BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki sekitar 500-an suku
bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik,
agama dan ras yang hidup bersama dalam suatu wilayah Indonesia.
Keanekaragaman yang berbeda-beda menjadi kekayaan bangsa Indonesia, setiap
suku yang ada didalamnya memiliki ciri-ciri dan latar belakang kebudayaan yang
berbeda yang berjajar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia memiliki lima buah
pulau besar yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan banyak lagi
pulau-pulau kecil yang ditempati oleh masyarakat Indonesia. Pulau-pulau tersebut
ditempati oleh suku-suku yang beranekaragam dengan bahasa, sikap, dan budaya
yang mencirikan jati diri mereka.
Bangsa Indonesia tetap menjunjung tinggi BHINEKA TUNGGAL IKA
yaitu meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yang artinya bahwa masyarakat
Indonesia menghormati setiap perbedaan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa
yang ada didalamnya. Budaya dan kebiasaan yang khas pada suatu suku bangsa
merupakan salah satu ciri untuk membedakan antara suatu suku bangsa dengan
suku bangsa yang lain. Kekhasan itu dapat dianggap sebagai kebudayaan dari
suku bangsa yang bersangkutan. Keberagaman budaya yang dimiliki masyarakat
Indonesia pada dasarnya adalah sebuah potensi untuk membentuk identitas kita
Kebudayaan suku bangsa salah satunya adalah tingkah laku atau prilaku
manusia baik dalam kehidupan sehari-harinya, maupun caranya ia berhubungan
dengan orang lain, karena hal tersebut menimbulkan interaksi. Setiap tindakan
yang ditunjukkan dari setiap suku bangsa yang berbeda biasanya akan
menimbulkan pola interaksi yang berbeda pula, seturut dengan latar belakang
budaya yang mereka miliki masing-masing.
Manusia memiliki naluri untuk senantiasa berhubungan dengan
sesamanya. Hubungan yang berkesinambungan tersebut menghasilkan pola
pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Manusia memiliki sifat yang
dapat digolongkan ke dalam manusia sebagai makhluk sosial artinya dituntut
untuk menjalin hubungan sosial dengan sesamanya. Hubungan sosial merupakan
salah satu hubungan yang harus dilaksanakan, mengandung pengertian bahwa
dalam hubungan itu setiap individu menyadari tentang kehadirannya di samping
kehadiran individu lain. Hal ini disebabkan bahwa dengan kata sosial berarti
“hubungan yang berdasarkan adanya kesadaran yang satu terhadap yang lain, di
mana mereka saling berbuat, saling mengakui dan saling mengenal atau mutual action dan mutual recognition”. Manusia sebagai makhluk sosial, dituntut pula ada kehidupan berkelompok, sehingga keadaan ini mirip sebuah community,
seperti desa, suku bangsa dan sebagainya yang masing-masing kelompok
memiliki ciri yang berbeda satu sama lain (Santosa, 1999:13).
Tidak dipungkiri bahwa selama manusia itu masih hidup maka manusia
tersebut akan melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut
menunjukan bahwa manusia tersebut adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup
aktivitas-aktivitas sosial. Melalui interaksi tersebut maka manusia mampu mengevaluasi
dirinya. Kehidupan masyarakat yang setiap harinya melakukan aktivitas guna
kelangsungan hidup, dimana interaksi terjadi melalui kontak sosial dan
komunikasi. Manusia senantiasa untuk bertemu dan berkomunikasi dengan orang
yang ada di sekitarnya. Arti penting dari komunikasi adalah bahwa seorang
memberikan tafsiran pada prilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan,
gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang
tersebut. Kontak sosial terjadi apabila orang yang bersangkutan kemudian
memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain
tersebut. Melalui komunikasilah masyarakat akan menjalin kerja sama (Soekanto,
1990:67).
Salah satu penelitian yang menunjukkan kehidupan masyarakat yang
majemuk dalam penelitian Novendra dan kawan-kawan dalam buku Integrasi
Nasional di Daerah Riau Suatu Pendekatan Budaya tentang hubungan sosial
penduduk ”asal” dengan ”pendatang” yaitu masyarakat Melayu dan Banjar.
