• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus - Hubungan antara Diabetes Melitus Tipe II dengan Burning Mouth Syndrome di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus - Hubungan antara Diabetes Melitus Tipe II dengan Burning Mouth Syndrome di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut dan relatif karena produksi insulin yang rendah dari pankreas atau kurangnya reaksi jaringan perifer terhadap insulin.1 Menurut American Diabetes Association (ADA), DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.15

2.1.1 Epidemiologi

Prevalensi DM untuk semua kelompok usia di seluruh dunia diperkirakan 2,8% pada tahun 2000 dan 4,4% pada tahun 2030. Jumlah penderita DM diperkirakan meningkat dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta pada tahun 2030.16 Di negara berkembang, mayoritas penderita DM berusia 45-64 tahun, sedangkan di negara maju, sebagian besar penderita DM berusia diatas 65 tahun. Diabetes melitus lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.17 Sebagian besar DM adalah tipe II yang terjadi lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun ke atas.18

(2)

menunjukkan prevalensi DM tipe II antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% di Manado. Prevalensi DM Tipe II di Medan belum diketahui dengan pasti tetapi berdasarkan data 10 besar diagnosis penyakit di RSU Pirngadi Medan, pada Oktober 2009 kunjungan pasien rawat jalan sebanyak 1470 kunjungan, meningkat bila dibanding dengan jumlah kunjungan pasien rawat jalan di bulan September 2009, yaitu sebanyak 1403.19

2.1.2 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia sesuai dengan klasifikasi menurut American Diabetes Association (ADA 2009) terbagi dalam empat kategori yaitu:15

1. Diabetes Melitus Tipe I

(3)

sehingga terjadinya dehidrasi dan rasa haus, dimana keadaan ini menyebabkan peningkatan asupan air (polidipsia).20

2. Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes Melitus Tipe II juga disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) dan adult-onset diabetes.20 Diabetes Melitus Tipe II terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam merespon dengan baik aksi insulin yang dihasilkan oleh pankreas.21 Pasien dengan DM Tipe II biasanya berusia lebih dari 40 tahun pada saat diagnosis, dan 80-90% mengalami obesitas. Pada DM Tipe II, diperkirakan bahwa penurunan jumlah reseptor insulin berhubungan dengan hasil penyerapan glukosa yang tidak diabsorbsi oleh sel tubuh sehingga pasien menunjukkan resistensi insulin karena kadar insulin serum biasanya dalam batas normal atau bahkan meningkat. Simtom pada DM Tipe II jauh lebih ringan jika dibandingkan pada DM Tipe I. Ketoasidosis hampir tidak ditemukan pada pasien dengan DM Tipe II.20

3. Diabetes Mellitus tipe lain

(4)

4. Diabetes Gestasional

Diabetes Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Diabetes Gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat kehamilan.21,23 Sekitar 2-5% wanita hamil di Amerika Serikat mengalami peningkatan derajat hiperglikemia atau intoleransi glukosa selama trisemester ketiga. Hal ini secara signifikan meningkatkan morbiditas dan kematian prenatal. Patofisiologi Diabetes Gestasional berhubungan dengan peningkatan resistensi insulin. Insiden Diabetes Gestasional banyak ditemukan pada wanita hamil yang berusia lebih tua dan obesitas, dimana umur memiliki korelasi tertinggi dengan kejadian Diabetes Gestasional. Kebanyakan pasien Diabetes Gestasional kembali ke keadaan normal setelah melahirkan, namun sekitar 30-50% wanita dengan riwayat Diabetes Gestasional berisiko terkena DM Tipe II dalam waktu 10 tahun.22

2.1.3 Manifestasi Oral

Hubungan antara DM dengan perubahan patologis dalam rongga mulut banyak dijelaskan dalam kepustakaan. Manifestasi oral pada pasien DM termasuk gingivitis dan periodontitis, karies, BMS, xerostomia, lesi mukosa mulut seperti lichen planus, gangguan pengecapan dan kandidiasis.24-27

(5)

2.1.4 Diagnosis

Kriteria diagnosis DM dapat ditegakkan melalui 3 cara. Pertama, jika ditemukan gejala klasik DM berupa polifagia, poliuria, polidipsia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa > 126 mg/dL. Ketiga dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).19

