• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revitalisasi Pancasila sebagai solusi at (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revitalisasi Pancasila sebagai solusi at (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI SOLUSI ATAS PERMASALAHAN YANG DI HADAPI BANGSA INDONESIA

Oleh : Eko Eddya Supriyanto1

A . P E N D A H U L U A N

Pancasila mempunyai peranan penting dalam mempersatukan dan membangun sendi-sendi persatuan bangsa, karena pancasila diambil dari falsafah bangsa secara historis sebagai suatu ideologi atau pandangan hidup bangsa indonesia.

Terjadinya kemerosotan akhlak dan moral generasi muda saat ini menjadi tonggak kenapa harus dimulainya revolusi peranan moral dalam tatanan peran kepemudaan bagi keberlanjutan genarasi kehidupan bangsa. Kita bukan kehilangan arah semata saja tetapi juga kebingungan dalam menilai mana yang merupakan kepribadian bangsa.

Seperti yang di tegaskan oleh Mohammad Hatta Pada tanggal 11 Juni 1957. "Revolusi kita menang dalam menegakkan negara baru, dalam menghidupkan kepribadian bangsa. Tetapi revolusi kita kalah dalam melaksanakan cita-cita sosialnya. Krisis ini dapat diatasi dengan memberikan kepada negara pimpinan yang dipercayai rakyat! Oleh karena krisis ini merupakan krisis demokrasi, maka perlulah hidup politik diperbaiki, partai-partai mengindahkan dasar-dasar moral dalam segala tindakannya. Korupsi harus diberantas sampai pada akar-akarnya, dengan tidak memandang bulu. Jika tiba di mata tidak dipicingkan, tiba di perut tidak dikempiskan. Demoralisasi yang mulai menjadi penyakit masyarakat diusahakan hilangnya berangsur-angsur dengan tindakan yang positif, yang memberikan harapan kepada perbaikan nasib." (Deliar Noer, Mohammad Hatta: Biografi Politik, LPE3S,

(2)

Jakarta, 1990, halaman 504-505. Bandingkan, Mohammad Hatta, Bung Hatta Berpidato Bung Hatta Menulis, Penerbit Mutiara, Jakarta, 1979, halaman 73-93).

Menyaksikan praksis kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia akhir-akhir ini, potensi kemungkinan Indonesia menjadi “negara gagal” semakin besar. Mengacu pada kenyataan Francis Fukuyama, ancaman terbesar abad ke-21 adalah “negara gagal”, ditandai antara lain kemiskinan, pengangguran, konflik antar kelompok, dan merebaknya aksi teror. (St. Sularso Sila Pertama : Kesalehan Sosial Bangkrut dalam Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Penerbit Kompas, Jakarta, 2010, halaman 3).

Itu karena yang kita hadapi tidak hanya krisis identitas, tetapi juga krisis intelektual dan hati nurani (akhlak dan moral) yang mencerminkan krisis karakter bangsa (Sumarno Soemarsono, Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju

Terang, PT Elex Komputindo, 2009). Karena pembangunan karakter diabaikan,

kondisi bangsa indonesia sekarang ibarat “gunung es”, kelihatannya gagah perkasa, tetapi jiwa atau fondasinya rapuh.

Repotnya, warisan luhur yang dipuji berbagai tokoh dunia itu, karena kesalahan praktik pemerintahan Orde Baru yang menjadikannya mesin indoktrinasi politik, pancasila dianggap sudah apak-basi, kelima sila dengan inti dasarnya kemanusiaan (N. Drijarkara, Karya Lengkap Drijarkara, Kanisius, 2006) mengerucut pada sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa, itu dianggap tidak relevan. Tidak hanya tidak di hayati, dihafalkan anak sekolah pun tidak, apalagi dipraktikan dalam praksis kehidupan bernegara dan berbangsa. Go to hell

Pancasila!

(3)

konteks ini sila pertama-tetapi lebih jauh lagi dalam kaitan hubungan agama dan negara.

