• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCENTAGE OF UTILIZATION OF CATFISH CULTURE WASTE, TOFU WASTE AND RICE BRAN IN MEDIA CULTIVATION TO INCREASE PRODUCTION PRODUCTION SILK WORM (Tubifex sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCENTAGE OF UTILIZATION OF CATFISH CULTURE WASTE, TOFU WASTE AND RICE BRAN IN MEDIA CULTIVATION TO INCREASE PRODUCTION PRODUCTION SILK WORM (Tubifex sp.)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERSENTASE PEMANFAATAN LUMPUR KOLAM LELE,AMPAS

TAHU DAN DEDAK PADI DALAM MEDIA KULTUR UNTUK

MENINGKATKAN PRODUKSI CACING SUTERA (

Tubifek

sp.)

PERCENTAGE OF UTILIZATION OF CATFISH CULTURE WASTE, TOFU WASTE AND

RICE BRAN IN MEDIA CULTIVATION TO INCREASE PRODUCTION PRODUCTION

SILK WORM (Tubifex sp.)

Eka Indah Raharjo

1

, Zahir Islami

2

, Farida

2

1. Staff pengajar FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan, UniversitasMuhammadiyah Pontianak

2. Staff pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UniversitasMuhammadiyah Pontianak

3. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Eka.raharjo@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui berapa persentase pemanfaatan lumpur kolam lele, ampas tahu dan dedak padi dalam media kultur untuk meningkatkan produksi cacing sutera. Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan terdiri dari empat perlakuan yaitu A (Lumpur Kolam Lele 100%), B (Lumpur kolam lele 50%, Ampas Tahu 35% dan Dedak Padi 15%), C (Lumpur kolam lele 50%, Ampas Tahu 25% dan Dedak Padi 25%), D (Lumpur kolam lele 50%, Ampas Tahu 15% dan Dedak Padi 35%) dengan sebanyak tiga kali. Analisis statistic menggunakan ANAVA (Analysis of Varians) dan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan satu dengan perlakuan yang lainnya dilakukan Uji Lanjutan yaitu uji jarak berganda Duncan multiple range test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan B menghasilkan pertumbuhan cacing sutera dengan tinggi di bandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 12,33±2,52gram, untuk perlakuan A yaitu 4,33±1,15 gram, perlakuan C 8,33±0,58gram, dan pelakuan D 6,67±0,58 gram.

Kata Kunci :Lumpur kolam lele, ampas tahu, dedak padi, produksi

ABSTRACT

The purpose of this researchto find out what percentage of the utilization of catfish pond mud, tofu and rice bran in culture media to increase silk worm production. The experiment design is Completely Randomized Design (RAL). The treatments consisted of four treatments: A (100% Catfish Ponds), B (Mud of 50% catfish pond, 35% Knowledgeshare and 15% Rice Bran), C (50% Catfish Sour, 25% Rice 25%), D (Mud of pond of catfish 50%, 15% Know of Tofu and 35 Rice Bran) with three times. Statistical analysis using ANOVA (Analysis of Variance) and to know the difference between treatment one with the other treatment conducted Advanced Test that is Duncan multiple range test multiple range test. The results showed that Treatment B resulted in a high growth of silk worm compared with other treatments that was 12.33 ± 2.52 gram, for treatment A that was 4.33 ± 1.15 gram, treatment C that was 8.33 ± 0.58grams, and D that was 6.67 ± 0.58 gram.

(2)

PENDAHULUAN

Cacing sutera merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1 - 3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan hias dan benih ikan konsumsi. Cacing sutra dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan karena mengandung nutrisi yang tinggi, yaitu protein 57%, karbohidrat 2,04%, lemak 13,30%, air 87,17% dan kadar abu 3,60% (Khairuman et.al, 2008).

Keberadaan limbah merupakan salah satu alasan penurunan populasi cacing sutra di alam karena limbah dapat menurunkan kualitas perairan, oleh sebab itu masyarakat mencoba untuk membudidayakan cacing sutra.. cacing sutera dapat tumbuh dan bereproduksi karena membutuhkan nutrisi. Nutrisi tersebut didapatkan dari bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan. Kebiasaan makan cacing sutra adalah memakan detritus, alga benang, diatom atau sisa-sisa tanaman yang terlarut di lumpur (Suharyadi, 2012).