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM 19

Cara Kriteria Diagnosis DM

1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memerhatikan waktu makan terakhir Atau

2 Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

Atau

3 Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan glukosa setara dengan

(6)

2.2 Burning Mouth Syndrome (BMS)

The International Association for the Study of Pain mendefinisikan BMS sebagai nyeri minimal selama 4-6 bulan pada lidah atau mukosa oral lain tanpa ada temuan klinis maupun laboratorium.28,29 Istilah lain untuk BMS adalah stomatopyrosis, glossopyrosis, stomatodynia, glossodynia dan oral dysesthesia.30-32

2.2.1 Epidemiologi

Beberapa literatur melaporkan prevalensi BMS pada populasi umum adalah 0,7-4,6%.33,34 Usia pasien BMS biasanya antara 55-60 tahun dan jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun. Burning mouth syndrome lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 3:1-16:1. Burning mouth syndrome sering terjadi pada perempuan pasca menopause.35,36

2.2.2 Etiologi

Meskipun hubungan sebab-akibat antara faktor etiologi dengan BMS belum ditetapkan secara universal, namun menurut para ahli etiologi BMS dianggap sebagai multifaktorial yaitu BMS primer yang penyebabnya masih belum diketahui dan BMS sekunder yang meliputi faktor lokal, sistemik dan psikogenik. 37-40

1. Idiopatik

(7)

2. Faktor lokal a. Kontak alergi

Alergi terhadap bahan makanan dan gigi tiruan dapat menyebabkan terjadinya BMS. Kandungan dalam bahan gigi tiruan dapat menyebabkan alergi, antara lain monomeric methyl metacrylate, epoxy resin, bisphenol A dan bahan akrilik dari merek tertentu. Rasa panas dan eritema yang menyebar pada mukosa yang berkontak adalah karakteristik kontak alergi karena bahan gigi tiruan. Sebaliknya alergi yang berhubungan dengan makanan mempunyai karakteristik rasa panas menyeluruh yang intermiten pada rongga mulut dan tanpa tanda inflamasi. Bahan yang diketahui merupakan alergen antara lain sorbic acid, nicotinic acid dan propylene glycol. Sebagai tambahan pada suatu kasus yang dilaporkan, terjadi reaksi alergi terhadap tambalan amalgam yang mengandung merkuri. Diagnosis dapat ditegakkan dengan hasil patch test yang positif dan hilangnya keluhan setelah penyingkiran alergen.31,37,38

b. Gigitiruan

(8)

c. Kandidiasis

Beberapa penelitian menyatakan bahwa kandidiasis merupakan faktor penyebab BMS. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nasri dkk (2007) pada 66 orang pasien BMS sebanyak 39 (59%) orang positif Kandida pada tes mikrobiologi sedangkan pada pemeriksaan klinis tidak satu orang pun memiliki tanda Kandidiasis. Kandida dapat menyebabkan BMS melalu invasi pada mukosa dan menyebabkan hipersensitif dengan memproduksi toksin Kandida.9,39

d. Xerostomia

Prevalensi xerostomia pada pasien BMS adalah diantara 34-60%.38 Menurut Gorsky dkk (1987), Grushka dkk (1987), Berghdahl dkk (1999) cit Scala (2003) 46-67% dari pasien BMS memiliki keluhan xerostomia.40 Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nasri dkk (2007) pada 66 orang pasien BMS sebanyak 36 (54%) orang memiliki keluhan xerostomia.39 Keluhan rasa panas kemugkinan berkaitan dengan kurangnya saliva (xerostomia), kelainan fungsi kelenjar saliva dan perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.36

e. Kebiasaan parafungsional

(9)

mengakibatkan perubahan neuropatik yang pada akhirnya menimbulkan gejala BMS.40,41