Namun munculnya perda-perda syariah bermasalah menyangkut keberagamaan, merebaknya partai-partai politik berdasarkan agama, menunjukan belum selesai tuntasnya hubungan agama dan negara, yang menyangkut dua hal pokok : pertama, hubungan negara dan agama dan kedua, implementasi prinsip negara. dari latar belakang tersebut tentunya perlu pemahaman yang sangat seksama dari sebuah keragaman adalah sebuah berkah yang menjadikan dasar mengapa kita harus merevitalisasi dan mengaktualisasi Pancasila.

B. PERMASALAHAN DALAM KEMEROSOTAN MORAL BANGSA :

Sebagai ideologi bangsa Indonesia tentunya pancasila mempunyai semacam magnet permersatu bagi bangsa ini, sehingga oleh para penggalinya salah satu diantaranya adalah Ir. Soekarno dijadikan sebagai jargon untuk menyatukan setiap perbedaan yang ada dan beliau menyadari betul bahwa keragaman ini adalah sebuah berkah, realitas kemajemukan itu perlu disyukuri, dikembangkan, dan ditempatkan dalam batu sandi dasar ideologi bernegara.

Pancasila sebagai basis ideologis dan garis haluan bersama negara Indonesia yang plural dan multikultural masih tetap marjinal dalam diskursus kehidupan nasional. Lalu bagaimana cara merevitalisasi dan mengaplikasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kondisi kontemporer negara ini. berikut adalah beberapa penjelaslan dalam merevitalisasi Pancasila dalam mencegah krisis moralitas yang dihadapi bangsa ini.

1. Kendala apa saja yang menyebabkan Revitalisasi Pancasila terhambat 2. Bagaimana Kondisi Kontemporer Pancasila?

3. Bagaimana Kondisi Moral bangsa ini?

(4)

C. REVITALISASI PANCASILA DALAM RANGKA MENGATASI PERSOALAN YANG DIHADAPI BANGSA

1. Kendala Revitalisasi Pancasila

Menurut Azyumardi Azra, Revisitasi Pancasila dalam kumpulan Esai Merajut Nusantara Rindu Pancasila, ada tiga faktor yang membuat Pancasila tetap masih marjinal dalam hiruk biru perkembangan politik Indonesia.

Pertama, dalam ingatan bersama banyak kalangan, Pancasila masih dipandang tercemar karena kebijakan rezim Soeharto yang pernah menjadikan Pancasila sebagai alat politik mempertahankan status qou

kekuasaan. Rezim Soeharto juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang diindoktrinasikan melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).

Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan oleh Presiden B.J. Habibie tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap organisasi yang memberikan peluang bagi asas-asas ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama.

Ketiga, desentralisasi dan otonomi daerah yang sedikit banyak memperkuat semangat kedaerahan, berbau nasionalisme lokal yang tumpang tindih dengan etno-nasionalisme dan bahkan sentimen agama.

(5)

manapun. Khususnya dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila adalah sebuah ideologi yang sesuai dan bersahabat dengan agama.

Sebagai deconfessional ideology, Mark Juergensmeyer, guru besar radikalisme agama UC Santa Barbara, pernah mengatakan bahwa Pancasila adalah rahmat terselubung bagi bangsa indonesia sebab Pancasila adalah

rligiously frienfly ideology yang membuat tidak ada alasan yang valid untuk mengganti pancasila dengan ideologi yang lainnya.

Yang menjadi kelandala revitalisasi Pancasila selanjutnya adalah radikalisme atas nama agama, kebencian dan kekerasan atas nama agama mungkin karena sebagian masyarakat kita lebih memuliakan agama dari pada tuhan. Mereka lupa bahwa agama-betapapun mulianya-adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dan Tuhan Yang Maha Suci hanya bisa didekati dengan kesucian hati yang terpancar dalam perbuatan penuh kasih dan sayang: memberi dan melayani. Karena itu pula. Tuhan disebut Maha Pengasih dan Maha Penyayang. (Raka Santeri Masyarakat Pancasilais,

dalam Merajut Nusantara Rindu pancasila).