Habitat alami Tubificidae adalah liat berlumpur atau liat berpasir (Syam, 2011), penelitian cacing sutera juga menggunakan lumpur kolam lele sebagai media budidaya. Lumpur kolam lele merupakan media yang potensial bagi budidaya cacing sutra. MenurutFebrianti (2004), kandungan N dalam limbah budidaya lele akan berguna dalam pertumbuhan bakteri. Bakteri tersebut akan menguraikan bahan organik, sehingga hasil perombakannya dapat menjadi nutrisi bagi cacing.

Sama seperti pada budidaya lainnya agar pertumbuhan cacing ini baik dan normal perlu dilakukan pemupukan.Pemupukan yang dilakukansebaiknyamenggunakanbahan-bahan yang jelas kandungan nutrisinya dan tidak

menggunakan bahan-bahan kimia.

MenurutAirirsyah (2001), Ampas tahu merupakan sisa hasil pembuatan tahu yang memiliki kandungan gizi yang cukup baik dengan protein kasar sekitar 21,29%.Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan dari bubur kedelai yang diperas dan tidak berguna lagi dalam pembuatan tahu dan cukup potensial dipakai sebagai bahan makanan ternak karena ampas tahu masih mengandung gizi yang baik dan dapat digunakan sebagai ransum ternak besar dan kecil. Akan tetapihinggakini penggunaan ampas tahu masih sangat terbatas bahkan sering sekali menjadi limbah yang tidak termanfaatkan sama sekali.

Selain itu, dedak padi juga dapat digunakan. MenurutMurniet al (2008), Dedak

padi merupakan bahan pakan yang telah digunakan secara luas oleh sebagian peternak di Indonesia.Dedak padi mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak. Dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12-13,5 %, bahan pakan ini sangat diperhitungkan dalam penyusunan ransum unggas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai budidaya cacing sutera, serta persentase pemanfaatan lumpur di kolamlele, ampastahudandedakpadidalam media kulturuntukmeningkatkanproduksicacingsutera.

METODEPENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih 60 hari yaitu, 15 hari persiapan media kultur dan 45 hari penelitiannya di Laboratorium Budidaya Perikanan Universitas Muhammadiyah Pontianak. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Paralon, Pompa, Paku, kayu penyangga, martil, Baskom plastik, Bak fiber, Alat ukur parameter air, Timbangan, ATK dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing sutera, EM4, Lumpur budidaya lele, Ampas tahu, dedak padiRancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu 4 perlakuan dan tiga kali ulangan. Berdasarkan penelitian yangdilakukanolehFajri

et al., (2014)

 Perlakuan A: Lumpur kolam lele 100%,  Perlakuan B: Lumpur kolam lele 50%,

Ampas Tahu 35% dan Dedak Padi 15%  Perlakuan C: Lumpur kolam lele 50%,

Ampas Tahu 25% dan Dedak Padi 25%  Perlakuan D: Lumpur kolam lele 50%,

Ampas Tahu 15% dan Dedak Padi 35%

Menurut Fajri et al., (2014) ampas tahu, dan dedak padi yang digunakan difermentasi terlebih dahulu dengan menggunakan EM4. EM4 mengandung komposisi bakteri berupa Lactobacillus casei 1,0x106 sel/mL dan

(3)

aktivator tersebut dicampurkan, kemudian dimasukkan kedalam plastik dan tertutup selama 5 hari, setelah itu kotoran dijemur dengan bantuan sinar matahari hingga kering dan pupuk siap untuk digunakan.

Menurut Fajri et al., (2014) Wadah yang digunakan adalah berupa kotak talang air sebanyak 12 buah dengan ukuran panjang 50 x 30 x 10 cm dengan ketinggian media 4 cm. Cacing sutra diperoleh dari para pengumpul, kemudian bibit dibersihkan dan ditimbang sesuaidengan perlakuan sebelum ditebar secara merata ke media budidaya. Padat tebar yang digunakan adalah 10 gram/wadah.

Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan diamati sebagai berikut:

Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan mutlak dihitung setelah 15 hari penebaran, Rumus menghitung pertumbuhan mutlak menurut Weatherley (1972) adalah :

W = Wt – Wo Keterangan :

W : Pertumbuhan mutlak (gram) Wt : Biomassa pada waktu panen (gram) Wo : Biomassa pada awal penelitian (gram)

Analisa Proksimat

Analisa proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi pada masing-masing bahan (ampas tahu dan dedak padi) dan cacing sutera setelah dikultur, meliputi kandungan protein, lemak,abu dan karbohidrat.

Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah oksigen terlarut (DO), suhu, pH dan amoniak. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Mutlak Cacing Sutera

Penelitian tentang pertumbuhan cacing sutera diperoleh pada perlakuan B 12,33±2,52 gram, perlakuan C 8,33±0,58, perlakuan D 6,67±0,58 gram, dan perlakuan A yaitu 4,33±1,15 gram, , gram, dan. Hasil penelitian pertumbuhan cacing sutera dapat dilihat pada grafik sebagai berikut :

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Cacing Sutera selama penelitian

Pada perlakuan A, media yang digunakan hanya lumpur kolam lele saja tanpa ada tambahan bahan organik lain. Sehingga sumber makanan cacing hanya berasal dari lumpur saja, tanpa ada tambahan lain. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Djarijah (1996) yang menyatakan Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik, karena makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan tersebut.

Perlakuan B merupakan perlakuan yang memperoleh hasil pertumbuhan mutlak tertinggi. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan b menggunakan media lumpur kolam lele dengan tambahan ampas tahu 35 %dan dedak padi masing-masing sebanyak 15 %, yang merupakan penggunaan terbanyak dari perlakuan lain. Persentase ampas tahu yang jauh lebih banyak dari dedak padi yang menjadikan pertumbuhan cacing sutera lebih cepat dari perlakuan lainya. Hal tersebut disesuaikan dengan pendapat Efendi (2014) yang menyatakan ampas tahu sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber makanan untuk cacing sutera, karena kandungan asam amino lisin, metionin, serta vitamin B komplek serta nutrisi-nutrisi lain yang cukup terkandung didalam ampas tahu.

(4)

sehingga ketersediaan makanan cacing pun akan meningkat.

Pada perlakuan B, C dan D mempunyai pertumbuhan rata-rata Biomassa Mutlak yang lebih tinggi daripada perlakuan A karena memiliki kandungan nutrisi yang lebih lengkap dan lebih tinggi daripada pada perlakuan A. Dengan penambahan bahan organik ampas tahu dan dedak padi diduga dapat menambah protein dan karbohidrat dalam media kultur cacing sutera. Pada perlakuan A nutrisi yang dimanfaatkan bakteri sebagai makanan cacing lebih sedikit yaitu dari satu sumber protein saja (protein hewani saja) dibanding dengan perlakuan lain yang memperoleh sumber protein dari protein hewani dan protein nabati. Protein yang berasal dari kombinasi berbagai sumber menghasilkan tingkat konversi yang lebih baik daripada sumber tunggal apa pun asalnya. Paling rendahnya nutrisi pada perlakuan A menyebabkan ketersediaan makanan cacing sutera lebih sedikit, sehingga akan berpengaruh terhadap reproduksi Tubifex sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Findi (2011) bahwa cacing sutera membutuhkan makanannya untuk pertumbuhan dan reproduksi.

Hasil rata-rata bobot cacing sutera dan simpangan baku dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Produksi Cacing Sutra selama penelitian

Perlakuan Hasil

Perlakuan A 4,33±1,15

Perlakuan B 12,33±2,52

Perlakuan C 8,33±0,58

Perlakuan D 6,67±0,58

Pertumbuhan populasi cacing sutra, menunjukan hasil tertinggi pada perlakuan B yaitu sebanyak 12,33±2,52 gram, diikuti dengan perlakuan C yaitu 8,33±0,58 gram, perlakuan D yaitu 6,67±0,58 gram dan perlakuan A yaitu 4,33±1,15 gram.

