• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengajuan Peninjauan Kembali Oleh Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Menerapkan Hukum Dan Kekhilafan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Psikotropika (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengajuan Peninjauan Kembali Oleh Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Menerapkan Hukum Dan Kekhilafan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Psikotropika (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011)."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

(rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk

menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga

negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat

setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. Indonesia

sebagai negara hukum memiliki beberapa macam hukum untuk mengatur

tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana dan hukum

acara pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena

pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum

pidana. Hanya saja hukum acara pidana lebih tertuju pada ketentuan yang

mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya

untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Sedangkan hukum pidana lebih

tertuju pada peraturan hukum yang menunjukan perbuatan mana yang

seharusnya dikenakan pidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada

pelaku tindak pidana tersebut.

Tujuan hukum acara pidana dalam Buku Pedoman Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa, “untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara

jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat

didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti

(2)

Intisari hukum acara pidana terletak pada proses pembuktian di

dalam persidangan perkara pidana, penuntut umum berupaya membuktikan

kebenaran dari dakwaan yang ditujukan terhadap terdakwa. Dakwaan

penuntut umum berisi tentang adanya suatu tindak pidana yang telah terjadi

dan terdakwalah pelakunya. Tugas hakim adalah memberikan penilaian

sejauhmana kebenaran yang telah dikemukakan oleh penuntut umum dalam

mempertahankan surat dakwaan yang diajukannya. Di sisi lain, terdakwa

atau melalui penasehat hukumnya berupaya semaksimal mungkin mengelak

atau menghindari kebenaran dari dakwaan yang ditujukan kepadanya.

Hakim di depan persidangan posisinya berada di tengah tengah antara satu

sisi penuntut umum yang berupaya mempertahankan kebenaran atas

dakwaan yang diajukan ke depan persidangan, di sisi lain terdakwa atau

melalui penasehat hukum berupaya memungkiri atau menghindari

kebenaran dakwaan dari penuntut umum. Setelah selesai pembuktian

dakwaan dengan pemeriksaan alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP,

hakim harus menentukan keyakinannya tentang kebenaran atas dakwaan

penuntut umum, selanjutnya hakim menjatuhkan putusannya.

Penerapan sanksi pidana secara konsisten bukan hanya mencakup

kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan (hukum positif) akan tetapi

mencakup segala norma dan adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam

masyarakat. Konsistensi penerapan sanksi pidana menjadi suatu wacana

yang sangat penting untuk diterapkan, hal ini disebabkan oleh kondisi

kehidupan kenegaraan yang mengalami keterpurukan di dalam setiap segi

baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya dan penerapan

sanksi pidana baik itu terhadap pelanggaran terhadap aturan hukum maupun

terhadap keharusan-keharusan yang mestinya dilaksanakan merupakan

salah satu solusi yang paling tepat untuk membuat jera bagi para pelaku

yang dalam hal ini bagi pelaku delik ommis (delicta ommisionis) (Bachtiar

(3)

Salah satu jenis tindak pidana yang berkaitan dengan

penyalahgunaan obat-obat terlarang adalah penyalahgunaan Psikotropika.

Pengertian Psikotropika adalah suatu obat yang termasuk dalam golongan

Narkoba (Narkotika dan Obat-obat berbahaya). Dampak negatif

penggunaan secara berlebih tidak sesuai dengan dosis yang tepat,

penyalahgunaan Psikotropika sebagai zat/obat yang dapat menurunkan

aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan

kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi,

gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan

ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para

pemakainya.

Psikotropika disatu sisi, merupakan obat atau bahan yang

bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, dan di sisi lain dapat menimbulkan

ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa

pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.Untuk itulah

diperlukan sarana hukum untuk melakukan pencegahan dan

penanggulangan terhadap penyalahgunaan psikotropika.Latar belakang

penegakan hukum terhadap psikotropika didasarkan atas suatu asumsi

bahwa terdapat korelasi antara para pengonsumsi psikotropika ini, dengan

sikap negatif yang ditimbulkan, antara lain mempunyai sikap dan tingkah

laku yang cenderung memiliki potensi untuk melakukan perbuatan kriminal.

Pengaturan psikotropika berdasarkan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1997 tentang psikotropika, bertujuan untuk menjamin ketersediaan

guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah

penyalahgunaan psikotropika, serta pemberantasan peredaran gelap

psikotropika.