(6)

masa reformasi, kejatuhan Soeharto berdampak buruk terhadap Pancasila yang makin dilupakan.

Namun, sekarang untuk merevitalisasi Pancasila tidak mudah. Jika pada masa Soekarno mereka (para bapak pendiri bangsa) menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa di urutan pertama karena dianggap penting untuk menyatukan semua pihak, pada masa sekarang justru harus dimulai dari sila kelima karena memang di situlah tuntutan zamannya.

Para pembuat kebijakan beranggapan, penjabaran nilai-nilai Pancasila hanya dalam bentuk kebijakan-kebijakan, seperti peraturan dan perundang-undangan. Namun, yang terjadi kemudian, aturan, UU, dan kebijakan boleh saja terbentuk, tetapi melenceng sama sekali dari nilai-nilai Pancasila sendiri. Pancasila, Apalagi saat ini masyarakat Indonesia mengalami kondisi kebebasan yang benar-benar nyaris diterapkan tanpa memedulikan batasan nilai-nilai yang ada.

Upaya perwujudan nilai-nilai selama ini terkesan setengah hati. Tidak banyak yang peduli jika Pancasila diganggu oleh ideologi lain. Lemahnya dukungan juga terlihat pada wacana tentang Pancasila yang cenderung melemah. Upaya pemerintah lewat program empat pilar kebangsaan juga dinilai kurang mengena kepada kajian tema-tema kebangsaan karena dibawakan dalam ranah reses yang di bawakan dengan suasana politis, sehingga terkesan di paksakan pemberian program sosialisasi tersebut.

2. Bagaimana kondisi Pancasila Pada Saat ini

(7)

merupakan tutorial hidup berbangsa dan bernegara negara Indonesia. Lima dasar atau yang lebih di kenal dengan sebutan pancasila akhir-akhir ini sedang mengalami pergeseran nilai fungsi dan peranannya akibat ulah kelompok yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa indonesia.

Sampai sekarang belum terlihat jelas upaya mewujudkan nilai sila-sila Pancasila secara sungguh-sungguh. Tidak pernah sepenuh hati dilaksanakan secara konkret. Jangankan dilaksanakan dengan kesungguhan, keinginan membicarakannya saja cenderung ogah-ogahan belakangan ini. Sudah mati angin. Pancasila terkesan seperti ditelantarkan.

Sebaliknya, godaan menggantikannya sebagai ideologi negara tidak pernah surut meski tidak selalu terbuka. Upaya diam-diam, pelan-pelan, dan terselubung lebih berbahaya ketimbang terbuka karena lazimnya sulit diantisipasi. Lebih memprihatinkan lagi dan sungguh tidak adil jika pancasila sampai dijadikan kambing hitam atas segala kemacetan dalam sosial, politik, ekonomi, dan keamanan selama ini. segala kegagalan mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan antara lain karena tidak ada kesungguhan mewujudkan pembangunan yang mengacu pada nilai-nilai visioner Pancasila. (Rikard Bagun Pancasila Janganlah diabaikan, dalam Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Penerbit Kompas).

a. Pancasila dalam Bingkai Demokrasi Indonesia

(8)

Terus terang, terasa indah sekali defenisi atau perspektif masyarakat Indonesia tentang demokrasi Pancasila. Dari yang sudah dipahami, terlihat masyarakat belum bisa menjangkau secara spesifik apa yang dinamakan dengan demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila tentu dikaitkan dengan penggalinya, yakni Soekarno. Tanggal kelahiran juga disebut, yakni I Juni 1945. Demokrasi Pancasila bahkan dikaitkan dengan kultur bangsa Indonesia yang berdemokrasi berbeda dengan cara-cara Barat (dalam hal ini Eropa dan Amerika Serikat).