Terjalinnya hubungan sosial menimbulkan kerja sama dalam berbagai aspek
kehidupan. Bidang ekonomi misalnya, interaksi terjadi di pasar. Pedagang di pasar
Tembilahan adalah orang-orang Banjar, hanya sebagian kecil dari Cina dan
Minang. Para penduduk melayu yang bertindak sebagai pembeli, berinteraksi
dengan parapenjual dari Banjar. Bentuk kerja sama lain terlihat dalam lingkungan
tempat tinggal yang membaur dengan lingkungan RT atau RW dan membentuk
kelompok arisan. Dari bidang sosial kerjasama mereka terlihat pada
peristiwa-peristiwa hari raya, pesta perkawinan atau sunat Rasul, upacara keagamaan,
Melayu dan Banjar baik, akrab dan saling tenggang rasa diakibatkan karena
pemukiman mereka yang membaur dan mereka memiliki satu keyakinan agama
(Novendra dkk, 1995/1996 : 25-26).
Contoh kasus di atas yang membahas pola interaksi masyarakat Banjar dan
Melayu memperlihatkan meskipun mereka memiliki banyak perbedaan baik dari
kebudayaan dan prilaku namun tetap saja mereka dapat bekerjasama dalam
aktivitas sehari-hari. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi tempat tinggal
mereka yang membaur dan keyakinan yang sama, namun bagaimana pola
interaksi masyarakat jika masyarakat Indonesia yang melakukan migran hidup di
suatu daerah dengan banyak perbedaan dan dalam lingkungan tempat tinggal yang
tidak membaur. Tidak semua hubungan antar kelompok etnik mengarah kepada
konflik. Keberagaman kelompok etnik dan perbedaan budaya yang ada dalam
suatu masyarakat juga dapat menghasilkan hubungan kerja sama, bahkan
pembauran antar kelompok etnik dalam interaksi sehari-hari secara alamiah.
Dalam konteks sehari-hari kita juga dapat merasakan perbedaan budaya dan
keberagaman kelompok etnik tidak serta merta menjadi halangan dalam
berinteraksi. Hal itu justru merupakan potensi masyarakat yang secara positif
dapat dikembangkan sebagai unsur-unsur pembentuk identitas masyarakat
Indonesia (Wirutomo, 2012:88).
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia
yang terdiri dari berbagai etnis yaitu Batak, Angkola atau Mandailing, Melayu
dan Nias, serta terdapat juga berbagai daerah di dalamnya. Kabupaten Karo
merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Karo
dalam bahasa aslinya disebut Kalak Karo merupakan salah satu suku asli di Sumatera Utara. Suku ini memiliki bahasanya sendiri, yaitu bahasa Karo atau
Cakap Karo dan aksaranya sendiri. Bramderisco. 2010. Suku Karo
http://bramderisco.wordpress.com/tag/suku‐karo/. diakses 7 Maret 2014, pukul
21.31 WIB.
Kabanjahe sebagai Kecamatan sekaligus ibu kota Kabupaten Karo
merupakan salah satu wilayah yang memiliki masyarakat majemuk. Kabanjahe
dominan ditempati oleh masyarakat asli suku Karo dan beberapa suku pendatang
lainnya. Suku Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara
dengan baik dan sangat mengikat bagi suku Karo sendiri. Masyarakat Karo kuat
berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan modal yang dapat
dimanfaatkan dalam proses pembangunan. Dilihat dari letak geografis Tanah Karo
maka mata pencarian utama masyarakat Karo adalah pertanian dan peternakan.
Penduduk asli di daerah Kabanjahe adalah masyarakat Suku Karo. Meskipun di
Kabanjahe didomisili oleh masyarakat Suku Karo, namun tidak terpungkiri
persebaran masyarakat baik dari kalangan Suku lain juga tetap terjadi. Hal
tersebut dapat dilihat dari keanekaragaman masyarakat yang tinggal dan bekerja
di Kabanjahe. Suku Karo yang merupakan mayoritas dari penduduk Kabanjahe,
yaitu 60% dari keseluruhan penduduk kota ini. Selain dari Suku Karo masih ada
suku-suku lain di Kabanjahe, seperti Suku Toba, Simalungun, Dairi,
Minangkabau, Jawa dan Cina. Payung, 1981. Pelapisan sosial di Kabanjahe.