Pada perlakuan B yang menggunakan 50 % lumpur kolam lele + 35 % ampas tahu + 15 % dedak padi memperoleh hasil produksi cacing tertinggi. Hal tersebut dikarenakan kandungan bahan organik dalam media pemeliharaan yang dihasilkan oleh ampas tahu. Pemberian ampas tahu dan dedak padi yang telah difermentasi menyebabkan protein lebih mudah terserap oleh cacing sutera sehingga dapat meningkatkan produksi biomassa cacing sutera.

Pemberian pengkayaan media kultur menggunakan bahan organik ampas tahu dengan dosis lebih tinggi, mampu memberikan kebutuhan nutrisi cacing sutera untuk tumbuh

sehingga pertumbuhan biomassa mutlak cacing sutera menjadi lebih tinggi. Ampas tahu yang diberikan mengandung protein yang telah mengalami proses pengolahan dan telah difermentasi, sehingga lebih mudah diserap oleh cacing sutera. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sarina (2015) yang menyatakan faktor yang mempengaruhi tingginya produksi cacing sutra adalah bahan organik total (TOM) yang dimanfaatkan oleh bakteri dalam proses dekomposisi sehingga menghasilkan detritur sebagai sumber nutrisi untuk cacing sutra.

Bakteri dan mikroorganisme lain menggunakan Karbohidrat sebagai makanan untuk menghasilkan energi dan tumbuh melalui pembentukan protein dan sel-sel baru (Avnimelech, 1999). Semakin cepat tumbuhnya bakteri maka semakin cepat bahan organik yang terdekomposisi, sehingga ketersediaan makanan cacing dalam media semakin cepat terbentuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Ralph O dan Brinkhurst (1995) yang mengatakan bahwa selain memakan partikel organik, Tubificids

juga memakan bakteri yang terlibat dalam memecah bahan organik, seperti bakteri yang terkandung dalam EM4 (Lactobacillus sp dan

Saccaromuces serevisiae).

Analisa Proksimat

Data hasil uji proksimat cacing sutera dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

(5)

Sedangkan pada perlakuan A yang hanya menggunakan lumpur kolam lele memiliki pertumbuhan terendah karena protein, lemak, serat dan gross energi serta kalsium yang terkandung lebih rendah dari bahan lainnya.

Data hasil uji proksimat media untuk produksi cacing sutera dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Analisa Proksimat Cacing Sutera Selama Penelitian

Kandungan nutrisi didapatkan dari analisa proksimat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kandungan nutrisi protein pada cacing sutera (Tubifex sp.) selama penelitian seperti tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik adalah perlakuan B 50% lumpur kolam lele, 35% ampas tahu dan 15% dedak padi, dengan nilai sebesar 55,5%, dan terendah pada perlakuan D yaitu 100% lumpur kolam lele dengan nilai sebesar 51,2%. Cacing sutera mempunyai nilai nutrisi berupa protein 41,1%, lemak 20,9%, serat kasar 1,3% dan kandungan abu sebesar 6,7% (LPTUA, 2009 dalam Muria

et al., 2012). Penambahan pupuk kandang berupa lumpur kolam lele akan berguna untuk bakteri berkembang hidup menjadi banyak kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pakan oleh cacing sutera. Menurut Herliwati (2012), unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang, kandungan nitrogen dan kalium berada dalam keadaan seimbang. Penambahan pupuk kedalam kolam atau tambak meningkatkan kesuburan tanah dan memperbesar jasad renik untuk hidup dan kemudian akan dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami.

Perlakuan B merupakan perlakuan yang menghasilkan kandungan protein tertinggi, diduga karena kandungan ampastahu yang terkandung dalam media perlakuan B sebesar 35% dengan kandungan protein sebesar 25,81% yang dibutuhkan oleh cacing sutera sehingga cacing mampu memanfaatkan media dengan baik dan digunakan untuk pertumbuhan serta

perkembangbiakannya. Suharyadi (2012), makanan diperlukan cacing sutera untuk tumbuh dan berkembang, sehingga apabila terjadi kurangnya asupan makanan pada cacing sutera dapat menyebabkan rendahnya biomassa dan kandungan nutrisi yang dimiliki cacing sutera. Pada penelitian Suharyadi (2012), kandungan protein cacing sutera yang rendah sebesar 32,97% disebabkan karena asupan makanan pada saat pemeliharaan tidak tercukupi sehingga kandungan protein cacing sutera menjadi rendah. Menurut Syam et al. (2011), cacing darifamili tubificidae memakan bakteri dan partikel organik hasil perombakan oleh bakteri. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berasal dari EM4 berupa