Namun, pandangan ideal tentang Demokrasi Pancasila menjadi gugur ketika melihat dan mengikuti pelaksanaannya bahkan di tangan Soekarno. Dalam keadaan terdesak akibat himpitan perang dingin antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat, Soekarno muncul dengan pandangan-pandangan baru yang mencoba menyatukan bangsa-bangsa Asia Afrika dengan membentuk Gerakan Non Blok. Soeharto meneruskan apa yang dilakukan Soekarno, yakni dengan beberapa kali menghadiri pertemuan-pertemuan Gerakan Non Blok ini. Pancasila sendiri, sebagai ideologi, bisa didefenisikan menurut :

Satu : Teisme. Dua : Humanisme. Tiga : Nasionalisme Empat : Demokrasi Lima : Sosialisme

Hanya saja, kelima paham dalam Pancasila itu kadung menghadapi masalah jika dikaitkan dengan universalisme atau internasionalisme. Gempuran paham-paham yang menderas masuk ke Indonesia berasal dari ideologi-ideologi internasional, baik dari sebelah kiri maupun dari sebelah kanan. Dari sebelah kiri adalah komunisme, sementara dari sebelah kanan adalah teologi.

(9)

Pancasila. Pengaruh itu ikut masuk ke dalam konstitusi. Namun, pergulatan pemikiran yang intensif di kalangan pendiri bangsa menyebabkan terjadinya proses “naturalisasi” dengan konteks Indonesia. Walaupun begitu, konstitusi Indonesia termasuk yang paling moderen di zamannya, sehingga hanya bisa dibandingkan dengan konstitusi Amerika Serikat. http://indrapiliang.com/2010/07/13/demokrasi-pancasila-dlm-budaya-politik-amp-etika-politik/ (diakses 19/11/2011).

b. Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa

Jalan tengah Pancasila itu bukanlah pilihan oportunis yang timbul dari lemahnya kepercayaan diri, melainkan pancaran dari karakter keindonesiaan. Bung Karno menyatakan, “Tidak ada dua bangsa yang cara berjoangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjoang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mampunyai keperibadian sendiri. Keperibadiaan yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya.”

Karakter keindonesiaan itu pertama-tama tercetak karena pengaruh ekosistemnya. Sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya, sebagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau, karakter keindonesiaan juga merefleksikan sifat lautan. Sifat lautan adalah menyerap dan membersihkan; menyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan juga dalam keluasannya mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran.

(10)

deretan pegunungan vulkanik. Tanah yang subur, memudahkan segala hal yang ditanam, sejauh sesuai dengan sifat tanahnya, untuk tumbuh. Seturut dengan itu, karakter keindonesiaan adalah kesanggupannya untuk menerima dan menumbuhkan. Di sini, apapun budaya dan ideologi yang masuk, sejauh dapat dicerna oleh sistem sosial dan tata nilai setempat, dapat berkembang.

Penindasan ekonomi-politik oleh kolonialisme-kapitalisme memang banyak menggerus sifat-sifat kemakmuran, kosmopolitan, religius, toleran dan kekeluargaan dari tanah-air ini. Di sisi lain, kolonialisme-kapitalisme juga mengandung kontradiksi-kontradiksi internalnya tersendiri yang membawa unsur-unsur emansipasi baru, seperti humanisme, perikebangsaan, demokrasi dan keadilan, yang dapat memperkuat karakter keindonesiaan. Persenyawaan antara anasir karakter asal yang mengendap laten dalam jiwa penduduk dan visi emansipasi baru itu diidealisasikan oleh para pendiri bangsa sebagai sumber jatidiri, falsafah dasar dan pandangan hidup bersama.

(11)

(bintang pimpinan) dinamis, yang memandu perkembangan bangsa ke depan.

3. Kondisi Moralitas Bangsa Indonesia

Hampir enam belas tahun setelah Reformasi digulirkan, perkembangan demokrasi di Indonesia belum memberi manfaat besar bagi perbaikan kehidupan bangsa. Bahkan banyak orang mulai sangsi dengan janji demokrasi di negeri ini. Dari penjelajahan hampir setiap pekan mengarungi cakrawala Nusantara, dari jarak dekat dengan bau keringat dan kaki kebangsaan, dengan mudah terpergoki retakan-retakan dari arsitektur kenegaraan kita. setelah reformasi demokratis digulirkan, Indonesia adalah tenunan yang robek, karena simpul yang rapuh.