3. Faktor sistemik

a. Defisiensi vitamin dan mineral

Kekurangan nutrisi dinyatakan sebagai penyebab BMS pada 2-33% pasien. Peran dari vitamin B kompleks dalam etiologi BMS masih belum jelas.37 Beberapa pasien BMS menunjukkan kekurangan vitamin B1, B2 dan B6 dalam serum darah. Namun penurunan tingkat vitamin B12 dalam serum darah adalah penemuan yang paling umum.Terapi pengganti vitamin B1, B2, dan B6 efektif dalam mengobati 88% pasien BMS.40 Rasa panas pada pasien dengan defisiensi dapat terjadi karena perubahan permeabilitas mukosa, perubahan pada aliran darah, atau akibat neuropati. Defisiensi asam folat yang berperan dalam metabolisma DNA dan RNA dapat menyebabkan rasa panas dalam mulut. Defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan rasa sakit dan terbakar pada rongga mulut.42,43

b. Diabetes melitus (DM)

(10)

kurangnya insulin pada penderita DM mengganggu proses katabolik dalam mukosa mulut sehingga menyebabkan resistensi jaringan terhadap gesekan normal menjadi berkurang. Kemungkinan lain adalah adanya xerostomia dan infeksi kandida yang merupakan keadaan yang sering menyertai pasien DM.40

c. Perubahan hormon (menopause)

Menurut penelitian yang telah dilakukan pada 66 orang pasien BMS sebanyak 52 (92%) orang dari pasien adalah perempuan pasca menopause, dimana kadar hormon estrogen pada pasien ini adalah < 13 pg/ml berbanding kadar hormon estrogen normal 50-400 pg/ml.44 Pada penelitian lain dilaporkan bahwa 26% pasien menopause mengalami gejala oral, dimana sepertiga dari mereka mengalami BMS.38 Penelitian pada perempuan yang datang ke klinik kesehatan menunjukkan bahwa 90% gejala BMS dialami pada masa peri maupun pasca menopause. Mereka melaporkan nyeri dimulai dari 3 tahun sebelumnya dan berlanjut menjadi 12 tahun setelah menopause. Pada menopause terjadi penurunan hormon estrogen. Hal ini akan mengakibatkan perubahan intensitas pada indera pengecap yang terdapat pada rongga mulut yang akan menimbulkan peningkatan intensitas yang berdampak pada nyeri dan sensasi terbakar.40,42,45

d. Efek samping obat–obatan

(11)

mengurangi aliran saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit, atau mempengaruhi aliran darah ke kelenjar saliva.39

e. Trigeminal Neuralgia

Trigeminal Neuralgia ditandai dengan rasa sakit yang singkat, biasanya pada orang berusia lebih dari 50 tahun, terutama melibatkan daerah mandibula, kadang-kadang menyebabkan hipoestesia atau parestesia lidah. Trigeminal Neuralgia dapat disebabkan oleh kompresi neoplasma, malformasi pembuluh darah, ensefalopati, siringomielia, trauma atau setelah ekstraksi gigi.41 Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nasri dkk (2007) pada 66 orang pasien BMS sebanyak 2 orang yaitu 3% mengalami Trigeminal Neuralgia.39

4. Faktor psikogenik

(12)

2.2.3 Gambaran Klinis dan Klasifikasi

Simtom pada BMS adalah timbulnya rasa nyeri, disgeusia dan xerostomia. Rasa nyeri, rasa terbakar, panas atau mati rasa merupakan simtom utama dari BMS. Disgeusia terjadi pada hampir 70% kasus dan dapat berbentuk rasa yang menetap di mulut atau perubahan persepsi rasa. Perubahan rasa dapat berupa bisa pahit, metalik, atau campuran. Xerostomia sering ditemukan pada pasien BMS. Menurut penelitian, 46-67% pasien BMS memiliki keluhan xerostomia. 40,44

Burning mouth syndrome dibagi dalam 3 jenis berdasarkan variasi gejala. BMS Tipe I (35%) memiliki gejala nyeri setiap hari yang tidak muncul pada pagi hari, meningkat sepanjang hari, memuncak pada sore hari. Faktor nonpsikiatrik dihubungkan dengan BMS Tipe I. Tipe II (55%) ditandai dengan nyeri yang konstan disepanjang hari. Faktor ansietas kronik dihubungkan dengan BMS tipe II. Tipe III (10%) nyeri hilang timbul dengan adanya interval bebas nyeri, dan nyeri timbul pada tempat yang tidak lazim seperti mukosa mulut, dasar mulut dan tenggorokan. Faktor alergi pengawet makanan atau makanan dihubungkan dengan BMS Tipe III.45,46