Lactobacillus casei dan Saccaromyces cerevisiae. Bakteri Saccaromyces cerevisaea

berguna untuk meningkatkan bobot badan (Haetami et al., 2008). Sifat yang menguntungkan daribakteri Lactobacillus dalam bentuk probiotik adalah dapat digunakan untuk

mendukung peningkatan kesehatan

(Hardiningsih et al., 2006). Bakteri tersebut membutuhkan C-organik dan N-organik untuk menunjang pertumbuhannya. Nilai N- organik yang rendah dapat menyebabkan jumlah bakteri pada media relatif rendah karena kebutuhan pakan bakteri rendah sehingga jumlah makanan yang dimakan oleh cacing sedikit (Pursetyo et al., 2011).

Kualitas Air

(6)

bertahan hidup pada lingkungan perairan dengan kadar amoniak tinggi. Kandungan amoniak dalam air berasal dari perombakan senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri. Untuk data kualitas air media kultur cacing sutera (Tubifexsp) yaitu pH berkisa antara 6-7, suhu selama pemeliharaan cacing sutera antara 27-29°C, untuk kandungan Oksigen terlarut (DO) adalah antara 4 ppm dan kandungan ammonia berkisarantara 4 mg/L. Hasil pengamatan kualitas air media kultur cacing sutera masih termasuk dalam kondisi layak untuk budidaya cacing sutera (Tubifexsp). Pada kondisi pH netral, bakteri akan dapat memecah bahan organic dengan normal menjadi lebih sederhana sehingga siap untuk dimanfaatkan oleh Tubifexsp. Nilai pH pada penelitian ini masih tergolong normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis (1982) bahwa untuk kehidupan cacing sutera, family

Tubificidae mampu beradaptasi terhadap pH air antara 6-8. Suhu dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia air serta dapat mempercepat proses biokimia. Menurut Spotte (1970) bahwa jika suhu air meningkat maka laju metabolism dan kebutuhan terhadap oksigen juga meningkat, begitu pula dengan daya racun bahan pencemar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian persentase pemanfaatan lumpur kolam lele,

ampas tahu dan dedak padi dalam media kultur untuk meningkatkan produksi cacing sutera dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Persentase media kultur yang menghasilkan pertumbuhan cacing sutera dengan baik adalah 50% lumpur kolam lele, 35 % ampas tahu dan 25% dedak padi 2. Perlakuan B menghasilkan pertumbuhan cacing sutera dengan tinggi di bandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 12,33±2,52gram, untuk perlakuan A yaitu

4,33±1,15 gram, perlakuan

C8,33±0,58gram, dan pelakuan D 6,67±0,58 gram.

DAFTAR PUTAKA

Adlan, M. A. 2014. Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra (Tubifex sp.) pada Media Kombinasi Pupuk Kotoran Ayam dan Ampas Tahu. [Skripsi]. Fakultas Peternakan.Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. (Abstrak). 1 hlm.

Chumadi dan Suprapto. 1986. Pengaruh Berbagai Takaran Pupuk Kotoran Ayam

Terhadap Perkembangan

Populasi Tubifex sp. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Depok, Bogor. Djarijah A S. 1996. Pakan Ikan

Alami. Yogyakarta: Kanisius.

Fajri, Suminto dan Hutabarat. 2014. Pengaruh penambahan kotoran ayam, ampas tahu dan tepung tapioka dalam media kultur terhadap biomassa, populasi dan kandungan nutrisi cacing sutera (Tubifex

sp.). Volume ( 3 no 4) 101-108 Hlm. Findy, S. 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian

Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra (Tubificidae). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 33 hlm.

Febrianti, D. 2004. Pengaruh Pemupukan Harian Dengan Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Populasi Dan Biomassa Cacing Sutera. Institut Pertanian Bogor. Gomez, K.A., and Gomez, A.A. 1984. Statical

Procedures for Agricultural reseach. 2nd ed. An IRRI book, A Wiley-intersci. Publ. Singapure: Jhon Wiley & Sons. Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2.