Dari Danau Sentani di Papua hingga Danau Toba di Sumatera Utara, kebeningan air kearifan memang masih tersisa, tetapi polusi yang ditimbulkan oleh limbah politik kian mendekat mengancam ketahanan ekosistem kebudayaan. Tentu merisaukan, karena Indonesia adalah pertautan politik dari keragaman budaya. Jika politik sebagai simpul pertautan itu rapuh, kekayaan warisan budaya Nusantara itu tidak bisa diikat menjadi sapu lidi yang kuat, tetapi sekadar serpihan lidi yang berserak, mudah patah.

(12)

Jika demokrasi Indonesia kian diragukan kemaslahatannya, tak lain karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercerabut dari jiwa kekeluargaan. Peraturan daerah berbasis eksklusivisme keagamaan bersitumbuh menikam jiwa ketuhanan yang berkebudayaan; lembaga-lembaga finansial dan korporasi internasional dibiarkan mengintervensi perundang-undangan dengan mengorbankan kemanusiaan yang adil dan beradab; tribalisme, nepotisme, dan pemujaan putra daerah menguat dalam pemilu kepala daerah melemahkan persatuan kebangsaan; anggota parlemen bergotong royong menjarah keuangan rakyat, memperjuangan ”dana aspirasi” seraya mengabaikan aspirasi rakyat, melupakan kegotongroyongan berdasarkan hikmah kebijaksanaan; ekspansi neoliberalisme, kesenjangan sosial dan tindak korupsi melebar menjegal keadilan sosial.

Demokrasi yang dijalankan justru memutar jarum jam ke belakang, membawa kembali rakyat pada periode prapolitik, saat terkungkung dalam hukum besi sejarah survival of the fittest dan idol of the tribe. Ada jarak yang lebar antara voices dan choices; antara apa yang diargumentasikan dengan pilihan institusi dan kebijakan yang diambil. Demokrasi yang diidealkan sebagai wahana untuk memperjuangkan kesetaraan dan persaudaraan lewat pengorganisasian kepentingan kolektif justru menjadi instrumen bagi kepentingan privat.

Distorsi ini terjadi karena orang-orang bekerja dari politik, bukan untuk politik. Di sinilah pintu masuk bagi persekongkolan antara pengusaha hitam dan politisi hitam dalam proses institutional crafting dan legal drafting. Suatu penyanderaan demokrasi yang mengarah pada legalisasi kejahatan. Tiba-tiba saja nubuat Pramoedya Ananta Toer dalam Rumah Kaca menjadi kenyataan, ”Akan ada permainan politik oleh orang-orang kriminal dan permainan kriminal oleh orang-orang politik.” (Pramoedya Ananta Toer,

Rumah Kaca, )

(13)

Melihat kenyataan Republik ini yang ditinjau dari beberapa kondisi yang memang cukup serius antara lain :

a. Perekonomian yang lemah

b. Adanya gerakan separatis yang tak kunjung terselesaikan c. Konflik sosial dan brutalisme masyarakat

d. Permusuhan etnis, agama, terror

e. Kurangnya perlindungan lingkungan (ekosistem yang rusak) f. Pertumbuhan ekonomi yang tersendat

g. Keputusan-keputusan elit yang tidak merakyat (kenaikan harga, impor, dsb)

h. Factor geografis i. Factor sejarah

j. Banyaknya pengungsi di negeri sendiri

k. Penduduk miskin yang setiap tahun semakin meningkat l. Administrasi pemerintahan yang buruk

m. Korbankan generasi muda (kurang seriusnya bidang pendidikan) n. Menuju krisis energy

Menjadi sangat berbakat memasuki “Zona Merah” atau “Zona Bahaya” dari sebuah Negara bangsa (Nation State) yang lemah dan sedang bergerak menuju Negara Yang Gagal. (Prof. Dr. Robert. J. Rotberg, Direktur Program Konflik John F. Kenedy School of Government, Harvard University).