Jakarta: UI FISIP
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=91277&lokasi=lokal,
Persebaran masyarakat yang berasal dari suku lain menjadikan semakin
tingginya keanekaragaman di wilayah Kabanjahe dan semakin memungkinkan
adanya interaksi sosial didalamnya. Sejauh ini meskipun pulau Sumatera
memiliki berbagai macam suku namun hingga saat ini belum pernah ditemukan
konflik antara suku didalamnya. Demikian juga dengan daerah Kabanjahe yang
penduduk aslinya adalah Suku Karo yang hingga pada saat ini juga belum pernah
ditemukan kerusuhan antar etnik. Terlihat meskipun dengan beranekaragam suku
yang ada didalamnya menjadikan interaksi masyarakat semakin meningkat dan
hidup saling menghormati perbedaan. Dapat diartikan bahwa dengan
keanekaragaman tersebut tidak menjadi konflik bagi masyarakat.
Masyarakat yang tinggal di Kabanjahe terdiri dari berbagai ragam etnik,
bukan hanya Suku Karo. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya dijumpai
rumah peribadatan masyarakat baik Mesjid dan bangunan Gereja suku seperti
GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), GKPS (Gereja Kristen Protestan
Simalungun ), HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), keragaman suku yang
meningkatkan tingkat interaksi juga terdapat di daerah Tiga Binanga yang
merupakan salah satu daerah Kecamatan di wilayah Kabanjahe. Penduduk asli
masyarakat Tiga Binanga adalah Suku Karo atau diidentikkan dengan etnis yang
lebih dahulu menghuni teritori pemukiman. Mereka hidup dengan bekerja sebagai
petani dan akrab dengan alam. Kehidupan masyarakat di Kecamatan Tiga Binanga
tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Karo. Kehidupan masyarakat yang
terdapat di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga yang menjadi tuan
hingga saat ini tetap dipertahankan yang biasa disebut dengan sangkep nggeluh. Yaitu suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang secara garis besar
terdiri atas senina, anak beru dan kalimbubu (Tribal Collibium) ( Prinst, 2008:43). Masyarakat Suku Karo memiliki lahan perladangan yang luas karena
nenek moyang mereka merupakan pembuka tanah (Host Population) di wilayah Tiga Binanga. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sejarah berdirinya wilayah
Kelurahan Tiga Binanga yang dahulunya dikepalai oleh Ngadang Sebayang yang
menjadi pemimpin selama empat dasawarsa di Kelurahan Tiga Binanga. Hingga
saat ini yang menjadi tuan tanah di wilayah Kelurahan Tiga Binaga adalah
bermarga Sebayang yang merupakan keturunan dari Ngadang Sebayang yang
menjadi pembuka Kelurahan tersebut. Menjabat menjadi Kepala Kampung selama
46 tahun menjadikan keturunan dari beliau memiliki warisan tanah yang luas,
hingga sekarang masyarakat tetap mempertahankan sistem pertanian sebagai salah
satu sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian. Irwan. 2011.
Silima Merga. Tanah Karo. (http://silima‐
merga.blogspot.com/2011/02/gambaran‐umum‐kecamatan‐tiga‐binanga.html
diakses pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 8.29 WIB).
Kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Tiga Binanga
dapat dikatakan memiliki semangat tinggi dalam bekerja. Terlihat hampir
keseluruhan masyarakat bekerja keras guna meningkatkan pendapatan
perekonomian untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Misalnya saja
dilihat dari semangat kerja masyarakat Suku Karo, meskipun mereka memiliki
lahan pertanian yang luas namun masyarakat tidak hanya sepenuhnya berprofesi
usaha dagang, baik membuka pertokoan, rumah makan dan layanan sosial lainnya,
ada juga masyarakat yang berjualan ketika tiba hari selasa yang merupakan hari
pekan bagi masyarakat Kecamatan Tiga Binanga. Selain itu ada juga masyarakat
yang membuat usaha home industry, misalnya seperti menganyam tikar, membuat kursi dari bahan bambu. Artinya masyarakat memiliki pekerjaan ganda
sehingga membutuhkan orang lain guna membantu mengelola pekerjaannya.
Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 Kabupaten Karo,
Kalvin Sitepu sebagai kordinator BPS Kecamatan Tiga Binanga menyatakan
bahwa kondisi kehidupan sosial ekonomi meningkat di Kelurahan Tiga Binanga.
Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata pendapatan hasil panen masyarakat
khususnya dari sektor pertanian ladang sawah yaitu mencapai 356 ton/Ha/tahun.
Jadi hal tersebut dapat menjadi salah satu pemicu banyaknya masyarakat yang
berasal dari luar daerah Tiga Binanga tertarik untuk datang dan mencari
pekerjaan. Peningkatan kehidupan sosial ekonomi penduduk Kelurahan Tiga
Binanga dapat dilihat dari semakin tingginya kesadaran para masyarakat akan
pentingnya peran pendidikan dalam memperbaiki kualitas kehidupan serta
semakin bersemangatnya penduduk bekerja dalam upaya meningkatkan
pendapatan ekomoni.
Kalvin. 2013.Tiga Binanga dalam angka. Kabanjahe : BPS
(http://karokab.bps.go.id/data/publikasi/kca030_13/files/search/searchtext.xml
diakses 11 Februari 2014, pukul 21.00 WIB).
Penduduk migran yang datang dan memasuki Kelurahan Tiga Binanga
berasal dari suku Jawa, Batak Toba , Padang dan Nias. Beberapa suku yang ada di
Sumatera seperti Suku Batak Toba, Padang dan Nias memiliki suatu ciri budaya
suku-suku tersebut untuk mengadu nasib. Hal ini disebabkan karena masyarakat di
Kelurahan Tiga Binanga memiliki lahan perladangan yang luas dan secara
otomatis membutuhkan pekerja yang banyak guna mengerjakan kegiatan
pertanian. Selain itu juga banyak ditemukan usaha-usaha masyarakat yang
membutuhkan pekerja sehingga menjadi suatu peluang bagi penduduk migran
untuk memperoleh pekerjaan. Peningkatan luas lahan panen masyarakat mencapai
676 ha/tahun serta hasil produksi mencapai 2407 ton/tahun. Kalvin. 2013.Tiga
Binanga dalam angka. Kabanjahe : BPS
(http://karokab.bps.go.id/data/publikasi/kca030_13/files/search/searchtext.xml
diakses 11 Februari 2014, pukul 21.30 WIB). Hal tersebut menjadikan anggota
keluarga tidak sanggup untuk mengerjakan pekerjaan ladangnya. Maka dari itu
mereka membutuhkan banyak tenaga kerja guna membantu mereka dalam
mengelola pekerjaannya. Pada awalnya kegiatan pertanian dikerjakan oleh kerabat
atau keluarga sipemilik lahan secara bergotong-royong, namun sekarang justru
migran tersebut yang mengambil alih sebagai pekerja. Penduduk lokal justru
mengajak para migran untuk bekerjasama dengannya dalam mengelola lahan
pertaniannya. Padahal penduduk lokal memiliki kerabat-kerabat yang dapat diajak
untuk bekerja sama dalam megelola pekerjaan ladangnya. Namun penduduk lokal
mempercayakan para migran yang tidak memiliki hubungan kekerabatan untuk
bekerjasama. Hal yang menjadi sorotan lainnya adalah hubungan antara penduduk
migran dengan penduduk lokal tersebut tidak hanya sebatas hubungan majikan
dengan pekerja. Namun hubungan mereka menjadi terlihat lebih akrab satu
dengan yang lainnya. Berawal dari interaksi yang kerap dilakukan sehingga
memungkinkan juga timbulnya pola asimilasi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
diharapkan terlihat jelas adanya pola asimilasi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Termasuk didalamnya strategi adaptasi seperti apa yang dilakukan
oleh penduduk migran sehingga mereka dapat membentuk kerja sama dan sistem
kekerabatan dengan penduduk lokal yang ada di daerah Kelurahan Tiga Binanga.