Direktorat Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional. Hadiroseyani Y., Nurjanah dan D.

Wahjuningrum. 2007. Kelimpahan Bakteri dalam Budidaya Cacing

Limnodrilus sp. yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. J. Akuakultur Indonesia 6(1): 79-87.

Haetami, Abun dan Y. Mulyani. 2008. Studi Pembuatan ProbiotikBAS (Bacillus licheniformis, Aspergillus niger dan

Sacharomices cereviseae) sebagai Feed Suplement Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Merah. [Lap. Pen. No. 013/SP2H/PP/DP2M/III/2008]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran, 53 hlm.

Hanafiah, K. A. 2000. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta.

Hanafiah, K. A. 2012. Rancangan Percobaan Aplikatif. PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta.

Hardiningsih, R., R. N. R. Napitupulu dan T. Yulinery. 2006. Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus

(7)

Herliwati. 2012. Variasi Dosis Pupuk Kotoran Ayam pada Budidaya Cacing Rambut (Tubifex sp.). J. Fish Scientiae. 2 (4) : 124-130.

Hermawan, 2001. Kandungan Dan Komposisi Dasar Tanah. Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institusi Pertanian Bogor. Bogor

Khairuman, Amri K, dan Sihombing T. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra. Jakarta: PT Agromedia Pustak Muria, E. S., E. D. Masithah dan S. Mubarak.

2012. Pengaruh Penggunaan Media dengan Rasio C:N yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Tubifex. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Airlangga. (Abstrak). 1 hlm. Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting.

2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi Priyambodo, K dan Wahyuningsih, T. 2001.

Budidaya Pakan Alami untuk Ikan. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Pursetyo, K. T., W. H. Satyantini dan A. S. Mubarak. 2011. Pengaruh Pemupukan Ulang Kotoran Ayam Kering terhadap Populasi Cacing Tubifex tubifex. J. Perikanan dan Kelautan. 3 (2) :177-182. Soetomo M., 1996. Teknik Budidaya Ikan Lele

Dumbo. Sinar Baru Algesindo, Bandung. Sudjana, 1991. Desain dan Analisis

Eksperimen, Edisi III, Tarsito Bandung. Suharyadi. 2012. Studi Penumbuhan dan

Produksi Cacing sutera (Tubifex sp.) dengan Pupuk yang Berbeda dalam Sistem Resirkulasi. Universitas Terbuka.

Supriyono, Eddy. Perbandingan jumlah bak

budidaya cacing sutra (tubificidae)

dengan memanfaatkan limbah budidaya ikan lele (clarias sp) sistem intensif terhadap kualitas air ikan lele dan produksi cacing sutra. DEPIK, [S.l.], v. 4, n. 1, apr. 2015.

Syam F. S, G. M. Novia dan S. N. Kusumastuti. 2011. Efektivitas Pemupukan dengan

Kotoran Ayam dalam Upaya

Gambar

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Cacing
Tabel 3. Nilai Kualitas Air Media Cacing Sutera Selama Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

The learning objectives of this peer group model are to provide opportunities for learners to develop their ability to solve problems rationally, to develop social and

kesalahan guru-guru kami yang telah mendidik kami mulai dari baca tulis hingga saat ini.

Dalam penelitian, model matematis lebih sering dipakai jika dibandingkan dengan model fisik. Pada model matematis, sistem direpresentasikan sebagai

Firma dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh

Dari hasil pengamatan setelah perbaikan, terjadi percepatan proses pemasangan roda kendaraan, seperti yang telah ditunjukkan pada data sebelumnya, adapun penurunan dari

Usahatani sayuran dilokasi penelitian yang merupakan titik impas tertinggi dibanding usaha tani sayuran lainnya yakni pada usaha tani bawang merah, titik impas

Kegiatan pengobatan massal fila- riasis yang telah dilakukan selama 2 tahun ternyata telah dapat menurunkan angka microfilaria di Kabupaten Belitung Timur.. Bila dibandingkan

Diagram sebar korelasi antara indeks arcus pedis menunjukkan bahwa data subjek terlihat banyak berkumpul pada satu area saja, hal ini mengakibatkan pada uji korelasi yang