4. Peran Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mengatasi Permasalahan Bangsa

(14)

semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, melainkan Indonesia buat Indonesia—semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan ’gotong royong’. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong!”

Diplesetkannya Pancasila menjadi “PANCAGILA” oleh sebuah LSM yang tak mau disebutkan namanya di salah satu kota di daerah Jawa Barat ini katanya Rindu Pancasila dengan memplesetkan butir sila pancasila menjadi sebagai berikut :

1. Keuangan Yang Maha Kuasa (Ketuhanan Yang Maha Esa)

2. Korupsi Yang Adil dan Merata (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) 3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia (Persatuan Indonesia)

4. Kekuasaan Yang dipimpin oleh Nafsu Kebejatan dalam Persengkongkolan dan Kepura-puraan (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaa dalam permusyawaratan/perwakilan).

5. Kenyamanan Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat Indonesia (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

Plesetan sila dalam pancasila diatas menjadikan indikasi bahwa pancasila yang menjadi ideologi dan sebuah falsafah bangsa sengaja dipendam hidup-hidup oleh oknum-oknum yang punya kepentingan dalam kekuasaan, entah itu dilakukan sebagai bumper untuk menjatuhkan rezim atau mungkin benar-benar panggilan hati untuk mengkritisi kebijakan rezim.

(15)

Negara ini? memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk dapat memasyarakatkan Pancasila sendiri, bahkan rezim orde baru yang katanya memperjuangkan penegakan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi bangsa pun masih jauh dari harapan masyarakat, karena pemasyarakatan pancasila cenderung bersifat memaksa dan seolah-olah Pancasila dijadikan jargon yang diselewengkan oleh pemerintah orde baru pada masa itu. Meskipun banyak yang menghujat sistem pemasyarakatan Pancasila oleh rezim orde baru (Orba) atau biasa yang disebut sistem Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) tapi bagi penulis banyak pengalaman yang bisa diambil atau bahkan sesuatu yang positif dari sistem pemasyarakatan orba atau P4 tersebut. Seperti misalnya tidak ada organisasi yang berideologi selain pancasila sehingga pancasila menjadi kuat secara ideologis.

Pancasila bisa menjawab semua persoalan-persoalan bila Revitalisasi Pancasila bisa diterapkan secara berkelanjutan (Sustainable) lalu bagaimana caranya melanjutkan cita-cita Proklamasi-Rerformasi yang katanya terdapat banyak permasalahan mulai yang sifatnya sosial, politik, ekonomi, sampai ke permasalahan keadilan atau hukum yang katanya tak bisa terselesaikan karena setiap masalah akan diselesaikan datang permasalahan-permasalahan yang baru sehingga permasalahan yang lama ditanggalkan dan dibiarkan tinggal kenangan sehingga karena permasalahan yang menumpuk tersebut lama-lama permasalahan tersebut menjadi bom waktu bagi masa depan negeri ini karena tak pernah diselesaikan secara tuntas hingga ke akarnya. Berikut adalah cara-cara bagaimana agar pancasila itu bisa menjawab semua permasalahan bangsa.

1. Memasyarakatkan kembali ideologi Pancasila

(16)

dipikirkan oleh satu dua orang pintar, melainkan merupakan milik masyarakat Indonesia sendiri sebagai kesadaran dan cita-cita moralnya. Dilain pihak masyarakat dianggap masih harus lebih meresapkan Pancasila, hal mana berarti bahwa Pancasila belum secukupnya menjadi milik masyarakat.

Beberapa pertimbangan-pertimbangan yang menunjukan kontrasiksi kalau pancasila masih harus dimasyarakatkan, padahal di lain pihak sudah merupakan milik masyarakat indonesia sejak beribu-ribu tahun Pancasila masih tetap perlu dimasyarakatkan dalam sekurang-kurangnya dua arti (Frans Magnis Suseno dalam Kuasa dan Moral, yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001)