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dijelaskan melihat kondisi wilayah
Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo yang
memiliki jenis tanah yang subur dan penduduk lokal tersebut hidup dengan
sistem peradatan yang masih kental. Namun kondisi wilayah saat ini terlihat ramai
didatangi oleh penduduk migran yang berasal dari suku dan kebudayaan yang
berbeda dengan penduduk lokal, namun dapat membentuk suatu sistem
kekerabatan dan menjalin kerja sama. Untuk itu adapun yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana Pola asimilasi penduduk Migran dengan Penduduk Lokal di
Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo ?
2. Bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan oleh Penduduk Migran
sehingga mampu menjalin kerja sama dan membentuk kekeluargaan
dengan penduduk lokal di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga
Binanga?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan yang
1. Dari analisa mengetahui bagaimana pola asimilasi penduduk Migran dan
Penduduk Lokal yang ada di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga
Binanga Kabupaten Karo serta bagaimana strategi yang mereka lakukan
untuk membentuk kerja sama dan menjalin sistem kekerabatan.
2. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
peneliti beserta para pembacanya guna meningkatkan pemahaman akan
kehidupan masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
a. Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi dalam pengembangan ilmu khususnya sosiologi Pedesaan,
Sosiologi Keluarga dan Hubungan Antar-Kelompok.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber dan masukan bagi
pembacanya guna lebih memahami kehidupan masyarakat sosial
khususnya lebih mengetahui bagaimana pola asimilasi penduduk
Migran dengan Penduduk Lokal serta bagaimana strategi yang
dilakukan oleh pendatang migran sehingga membentuk kerja sama
dan menjalin sistem kekerabatan di Kelurahan Tiga Binanga
kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo.
1.4.2Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis
dalam membuat karya ilmiah dan dapat menjadi bahan rujukan bagi
1.5 Definisi Konsep
a. Asimilasi
Asimilasi adalah Suatu proses sosial dimana seseorang diperhadapkan
dengan kebudayaan asing dan kebudayaan asing tersebut disaring dan
diterima namun kebudayaan asing tersebut tidak merubah kebudayaan
aslinya. Dalam hal ini menjelaskan adanya asimilasi yang berawal dari
interaksi sosial antara masyarakat lokal (Host Population) yaitu masyarakat Suku Karo dengan masyarakat Migran yang berasal dari Suku
Jawa, Batak Toba, Padang dan Nias. Bermula dari interaksi sosial
sehingga adanya proses asimilasi, setelah hal tersebut terealisasikan
sehinnga memungkinkan terjadinya suatu proses amalgamasi di
tengah-tengah masyarakat.
b. Penduduk Lokal
Penduduk lokal merupakan masyarakat yang tinggal di dalam suatu daerah
dengan tetap menerakpan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang
mereka atau yang lebih dahulu menghuni teritori pemukiman (host population). Masyarakat lokal (asli) juga memiliki salah satu dari marga yang terdapat di wilayah tempat tinggalnya. Masyarakat memiliki lahan
serta usaha-usaha yang membutuhkan bantuan orang lain dalam mengelola
pekerjaannya.
c. Penduduk Migran
Penduduk migran adalah orang-orang yang melakukan migrasi. Migrasi
adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lainnya dan
potensi untuk mendapatkan pekerjaan guna memperbaiki tingkat
prekonomian. Perpindahan tersebut juga cenderung menghasilakan proses
amalgamasi di daerah yang ditempati.
d. Strategi Adaptasi
Strategi merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok
untuk menghasilkan suatu fokus yang ingin dicapai. Dalam menjalankan
strategi tersebut pasti ditemukan usaha dan kerjasama antara satu dengan
yang lainnya. Adaptasi merupakan penyesuaian diri oleh penduduk migran
dengan penduduk lokal. Dalam strategi adaptasi ini masyarakat migran
datang dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan serta aturan yang terdapat di