2.2.4 Diagnosis

(13)

melihat apakah ada infeksi, defisiensi nutrisi, dan penyakit yang berhubungan dengan BMS seperti DM dan penyakit tiroid, serta tes elergi untuk bahan gigi tiruan, makanan dan elemen lain. Pemeriksaan kandida dengan hapusan juga dapat dilakukan untuk memeriksa kandidiasis oral yang mungkin menyebabkan rasa terbakar.8,29

2.2.5 Penatalaksanaan

Edukasi merupakan satu hal yang penting dalam menjaga kesehatan pasien. Pada edukasi dijelaskan apakah itu BMS, bagaimana bisa terjadi dan prognosis apabila tidak diobati. Informasi, edukasi dan motivasi perlu diberikan kepada pasien agar mereka sadar pentingnya menjaga kesehatan.47

Dokter gigi turut memainkan peran penting bersama tim medis lainnya dalam membantu pasien mengontrol kadar gula darah dengan benar dengan mengobati infeksi oral dan menginstruksi pasien supaya rajin sikat gigi dan lebih menjaga kesehatan rongga mulut. Selain itu, pasien diinstruksikan agar menjaga pola makan dengan diet ketat dan mengontrol kadar gula darah sehingga berada pada batas normal atau mendekati normal. Pasien juga diinstruksikan agar tidak merokok dan menghindari faktor resiko yang memperburuk komplikasi vaskular. Pasien juga harus mengontrol kadar gula darah dan memeriksa kondisi rongga mulut ke dokter gigi.48

(14)

Terdapat beberapa jenis obat yang biasa digunakan dalam pengobatan BMS yaitu klonazepam, lidokain, kapsaikin topikal, doksepin topikal, nortriptilin, amitriptilin, paroksetin, sestralin, amisulprid, levosulprid, gabapentin dan asam alfa lipoat.49 Penggunaan obat-obatan seperti benzodiazepin, antidepresan trisiklik dan antikonvulsan dalam dosis yang rendah dapat membantu mengurangi atau menghilangkan simtom setelah beberapa minggu atau bulan. Obat-obatan ini berpotensi menimbulkan efek samping seperti xerostomia. Konsultasi dengan dokter diperlukan karena obat-obatan ini berpotensi menyebabkan kecanduan dan ketergantungan.14

2.3 Hubungan antara DM dengan BMS

Hubungan antara BMS dengan DM Tipe II masih terdapat perbedaan.10 Akan tetapi menurut beberapa penelitian DM Tipe II memainkan peran dalam terjadinya BMS. BMS pada pasien DM bisa diakibatkan karena berkurangnya produksi saliva. Keadaan ini biasanya diikuti dengan gejala rasa haus, lidah terasa kering, keluhan perih, panas seperti terbakar, dan perubahan pengecapan rasa. 11

(15)
(16)
(17)

2.5 Kerangka Konsep

Diabetes Melitus Tipe II :

 Diabetes Melitus Tipe II terkontrol

 Diabetes Melitus Tipe II

tidak terkontrol Burning Mouth Syndrome (BMS)

Variabel Tidak Terkendali:

 Lama menderita Diabetes Melitus Tipe II

Gambar

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM 19

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Pelatihan Keterampilan Reparasi Sepeda Motor Bagi Para Tukang Tambal Ban Dan Tukang Bengkel Sepeda Motor Se Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 600.000,- Dana Rutin

Revitalisasi dan Fasilitasi Agroindustri Peternakan (susu dan daging) di Jawa Barat. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan mutu dan produk yang dihasilkan oleh

The flight missions were set up to determine the return-to-home (RTH) landing precision and the power consumption of the UAV at different wind speeds.. The landing precision

Achmad Kemal Harzif, SpOG

l developing a transparent view of a market system and of the functions (core transactions, rules and supporting functions) and players within it (Figure 1

2. Rapat pembentukan dipimpin oleh seorang atau beberapa orang dari pendiri atau kuasa pendiri. Kuasa pendiri adalah beberapa orang dari pendiri yang diberi kuasa dan sekaligus

Melihat kesuksesan tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis mengenai hal apa yang dapat mendukung kelancaran proses produksi, konsep dan tipe manufaktur, serta aplikasi

[r]