Pertama. Dalam arti kesediaan untuk membangun kehidupan bersama atau kehidupan nasional atas dasar Pancasila itu – hanya atas dasar Pancasila, dan tidak atas dasar segala macam nilai, pandangan, harapan, dan cita-cita lain yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat, tetapi tidak atas dasar segala macam nilai, pandangan, harapan, dan cita-cita lain yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat, tetapi tidak dimiliki oleh semua. Jadi dalam arti semua pihak bersedia untuk tidak memaksakan pandangan khusus mereka sendiri kepada seluruh masyarakat. Bahwa semua bersedia untuk menghormati kompromis nasional yang menjadi prasyarat bahwa seluruh bangsa bertekad membangun kehidupan nasional bersama, dan untuk tidak – belakangan – berusaha untuk mendominasi masyarakat dan mengurangi kesamaan kedudukan pihak-pihak lain.

(17)

berubah, melainkan selalu berkembang berhadapan dengan tantangan-tantangan yang bisa dihadapi bangsa itu pada setiap zaman. Hal ini berarti bahwa bangsa indonesia pun selalu harus memantapkan kembali identitas kepribadiannya berhadapan dengan tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa indonesia pun selalu harus memantapkan kembali identitas kepribadiannya berhadapan dengan tantangan-tantangan baru. Dan oleh karena itu maka nilai-nilai yang terungkap dalam Pancasila belum tentu seluruhnya memasyarakat menurut implikasi-implikasinya pada masa sekarang. Situasi sekarang adalah situasi Indonesia sebagai negara modern yang terdiri dari sekian banyak suku, agama, kebudayaan, dan golongan yang memperoleh kemerdekaanya dalam suatu perjuangan berat melawan penjajah, yang sekarang berhadapan dengan tantangan-tantangan pembangunan yang dulu sama sekali belum terimpikan.

Walaupun hal tersebut dapat dimengerti, namun tidak dapat dibiarkan lagi kalau kesatuan dan persatuan nasional tidak mau dibahayakan. Dalam memasyarakatkan kita terdapat banyak tendensi sentrifugal yang mempunyai potensial destruktif. Mempersoalkan attau menggerogoti konsensus nasional Pancasila membahayakan kesatuan nasional bangsa Indonesia. sudah terlalu mahal harga yang harus dibayar oleh bangsa Indonesia selama enam puluh enam tahun kemerdekaan karena adanya keragu-raguan akan Pancasila sebagai filsafat dasar negara kita.

(18)

itu; kesadaran bahwa masing-masing pihak berhak hidup menurut cita-cita dan keyakinan mereka sendiri, tetapi bahwa dalam hidup bersama mereka mendasarkan diri pada Pancasila. Perlu dilihat bahwa apa yang terungkap dalam Pancasila sungguh-sungguh sesuai dengan keyakinan dasar semua pihak tentang bagaimana kita dapat hidup secara manusiawi, dan sekaligus harus diterima bahwa tak perlu golongan-golongan masing-masing tidak boleh mencoba untuk memaksakan segala keyakinan mereka pada kita semua. Pendek kata, semua pihak dalam masyarakat diharapkan dapat menerima dengan lega bahwa negara kita memang berdasarkan pancasila sebagai satu-satunya asas.

Selanjutnya bagaimana cara untuk memasyarakatkan pancasila, mengingat sekarang program Penataran P4 sudah tidak ada lagi. Setidaknya ada beberapa hambatan terhadap penghayatan Pancasila pada masa orde baru yang seharusnya hambatan tersebut bisa dihapuskan agar Pancasila dapat dipercayai dan dipeluk pada masa itu, hambatan tersebut adalah (1) Masih juga dibiarkan berlangsungnya pelanggaran terhadap Pancasila. (2) Pelbagai bentuk penyelewengan dan korupsi dalam aparatur pemerintahan. (3) Kadang-kadang terjadi kesan bahwa himbauan pada Pancasila merupakan kedok untuk melindungi kepentingan pribadi atau golongan sendiri dalam masyarakat. Untuk kondisi bangsa yang sedang sakit ini tentunya perlu semacam obat yang berisi ramuan yang barang tentu ramuan itu sesuai dosis dan takaran pada kondisi dan keadaan bangsa ini, dan menurut penulis obat itu adalah Pancasila.

