/infertilitas

10. Suzilawati. 2007. Jangan Tunda Kehamilan Anak Pertama dalam www.sehatgroup.web.id.

11. Hartanto.2004.Kontrasepsi Hormonal. Dalam http://harnawatiaj.wordpress.com

12. Tjokronegoro, Arjatmo. 2005. Peranan immunologis pada sistem reproduksi wanita. Dalam ilmu kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

13. M. Blum, J. Pery and I. Blum.2006. Antisperm Antibodies In Young Oral Contraceptive Users. Dalam http://www.springerlink.com

14. Susah Punya Anak Apakah Infertil .2008. Dalam http://www.blogdokter.net Budiarto, Eko.2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC: Jakarta

(11)

16. Mazumdar, Setu dan Levine, Adam. 1998. Antibodi Antisperma : etiologi, patogenesis,diagnosis, dan pengobatan. Dalam www.fertstert.org./aeticel

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pemakaian, Lama Pemakaian danWaktu Penghentian Kontrasepsi Hormonal Responden

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan ekonomi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 4,7%.Secara triwulanan, ekonomi Kaltim pada triwulan

Perseroan meraup dana bersih Rp249,556 miliar dari IPO pada Juni 2013 lalu dimana rencana menurut prospektus adalah modal kerja Ciputra World II Rp49,911 miliar, modal kerja

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kompos TKKS dan abu boiler berbeda tidak nyata terhadap persentase polong bernas tanaman kedelai,

Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi perataan laba atau dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan,

Lokasi penelitian ini adalah di Koperasi Pegawai Negeri Praja Kantor Gubernur Bali dengan objek penelitiannya adalah pengaruh dimensi kualitas layanan terhadap kepuasan nasabah

Tujuan kajian ini dijalankan adalah untuk mengenalpasti persepsi pelajar tahun pertama terhadap aktiviti FYE di Fakulti Alam Bina, Fakulti Kejuruteraan dan Sains Geoinformasi

Untuk menjawab anggapan tersebut Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model Palangka Raya berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi sebagai berikut : Pertama,

Namun ada pula beberapa yang hanya merasa memiliki tingkat kepuasan sedang terhadap pelayanan Transjogja di mata mahasiswa yang sebanyak 40 orang, ini semua karena satu-