Usaha untuk mengatasi segala perbuatan jahat ataupun pelanggaran

(4)

terlebih lagi bagi aparat penegak hukum.Karena setiap orang mendambakan

kehidupan bermasyarakat yang tentram dan damai.Namun keinginan itu

sering disalah gunakan oleh orang-orang yang memang tidak mempunyai

hati nurani yang baik untuk selalu berbuat jahat dan kurangnya kesadaran

untuk melaporkan tindak pidana khususnya penggunaan psikotropika.

Berkaitan erat dengan masalah penyalahgunaan psikotropika,

terdapat salah satu kasus yang menarik untuk dibahas sebagai materi

penulisan hukum yaitu dengan Terdakwa Henky Gunawan. Kasus ini

berawal ketika Henky Gunawan, Suwarno dan Lingso Direjo, bertempat di

Jalan Golf Famili Barat III Komplek Graha Famili Blok M Nomor 35

Surabaya telah memproduksi dan menggunakan dalam proses produksi

Psikotropika Golongan I. Diawali dengan pertemuan Henky Gunawan dan

Lingso Direjo pada akhir januari 2006 di Darmo Golf untuk membicarakan

proses pembuatan ekstacy kemudian mereka bersepakat untuk bekerja sama

dalam pembuatan ekstacy. Kemudian bertempat di rumah kontrakan

LINGSO DIREJO yang terletak dijalan Golf Famili Barat III Komplek

Graha Famili Blok M Nomor 35 Surabaya mereka memulai aktivitas dengan

menyediakan peralatan pembuatan ekstacy. Setelah kesepakatan tersebut

Terdakwa ke Jakarta dan bertempat tinggal di Apartemen Taman Anggrek

Tower 5 lantai 37 G Jakarta dan dari tempat tersebut Terdakwa tetap

berhubungan dengan LINGSO DIREJO yang memproduksi ekstacy di

rumah kontrakannya tersebut dengan kesepakatan setelah produk-produk

berupa pil ekstacy jadi maka Terdakwa akan mendapat kiriman ekstacy dari

LINGSO DIREJO dan pada bulan Oktober 2005 Terdakwa telah dihubungi

oleh LINGSO DIREJO kalau produk pil ekstacy mereka telah siap diambil

maka Terdakwa menelepon pembantunya yang bernama SUWARNO agar

mengambil barang di Graha Famili Blok M Nomor 35 Surabaya (rumah

kontrakan LINGSO DIREJO) berupa sebuah kardus warna krem yang

diberikan LINGSO DlREJO, selanjutnya kardus warna krem tersebut oleh

SUWARNO dibawa ke Jakarta untuk diserahkan pada Terdakwa dan

(5)

warna biru muda dan coklat tanpa logo sebanyak 24.000 butir yang

selanjutnya pil ekstacy tersebut dijual Terdakwa di Jakarta dan terus

berlanjut sampai dengan bulan Maret 2006. Dalam proses persidangan dari

tingkat pertama dipidana 15 tahun penjara, ditingkat banding menjadi 18

tahun penjara, ditingkat kasasi menjadi pidana mati, hingga mengajukan

upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali Terpidana berusaha

untuk mendapatkan keadilan.

Herziening atau Peninjauan Kembali adalah suatu upaya hukum luar

biasa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

yang tetap atas suatu perkara pidana, khususnya penulis uraikan berdasarkan

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011. Berhubungan

dengan ditemukannya fakta-fakta atau keadaan baru yang dulu tidak

diketahui dan belum dipertimbangkan oleh Hakim, yang akan menyebabkan

perubahan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa dari pidana

mati menjadi pidana penjara selama pidana penjara selama 15 (lima belas)

tahun dan denda sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

subsidair selama 4 (empat) bulan kurungan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, yaitu persoalan yang berkaitan

dengan kekuatan pembuktian kesaksian, maka penulis merasa perlu untuk

mengadakan penelitian sebagai bahan penulisan hukum dengan judul “Pengajuan Peninjauan Kembali oleh Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Menerapkan Hukum dan Kekhilafan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Psikotropika (Studi Putusan Mahkamah

Agung Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011)”.

(6)

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan

sebelumnya, serta agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan

penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah Pengajuan Peninjauan Kembali oleh Terpidana Mati Atas Dasar

Kekeliruan Menerapkan Hukum dan Kekhilafan Hakim dalam Perkara

Tindak Pidana Psikotropika pada Putusan Mahkamah Agung Nomor :

39.PK/Pid.Sus/2011 sesuai dengan KUHAP?

2. Apakah Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung dalam

memeriksa dan memutus permohonan Peninjauan Kembali oleh

Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Menerapkan Hukum dan

Kekhilafan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Psikotropika pada

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011 sudah sesuai

dengan KUHAP?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui apakah pengajuan Peninjauan Kembali oleh

terpidana mati atas dasar kekeliruan dalam menerapkan hukum

dan kekhilafan hakim dalam perkara tindak pidana psikotropika

pada Putusan Mahkamah Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011

sesuai dengan KUHAP.

b. Mengetahui pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung

dalam memeriksa dan memutus permohonan Peninjauan Kembali

oleh Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Dalam Menerapkan

Hukum dan Kekhilafan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana

Psikotropika pada Putusan Mahkamah Agung Nomor :

39.PK/Pid.Sus/2011 sudah sesuai dengan KUHAP.

(7)

a. Mengetahui menambah ilmu pengetahuan penulis mengenai

alasan pengajuan upaya hukum luas biasa dalam tindak pidana

psikotropika.

b. Memberikan pemahaman bagi penulis serta sebagai wahana

pengembagan teori kedalam praktik penerapan undang-undang

dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan ini

bermanfaat bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat penelitian

adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis :

a. Memberikan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang

ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada

khususnya;

b. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan penelitian

sejenisnya.

2. Manfaat Praktis :

a. Menambah wawasan bagi pembaca mengenai alasan

pengajuan upaya hukum luar biasa dalam tindak pidana

psikotropika khususnya terhadap upaya hukum peninjauan

kembali

b. Memenuhi prasyarat guna mencapai gelar kesarjanaan di

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah sebuah proses untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

(8)

mendapatkan bahan hukum dan prosedur penelitian dalam menemukan

kebernaran berdasarkan logika hukum mengenai alasan pengajuan peninjauan

kembali oleh terpidana mati atas dasar kekeliruan menerapkan hukum dan

kekhilafan hakim dalam perkara tindak pidana psikotropika.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal

atau disebut juga penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum

normatif merupakan suatu perosedural penelitian ilmiah demi menemukan

fakta atas logika keilmuan hukum yaitu dari sisi normatifnya. Penelitian

hukum doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif

bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud

Marzuki, 2013 : 33).

Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, dan

ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu

dalam alasan pengajuan peninjauan kembali oleh terpidana mati atas dasar

kekeliruan menerapkan hukum dan kekhilafan hakim dalam perkara tindak

pidana psikotropika.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan, preskriptif yang

diberikan dalam penelitian hukum harus dapat dan mungkin diterapkan.

Dengan demikian, preskriptif yang diberikan bukan merupakan sesuatu

yang telah diterapkan atau yang sudah ada. Oleh karena itu, yang dihasilkan

oleh penelitian hukum sekalipun bukan asas hukum yang baru atau teori

yang baru, paling tidak sebuah argumentasi yang baru. Bertolak dari

argumentasi itulah diberikan preskripsi, sehingga preskriptif tersebut bukan

merupakan suatu 8antasia tau angan-angan kosong (Peter Mahmud

(9)

3. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pandangan Peter Mahmud Marzuki bahwa dalam

penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan

untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek guna menjawab isu

hukum yang diteliti, adapun beberapa pendekatan yang dimaksud yaitu:

pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus

(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual

(conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki,2013:93). Berkenaan

dengan pandangan Peter Mahmud Marzuki tersebut, penulis menggunakan

satu pendekatan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu

pendekatan kasus (case approach) karena pendekatan ini dianggap relevan

dengan penelitian hukum yang dikaji oleh penulis yaitu mengenai ratio

decidendi alasan-alasan hakim untuk sampai pada putusan berkaitan dengan

isu hukum yang diteliti.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Menurut Peter Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa dasarnya penelitian

hukum tidak mengenal adanya data, sehingga digunakan adalah bahan

hukum primer yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas

sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi ilmiah tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud

Marzuki, 2005:141).

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah norma atau

kaidah dasar dalam hukum di Indonesia, yakni :

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP);

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman;

(10)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu memahami dan

menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-buku, literatur,

dokumen resmi, atau karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini,

baik dari bahan cetakan maupun dari penelusuran internet (pustaka

maya).

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh

bahan hukum dalam penelitian. Prosedur pengumpulan bahan hukum yang

digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(Library Research), yaitu suatu bentuk pengumpulan bahan hukum melalui

membaca, mengkaji, dan mempelajari buku literatur, hasil penelitian

terdahulu, dan membaca dokumen yang berhubungan dengan penelitian

yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas kemudian

dikategorisasi menurut jenisnya.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum juga merupakan

penelitian hukum itu sendiri. Metode pemikiran dalam sebuah penelitian

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu metode pemikiran/analisis secara

induksi dan deduksi. Metode pemikiran yang berpangkal secara induksi

pada umunya digunakan pada jenis penelitian empiris, sedangkan metode

pemikiran yang berpangkal secara deduksi pada umumnya digunakan pada

jenis penelitian normatif (doktrinal). Pada penelitian ini penulis

menggunakan teknik analisis deduktif silogisme. Seperti pendapat Philipus

M.Hadjon yang dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, bahwa penggunaan

metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor dan premis minor

dari kedua premis tersebut yang kemudian ditarik suatu

konklusi/kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki,2013:89-90). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa logika deduktif menjelaskan suatu hal yang bersifat

(11)

khusus yang akhirnya dapat ditarik kesimpulan. Dari hasil penelitian

hukum ini, premis mayor adalah aturan hukum (KUHAP), sedangkan

premis minornya adalah fakta hukum dalam Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011.

.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Supaya dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai

sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan

hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan

hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan

hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam

sub-sub bagian yang dimaksud untuk memudahkan pemahaman mengenai

seluruh isi penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari

pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup.

Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Uraian dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar

belakang masalah;perumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat

penelitian; metode penelitian; dan sistematika penulisan hukum.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Uraian dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, pertama

yaitu : kerangka teori, yang menguraikan mengenai :Tinjauan

Umum tentang Peninjuan Kembali; Tinjauan Umum tentang

Tindak Pidana Psikotropika; dan Tinjauan Umum tantang Putusan

Hakim. Kedua Kerangka pemikiran yang menjelaskan mengenai

pemikiran penulis dalam menjawab permasalahan yang diteliti

(12)

Uraian dalam bab ini penulis membahas dan menjawab

permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu untuk

mengetahui apakah pengajuan Peninjauan Kembali oleh terpidana

mati atas dasar kekeliruan dalam menerapkan hukum dan

kekhilafan hakim dalam perkara tindak pidana psikotropika pada

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011 sesuai

dengan KUHAP dan untuk mengetahui pertimbangan Hukum

Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus

permohonan Peninjauan Kembali oleh terpidana mati atas dasar

kekeliruan dalam menerapkan hukum dan kekhilafan hakim dalam

perkara tindak pidana psikotropika pada Putusan Mahkamah

Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011 sudah sesuai dengan

KUHAP

BAB IV: PENUTUP

Pada bab IV penulis mengemukakan simpulan dari hasil

penelitian serta memberikan saran yang relevan dengan penelitian

terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu dalam pasal 209 ayat (2) definisi kecamatan sebagai unsur aparatur daerah tidak seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Camat sebagai unsur wilayah

Pengukuran induksi magnetik dari HP dengan menggunakan sensor magnetik PS 2112 dengan jarak yang sama tetapi menggunakan bahan penyerap yang berbeda menghasilkan

dari sastrawan Indonesia yang parJa periode kekuasaan regim otoriter Orde Baru berani menggarap tema besar Tragedi 1965 dalam karya sastranya dan memberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kompetensi profesional guru khususnya terkait dengan materi gerak parabola. Subjek penelitian ini adalah guru

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah radiasi sinar matahari dapat mempengaruhi kadar bisfenol A total pada wadah botol air minum dibandingkan dengan wadah

Penetapan asas keadilan dalam ketentuan perundang-undangan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah dalam arti, bahwa disatu sisi masyarakat yang terkena dampak harus

Dengan judul PKM “D’NUTS IT’S YOUR NUTRIENTS: Sebagai Peluang Usaha Jus Kacang- Kacangan dengan Aneka Buah Melalui Penjualan Media Online”, m enyatakan tidak melakukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembelajaran matematika yang biasa berlangsung di SMP PGRI Ciawigebang Kabupaten Kuningan , mengetahui apakah