(19)

lama dalam tubuh bangsa ini. lalu bagaimana penerapannya dalam kondisi bangsa yang sedang sakit ini? harus ada kebijakan untuk memasukan pancasila dalam kurikulum pendidikan kita secara serius, dalam artian suplemen pancasila harus dibuat semenarik mungkin dengan metode yang bisa menggambarkan bahwa Pancasila itu sebenarnya menarik untuk dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian kesan bahwa penyelewengan-penyelewengan dan tindak korupsi dalam aparatur pemerintah belum ditindak dengan tegas, akan sangat merugikan usaha untuk memasyarakatkan pancasila. Dan sebaliknya kalau masyarakat melihat para pembesar dan pemimpin mereka hidup dengan sederhana dan jujur, puas dengan seadanya,masyarakat akan terangsang untuk meniru mereka dan juga yakin terhadap kata-kata mereka.

2. Penguatan Kembali Ideologi Pancasila Sebagai alternatif ideologi-ideologi lain.

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain didunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan Kausa materalis (asal bahan) Pancasila.

(20)

ideologi bangsa lain. Selain itu Pancasila juga bukan hanya merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja, yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan Pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila pada hakikatnya untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa secara komperhensif. Oleh karena ciri khas Pancasila itu maka memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.

(21)

PENUTUP

Kiranya tidak perlu diperlihatkan dengan panjang lebar lagi bahwa suatu pembangunan yang pragmatis-positivistik tidak sesuai dengan tuntutan Pancasila. Pancasila adalah sistem nilai-nilai dasar dan kepribadian bangsa Indonesia. pembangunan di Indonesia tidak boleh pragmatis, tidak boleh berdasarkan salah satu ideologi, melainkan harus sesuai dengan Pancasila.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Deliar Noer, Mohammad Hatta: Biografi Politik, LPE3S, Jakarta, 1990 Kumpulan Esai Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Kompas Media Nusantara, Jakarta : 2010

Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2010

Magnis Suseno, Frans, Kuasa dan Moral, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000

Mohammad Hatta, Bung Hatta Berpidato Bung Hatta Menulis, Penerbit Mutiara, Jakarta, 1979

N. Drijarkara, Karya Lengkap Drijarkara, Kanisius, 2006

Saksono,Ign. Gatut, Pancasila Soekarno (Ideologi alternatif terhadap globalisasi dan Syariat Islam), Rumah Belajar Yabinkas, Yogyakarta, 2007

Media dan Internet

http://nasional.kompas.com/read/2010/05/20/03574547/

Keinginan.Revitalisasi.Pancasila.Makin.Menguat (diakses pada 23/11/2011) http://indrapiliang.com/2010/07/13/demokrasi-pancasila-dlm-budaya-politik-amp-etika-politik/ (diakses 19/11/2011)

http://www.dkj.or.id/articles/sastra/pidato-politik-pancasila-rumah-bersama (diakses pada tanggal 20/11/2011)

Referensi

Dokumen terkait

Bertitik tolak pada latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :bagaiman pengaruh sistem

Secara umum masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah dengan menggunakan media konkrit dalam pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas I

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah PKM- Pengabdian kepada Masyarakat... Penghargaan dalam 10

Dari definisi di atas bahwa nilai- nilai sering digunakan secara sempit dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini dapat diketahui bahwa istilah nilai mempunyai pegertian

sampel dari populasi itu dilakukan secara random. Analisis statistik inferensial digunakan untuk menganalisis data hasil tes. kecerdasan numerik, kemampuan penalaran

Meskipun malaikat merupakan makhluk-makhluk suci yang tidak mengenal dosa, tetapi mereka tidak wajar menjadi khalifah, karena yang bertugas menyangkut sesuatu harus

Election Broadcasting Debates Commission tingkat nasional yang ada pada National Election Commission terdiri atas 11 anggota sementara Election Broadcasting

Kandungan Oksigen dalam logam las sebagai fungsi dari BI Fluks.. Hubungan antara ketangguhan dengan kandungan