BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia 20 tahun. Banyaknya perempuan menikah di usia muda memicu kasus kehamilan dan persalinan yang tidak aman. Pernikahan muda hingga saat ini masih menjadi persoalan serius secara global. Selain menyebabkan putusnya akses pendidikan, pernikahan anak juga berdampak secara psikologis, ekonomi dan kesehatan reproduksi.
Serta Kompilasi Hukum Islam tentang pernikahan muda di bawah 16 tahun merupakan dua produk hukum yang kemudian menggiring anak perempuan dalam situasi pernikahan (http//www.Zona-remaja.com/2011/03/nikah-muda-mengapatidak.htm#ixzzloD56iGnj).
Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dari 2 juta perkawinan sebanyak 34,5 % kategori pernikahan dini. Fenomena pernikahan pada usia anak di daerah lainnya tidaklah jauh berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan seks pra-nikah sering berujung pada pernikahan dini serta kultur masyarakat Indonesia yang masih memosisikan anak perempuan sebagai warga kelas kedua dan ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi dan sosial. Anggapan pendidikan tinggi tidak penting bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap status perawan tua (Al-Hafizh, http://www.referensimakalah.com/2011/08/pernikahan-dini-di-indonesia1271 .html).
pihak yang berseberangan melihat bahwa mereka yang menikah muda akan lebih cenderung untuk mengalami kegagalan dalam rumah tangga mereka.
Tingginya perkara perceraian dihampir semua daerah yang menjadi area penelitian ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia) berbanding lurus dengan tingkat pernikahan di usia muda. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ekonomi dan maupun alasan keterpaksaan dimana mereka harus menjalankan pernikahan di samping terjadinya kesalahan dan penyimpangan, misalnya saja terjadinya hamil di luar nikah, ini juga salah satu faktor penyebab dimana seseorang mengharuskan untuk menikah di usia muda dengan alasan untuk mempertanggungjawabkan dari perbuatan mereka tersebut. Tetapi, masalah ini tentu saja sebagai salah satu dampak dari pernikahan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologi.
hanya disebabkan karena terjadinya hamil di luar pernikahan, melainkan adanya hal-hal lain yang memaksa mereka untuk menikah, di mana kedua pasangan remaja tersebut belum siap untuk menikah, tapi mau tidak mau harus menjalani pernikahan tersebut, ini dikarenakan adanya tradisi yang sering terjadi di Perkebunan Pulobauk, kalau anak perempuan pulang ke rumah di atas jam 10 malam, dan itu keluar dengan pasangan mereka bagi orang tua itu hal yang tidak wajar lagi, jadi siap atau tidaknya pasangan tersebut harus dikawinkan karena anggapan para orang tua itu mereka sudah melakukan hal-hal yang semestinya mereka belum boleh lakukan, belum lagi adanya gunjingan-gunjingan dari tetangga yang dapat menyebarkan fitnah, maka pilihan orang tua itu untuk menikahkan anak mereka tersebut.
Karakteristik masyarakat pedesaan tentulah berbeda dengan masyarakat perkotaan. Masyarakat desa pada umumnya masih memiliki ikatan kekeluargaan, memiliki rasa solidaritas, dan memiliki norma-norma dan kebudayaan. Namun, cirr-ciri ini pun dapat berubah seiring dengan adanya program pembangunan yang menimbulkan perubahan-perubahan. Bila dilihat dari kualitas sumber daya manusia pedesaan yang tersedia masih sangat rendah, mereka pada umumnya hanya berpendidikan lulus sekolah dasar atau tidak lulus sekolah dasar, sangat jarang yang lulus tingkat SLTA atau perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan desa, tingkat pendidikan juga akan berpengaruh pada pola berpikir dan cara bertindak masyarakat (Wisadirana, 2005).
Perkebunan Pulobauk ke kota Padangsidempuan adalah sekitar 1 jam perjalanan. Masyarakat Perkebunan Pulobauk ini mayoritas masyarakatnya adalah suku jawa yang merupakan masyarakat pendatang di daerah tersebut. Sebagian besar masyarakatnya bekerja di perkebunan, baik perkebunan swasta maupun perkebunan sendiri. Bagi masyarakat Perkebunan Pulobauk sekolah bukanlah hal yang utama, tamat SMP itu sudah pendidikan yang minimal bagi mereka, sebagian orang tua juga berpikiran kalau anaknya pandai baca dan tulis itu sudah cukup. Sebagian besar ada juga anak yang ingin sekolah, tapi orang tuanya tidak mampu, malah sebaliknya ada orang tua yang mampu tapi anaknya tidak mau sekolah. Begitu juga dengan remaja perempuan yang berpikiran ’untuk apa sekolah tinggi-tinggi, kalau ujungnya jadi ibu rumah tangga juga, ke dapur juga’, jadi hal-hal yang demikian juga dapat menjadi penyebab mereka kenapa memilih untuk menikah di usia muda.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting, dan perlu untuk diteliti. Rumusan masalah biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dan untuk mencari jalan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling lebih cenderung memilih untuk kawin muda?
2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pasangan suami istri yang menikah pada usia muda?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah ;
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling lebih cenderung memilih kawin muda. 2. Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi pasangan suami istri yang
menikah pada usia muda.
4. Manfaat penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis
meneliti masalah yang sesuai dengan penelitian ini dalam bidang sosiologi, khususnya pada sosiologi keluarga.
2. Manfaat praktis
Adapun yang menjadi manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi aparat desa dan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling tentang apa dapat dilakukan masyarakat perkebunan dalam mengatasi persoalan perkawinan muda.
5. Defenisi konsep
Konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataan yang benar-benar nyata dari segi emipris dan bukan merupakan refleksi sempurna (Suyanto, 2005:49).
1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU NO.1 Tahun 1974 pasal 1)
3. Masyarakat perkebunan adalah masyarakat yang tinggal menetap di daerah perkebunan dan banyak yang bermata pencaharian utama di sektor perkebunan.
4. Sosial: merujuk pada hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antara manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi untuk mengembangkan dirinya. 5. Keluarga inti: merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak.
6. Norma sosial: adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.
7. Adat istiadat: adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat.